Dedicated for you with love
P.M.M
The Prize Must be Mine
SuperJunior(c)SME
Sci-Fi, Adventure, Friendship
OOC, Typo(s), AU WARN!
PMM - 45th
AN
Mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca semua ( T . T )
Saya menghilang selama dua tahun dan menelantarkan fic ini. Alasannya macam-macam, salah satunya adalah karena saya belum menemukan hit point yang pas untuk chapter selanjutnya (mengingat di chapter 40-an saya merasa mengalami penurunan kualitas). Karena berpikir bahwa "Ah... harus bikin adegan kaya gimana lagi ya biar greget" perhatian saya pun teralihkan oleh berbagai macam hal hingga entah menomor sekiankan fic ini. Saya benar-benar minta maaf :'(
Tak lupa, saya haturkan terima kasih yang teramat sangat kepada para pembaca yang selama 6 tahun ini tetap setia menemani saya. Yah... saking setianya mereka meneror(?) lewat FB, email, atau twitter saya :"D Saya cinta sama kalian kok :3 jangan salah artikan perkataan saya xD
Terkadang saya membuka kotak review dan membaca support kalian selama ini. Ada yang bertanya, ada yang menyampaikan rasa frustasinya, ada yang berterima kasih seolah saya dicampakan dan ditinggal nikah #eh tapi percayalah... itu semua menjadi kekuatan untuk saya.
Tolong do'akan saya, supaya saya bisa menyelesaikan fic ini tanpa penyesalan, dengan akhir yang memuaskan, juga dalam waktu yang secepatnya dan setepatnya :) Saya merasa sudah banyak bersalah pada siapapun yang menyimpan harapan pada fic ini, sampai saya dikenal sebagai penebar php masa :"o huhuhu...
Akhir kata, peluk kecup dari saya :*
Mari berkangen-kangen dengan mereka ber-13 ^^
Cerita sebelumnya...
"Kenapa… Ryeowook kesakitan?" Kyuhyun tak henti-hentinya memandang Ryeowook yang masih tergeletak di pelukan Leeteuk. Manik matanya bergerak-gerak cepat, dadanya naik turun tak berima, sedangkan napasnya memburu—saling kejar mengejar. "Bukankah indra perasa sudah dinonaktifkan dan kita tidak akan bisa merasakan rasa sakit?"
"Kalian tidak menyadarinya?" Seseorang—dalam wujud Eunhyuk itu memandang Kyuhyun dengan tatapan meremehkan. "Ahhh… aku lupa bilang salah satu efek bugging system itu. Hehehe… salah satu efek dari bugging itu adalah… luka yang kau alami di dalam game ini, juga akan berefek pada tubuhmu di dunia nyata. Dan ini… berlaku pada semua pemain."
DEG!
"KAU!" Tak membuang waktu lagi, Kyuhyun langsung menemui Ryeowook yang terlihat kesulitan bernapas.
"Apa maksudnya, Kyuhyun? Apa maksudnya?" Donghae terlihat sangat cemas setelah mendengar perkataan Eunhyuk.
"Mau aku perjelas lagi?" Eunhyuk memandang mereka semua dengan tatapan tanpa ampun. Sebuah senyum menjijikan tercermin di wajahnya yang keras. "Maksudku… jika kau mati di dunia game, maka… tubuhmu di dunia nyata pun akan… MATI."
"Hosh… hoshh…" Ryeowook yang sedang berada dalam dekapan Leeteuk sekarang masih Rye yang jahat. Ryeowook yang sedang berada dalam dekapan Leeteuk sekarang masih Rye yang menginginkan kematian mereka semua. Tapi… Ryeowook yang sedang berada dalam dekapan Leeteuk sekarang… sosok itu… menangis. Ia bukan menangisi kenyataan bahwa hidupnya akan berakhir, tapi ia menangisi… kenapa akhir kehidupan Kim Ryeowook yang polos itu datang menghampirinya secepat ini? Dengan cara seperti ini?
Jika ia punya kuasa, ia ingin menjauhkan Kim Ryeowook dari Tuan Besar atau pun dari 12 teman-temannya. Ia rela jika ia tak bisa keluar dari tubuh Ryeowook selama-lamanya. Ia rela. Tapi… kenyataan berkata lain. Ia harus melihat dan merasakan sendiri tubuh Kim Ryeowook ini menuntut ajal… bersamanya.
