Anyonghaseyo
Jaejin kidnapper datang lagi bawa fic baru,
ooc akut dan seperti biasa mengandung unsur shonen-ai.
Langsung saja, Harakiri production mempersembahkan
FnC Academy
Chapter 1
Seorang pria berparas cantik berjalan pelan menyelusuri jalanan yang sepi. Sisa-sia air hujan masih membekas menimbulkan genangan air pada jalan yang berlubang. Bulan sabit menggantung tanpa hiasan bintang menimbulkan suasana yang mencekam, dia terus berjalan tidak peduli hawa dingin yang terasa menembus tulangnya.
Pria itu menghela nafas, mengeluarkan karbondioksida yang menyebar kesekitar. Dia mengedarkan mata hitam sepekat malam ke sisi jembatan yang membelah sungai, entah apa yang dipikirkan, yang jelas kini dia berdiri mematung di pinggir jembatan. Dia melirik ke arah jam tangannya, jam sepuluh kurang sepuluh menit. Kembali sang pria menghempaskan nafasnya seolah-olah ada sebuah beban berat yang harus dipikulnya, oh bukan seolah, namun dia memang menanggung sesuatu yang tidak seharusnya dia tanggung, dia memikirkan mimpi yang dialaminya kemarin malam. Sangat jelas didalam mimpinya apa yang akan terjadi sebentar lagi.
Pria berumur 15 tahun itu memperhatikan sisi jalan raya, belum ada satu mobilpun yang melewati tempat ini, mungkin karena hujan yang mengguyur kota ini selama tiga jam lalu membuat para warga malas untuk keluar. Namun, hal itu membuat itu semakin mudah mencari hal yang memang ditunggu. Keasyikan memperhatikan sekitar, membuat ia tidak menyadari bahwa jam sepuluh tinggal beberapa detik lagi, Mata pria itu membulat melihat sebuah mobil ferari berwarna merah melaju dengan kecepatan tinggi namun tampak tidak terkendali, tiba-tiba pkirannya melayang kepada mimpi yang dialaminya, sama persis. Otot-ototnya menegang seperti ditarik oleh kekuatan yanan tidak terlihat, mobil itu semakin mendekat. Pria berpakaian hitam itu memejamkan mata tidak mau melihat kejadian yang akan mempertemukannya dengan sebuah benang takdir yang telah ditentukan.
"Ckitttttttttttt,"
Suara gesekan ban diiringi dengan sebuah suara benturan membuat sang pria membuka mata, matanya melotot melihat mobil ferari tadi membentur jembatan, karena kerasnya benturan membuat mobil itu terbalik .
Pria itu langsung berlari, dia tau kejadian yang lebih mengerikan sebentar lagi akan terjadi kalau dia tidak cepat bertindak. Dengan cepat dia menarik tangan sang pengendara yang berlumurkan darah, dia mencoba menarik tubuhnya yang terhimpit badan mobil. Tetesan-tetesan bensin membuat tubuh pria itu bergetar, asap yang menyelimuti sisi mobil semakin menambah ketakutan yang menyelimutinya. Dia tahu apa yang akan dia lakukan, entah kenapa dia harus melakukan ini, menolongnya walaupun mempertaruhkan nyawanya sendiri. Mata hitam sang pria memandang sang korban, nampaknya dia belum sepenuhnya pingsan. Mata mereka bertemu, seolah-olah ada suatu magnet yang membuat mereka tidak bisa mengalihkan pada sorot mata yang lain.
"Bertahanlah" Pria itu membisikkan sebuah kata ditelinga sang korban, dia menarik tubuh pengemudi tadi dari jendela yang terbuka, sedikit lagi dia berhasil. Dia melihat tetes api yang mulai menjalar, keringat mulai mengalir. Dengan usaha terakhirnya dia berhasil menarik seutuhnya tubuh yang ada dipelukannya sekarang. Dia berlari mencoba menghindari hal buruk yang akan menimpa mereka, Dan dia tau, dia tidak punya waktu lama lagi karena…
"Dhuarrrrrrrrrrrrrrrrr"
Sebuah ledakan menghempakan tubuh mereka, apakah benang-benang takdir akan meghentikan cerita yang akan terjalin, atau akan ada cerita lagi di antara dua sosok yang telah dipertemukan dengan takdir, takdir yang dimulai dengan bertautannya tangan mereka berdua.
