Disclaimer: Naruto by Masashi Kishimoto

Genre: Angst, Romance

Rated: T

Pairing : SasuHina

Warning : typo menyebar rata di mana – mana, gaje, OOC, dan masih banyak yang lain gara – gara gak sempat ngedit.

Sumarry : Sasuke berubah menjadi menyebalkan semenjak ibunya meninggal. Mungkinkah hal itu akan berubah jika seorang gadis pelayan di rumahnya seperti Hinata terus menyemangatinya? Meskipun terkadang hatinya selalu tersakiti?


Yipie! Chapter ending akhirnya selesai diketik. Ku harap, para readers tidak kecewa dengan endingnya ya. Awalnya mau dibikin sad ending, namun kasian banget para tokohnya terutama Hinata. Dari awal Hinata sudah banyak menderita sampai – sampai aku lupa yang sebenarnya mau dibikin menderita itu Sasuke.

Aku sudah berusaha membuat chapter ini update cepat namun apa boleh buat, aku bingung gimana mau menyelesaikannya. Oh iya, terima kasih buat semua readers yang telah sudi mereview fic ku ini ya.


.

.

Title: Tuan Muda Uchiha

...

Bagian Sembilan : Akhir yang Ku Tunggu.

..

.

"Hinata!" seru Tuan Besar padaku, "Apa kau benar – benar yakin kalau kau sudah memaafkan Sasuke?"

Aku pun tersenyum tipis dan berkata, "I-iya, Tu-Tuan Sasuke sudah jadi orang yang le-lebih baik se-karang."

Tuan Besar melihatku dengan tajam, mungkin ia ragu dengan kata – kataku barusan namun aku akan tunjukkan bahwa ucapanku tadi bukanlah sebuah kebohongan. Dan pada akhirnya Tuan Besar berhenti menatapku dan kembali memperhatikan laptopnya.

"Hinata, aku percaya kalau ucapanmu tadi benar."

"Ja-jadi Tuan Sasuke di-perbolehkan untuk kembali ke rumah lagi kan?"

"Tentu saja."

Aku gembira sekali ketika mendengar keputusan Tuan Besar saat itu. Kini Tuan Sasuke pasti akan sembuh dari penyakitnya karena kini dia berada di tempat semua orang akan merawatnya. Lagi pula hubungan keluarga ini mulai terlihat akur satu sama lain.

Huh, aku terlalu gembira sampai – sampai ak lupa kalau persediaan makanan untuk minggu ini sudah habis. Mungkin lebih baik aku segera pergi ke pasar membeli bahan – bahan makanan.

.

.

.

Pasar ini sebenarnya rawan oleh pencuri dan pencopet namun ku rasa tak kan ada yang mau merampas barang dariku. Lagi pula yang aku beli hanya sekumpulan sayur – sayuran dan obat untuk Tuan Sasuke, bukannya perhiasan emas dan permata. Jadi mana mungkin pencopet mau mengambilnya.

"Hinata!"

Aku pun mencari seseorang yang memanggil namaku di tengah kerumunan orang yang berlalu lalang kian kemari. Suara itu memanggilku berkali – kali, namun aku tetap tidak bisa menemukan orang yan memanggilku. Dan pada akhirnya….

"Hei, apa yang kau lakukan?"

"Akh, Ne-neji? A-aku tadi sedang mencari orang ya-yang memanggilku."

"Yang memanggilmu itu tadi aku," ujarnya dengan santai padaku yang terkejut dan merasa agak malu karena tadi sempat terlihat seperti orang bodoh. Namun saat Neji tersenyum padaku, aku merasa lebih tenang.

"Hei, kau sedang apa?" tanya Neji mencoba membuka pembicaraan.

"A-aku sedang mem-membeli persediaan ma-kanan,"

"Oh, mau ikut aku ke rumahku sebentar?" ajaknya padaku. Tentu saja aku akan menerimanya. Sudah lama aku ingin melihat rumahnya dan menyelidiki hubungannya dengan Nyonya Besar.

Ini adalah kesempatan yang bagus.

.

.

Rumah Neji ternyata cukup sederhana. Meski begitu rumah ini benar – benar nyaman dan tenang. Suasana yang menyejukkan hati bagiku karena di rumah keluarga Uchiha suasana seperti jarang terjadi kecuali ketika semua anggota keluarga tersebut sedang pergi dari rumah.

Aku melihat – lihat barang – barang di rumah tersebut, mungkin saja ada barang milik Nyonya Besar yang dulu juga pernah diperlihatkannya padaku. Namun, rumah ini tak punya sedikitpun kenangan mengenai Nyonya Besar. Ini mengecewakan buatku.

Eh, apa itu yang ada di atas meja?

Ini adalah album foto yang hampir sama dengan punya Tuan Besar. Mungkin saja ini memang album yang sama dengan yang dimiliki Tuan Besar. Namun, tak ada tulisan Mikoto di sampul depannya. Tulisan yang ada justru Hizashi

Siapa Hizashi?

"Maaf membuatmu menunggu, eh? Ada apa denganmu?" Neji menatap bingung padaku yang mungkin terlihat aneh ketika melihat – lihat semua foto tersebut.

"Ne-neji, ini siapa?" tanyaku sambil menunjukkan salah satu foto.

"Oh, itu ayahku"

"Be-begitu ya."

"Memangnya kenapa?"

"A-awalnya ku pikir, i-itu adalah a-ayahku."

Aku pun menjelaskan semua kisahku dengan ayahku dulu. Termasuk juga di dalamnya Nyonya Besar. Bagaimana aku bisa bertemu dengan seorang wanita yang bernama Mikoto dan bagaimana aku bisa bertemu dengan Tuan Sasuke sekarang. semua aku ceritakan padanya. Berharap agar Neji bisa mengingat sesuatu tentang Nyonya Besar. Namun kelihatannya, Neji tidak mengingat apa pun walau aku sudah bercerita sampai akhir.

"Aku tidak tau kalau kehidupanmu ternyata sesulit itu," ujarnya dengan iba setelah aku berhenti bercerita. Aku pun hanya tertunduk lesu dan menenangkan perasaanku. Sebenarnya menceritakana kembali semua penderitaanku termasuk hal yang paling ku benci namun mungkin memang seharusnya aku bercerita.

"Oh iya, aku belum tau siapa namamu lengkapmu. Bisa kau beritahu namamu?"

Aku tersenyum padanya kemudian aku berkata, "Hyuga Hinata."

Setelah aku mengenalkan namaku, Neji langsung menatapku dengan tidak percaya. Aku pun langsung bertanya dengan polos padanya, "A-ada apa?"

"Hyuga?" ujarnya mengulangi dan aku mengangguk padanya. Neji kembali diam kemudian dia kembali berkata dengan suara yang terdengar serak, "Nama margaku juga Hyuga."

.

.

Pertemuan dengan Neji ketika itu terus terlintas di pikiranku. Aku dan Neji itu apa? Kenapa marga kami sama? Ini malah semakin rumit. Hubungannya dengan Nyonya Besar saja masih belum bisa dijelaskan, sekarang hubungannya denganku menambah rumit semua hal yang terjadi padanya.

Tapi, jika aku berhasil menemukan hubungannya dengan Nyonya Besar, mungkin menemukan hubungan antara dia dan aku akan lebih mudah. Oh iya, Hizashi yang ada di album fotonya itu siapa ya?

"Akhh!" aduh, kakiku tersandung. Sial sekali aku, padahal aku mau membawakan makanan ke kamar Tuan Itachi namun aku malah menjatuhkan semua makanannya. Padahal kan, kamar Tuan Itachi tinggal dua langkah lagi.

Aku harus membawakan lagi. Dan kali in aku harus berkonsentrasi agar tidak menjatuhkan makanannya lagi. Dan aku pun mengambil satu porsi untuk Tuan Itachi. Kali ini aku berhati – hati ketika melewati tangga dan berusaha agar aku tidak tersandung oleh kakiku sendiri.

Aku pun sampai di depan kamar Tuan Itachi. Aku mengetuk pintunya lalu masuk ke dalam kamarnya sambil berkata, "Tu-Tuan, i-ini makan mal-"

Aku terkejut bukan main. Bukan Tuan Itachi yang ada di kamar tersebut namun yang ada di kamar tersebut adalah Tuan Sasuke. Mau apa Tuan Sasuke di dalam sini? Tuan Itachi pasti bisa marah jika tau Tuan Sasuke sembarangan masuk ke dalam kamarnya.

"Sudah ku duga kau pasti datang kemari."

"A-apa ma-ksud Tuan?" tanyaku lugu dan gugup.

Aku menjauh dari Tuan Muda sekitar tiga langkah namun Tuan Muda justru mendekatiku. Ini membingungkan buatku. Apa Tuan Muda mengigau ya? Namun mana mungkin mengigau dengan mata terbuka. Mengigau itu kan dalam keadaan tidur.

"Hinata, sudah lama aku tidak mendekati seorang gadis selama aku berada di asrama. Jadi-"

Aku pun menutup mataku berharap semua ini hanya ilusi semata dan….

"Hinata, aku minta jus ini ya."

Ah, aku membuka kembali mataku dan melihat Tuan Muda yang sedang minum jus dan berjalan keluar dari kamar Tuan Itachi. Aku terduduk dan menempatkan nampan yang tinggal berisi mangkok sop dan piring berisi nasi dan ikan.

Pipiku agak panas. Tidak, ini memang panas. Ada sesuatu yang membuatnya panas namun aku tidak tau jelas apa itu. Ku harap ini bukanlah pertanda buruk.

Aku keluar dari kamar Tuan Itachi dan hendak berjalan menuju dapur kembali. Di dekat jendela aku melihat Tuan Sasuke menatap bintang. Wajahnya begitu polos. Lagi – lagi aku terhipotis oleh wajahnya yang polos itu. Aku pun menampar pipiku yang selalu terasa panas. Sakit. Tapi biarlah dari pada hatiku tersiksa.

.

.

"Tu-Tuan Be-sar," ujarku sambil membuka pintu kamar Tuan Besar namun yang temukan hanyalah kehampaan. Tuan Besar mungkin sudah pergi bekerja. Akhir – akhir ini Tuan Besar bangun lebih pagi dari pada aku. Mungkin karena di ancam kebangkrutan, Tuan Besar jadi lebih sibuk dari pada yang dahulu. Padahal ada yang ingin ku tanyakan pada Tuan Besar hari ini.

Dari pada aku berdiam diri di dalam kamar Tuan Besar lebih baik aku pergi ke dapur dan memasak untuk Tuan Itachi dan Tuan Sasuke. Mereka pasti belum bangun kalau matahari belum terlihat muncul. Aku akan masak makanan yang mereka sukai hari ini. Karena hari ini, aku akan pergi agak lama ke rumah Neji untuk menanyakan siapa Hizashi.

"Hinata!"

"Eh, a-ada apa Tu-tuan?" ujarku ketika melihat Tuan Sasuke yang tiba – tiba mengagetkanku. Wajahnya terlihat kusut sekali. kalau bangun tidur memang selalu begini. Mungkin Tuan Mudaku ini bertemu kembali dengan ibunya di alam mimpi. Kasihan.

"Bisa kau bantu aku membereskan kamarku hari ini?"

"Ka-kamar yang mana? Se-mua ka-kamar su-dah ku beres-kan," ujarku dengan nada bingung.

"Tadi kakakku bilang ada satu kamar yang ingin di bereskannya namun hari ini dia akan telat pulang ke rumah jadi dia menyuruh kita yang membereskannya," jelas Tuan Sasuke padaku sambil sedikit mengeluh pada kakaknya.

Aku hanya mendengarkan setiap ucapan Tuan Sasuke sambil sesekali memperhatikan raut wajahnya yang agak kusut pagi ini. Tidurnya pasti tidak nyenyak, mudah sekali ditebak.

"Hinata, kau mendengarkanku kan?" tanya Tuan Muda sambil melambaikan tangannya tepat di depan mukaku. Aku segera mengerjapkan mataku dan melihat wajah Tuan Muda yang sedang menatapku bingung. Kemudian Tuan Muda tertawa.

"Hah, ke-kenapa Tu-Tuan Muda ter-tawa?" tanyaku gugup dengan wajah memerah layaknya tomat masak.

Tuan muda semakin keras tertawa. Padahal dia masih sakit namun dia terlihat seperti sudah sehat saja. Ini mengingatkanku pada Tuan Mudaku ketika dia masih kecil. Sifat Tuan Muda yang polos ketika masih kecil mungkin masih tertinggal di dalam dirinya.

"Apa yang dari tadi kau pikirkan hah?" tanya Tuan Muda sambil menahan tawanya. Wajahku kembali memanas. Ingin sekali aku menampar wajahku sendiri namun rasa tidak enak kalau menampar diri sendiri di depan orang lain.

"Hinata, hari ini kita pergi sekolah sama – sama ya," pinta Tuan Muda kemudian langsung keluar dari dapur dan berjalan menuju kamarnya kembali. Aku hanya melongo melihat Tuan Muda. Baru kali ini aku ditawari pergi bersama – sama padahal dulunya aku dipaksa pergi dan pulang sendiri. Bahkan hanya saat Tuan Sasuke di asrama, Tuan Itachi sering menjemputiku pulang dari sekolah.

Keluarga ini sebenarnya baik, namun tidak mau menunjukkan kebaikannya pada semua orang.

.

.

"Ne-Neji!" panggilku sambil berlari terburu – buru berusaha mengerjarnya yang sedang berjalan ke arah perpustakaan. Aku pun memanggilnya sekali lagi dengan nafas yang mulai terengah – engah dan untungnya Neji mendengar dan menoleh padaku dengan tampang datar tanpa ekspresi.

Aku berhenti tepat di depan hadapannya dan aku pun memulai pembicaraan dengannya dengan kata – kata yang tidak penting, "Neji baik - baik saja kan?"

"Yang harusnya ditanyai begitu justru harusnya kamu bukan aku," jawabnya membuatku kecewa untuk bicara lagi. Namun aku tau, dia berkata seperti karena peduli dengan keadaanku bukan karena ingin mencelaku.

"Aku baik – baik saja kok," jawabku padahal dia tidak bertanya, kemudian aku mulai mengatakan apa maksud kedatanganku menjenguknya, "Neji, apa aku boleh ke rumahmu lagi?"

Neji terlihat berpikir dan kemudian menatap wajahku lalu berkata, "Sore ini mungkin aku akan ke rumahku sebentar. Tapi, apa kau punya waktu luang sore ini?"

"A-aku akan usaha-kan, so-sore ini aku akan ikut ke rumahmu," ucapku sambil tersenyum tipis padanya. Dan Neji kemudian tersenyum balik lalu pergi sambil melambaikan tangan padaku. Bagiku itu adalah caranya ingin mengatakan sampai jumpa. Maka aku pun melambaikan tangan padanya.

"Hinata! Aku dari tadi mencarimu kemana – mana tau," ujar Tuan Sasuke mengagetkanku sambil tetap mengeluh membicarakan betapa lelahnya dia mencariku. Karena kelelahan, aku pun mengajak Tuan Muda duduk sebentar di bawah pohon rindang. Istirahat kali ini akan lama karena guru – guru sedang mengadakan rapat. Setidaknya cukup untuk Tuan Sasuke istirahat.

Ku lirik Tuan Muda yang terlihat sedang tertidur di bawah pohon sambil menempatkan tangan di dahinya. Terlihat benar – benar lelah, apa saja yang membuatnya lelah seharian di sekolah ini. Dasar Tuan Mudaku ini. Meski masih sakit namun tetap saja keras kepala.

"Apa yang kau perhatikan dariku, Hinata?" tanya Tuan Muda sambil melirik ke arahku. Aku jadi super blushing gara – gara itu. Kenapa Tuan Muda harus bertannya seperti itu saat aku sedang memikirkannya. Apa mungkin Tuan Muda tau kalau aku sedang memikirkannya saat ini?

"Hinata!" seru lagi padaku yang terdiam menahan semua perasaan yang campur aduk menjadi satu dalam hatiku. Di satu sisi aku ingin sekali berbohong padanya dan berkata 'aku bukan memperhatikan Tuan kok, aku hanya memperhatikan rumput di samping Tuan' namun di sisi lain aku takut berbohong.

Tuan muda pun bangkit sambil tersenyum puas kemudian berkata padaku, "Ingat ya, sepulang sekolah nanti bantu aku."

Aku hanya diam dan menatap punggung Tuan Muda yang semakin jauh dan akhirnya menghilang tertutupi dinding kelas. Andai Tuan Muda mengerti akan apa yang kurasakan saat ini. Jujur, jantungku berdetak tak karuan setiap kali Tuan Muda tersenyum sambil menatapku. Namun, apa Tuan Muda juga sering berdetak tak karuan tiap kali ada di dekatku ya?

.

.

Aku sudah menunggu Tuan Muda yang dari tadi tidak muncul di tangga rumah besar ini. Benar – benar membosankan jika harus menunggu seperti ini. Lebih baik dari tadi aku ke pasar dulu mencari kopi Tuan Besar untuk persediaan minggu depan. Hah, namun aku suah telanjur menungu di sini. Tuan Muda tadi berkat akan segera kembali namun sudah lewat dua jam Tuan Muda belum juga kembali. Sejauh apa tempat yang ingin dikunjungi Tuan Muda sih?

Trrrrrrrrr! Oh, handphone-ku berbunyi. Mungkinkah Tuan Itachi yang menelpon untuk menyuruhku membereskan kamar secepatnya. Namun, aku ternyata salah. Kali ini Tuan Sasuke yang menelponku.

"Ha-halo?" ucapku sambil menempatkan handpone di dekat telingaku.

"Kau masih menungguku Hinata?" tanya Tuan Muda seakan dia tidak tau apa yang dari tadi aku lakukan selama di rumah.

"A-aku menunggu Tuan da-ri tadi, ka-kapan Tuan Muda datang?" tanyaku balik setelah puas mengeluh padanya. Dan kudengar Tuan Muda tertawa sambil berkata, "Kau pergi saja dahulu aku akan kembali malam ini karena ada yang sedang ku tunggu."

Karena kesal aku pun mematikan sambungan telepon dan memandang langit biru melalui jendela. Masih lama menunggu malam. Langit saja masih membiarkan sang surya untuk bertengger di atas sana. Karena itu, aku memutuskan untuk menjenguk Neji yang pasti sedang bersiap – siap akan menjenguk rumahnya walau hanya sebentar saja.

.

.

"Neji! A-pa kau akan pergi se-karang?" tanyaku ketika aku sampai di asrama dan melihat Neji sedang berjalan – jalan di sekitar taman. Neji tak menjawab pertanyaanku dan tetap berjalan. Aku yang merasa tidak diperhatikan olehnya menyusulnya dan ketika aku berada cukup dekat dengannya aku bertanya kembali, "Kau akan pergi hari ini kan?"

Neji melihatku seraya berkata, "Apa yang akan kau lakukan di rumahku?"

Aku hanya terdiam mendengarnya. Apa mungkin dia tau tujuanku ingin ke rumahnya? Tapi yang benar saja. Itu tidak mungkin terjadi. Wajahnya menunjukkan suatu keseriusan padaku. Dan aku hanya bisa tertunduk ditatap seperti itu olehnya. Namun pada akhirnya aku memaksakan diriku untuk berkata, "A da barangku yang tertinggal di rumahmu ketika kemarin aku ke sana."

Aku tau aku berbohong, namun kali ini aku sedang terjepit. Mana mungkin aku akan mengatakan bahwa tujuanku ke rumahnya untuk mencari tahu hubungannya dengan Nyonya Besar. Itu akan membuatku semakin terjepit.

"Kau saja yang ke rumahku," ujarnya sambil memberiku sebuah kunci, "saat ini ada sesuatu yang ku tunggu," setelah berkata demikian Neji kembali berjalan dan meninggalkanku yang memegang erat kunci rumahnya.

Aku memang tak mengerti akan sikapnya namun semua kebingunganku saat ini tidak perlu ku risaukan karena aku telah memegang kunci rumahnya dan ini akan sangat mudah. Aku hanya tinggal masuk ke dalam rumahnya kemudian aku mencari semua barang yang ada hubungannya dengan Nyonya Besar.

.

.

Aku pun akhirnya sampai di rumah Neji. Suasana tenang selalu terasa setiap kali aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam. Saking tenangnya aku lupa pada hal yang mestinya aku cari. Aku baru sadar ketika aku melihat sebuah album tergeletak di meja ruang tamu. Aku ingat, itu kan album yang kemarin. Aku pun dengan cepat mengambil album tersebut dan membacanya. Dan dengan cepat pula aku terkejut karenanya. Hizashi ternyata mirip dengan ayahku.

Aku menempatkan kembali album tersebut dan mencari barang lainnya. Aku sembarangan memasuki kamar dan pada akhirnya aku memasuki kamar seseorang yang mungkin saja pemiliknya adalah seorang wanita dan mungkin saja itu adalah ibu Neji. Aku memasuki dengan langkah kaki yang perlahan. Aku takut kalau aku salah pijak dan membuat Neji bertanya – tanya padaku, apa yang aku lakukan di kamar ibunya.

Dan aku kelihatannya beruntung di kamar ini. Sebuah catatan sang ibu ternyata tertinggal di sini. Aku membuka lembar demi lembar buku itu dan menemukan bahwa salah satu halamannya berisi sebuah foto keluarga. Di sini ada Neji, seseorang yang mirip ayahku dan seorang wanita yang mungkin adalah pemilik buku ini. Dan kalau saja aku tak teliti melihat halaman selanjutnya, aku tak kan pernah tau sebuah kenyataan yang mengejutkan ini. Ayahku dan seseorang yang bernama Hizashi bersalaman tangan di depan rumahku dahulu.

Kini aku tau, ayahku dan Hizashi adalah seorang saudara kembar. Dan hal lain yang ku ketahui, Hizashi adalah ayah Neji. Pantas saja mataku dan mata Neji terlihat sama. Kami ternyata sepupu. Mungkin Neji pun tak tau mengenai hal ini, namun ku rasa dia pasti akan mengetahuinya cepat atau lambat. Setidaknya satu misteri tentang hubungan keluarga yang hilang sudah dipecahkan.

Satu misteri lagi, dan misteri kali ini semuanya hanya berhubungan dengan satu orang. Nyonya Besar. Aku ingin sekali mencari petunjuk lain namun aku sudah tak punya waktu. Matahari sudah hampir tenggelam. Meski begitu aku masih menyempatkan diriku membaca halaman terakhir dari buku tersebut. Sayangnya halaman terakhir sudah lepas berceceran dan tak terkumpul kembali. Mungkin saat Neji masih kecil dia menyobekkan buku ini dan ibunya tidak mampu mengumpulkan semuanya.

Trrrrrrr! Akh, Tuan Muda lagi. Aku pasti benar – benar terlambat. Aku harus bergegas dan berlari menuju halte, semoga saja ada bis yang akan berhenti dan mengantarku sampai ke rumah dengan cepat. Aku pun tak menjawab telepon dari Tuan Muda. Aku tau apa yang akan dikatakan atau lebih tepatnya ditanyakan olehnya. Dari pada aku harus berbohong lagi aku lebih memilih untuk tidak menjawabnya sama sekali.

.

.

"Ma-maaf Tuan!" seruku sambil berlari menuju tangga.

"Oh, jadi kita mengajak Hinata juga ya?" tanya seseorang dengan suara yang berat berdiri di belakang Tuan Muda. Aku terkejut mendengarnya. Itu bukan suara Tuan Besar ataupun Tuan Itachi dan jika didengar dari kalimat yang digunakannya, sepertinya dia tidak tau kalau aku seorang pembantu di sini.

"Iya," ujar Tuan Muda pada seseorang di belakangnya, "Hinata, ayo!"

Setelah Tuan Muda berkata demikian, aku pun mengangkat wajahku dan melihat bahwa yang dibelakang Tuan Muda adalah Neji. Aku hampir saja tercekat dan tidak bisa bernafas karena terkejut. Namun, aku berusaha tampil seperti biasa.

Kami bertiga pun akhirnya sampai di sebuah kamar di atas loteng. Kamar ini benar – benar kotor, tentu saja karena jarang dibersihkan. Jujur, aku tidak tau kalau ada kamar seperti ini di rumah ini. Baru kali ini aku tau dan baru kali ini aku membersihkannya.

"Hmm, kamar ini dulunya milik siapa?" tanya Neji sambil tetap membersihkan meja yang debunya sudah tebal.

"Ini dulunya kamar ibuku. Tapi ketika kakakku lahir, ibuku lebih sering tidur di lantai bawah karena kakakku sering bangun malam – malam," jelas Tuan Sasuke sambil menutup mulut dan hidungnya agar debu tidak masuk ke dalam tubuhnya. Ketika mendengar kata 'ibuku' dari Tuan Sasuke, aku dengan cepat berpikir, pasti banyak barang milik Nyonya Besar yang dapat ku jadikan petunjuk untuk mengetahui kebenaran tentang hubungan keluarga yang memusingkan ini.

Karena aku begitu semangat ingin mencari barang – barang di sekitar kamar ini untuk ku jadikan petunjuk, tanpa terasa pekerjaan beres – beres di kamar ini selesai dengan cepat. Bahkan Neji sampai tidak sadar bahwa dia telah membersihkan meja tiga kali. Aku pun jadi tertawa kecil ketika melihat Neji seperti itu.

"Hatchi!" akhirnya terdengar juga suara bersin – bersin dari Tuan Muda. Keadaannya kan kurang sehat namun dia ingin membersihkan kamar yang debunya tebal begini. Neji pun segera keluar dengan alasan akan mencari obat penghilang bersin – bersin miliknya yang ditinggalkan di dalam tasnya.

Kini hanya aku dengan Tuan Sasuke di dalam kamar ini. Aku ingin sekali Tuan Mudaku ini meninggalkanku agar aku bisa leluasa memeriksa kamar ini, namun apa boleh buat. Aku harus bersabar menunggu hari esok saat aku bisa kemari lagi ke sini.

"Hinata, bisa bantu aku. Kepalaku agak sakit nih," pinta Sasuke sambil memegang kepalanya. Aku yang merasa kasihan pada Tuan Muda pun mendekatinya dengan harapan bisa membantunya. Namun aku malah terpeleset gara – gara berjalan sambil memikirkan petunjuk di kamar ini.

"Aduh," keluhku saat aku terjatuh.

"Hinata," panggil Tuan Muda lirih padaku. Dan saat aku tersadar, aku benar – benar merasa terkejut. Aku kini sedang menindih Tuan Muda dan Tuan Muda kelihatannya juga cukup terkejut. Aku sebenarnya ingin segera bangkit dan menjauh dari Tuan Muda. Namun sayangnya, kakiku tersangkut dan terlilit kumpulan seprei yang telah dikumpulkan Neji barusan.

"Akh!" rintihku ketika badanku ditarik Tuan Muda. Benar – benar sulit ku percaya. Tuan Muda menciumku? Mencium di bibir?

Aku tak bisa berkutik lagi karena Tuan Muda telah memeluk erat badanku. Aku tak bisa meminta Tuan Muda untuk melepaskanku, karena itulah aku hanya bisa menikmati apa yang telah diberikannya padaku malam ini. Dan mungkin ini jugalah yang tengah dirasakan Tuan Muda.

aku pun memejamkan mataku, berusaha memberikan apa pun sebisaku pada Tuan Muda. Baru kali ini aku bisa merasakan bahwa bibir Tuan Muda begitu hangat. Bahkan karena kehangatannya, suhu badanku juga ikut hangat. Darahku rasanya sudah mendidih karenanya. Jantungku terus berdetak kencang dan membuatku semakin gugup. Wajahku kini benar – benar memerah karena rasa malu yang luar biasa. Namun semua perasaan malu itu aku singkirkan dari hatiku.

Aku pun membuka mataku dan melihat bahwa Tuan Muda juga telah membuka matanya. Maka, kami pun berhenti berciuman. Masih ada rasa malu – malu dalam diriku dan aku yakin Tuan Muda pun begitu. Kami tidak saling menatap satu sama lain kurang lebih selama 5 menit. Namun, setelah itu Tuan Muda langsung menatap mataku. Aku hanya menunduk ketika ditatap seperti itu. Tuan Muda kemudian berkata dengan perlahan di dekat telingaku, "Terima kasih selama ini kau telah menemaniku menggantikan posisi ibuku."

Malam ini, benar – benar malam yang tak bisa kupercaya. Tuan Muda sekarang mengaku bahwa aku ini pengganti Nyonya Besar, namun dia tidak marah padaku. Ku rasa, Tuan Muda akan bersikap lebih baik padaku mulai sekarang.


.

..

The End

.

..

Neji : "Nanggung amat tuh ending."

Rin : "Lha, kamu maunya gimana?"

Neji : "Jelasin dulu lah misteri tentang Nyonya Besar."

Rin: "Gak usah deh, nanti kalau ketahuan Hinata dengan Sasuke ternyata sepupu mereka gak bisa menikah nantinya." *plak!*

Hinata : "Rin, kami kan belum akan menikah."

Rin : "Bisa saja suatu saat nanti kalian beneran menikah."

Sasuke : *diam seribu bahasa* 'mereka lagi ngomongin apa?'

- purple girl : makasih buat semangat dan masukkannya ya. soal urusan ekonomi keluarga Uchiha pasti bisa bangkit lagi kalau Sasuke sudah di rumah, karena biaya makan dan biaya bulanan asrama Sasuke kan ga perlu dibayar lagi. Pasti bisalah kalau untuk hemat – hemat dikit. Lagian ka nada Itachi ^^

- uchihyuu nagisa : whoa! Untung saja aku cuma bikin meluk. Misterinya belum terpecahkan semua sih, tapi mungkin lebih baik seperti ini sajalah.

- OraRi HinaRa : hahahha! Ini sudah di update lagi

- moist fla : makasih banyak buat semua semangatnya ya ^_^

- Lollytha-chan : done. Udah di update nih :D

- Uchihakagamie : wah, padahal ku pikir ficku selalu lama updatenya.

- Nerazzuri : waduh, senengnya kalau ada yang gregetan *gubrak!*


.

I love everyone, because everyone is friends for me

.

,

.

RnR please