"Hehehe… terima kasih… atas kebahagiaan yang kau berikan padaku, Ryeowook-ssi. Semoga kita… bisa bertemu lagi," setelah mengucapkan kata terakhirnya—yang entah ditujukan pada siapa, Ryeowook pun… mengembuskan napas terakhirnya di pelukan Leeteuk. Bersamaan dengan nyawanya yang telah pergi… wujudnya di dunia game pun, lambat laun mulai memudar.
"TIDAKKKK! WOOKIE-YA! WOKIE-YA, KEMBALIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII!"
"WOKIIIIIIIIIIIIEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE!"
"KIM RYEOWOOK! AKU BILANG KEMBALI SEKARANG! KAU TIDAK BISA KABUR BEGITU SAJA MELARIKAN DIRI DARI GAME INI! KIM RYEOWOOK!"
Suara Sungmin, Donghae, Leeteuk dan Kyuhyun yang bergetar terdengar saling bersahutan di langit malam. Dan perlahan… sosok kecil yang ringkih itu pun… menghilang dari pelukan Leeteuk sang serigala.
Malam itu, entah mengapa… anginnya… terdengar menangis.
Tanegashima Space Center (TNSC)
Pukul 10:23
"Peserta dengan kode ID CVG007 kehilangan kontak dengan sensor dan Taxels sintetis. Ia akan segera kembali ke dunia nyata, Pak." Salah seorang pria dengan jas putih dan earphone di kuping kirinya bergerak gesit memeriksa layar monitor di samping Ryeowook. Sementara itu, Kaito Yamamura—CEO proyek Mega Control Hex terlihat bergegas menuju ruangan tempat Ryeowook terbaring. Setelah melakukan verifikasi di pintu masuk, seolah tengah dikejar perampok, ia secepat kilat menarik langkah-langkah panjang dan cepat menuju Ryeowook yang sudah tak bernapas.
"Bagaimana statusnya?"
"Di-dia..." kacamata minus berbingkai hitam melurung jatuh melalui hidungnya, bergegas lelaki separuh baya itu memperbaiki letak kacamatanya yang hampir tanggal. "Dia... sudah tidak bernapas pak," akhirnya kalimat yang ia khawatirkan bisa terlontar dengan jelas, walau acap kali keringnya kerongkongan menghambatnya, walau alih-alih remangnya pandangan menghalanginya, akhirnya, ya Tuhan... ia bisa juga menyampaikan kebenaran darurat itu pada sang penanggung jawab walau ia tahu ekspresi seperti apa yang akan dipendarkan oleh atasannya itu.
"Bagaimana bisa?!" CEO berambut kelimis itu menyalang, rahangnya mengeras dan pupil matanya membeliak sempurna. "Bagaimana bisa serangan dalam program berimbas pada bagian tubuhnya di dunia nyata?! Kita tidak punya aplikasi sekompleks itu!"
Bagai dipukul palu gada pada ranah pandangannya, yang ia khawatirkan pertama kali terkait insiden ini adalah bagaimana keberlangsungan proyek milyaran yen miliknya di mata publik. Ia akan menuai cacian dan cibiran, ia akan dipidanakan, dan mungkin... ini adalah awal mula kejatuhan keluarga besar Yamamura yang secara tak sengaja tersandung kasus pada apa yang ia lakukan. Ia lupa, untuk berpikir pada kelangsungan hidup seseorang. Seorang anak muda berusia 17 tahun yang selalu dikhawatirkan ibunya di rumah, yang pamit untuk hidup di asrama guna mengenyam pendidikan yang lebih layak, yang selalu melihat segala sesuatu dari sudut pandang positif, yang selalu memaafkan apapun yang terjadi padanya... ya, dia. Ryeowook... yang memiliki hati sehangat matahari terbit di pagi hari.
Yamamura... tak bisa melihat itu semua.
Bahkan untuk memanggil seorang Dokter sebagai usaha membawa Ryeowook kembali pun tak ia pikirkan sebagai usaha utama.
"Bagaimana selanjutnya pak?" Lelaki berkacamata minus itu—dengan beberapa orang asisten di belakangnya menopang kekhawatiran pada kelanjutan hidup mereka. Mereka bingung, mereka panik, mereka pun tak bisa berpikir apa-apa.
"Penonton yang lain belum tahu tentang ini bukan?" si lelaki paruh baya itu mengangguk ragu. "Kalau begitu, jangan sampai berita ini keluar dari ruangan ini. Sementara kau memanggil tim medis kemari, kita harus menganalisa apa yang sebenarnya terjadi dalam program kita dan mempersiapkan sesuatu untuk kemungkinan terburuk yang bisa terjadi kapan saja."