)(
Terkadang mereka disini merasa bahwa mereka sangat berbeda, bukan berbeda dari segi fisik pada umumnya. Namun, mereka berbeda karena kelebihan mereka.
Ya suatu kelebihan
Kelebihan yang sulit untuk kalian percayai apabila kalian belum melihat dengan mata kalian sendiri
Mereka anak-anak istimewa dikumpulkan di sini, di sebuah Academy yang tidak akan pernah diketahui oleh para manusia biasa, di sini FNC Academy.
Di lorong Academy, sesosok berjubah putih berjalan mengendap-ngendap, sesekali dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, sepi. Tidak ada orang yang akan memergok-inya kali ini. Dia berjalan pelan mencoba mengurangi suara yang ditimbulkan dari sepatu-nya.
Setelah melewati lorong demi lorong, akhirnya dia berhenti. dia berhenti tepat di depan pintu sebuah bangunan berlambangkan White Rose, ya salah satu asrama FNC Gakuen.
Dia meraih gagang pintu, mendorongnya pelan mengurangi decitan pintu. Pintu kini terbuka lebar, dia sedikit terkejut ketika mendapati sesosok manusia berdiri tepat di hadapannya.
"Jam berapa sekarang?" Lelaki dengan kacamata tebal siap mengintrogasi dengan beribu-ribu pertanyaan, buru-buru lelaki berjubah putih itu merapikan pakaiannya untuk mengurangi ketegangan. Dia nampak biasa saja, tetapi ada ketakutan yang menyelimuti ketika membayangkan detensi yang mungkin saja akan diterima.
"Jam 1 pagi." jawabnya enteng.
"Ya betul, jam satu pagi," Lelaki itu memicingkan mata sambil membetulkan letak kacamata-nya, nampaknya dia sedikit kurang puas dengan jawaban jujur dari pria yang ada di hadapan-nya, "Sepertinya kamu lupa jam berapa kamu harus masuk ke dalam asrama."
"Tidak, aku sangat ingat." jawabnya santai, dia menyunggingkan senyum seakan-akan melupakan detensi yang mungkin saja akan menimpanya, oh atau jangan-jangan dia sudah merencanakan sesuatu untuk lepas dari tangan sang komite kedisiplinan, sepertinya memang begitu.
"Baiklah, detensi untukmu…."
Belum sempat sang pria berkacamata menyelesaikan ucapan-nya, lelaki itu telah dikejutkan dengan sentuhan lembut di pipi, sentuhan dari tangan pria didepannya.
"Lupakan kejadian ini."
Suara pria berjubah putih itu mengalun indah masuk ke gendang telinganya, ada aroma harum yang keluar dari mulut pria itu yang mampu mengikat siapapun untuk tunduk dan jatuh karena pesonanya, Otaknya kini sudah tidak mampu mencerna apa yang terjadi dengan dirinya,wajahnya berubah merah bahkan jantung seolah olah bekerjasama untuk memompa aliran darahnya menjadi dua kali lebih cepat.
"Baiklah." sekarang dia bagaikan seonggok boneka yang siap untuk dimainkan,
"Sekarang pergilah bertugas dan lupakan bahwa kamu pernah bertemu denganku malam ini." Dia mengangkat dagu bonekanya.
"Baiklah tuan, apapun untukmu."
"Anak baik, cepat pergi!" Pria bertinggi 176 cm itu mengelus lembut rambut lelaki yang sudah terjerat olehnya, nampaknya dia sudah biasa menghadapi keadaan seperti itu.
Perlahan. Pria di hadapnnya pergi menjauhi dirinya yang terus tersenyum manis. Pemuda berumur tujuh belas tahun itu bergegas masuk ke dalam asrama, dia membuka sebuah pintu besar dan mewah dengan pelan, matanya yang terbuka setengah meraba-raba saklar lampu disisi tembok, dia menekannya pelan sehingga cahaya lampu langsung menyeruak masuk ke retina. Cahaya lampu nampak-nya mengganggu seseorang yang tadinya terlelap, sesosok pemuda bangkit dari tidur, dia mengucek-ngucek pelan matanya beradaptasi dengan cahaya lampu. Sementara sosok berjubah putih itu melepas jubahnya dan meletakkan di kursi secara acak-acakan.
"Hongki-hyung, dari mana saja kamu?"
Pria yang dipanggil Hongki hanya tersenyum kemudian mengganti pakaian-nya dengan piyama, dia langsung masuk ke selimut yang dipakai oleh pemuda yang baru sadar itu.
"Aku baru keluar, biasa cari angin," jawabnya.
"Kau berhasil lolos lagi?" Minan nama teman sekamar Hongki menarik selimut yang direbut oleh pemuda itu.
"Memang itu keahlianku kan."
"Ya, Hongki si pheromone."
Lee Hongki, pemuda cantik dengan kekuatan yang mematikan. Bukan mematikan dalam arti sesungguhnya, namun dia mampu membuat seseorang melakukan apapun sesuai keinginannya akibat pheromone yang dimiliki. Dia sanggup memikat puluhan wanita bahkan pria dengan sekali sentuh, kekuatan yang hanya dimiliki Lee Hongki
Di taman belakang Asrama Black Rose Academy. Sesosok pria terengah-engah sambil memperhatikan lingkungan sekitar yang dibungkus oleh kegelapan malam. Banyak tanaman yang terbakar, hanya tinggal butiran abu yang bahkan hampir hilang akibat terpaan sang bayu. Keringat sudah membanjiri tubuh-nya, menetes dari pelipis meluncur mengabsen tiap senti dari badan-nya. Dia tidak ingin berhenti walaupun tubuh-nya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi.
Dia harus berlatih, berlatih mengendalikan kadar api yang bisa dikeluarkan dari tangan-nya.
Pikirannya melayang membuka lembaran yang telah dilalui pemuda itu, dia mencoba menghilangkan namun tetap saja kenyataan itu tidak bisa untuk dihindari. Kenyataan yang sangat menyakitkan bahwa dia merupakan mesin pembunuh. Dia ingin sekali menolaknya, menolak kenyataan bahwa dia adalah makhluk yang sangat berbahaya.
Choi Jonghun, Ketua Asrama Black Rose Academy, putra dari keluarga bangsawan pemilik FNC Academy.
Siapa yang tidak kenal dia! Pemuda dengan hidung yang indah, Sang Cassanova Black Rose Academy, Tampan namun berbahaya. Memiliki kekuatan api yang sanggup membumi hanguskan apapun yang ada di depannya.
Dia, pemuda yang belum genap berumur tujuhbelas tahun harus dan mampu untuk memimpin FNC Academy bahkan menaklukan sekolah-sekolah serupa dibawah kaki FNC Academy, itu tuntutan ayahnya. Dia tahu dia tidak punya pilihan lain, dia harus melakukan tidak peduli dirinya suka ataupun tidak.
Pemuda itu menyeka keringat, sejenak dia memandang ruang ayahnya yang menjulang tinggi di antara 4 asrama FNC. Penuh keangkuhan dan melambangkan kesombongan, sesuai dengan ayah-nya. Dia mengambil kemeja yang teronggok di tanah, dia sampirkan kemeja putih itu di bahunya, dia berjalan mengikuti kemana langkah kaki membawa-nya. Kulitnya yang putih terekspos sempurna, rambutnya basah acak-acakan memberikan kesan eksotis bagi setiap yang melihat-nya. Dia berhenti tepat di sebuah kamar, dia mengetuk pelan kamar yang ada didepannya.
" Jaejin…" suara berat Jonghun menggema.
"Hnn…"
Jawaban dari dalam membuat Jonghun menghentikan ketukannya, dia menunggu menyandarkan tubuhnya pada tembok. Dia tahu, Jaejin sepupunya pasti agak lama membukakan pintunya. Sudah jam 1 pagi, siapa yang belum terlelap pada jam yang seperti ini. Perlahan pintu terbuka, menampakkan sesosok pemuda berwajah cantik tetapi lebih terkesan imut itu.
"Masuklah," Jaejin-nama pemuda itu membuka pintu lebar-lebar, dia menutupnya kembali setelah Jonghun masuk.
Jaejin memandang ke arah sepupunya itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Mereka duduk di sofa putih dipojok ruangan.
"Aku ingin ber_"Jonghun hendak bersuara
"Jangan anggap semua itu beban hyung, kau adalah yang terpilih yang ditugaskan untuk memimpin FNC dan menaklukkan Academy lain." Jaejin memotong ucapan Jonghun dan menepuk pundaknya.
"Jangan membaca pikiran orang lain, sebenarnya kekuatan apa saja yang bisa kau miliki?" Jonghun menepis tangan Hongki.
"Entahlah!" jawab Jaejin
Jonghun hanya tersenyum, dia memandang pemuda yang lebih muda darinya itu. Pemuda cerdas yang arogan, ya dia sangat patut menjadi keluarganya, arogan, cerdas dan mempunyai kehormatan yang tinggi. Bahkan sepertinya dia lebih pantas menjadi anak ayahnya dibanding dirinya.
"Katanya kau akan langsung mengikuti kelas angkatanku, apa itu benar?" tanya Jonghun.
"Ya, itu benar. Aku ingin sesuatu yang tidak mudah." jawabnya.
"Aku tahu kau pintar, tapi bisakah kau sedikit mengurangi sifatmu yang menyepelekan hal-hal kecil. Kau terlalu arogan!" ujarnya.
Jaejin menyunggingkan senyumnya, sinis dan terkesan angkuh. Sangat khas Jaejin.
"Dari mana sifat ini berasal kalau tidak dari keluarga kita dan lagipula tidak ada yang protes dengan sikapku," Jejin mendengus, dipandanginya hyungnya itu. Perlahan dia berdiri mengambil selimut di ranjangnya dan berbaring, "Ini sudah sifatku dan sifat khas keluarga kita."
"yaah..,kau benar."
"Aku mau tidur hyung, pakai saja kamar mandiku. Dan kalau boleh aku jujur, jangan menampakkan dirimu didepan umum dengan penampilanmu seperti itu." Suara Jaejin terhalang oleh selimut yang menutupi tubuhnya.
"Kenapa?"
"Kau tidak ingin diserang oleh sekumpulan wanita atau malah sekumpulan pria kan!" Ujar jaejin seenaknya. Jonghun ternganga dengan ucapan sepupunya itu.
"Aku pinjam kamar mandimu?" ucapnya pelan
Dia masuk kedalam kamar mandi milik jaejin, kamar mandi yang nampak sangat mewah dibandingkan dengan asrama lainnya.
Choi Jonghun menatap bayangan dirinya di cermin
Dia mengingat kembali ucapan Jaejin, apa betul dirinya akan diserang wanita atau malah pria jika berpenampilan seperti ini?
….
Itu merupakan rahasia para wanita dan sedikit pria.
Dan Choi Jonghun menyeringai di depan cermin.
"Choi Jonghun, apakah kau setampan itu?"
Pagi harinya di Aula tempat berkumpulnya semua anak FNC Academy, murid-murid tampak rapi duduk berjejer sambil menikmati sarapan paginya, di deretan pertama Asrama Black Rose yang diketuai oleh Choi Jonghun. Deretan kedua White Rose, dengan dasi putih yang mereka pakai terlihat sangat berisik, Asrama White diketuai oleh Park seunha. Deretan ketiga Blue Academy dipimpin oleh jong Yoghwa yang rupawan dan Green Academy di barisan terakhir dikepalai oleh Jo wubin.
Diantara deretan murid-murid itu, nampak seseorang yang baru saja menghabiskan beberapa ayam goreng, mulutnya blepotan dan wajahnya mengisyaratkan kepuasan setelah menyantap makanan favorit-nya itu. Choi Minhwan merasakan suatu pandangan terhadap diri-nya dari seseorang di depan-nya, Lee Hongki.
Minhwan hanya tersenyum memandang hyung-nya itu, perlahan dia menghabiskan potongan ayam terakhir yang singgah di mulut-nya, sementara Hongki hanya tersenyum paham dengan kelakuan dongsaeng-nya. Ketika Minhwan telah asik dengan dunianya sendiri bersama sang ayam, Hongki mengedarkan pandangannya ke sekitar. Lalu dia menemukan seseorang yang dicari-nya, seseorang yang sangat dikagumi-nya.
Hongki mengalihkan pandangan ketika merasa pipi-nya mulai memanas. Dia tidak bisa memandangnya lama-lama, memandang wajah pemuda yang diam-diam disukainya itu hanya akan membuat hatinya tidak tenang. Tapi dia tidak bisa kalau tidak menikmati wajah yang tersaji secara gratis di depannya, terlalu indah untuk dilewatkan.
Terdengar berlebihan, namun itulah yang dirasakannya.
Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya pada ketua Asrama Blue Academy itu, Jong Yonghwa. Dia tidak akan diam disini dan memandangnya saja, dia akan bertindak dan akan membuat pria itu menyukainya, apapun caranya. Dan sekarang dia telah memutuskan akan melakukannya sekarang.
"Mudah-mudahan ini adalah hari yang hebat untuk memulai aksi yang seharusnya kulakukan sejak dulu" Hongki meneguk air putih, dia memandang Minan yang nampaknya sudah sangat kekenyangan.
"Kau punya rencana hyung?"tanya Minan.
Hongki mengangguk, dia membenarkan apa yang diucapkan oleh Minan.
"Aku berharap kali ini berhasil, aku akan mengumpulkan kadar pheromone di tanganku dan dia akan masuk kedalam duniaku ketika aku menyentuhnya, Minan pastikan tidak ada orang yang akan mengganggu rencanaku dan jangan sampai ada orang yang menyentuh tanganku"
Minhwan menganga memperlihatkan mulutnya yang terbuka takjub dengan apa yang direncanakan oleh hyungnya, dia tahu Hongki, siapa yang disukainya dan apa yang dibencinya. Tetapi, dia tidak menyangka bahwa dia akan melakukannya, mendapatkan seseorang dengan Pheromonnya, "Hyung, kau tidak bercandakan?"
"Aku serius, untuk apa aku bercanda." Dia berkonsentrasi mengeluarkan Pheromone di tubuhnya, dia mengalirkan Pheromone itu ke tangannya.
Minhwan tidak tahu harus berbuat apa, dia menatap hyung-nya yang sedang mengumpulkan kekuatannya itu. Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali mendukung apa yang dilakukan Hongki-hyung. Karena dia adalah sosok hyung yang melindunginya, mendukung dan menemaninya di sekolah yang sama sekali tidak diinginkannya.
"Baiklah hyung, sepertinya dia sedang mengobrol bersama tiga temannya, kau pura-pura saja menyentuh pundaknya dan menyapanya dan aku jamin tidak ada yang tahu kau memasukan racunmu kepadanya." Minan terkikik geli.
Hongki mengangguk, dia mengamati keadaan sekitar yang nampaknya semua sibuk dengan urusan masing-masing. Setelah dirasa cukup, dia berdiri menggeser kursi dan berjalan menuju meja ke tiga, tempat anak-anak Blue Academy.
Hongki berjalan dengan perasaan was-was, tentu saja karena dia takut akan ketahuan. Aula yang nampak megah itu seolah-olah menjadi saksi terhadap apa yang terjadi, dia menatap lurus ke depan, memandang ke arah target-nya. Dia sangat mengaguminya, mengagumi sosok yang pernah menolongnya dari ular yang mengejarnya ketika pertama kali masuk, dia sangat takut terhadap hewan melata itu. Pemuda itulah yang menyingkirkan ular yang mengejar-ngejarnya, bahkan ularpun terkena pheromone yang dimilikinya.
Sejenak dia berhenti menghembuskan nafasnya
Beberapa langkah lagi
"Lee Hongki."
Seseorang memanggilnya, dia melihat seseorang yang melambaikan tangan ke arahnya. Pemuda dari Green Rose tersenyum ke arahnya. Hongki tahu dia, teman kecilnya Oh Wonbin. Hongki tersenyum dia melambaikan tangannya membalas sapaan pemuda itu.
Ketika dia menurunkan tangannya ke depan.
Dia merasa memegang sesuatu
Tanpa sengaja tangannya seperti menyentuh sesuatu di depannya, dia mengerutkan dahi. Sesuatu yang kasat mata seperti terkena pheromonnya, dia merasakan itu. Dan dia juga merasa menyentuh tubuh seseorang, tetapi tidak ada orang di depannya.
Sebenarnya apa yang terjadi? Hongki meraba-raba benda kasat mata didepannya. minhwan yang menyaksikan kejadian itu hanya mengerutkan dahi ketika melihat hyungnya meraba-raba di udara.
Wonbin di meja keempat juga bingung terhadap apa yang dilakukan temannya itu.
Hongki berdebar-debar ketika dia meyakini bahwa dia benar-benar menyentuh seorang manusia yang tidak kasat mata.
Tiba-tiba manusia itu menampakkan wujudnya, hongki terperanjak kaget. Minhwan menumpahkan air yang hampir masuk ke mulutnya sementara Wonbin yang tidak tahu apa-apa hanya mengerutkan dahi.
Seorang pemuda berparas lumayan cantik menatap Hongki sambil tersenyum, ternyata tangan Hongki bersender pada bahu pemuda itu. Secepat kilat Hongki menjauhkan tangannya dari pemuda itu. Hongki tahu pemuda itu sudah terkena pheromonnya dan dia sangat tahu apa yang akan terjadi jika seseorang terkena pheromone. Wajah Hongki sudah pucat, dia menatap Minan yang masih mematung dikursinya. Tiba-tiba saja pemuda itu menggenggam tangan Hongki.
Hongki tahu pemuda itu, Song Seunghyun anak dari asama Green Rose satu angkatan dengan Minhwan.
"Hongki-hyung, jadilah kekasihku!"
Suara Seunghyun keras menggema membuat orang-orang yang sibuk dengan urusan masing-masing teralihkan dengan drama yang ada didepan mereka, suara gemuruh dan sorak sorai seisi aula membuat Hongki benar-benar malu dibuatnya, mereka tertawa bahkan bersiul-siul menggoda. Hongki menggigit bibir bawahnya, dia menyesal mengeluarkan pheromone dengan kadar yang cukup besar kalau seperti ini yang ia dapat. Bahkan Yonghwa dan teman-temannya menatap adegan yaoi di depan mereka dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Terima, Terima." suara murid-murid menggema membuat Hongki benar-benar meratapi nasibnya kali ini, dia juga kasihan terhadap pemuda di depannya. Bagaimana nasibnya kalau tidak ada gadis yang mau dengannya karena kejadian ini, karena ulahnya?
"Seunghyun, aku tidak bisa," jawab Hongki.
Sunyi senyap.
Ruangan yang tadinya ramai oleh suara murid-murid itu segera diliputi keheningan total. Para penghuninya sibuk menahan nafas dengan berbagai macam ekspresi, ada yang mengambil gambar mereka. Para Fujoshi dan Fudanshi Berdebar-debar menunggu lanjutan adegan itu, apalagi jawaban Hongki yang membuat mereka sedikit kecewa.
"Yahhhhhhhhhh" Murid-murid serempak ber yah-ria.
"Hongki-hyung, jangan menolak cintaku. Karena cintaku tidak akan padam walaupun kau menolaknya berkali-kali. Aku tidak akan menyerah untuk mengejarmu." Seunghyun membuat seisi Aula tertawa.
"Seung-"
"Dengar Hongki-hyung." Seunghyun memotong ucapan Hongki, dia menarik Hongki agar lebih mendekat, Minhwan langsung berlari menuju tempat kejadian, "Aku akan terus membuntutimu walaupun kau tidak suka."
"Minhwan tolong aku." Hongki berbisik ketika Minhwan sudah ada disampingnya. Hongki mencoba melepaskan tangannya dari Seungyun, tetapi susah. Pemuda itu malah semakin erat menggenggam tangannya.
"Apa yang harus aku lakukan hyung?"
"Cium dia."
"Apa?"
Minan menggelengkan kepala tidak mau, sebenarnya apa yang dipikirkan oleh hyungnya itu, dalam keadaan seperti ini Minan disuruh mencium teman sekelasnya, tidak akan.
"Ayo lakukan Minan, kekuatan pheromone yang kukeluarkan tadi akan hilang apabila ada seseorang yang menciumnya, kau tidak menghormatiku lagi." desak Hongki.
"Tapi, kenapa harus aku?" Minan mempertahankan kehormatannya.
"Karena kau adalah orang yang kupercaya, cepat lakukan sebelum dia menyerangku" Hongki semakin sesak ketika Seunghyun memeluk tubuhnya, anak-anak lain yang tidak mendengar apa yang mereka ucapkan hanya memandang adegan itu. Ada yang berbisik-bisik dan ada pula yang mengambil foto mereka.
"Baiklah, tapi pipi ya."
"ya, cepatlah."
Hongki mendorong tubuh Seunghyun hingga dia mundur bebrapa langkah, secepat kilat Minan mencium pipi pemuda menyedihkan itu.
Beberapa detik berlalu, melewatkan kejadian yang tidak masuk akal. Seisi aula hanya ternganga melihat kejadian yang sangat membingungkan itu, seperti cerita sinetron tentang beberapa kisah cinta segitiga atau seperti opera sabun yang biasa ditonton oleh ibu-ibu. Lenyap sudah pheromone di dalam tubuh pemuda itu, hanya kebingungan yang melanda dan rasa malu yang menyeruak masuk kedalam hatinya ketika mendapati seorang pemuda yang dia kenal mengecup lembut pipinya.
Dan di sudut lain pemuda berkekuatan api hanya memandang adegan itu sambil menikmati segelas teh hangat.
"Pengaturan kekuatan yang kita keluarkan tergantung seberapa besar kada konsentrasi kita."
Di salah satu kelas, seorang pembimbing mengajari beberapa tips mengenai peningkatan kekuatan. Seoang pemuda rupawan mencatat dengan baik apa yang dikatakan oleh pembimbingnya. Dia nampak biasa saja, seperti murid FNC Academy lainnya. Hanya saja dia adalah murid pertukaran dari SSC Academy, saingan utama dari FNC Academy. Dia cerdas, tampan, rupawan dan tidak heran baru beberapa bulan dia sudah terkenal dikalangan gadis-gadis.
Dan dikelasnya sekarang, dia adalah bintangnya.
Oh Wonbin namanya
Pemuda berusia tujuh belas tahun yang memang merupakan salah satu siswa kebanggaan SSC Academy dan sekarang dia merupakan penghuni Green Rose Academy.
"Menurut kalian bagaimana cara mengatur kekuatan ketika kalian mengeluarkannya. Adakah yang bisa menjelaskan?"
Wonbin tersenyum, dia sudah belajar semalam dan dia bertekad akan menjadi nomor satu dikelas ini. Dia mengacungkan tangannya, namun ketika itu dia juga melihat seorang pemuda mengacungkan tangannya. Diamatinya pemuda itu lekat-lekat, dia belum pernah melihatnya beberapa bulan ini dikelas ini.
Siapa dia?
Wonbin mendengus kesal ketika pembimbingnya menunujuk pemuda itu bukan dirinya.
"Cara mengatur kekuatan sesungguhnya kembali pada diri kita sendiri, kekuatan yang dimiliki perorang itu berbeda, ketika kita meningkatkan konsentrasi , mengukur kadar kekuatan, fokus, bahkan jangan sampai pikiran kita teralihkan oleh hal-hal yang tidak penting, maka pengeluaran kekuatan kita akan terkontrol dengan baik." Pemuda itu berbicara, dia menatap Wonbin dengan mengeluarkan sebuah seringai, seringai andalannya, meremehkan.
Wonbin mendengus
Sebenarnya apa yang diinginkan oleh pemuda itu, setidaknya dia tidak perlu mengeluarkan seringai yang memuakkan seperti itu kan! Apakah ini tanda persaingan diantara mereka atau sebenarnya apa yang terjadi. Dan dia bahkan tidak tahu siapa pemuda itu.
Pemuda itu, sebenarnya siapa dia? Pemuda yang bahkan belum pernah dia lihat di kelas-kelas lainnya.
Wonbin meletakkan pensil mekaniknya, dia memandang Sang pembimbing tampak puas dengan jawaban pemuda itu.
"Betul sekali, dan bagaimana pendapat kalian mengenai aturan tidak bolehnya menggunakan kelebihan kalian di luar sana. Oh Wonbin, bagaimana pendapatmu?" Tuan Park nama pembimbing mereka tersenyum ke arah pemuda itu.
Bisik-bisik para murid terdengar ketika pembimbingnya itu menunjuk OH Wonbin, murid kesayangannya.
Wonbin mulai bicara, sejenak dia melirik ke arah pemuda tadi yang tampak asik dengan buku di depannya, seolah-olah dia tidak menganggap keberadaannya.
"Aturan itu dibuat agar membatasi penggunaan kekuatan dan eksploitasi itu sendiri, ini adalah aturan yang sangat bijak untuk mengurangi dampak negative dari penggunaan kekuatan itu sendiri," katanya. "Kekuatan setiap murid berbeda sehingga perlu sekali pembatasan kekuatan itu."
"Bagus, seperti biasa. Ada yang mau menyanggah pendapat Wonbin?"
Suara murid murid bergemuruh, bisik-bisik dari siswa lain menggema menimbulkan hawa yang sedikit panas, Wonbin tersenyum nampaknya kini dia sudah berada di atas angin.
"Saya mempunyai pendapat yang berbeda."
Wonbin tertohok, dia memandang asal suara itu, pemuda itu lagi.
"Ya, silakan Lee Jaejin."
Lee Jaejin nama pemuda itu nampak menyeringai untuk kedua kalinya, "Menurut saya aturan itu sangat tidak masuk akal, aturan itu hanya akan mengekang kami dan menghambat perkembangan kami. Ketika kami dilahirkan dengan kekuatan istimewa, itulah takdir kami untuk membuat suatu perubahan."
"Cukup Jaejin, pandangan yang sangat hebat namun perlu dikritisi lebih lanjut," Pembimbing kelas tersenyum ke arah pemuda itu, "Rekan-rekan semua, saya sampai lupa memperkenalkan pendatang baru kelas kita. Dia langsung masuk ke kelas kita karena rekomendasi khusus dari pihak Academy, dia lebih muda dari kalian tetapi belum tentu ilmu kalian lebih tinggi darinya, namanya Lee Jaejin. Silahkan perkenalkan dirimu!"
"Lee Jaejin," kata pemuda itu singkat.
"Hanya itu?"
"Ya."
Arogan
Kesan itulah yang dilihat Wonbin dari pemuda itu, pemuda yang belum dia kenal tetapi sudah membuatnya kesal. Pemuda yang menurutnya imut tetapi terlihat sangat menyebalkan. Wonbin hampir saja mematahkan pensil mekaniknya ketika dia melihat pemuda itu, bukan karena terpesona oleh kecantikannya, bukan. Dia sangat menyebalkan dan Wonbin yakin pemuda itu akan membuat hari-harinya berbeda.
Jonghun menatap bayangan dirinya dicermin kamar mandi, bayangan hitam dan kantung mata nampak jelas tersaji dibawah matanya. Dia sudah membasuh wajahnya dengan air berharap agar kantung matanya dapat hilang, namun itu percuma saja.
"Ketampananku berkurang," desisnya pelan.
Akhirnya dia menyerah, dia membiarkan wajah putihnya dihiasi guratan hitam dibawah matanya. Dia membuka pintu kamar mandi dan melangkahkan kakinya di koridor, beberapa anak menunduk memberi hormat kepada ketua Asrama Black Rose.
Dia menyesal mengapa ia tidak tidur tadi malam
Setelah mampir ke kamar sepupu-nya, dia kembali ke kamar dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh ayah-nya, beberapa dokumen penting yang harus diselesaikan. Dengan langkah yang cepat dia memasuki pelajaran pertama, aritmatika. Sedikit membosankan atau pelajaran yang sangat membosankan, dia memasuki kelas memandang teman-temannya yang mengikuti pelajaran ini. Dia tidak tahu siapa saja yang ikut dalam kelas ini, yang dia tahu hanya beberapa anak Black Rose dan sisanya dari asrama lain.
Seorang pemuda tiba-tiba saja menyenggolnya ketika dia hendak duduk, dia menatap pemuda itu. Melototinya dan mengeluarkan aura hitam dari tubuhnya, namun pemuda itu malah tersenyum sambil menggaruk-garuk kepala.
"Mianhe, aku tidak sengaja."
Lelaki itu duduk dikursi sebelah tempat yang akan didudukinya, Jonghun mendengus kemudian ikut duduk.
Tunggu.., dia kenal pemuda bermata indah itu? Setidaknya dia pernah melihat pemuda itu. Ya, pemuda tadi, pemuda yang membuat kehebohan di aula tadi, yang dikejar-kejar oleh seorang pria yang menyatakan cinta kepadanya, pemuda pemilik kekuatan Pheromone.
"Kau Chi Jonghun ketua Black Rose kan?" kata pemuda itu berbasa-basi, dia menaruh beberapa bukunya dimeja.
"Ya, betul." jawabnya singkat, dia membuka lembaran buku aritmatika yang tersaji di depannya, mencerna apa yang ada didalamnya hingga benar-benar masuk ke memori jangka panjang.
"Aku Lee Hongki, salam kenal." Pemuda itu tersenyum.
"Choi Jonghun."
"Ya, aku tahu kau. Sepertinya hari ini agak panas, apa kau merasa bahwa hari ini sangat panas dan menyebalkan. Aku benar-benar sial hari ini, kau tahu ternyata apa yang kita rencanakan terkadang tidak berjalan semulus yang kita bayangkan," Pemuda itu benar-benar cerewed membuat Jonghun hanya memandang takjub ke arahnya, takjub dan heran bagaimana bisa seorang pemuda berbicara secepat itu tanpa mengambil nafas sedikitpun, "Dan sepertinya hari ini memang hari sialku, hari yang sangat melelahkan. Aku benar-benar harus menjernihkan pikiranku setelah pelajaran selesai. Bagaimana kalau berendam air hangat, Choi Jonghun apa pendapatmu tentang berendam dalam air hangat?"
"Kau bertanya padaku!" Jonghun mengerutkan dahi, jarang-jarang ada seseorang yang menanyakan hal seperti itu kepadanya.
"Iya, aku bertanya padamu. