Before long I knew the word called "mother"

Before long I remembered the word called "father"

Before long I knew the word called "wind"

Before long I remembered the word called "water"

Before long I knew the word called "together"

Before long I remembered the word called "dreams"

And when I learned the word called "love,"

I knew the shape of the world

Yet, what would be the right word

to tell you how I feel right now?

If only to know that simple answer

I'll keep playing with words as best I can

Soon I learned of the word called "lies"

Soon I was taught the word called "pain"

Soon I learned of the word called "crime"

Soon I was taught the word called "punishment"

And when I was taught the word called "evil"

I became aware of the darkness in the world

Yet, what words shall I use

When you cast me aside?

To know what I wish never to know

I'll still keep playing with words

Yet, what would be the right word

to tell you how I feel right now?

"Good morning," "Hello," "Thank You," or "Goodbye"?

I'll keep playing with words as best I can

-English Lyrics of World Play, Kagamine Rin-Vocaloid

Fairytale Projects

~Looking For Cinderella~

Chapter 3: The Time When The Bell Dance

Originally Made By : Fr3Ya-cHaN

Edited By : Daiyaki Aoi

Mikan terdiam. Ia duduk dengan sikap amat sempurna saat sedang ditata rambutnya oleh Anna. Ia sudah terbiasa lagipula, duduk dengan punggung tegak dan sikap beribawa. Para gurunya mengatakan kalau seorang ratu harus sempurna dalam segala hal, termasuk saat ia sedang duduk dan dirias.

Mikan mendesah.

Anna yang dari tadi bersenandung pelan sambil menyisir rambut Mikan langsung berhenti sejenak.

"Ada apa, Mikan-chan?"

Mikan tersenyum, tanda meyakinkan kalau tidak ada apa-apa dan mempersilakan Anna melanjutkan tugasnya. Hotaru memang menyuruh Mikan menemaninya. Mikan tidak punya pilihan sebab ia adalah 'pelayan'-nya, walaupun Hotaru sudah melarang Mikan berpikiran seperti itu tapi tetap saja. Mikan terlalu takut untuk bilang kalau Hotaru adalah 'sahabat'-nya.

Takut ia akan kehilangan Hotaru sama seperti ia kehilangan Yuzuki.

Genggaman Mikan akan gaunnya mengeras, lalu mengendurkannya kembali. Ia menatap sebuah amplop putih-biru di meja riasnya. Di sebelah amplop itu, terdapat sebuah surat undangan yang isinya mengundang Hotaru, bukan dirinya.

Sebenarnya Mikan enggan untuk pergi –terlepas dari masalah Hotaru adalah majikannya-, sebab yang mengundang bukanlah orang biasa. Melainkan orang yang ia cintai. Yang ia cintai sampai membuatnya buta akan dunia.

Kalau, misalnya, ia tidak jatuh cinta kepada seorang Nogi Ruka, mungkinkah Yuzuki akan tetap hidup?

"Sudah selesai, Mikan-chan!"

Pekikan senang Anna membuyarkan lamunan Mikan. Ia melihat dirinya, dengan rambut digerai dan di ujung rambutnya dijadikan keriting, sangat menawan. Sama seperti dulu. Begitu cantik, begitu indah, begitu lemah.

"Terima kasih, Anna-chan." ujar Mikan sambil tersenyum.

Anna tersenyum dan berkata, "Sama-sama, Mi~kan-chan!". Lalu ia melanjutkan,"Tapi aku tidak mengerti. Kenapa aku harus memanggilmu Yuzuki padahal kita ada di kediaman Hotaru-chan? Terlepas dari masalah kau adalah-kau-tahu, tidak perlu disembunyikan di sini, 'kan? Tidak mungkin ada yang mau menyusup ke rumah kediaman Imai Hotaru."

"Untuk jaga-jaga."

Suara Hotaru menjawab pertanyaan Anna. Ia berdiri di pintu masuk dengan muka datarnya seperti biasa. Hotaru mengenakan gaun berwarna ungu berenda, choker hitam berenda dan sepatu high heels hitam. Rambutnya hanya diberi hiasan topi ungu kecil berpita renda dan make-up tipis."Sebab, tidak ada yang tahu kalau mungkin saja tamu yang datang adalah mata-mata atau semacamnya," lanjut Hotaru sambil berjalan melintasi ruangan ke arah Mikan.

Mikan menatap ke arah Hotaru yang berdiri di sebelahnya. Mikan terlihat amat cantik dengan gaun yang dibelikan Hotaru, high heels putih dan make-up yang sesuai.

Hotaru memegang topeng kupu-kupu ungu miliknya dan mengulurkan topeng kupu-kupu kuning milik Mikan. Dan Mikan mengerti, bahwa mereka akan pergi sekarang.


"Wah, wah. Kau memang mewarisi kecantikanku, Natsume." ujar Kaoru sambil mengamati putranya yang tengah bersiap untuk mengikuti pesta Ruka.

Alis sebelah mata Natsume naik, "Aku laki-laki, Kaoru."

Natsume mendapat jitakan di kepalanya. "Dasar tidak sopan!"

Aoi tertawa kecil mendengar pertengkaran ibunya dan kakaknya. "Onii-chan, apa aku boleh ikut?".

Natsume menggeram pelan, tanda tidak boleh. "Memangnya siapa yang mau menolongmu kalau kau diculik, hah?".

Aoi cemberut namun kembali tersenyum jahil, "Tentu saja kau Natsume!"

"Hei!"


Suara musik dansa beralun pelan di telinga Mikan, ditemani dengan suara-suara orang-orang bercakap-cakap. Mikan mendesah dan bertanya-tanya dalam hati kapan mereka akan pulang. Hotaru juga sudah menghilang entah ke mana. Tapi yang pasti, ia mungkin saja sedang makan ria dengan kepiting.

Mikan kembali menyenderkan badannya ke dinding. Sudah berapa kali ia menolak diajak berdansa. Yang ia mau hanyalah pulang. Pulang. Dan berharap tidak akan bertemu Ruka di sini.

Seorang pemuda menghampiri Mikan. Ia mengulurkan tangannya dan mencoba mengajak Mikan berdansa. Mikan tersenyum sopan sambil menolaknya.

Ia melihat ke sekeliling. Ada sebuah pintu kaca yang menghubungkan dengan taman. Semua orang sibuk di dalam dan di taman pasti sepi. Ia memutuskan untuk pergi ke sana.

Pemandangan taman itu indah. Terbentuk dengan sekumpulan bunga-bunga. Penuh warna dan kebanyakan didominasi oleh warna hijau. Dada Mikan sakit. Ia kembali mengingat kejadian itu. Ruka, Yuzuki. Jatuh cinta pada seorang perempuan yang sama. Yuzuki membunuhnya demi dirinya. Ruka membunuh Yuzuki demi gadis itu.

Semuanya karena dirinya. Mikan tahu, ia tahu! Amat sangat tahu! Ia tahu kalau warna hijau itu hanya terbentuk dari daun bunga-bunga itu. Ia tahu kalau gadis itu sudah tiada. Tapi tetap saja, rasa sakit hatinya timbul. Kemarahan. Dendam. Benci. Penyesalan. Semuanya bercampur aduk di dalam hati sampai terasa sakit.

Dan ia merasa kalau pemandangan di depannya itu sama seperti gambaran 'kekuasaan' gadis itu. Mau warna apapun, tetap diselubungi oleh warna hijau.

Dan di sana ia melihatnya.

Terisolasi dari yang lain. Satu-satunya bunga mawar dan bunga di taman itu yang berwarna kuning. Terletak sendirian di depan pohon Sakura. Seolah pohon Sakura yang besar itu mengolok-olok bunga itu karena sendirian.

Mikan mendekati bunga itu. Berjongkok di depannya dengan hati kelu. Mikan berpikir, apa sebaiknya ia mengambil bunga itu dan ditanam di taman Hotaru atau diletakkan di kamarnya? Mungkin diletakkan di kamarnya untuk menemaninya. Saat Mikan hendak meraih bunga itu, ia mendengar sebuah suara kasar dari atas pohon Sakura.

"Apa yang mau kau lakukan dengan bunga itu?"

Mikan langsung berbalik dan berdiri. Ia melihat ke atas dan melihat seorang pria berambut hitam dan bermata merah menyala menatap dirinya. Ia memakai kemeja putih, jas hitam, celana hitam, sepatu dan dasi hitam.

"Hei, idiot. Kau tuli, ya?" tanya Natsume kasar. Biasanya Mikan akan tersenyum sopan dan tidak membalas kata-katanya. Tapi, entah kenapa pemuda ini membuat ia merasa kesal.

"Aku tidak tuli! Lagipula aku cuma mau megang bunga itu saja, kok!". Ok. Itu bohong. Pemuda itu tampak tidak percaya dan mau mengakatakan sesuatu yang lain sebelum sebuah suara memotongnya.

"Natsume kau di sini!" seru Ruka sambil berjalan ke arah mereka dan diikuti oleh Hotaru.

Natsume hanya berkata, "Berisik, Ruka." dan beralih kepada Mikan. Ia berhenti dan melihat gadis itu panik melihat Ruka. Ia sekali lagi melihat kearah Ruka dan Hotaru, herannya juga melihat Hotaru panik.

"Wah, siapa gadis ini, Natsume?" tanya Ruka sambil mentap Mikan. Mikan mengigit bibirnya sendiri, bingung harus menjawab apa. Hotaru mengambil langkah duluan.

"Kau di sini rupanya, Yuzu. Aku mencarimu ke mana-mana." ujar Hotaru sambil berjalan ke arah Mikan dan memegang tangannya. "Ruka, perkenalkan ini Yuzu. Yuzu, itu Ruka dan yang di atas itu namanya Natsume.".

Ruka tersenyum lembut, "Halo Yuzu-chan. Senang berkenalan denganmu.".

Hotaru mengenggam tangan Mikan sedikit lebih erat. Tanda bahwa ia tidak boleh bicara. "Maaf, Ruka. Gadis ini bisu.".

Ruka terkejut sedikit dan berkata, "Maafkan aku.". Mikan tersenyum sedikit. Hotaru berkata lagi, "Maaf Ruka. Aku dan Yuzu harus segera pulang.". Dan dengan itu mereka pergi dari situ.

Natsume terdiam. Apa katanya tadi? Apa kata Hotaru?

"Maaf, Ruka. Gadis ini bisu."

Tidak, Natsume tidak salah dengar. Kalau begitu…

"Aku tidak tuli! Lagipula aku cuma mau megang bunga itu saja, kok!"

Kalau begitu, Hotaru pasti berbohong atau salah. Hanya ada dua pilihan dan Natsume akan mencari tahu apa alasannya.


Mikan dan Hotaru berlari sampai ke dalam mobil. Mereka pun masuk ke dalam dan mendesah.

"Astaga, Hotaru. Tadi itu timing yang hebat." ungkap Mikan sambil terengah-engah. Mereka telah berlari cukup jauh.

"Ya." jawab Hotaru pelan. Kenyataan bahwa, dia (Hotaru) panik tadi. Untungnya, ia punya ide yang ia pikirkan secepat kilat. Bagaimanapun, ia tahu Mikan tidak ingin bertemu dengan Ruka.

Secara tiba-tiba, Mikan membelalakkan matanya. Teringat akan sesuatu yang fatal. Kemudian, Mikan berkata pada Hotaru dengan sudut bibir yang bergetar, "Tapi Hotaru, aku sudah berbicara pada pemuda berambut hitam itu. Dia pasti tahu aku berbohong."

"Oh, bagus sekali. Natsume Hyuuga? Brilian. Kau tahu, dia pasti akan mencari tahu tentangmu sekarang, Mikan." Hotaru menandarkan kepalanya ke kursi jok mobil limousine-nya.

"Lalu, bagaimana denganku? Apa kau punya ide?" tanya Mikan. Ia tidak mau seseorang mengetahui tentang dirinya dan, tentang Yuzuki. Membayangkannya saja, sudah membuat Mikan bergidik. Oh, Tuhan.

"Apa boleh buat? Perketat penjagaan. Suruh orang untuk menghapus semua data tentang dirimu dan sewa seorang hacker." jawab Hotaru. 'Segala cara akan aku lakukan. Yang penting, Mikan selamat.' lanjutnya dalam hati.

"Baiklah, segera beritahu anak buahmu." ujar Mikan sambil menekuk lututnya. Hotaru hanya mengangguk dan menekan beberapa nomor di ponselnya.

"Halo?"


Daiyaki Aoi (Aoi): That's it! Update for Looking for Cinderella. How was it, Minna? Am I a good collabor's friend for Freya-chan?

Freya-chan: Fufu, ini juga pertama kalinya aku berkolobarasi dengan seseorang! –sambil tersenyum gaje-

Jennifer : Freya, 'berkoloborasi' bukan 'berkalaborasi'

Arina : Tidak, nee-sama. Freya-nee bilang 'berkalabrasi'

Christian : Bukan, dia bilang 'berkloborasi'

Ray : Zzzzzz…. –tidur-

Chael : Bukan, tadi dia bilang, ehm, 'berleborasi'

Tony : Kok jadi 'pada ngomongin ini, 'sih?

Aoi : Ehm, keluarga Reniel seperti biasa hebat 'nih. Dan mind to review?

Freya-chan : Tadi 'tuh, aku bilang 'berkolabresi' tahu!

Arina : Nggak! Aku jelas-jelas dengar kalau dia bilang 'berkabrasi'!

Ray : Zzzzz….

Tony : WOOOIII!

Aoi : Erm, tenang, Tony-san!