"Baik pak!"
"Untuk saat ini, ubah misi dari menjatuhkan para pemain menjadi misi untuk memperebutkan benda pusaka. Kita harus meminimalisir kontak fisik apapun di dalam game ini."
"Baik!"
Tanegashima Space Center (TNSC)
Ruang Uji Coba CVG024 - Kangin
Pukul 10:24
"Dia sudah siuman!" Seorang lelaki yang baru memasuki usia 30-an mengembuskan napas lega setelah beberapa menit—setelah lelaki yang terbaring di depannya harus ia obati karena mengalami luka secara misterius setelah ia masuk ke dalam dunia game.
Lelaki itu berdarah Korea, dengan tubuh kekar dan air muka tegas.
Kangin.
Nama itu tersemat dalam label kain yang membelenggu tangannya.
Kangin mengalami luka sayat yang lumayan banyak. Karena ia banyak kehilangan darah, kesadarannya sempat menghilang beberapa menit. Seharusnya Kangin tidak sadar secepat ini, tapi erangan yang terpapar di wajahnya yang kini tak terlihat supermasif membuat orang-orang di sekitarnya waspada. Lelaki ini... punya daya tahan tubuh yang luar biasa.
"Kau tidak boleh bangun dulu!" cegah Dokter yang menangani luka-luka Kangin. Ia memegang bahu kirinya, lalu dengan kata-kata bak obat bius penuh kepercayaan, ia kembali berkata, "Kau terluka parah. Kau tidak bisa banyak bergerak atau luka-lukamu akan kembali terbuka."
"Aku tak peduli!" Kangin menyalang—bak bidal tua yang sudah jengah berketuk palu dalam diam ia kembali meringking tajam. "Di mana ponselku?!" Urat-urat lehernya mulai mengeras, air mukanya berubah mengerikan sementara manik hitam yang semula lembut itu kini mulai disaput rembesan air mata yang ia tahan mati-matian.
"Apa yang mau kau lakukan?" Dokter muda yang idealis itu menolak secara tidak langsung keinginan Kangin. Ia tetap berpegang teguh pada prosedur yang ia jalankan untuk menjaga keselamatan pasien. "Kau baik-baik saja, untuk saat ini kau tidak perlu menghubungi siapapun. Prioritaskan untuk mengistirahatkan tubuhmu atau aku akan melakukannya dengan paksa," Dokter itu memberi isyarat pada beberapa perawat lelaki yang tengah berjaga di sisi kiri dan kanan Kangin. Dokter itu tidak main-main, dan Kangin tahu itu.
"Baiklah, aku tidak akan melawan," ia mengangkat kedua tangannya ke udara. Ia masih merasakan perih pada luka-lukanya yang menganga di balik perban-perban itu, tapi ini sama sekali bukan apa-apa. "Aku akan beristirahat dan aku tidak akan keras kepala, tapi aku minta satu hal Dokter. Ponselku," ia menatap mata Dokter itu dengan tatapan tajam seolah ia tak memedulikan apapun lagi, termasuk apa yang akan terjadi pada dunia.
Tatapan itu nekat, dan tatapan itu tak memberi kesempatan untuk menolak.
Dokter itu menarik napas panjang sekali lagi.
"Baiklah, tapi pembicaraanmu akan kami awasi," Kangin mengangguk.
Dengan isyarat matanya, Dokter itu memerintahkan kepada perawat untuk memeriksa jas Kangin yang tergantung di sudut ruangan. Lelaki berbadan tegap dengan rentang usia sekitar 28 tahunan berjalan mengiring langkah menuju jas abu tua milik Kangin. Ia mulai memeriksa satu persatu kantong jas itu hingga benda yang dicari mencuat dalam genggamannya. "Ini, Dokter." Ia menyerahkan ponsel berlayar 5 inci belapis silver tanpa basa-basi. Setelah memeriksa ponsel Kangin selama beberapa detik ia pun menyerahkannya langsung pada Kangin.
Tak membuang waktu, setelah Kangin mendapatkan apa yang ia inginkan, ia memijit-mijit layar, lalu mendekatkannya ke daun telinga kanannya.
Kangin melakukan panggilan.
Tak berselang lama... panggilan itu pun akhirnya terhubung.
"Kangin!" suara di seberang telpon itu terdengan kaget.
"Syukurlah kau sudah sadar," Kangin mengembuskan napas lega setelah mendapati orang yang ia harapkan untuk mengangkat teleponnya kini berada di saluran yang sama dengannya. "Saat ini kami berada di Jepang—"
"Aku tahu, aku baru tiba di bandara International Tokyo."
"Kau juga ada di Jepang? Ini bagus!" Raut muka di wajahnya mulai berubah—lebih cerah. "Aku merasakan sesuatu yang aneh di sini. Sebelumnya kami mendapat 12 undangan uji coba game dengan sebuah surat dengan keterangan kami akan menemukan kebenaran jika kami datang ke sini. Saat ini kami semua terpilih menjadi beta tester, tapi Kibum... ada yang aneh dengan game ini. "
"..." Kibum yang tengah bergegas tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Ada apa Kibum?" samar-samar terdengar suara dokter Zhoumi di ujung telepon yang merasa aneh dengan reaksi Kibum.
"Apa? Apa yang aneh?" Suara yang dalam, penuh kecurigaan, dan penuh rasa was-was terimplikasi dengan detail lewat gelombang suara yang diterima Kangin.
"Aku bertarung dengan seseorang yang mengatasnamakan dirinya EXO di dalam game, dan entah apa yang terjadi... ketika aku terbangun di ruangan simulasi game, semua luka yang kudapat di dunia game juga kudapat di dunia nyata. Kulitku benar-benar terkoyak, kau tahu?"
"..."
"Entahlah, tapi aku merasakan sesuatu yang tak beres. Teman-teman kita, mungkin masih ada di dalam game dan mereka mungkin saja saling membunuh! Apa mungkin... hal itu juga akan berefek pada keadaan di dunia nyata? Setelah apa yang terjadi pada Heechul, Sungmin, Ryeowook dan kau, aku mulai mencurigai semuanya. Dengan adanya keanehan ini, aku merasa mulai gila! Aku pikir ada seseorang yang ingin kita semua mati di sini! Cepatlah kemari br*ngs*k dan bereskan kekacauan ini! Kau jenius 'kan? Kau seperti dewa komputer 'kan? Cepat kemari dan bawa mereka keluar dari game sialan ini!"
"Saat ini kau tidak sendirian?" samar-samar, suara Kibum terdengar tenang dengan penuh penekanan. Kangin yang mulai emosi sebelumnya, setelah mendengar pertanyaan Kibum mulai bisa berpikir jernih. Ia berusaha menstabilkan emosinya.
"Tidak."
"Baiklah. Aku punya tugas untukmu. Aku sudah mendapatkan cetak biru bangunan Tanegashima Space Center, aku perlu sampai ke ruang kontrol game raksasa ini. Ruangan itu berada di lantai dua sayap utara. Aku membutuhkan waktu setidaknya satu jam untuk sampai ke sana dan itu hal yang tak mungkin mengingat waktu dunia nyata dan dunia game tidak terkonversi dalam hitungan yang sama. Dalam satu jam dunia kita sama dengan sehari di dunia game dan itu bisa memicu kejadian apapun di sana. Aku membutuhkanmu sampai di ruang kontrol, terus nyalakan ponselmu, nyalakan juga internetnya, lalu aktifkan aplikasi My Mobb dari ponselmu."
"Apa?"
"Diam-diam aku sudah menginstal sebuah aplikasi di ponsel semua orang di rumah. Dengan itu aku akan melakukan hacking dari sini. Karena itu, secepat mungkin kau harus sampai di ruang kontrol."
Kangin menatap lantai yang lengang itu dengan pikiran yang saling sahut menyahut. Mulai menggumulkan berbagai macam kemungkinan terkait akses keamanan yang harus ia lewati. Hingga dirinya bisa menyakinkan diri sendiri, ia pun akhirnya menyahuti perintah Kibum dengan jawaban pasti, "Baik."
"Kangin, dengar. Sebelumnya aku mendapatkan email dari penyelenggara kompetisi bahwa aku harus menyelamatkan 11 orang peserta yang mengikuti game itu. Karena pada awalnya ada 12 orang dari kita yang ikut serta, dan kau sudah dalam kondisi aman, maka 11 orang yang disebutkan bisa jadi... 11 teman kita masih terjebak di dalam game. Hanya kau satu-satunya yang berhasil keluar. Karena itu... bukan aku yang harus menyelamatkan mereka. Tapi KITA HARUS BISA MENYELAMATKAN MEREKA!"
DEG!
Degup jantung Kangin seolah meronta, berontak dan menggila ketika mendengar kalimat terakhir Kibum.
"Aku mengerti!"
Usai menutup ponselnya, Kangin mulai mengaktifkan aplikasi yang disebutkan Kibum sebelumnya lalu mengantongi ponsel itu di kantong celana kanannya.
"Kau sudah selesai melakukan panggilan? Sekarang waktunya isti—" belum selesai dokter itu mengucapkan kalimatnya, dengan satu hentakan kuat dari tumit kaki lelaki kekar itu, dalam sekejap ia berhasil meraih leher sang dokter lalu mencengkram kuat lehernya hanya dengan ujung jemarinya yang seolah menjelma menjadi pisau-pisau tajam.
"Jangan berbuat apapun, oke? Aku bisa mematahkan leher dokter ini hanya dengan satu tangan."
"K-kauu..."
Kangin sama sekali tidak tegang, ia sama sekali tidak tertekan. Ia mulai merencanakan semuanya dengan hati-hati. Ya, sama seperti kompetisi di sekolahnya dulu. "Semuanya, terima kasih sudah menolongku," setelah melayangkan satu kedipan penuh pesona, dengan tangan kiri yang masih memerangkap sang dokter, ia mulai melayangkan tendangan-tendangan yang membuat perawat dengan rambut cepak itu jatuh. Ketika ia sedang mengerang kesakitan, Kangin tak membuang waktu lagi, ia menghantam tengkuk perawat kedua dengan pukulan sekeras mungkin hingga ia hilang ke sadaran.
Seolah tengah menonton film aksi dengan tokoh protagonis yang dikepung banyak penjahat, Kangin terus menderu, memberondong mereka dengan tandangan dan pukulan yang disarangkan ke arah kepala mereka. Ia menyeret dokter muda itu sambil melompat ke atas meja, menghantam gerendel pintu, hingga akhirnya... kecuali mereka berdua, tak seorang pun berdiri di ruangan itu lagi. Termasuk tiga perawat lelaki yang ditugaskan menjaganya, dan tiga orang staff pemantau kinerja game yang diujicobakan kepada Kangin.
"Baiklah, dokter..." keringatnya mulai mengalir jatuh melalui kening dan lehernya sementara ia tengah berusaha menstabilkan napasnya yang masih terengah. Hanya satu yang tak berubah sedari tadi. Ia—Kangin, tidak pernah melepaskan pegangannya ataupun pengawasannya pada dokter yang dua kali lipat lebih tua darinya itu.
Secara tiba-tiba, ia menyiurkan senyum tipis di wajahnya.
"Aku tak pandai basa-basi, jadi... aku harap Anda mau membantuku."
Kangin bukan tak merasakan ngilu. Kangin bukan tak meresap perih. Kangin bukan tak melihat baju putihnya kini bukan lagi berwarna putih. Luka-luka yang dijahit dokter itu kembali terbuka dan menggenangi lantai ruangan itu, menjelma dan membekas pada setiap tinju yang ia layangkan, bahkan di bagian tubuh lawannya terpercik darah yang bukan milik mereka.
Tapi itu sama sekali tak penting.
Koyaknya tubuh Kangin sama sekali tak penting.
Yang terpenting sekarang adalah... ia harus bisa membawa Kibum ke ruang kontrol itu!
Dunia Virtual Game
Sebuah Hutan
"Kyuhyun, dia tidak benar-benar membunuh Ryeowook 'kan?" Donghae menatap nanar ke arah Kyuhyun—yang menurutnya sebagai orang yang paling mengerti dan menguasai dunia game. Namun Kyuhyun hanya menatap Eunhyuk dengan tatapan penuh permusuhan. "Leeteuk-ssi?" kali ini Donghae yang menyerah pada usahanya dalam mendapatkan jawaban dari Kyuhyun mulai mematut sosok seseorang yang masih duduk bersimpuh di sana.
"Di mana Eunhyuk yang sebenarnya?" suara berat yang berselang dengan geraman mengerikan seekor hewan buas menjadi warna terlontarnya pertanyaan itu. Itu adalah suara Leeteuk. Manusia serigala—Leeteuk. "Kau bukan Eunhyuk. Hanya seseorang dengan wujud seperti Eunhyuk. Katakan, kau apakan Eunhyuk yang sebenarnya?"
"Leeteuk-ssi, sepertinya tak ada gunanya berbicara seperti itu padanya," kali ini seseorang yang terkenal paling jahil di antara mereka menguarkan nada yang serupa. Ia terlihat sudah merapal beberapa mantra dan ia siap melontarkannya pada siapapun yang berdiri di depannya sebagai Eunhyuk. Tatapannya menyalang—mengerikan. Giginya bergemelutuk sementara air muka yang terpatri di sana... penuh kemarahan. "Dia... sudah membunuh Wookie-ya. Tak ada gunanya lagi bicara dengan—"
"Hentikan Sungmin," Suara berat itu memotong dalam geraman. "Daripada balas dendam, kita harus mendapatkan informasi tentang yang lain—teman-teman kita yang lain; memastikan keselamatan mereka. Jika tidak, kemungkinan besar kita akan menghadapi kehilangan LAGI."
DEG!
Sungmin terkesiap.
Ia tahu. Ia sadar. Ia mengerti bahwa yang dikatakan Leeteuk sekarang adalah sesuatu yang harusnya ia ikuti. Tapi kenyataan bahwa seorang teman menghilang di depan matanya membuat ia tak bisa berpikir jernih. Ryeowook... Ryeowook yang selalu mengalah dan tersenyum itu... benarkah tak bisa ia temui lagi?
"Leeteuk-ssi benar. Kita belum mengerti sistem kerja game ini seperti apa, jadi sebisa mungkin kita harus berhati-hati," Kyuhyun berujar dengan intonasi pelan. Tangannya terkepal dengan getaran-getaran yang berusaha ia tahan. Sorot kebencian di matanya nyaris tak bisa ia hilangkan. Akhirnya ia kembali mengucapkan kalimatnya yang terjeda, "sebisa mungkin kita harus berhati-hati. Karena... kekuatan kita dan lawan kita berpotensi untuk melakukan pembunuhan dengan mudah. Apalagi sebagian besar anggota kita pemula dalam game. Ini benar-benar tak menguntungkan kita. Kau tentu sadar seberbahaya apa situasi kita sekarang bukan?"
"Hihihi..." seseorang yang mirip Eunhyuk itu terkekeh geli. "Aneh! Aneh! Aneh!" ia berteriak dengan dialek kental dari daerah barat Korea. "Dia tidak mengatakan apapun pada kalian soal kedatangan kami?"
"..."
Leeteuk, Kyuhyun, Sungmin dan Donghae sama sekali tak mengerti apa yang dia bicarakan.
"Kalian menyebutnya apa? Yoogeun? Yaaaa~"
DEG!
Tiba-tiba darah berdesir di tubuh Sungmin. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Bagaimana mungkin ia bisa merasakan sensasinya? Bukankah ini hanya dunia game? Yoogeun? Android yang ia buat bersama Kibum... bagaimana dia bisa tahu?
Sosok Eunhyuk itu mengangguk-angguk paham, seolah ia baru saja mengingat sebuah misteri terbesar di dunia ini. "Yaaaa... Yoogeun. Android yang diciptakan bocah hacker itu. Apakah dia tidak memperingatkan kalian soal kami? Soal kami yang akan membunuh kalian semua? Soal... EXO?"
.
.
.
Surat dari seorang ayah kepada anak yang akan mewarisi cita-citanya.
Cita-citaku begitu tinggi, untuk menggeggam dunia di tanganku.
Cita-citaku begitu tinggi, untuk menguasai situasi dan menjadikannya budakku.
Cita-citaku begitu tinggi, untuk memberantas rasa haus manusia.
Aku berikan kau tiga hadiah.
Kuberikan kau sebuah SISTEM terpadu, yang saling terkait dengan konkrit untuk merancang dan merencanakan mimpimu dengan langkah lugas dan tegas. Artificial Intelegence yang sepurna.
Kuberikan kau sebuah gift untuk merangkul kawan dan musuhmu, berupa kemampuan dan pesona hingga membuai mereka dalam suasana TENANG dan DAMAI.
Kuberikan kau sebuah karunia luar biasa; fitur dan console tercanggih untuk mempersenjatai peperanganmu hingga kau bisa MENYERANG dengan gencar.
Tiga hadiah itu adalah akurasi SISTEM (Enterprise)
Kemampuan menciptakan rasa TENANG dan DAMAI (Xanax)
Dan satu lagi... keahlian MENYERANG (Offensive)
Aku namai kalian...
EXO
.
.
.
"Yoogeun itu... android? Dan ia adalah buatan... Kibum?" sahutan pertanyaan mulai membuncah di kepala mereka.
Apa... yang akan mereka lakukan selanjutnya?
To be Continued
Silahkan yang mau kangen-kangenan sama saya xD #eh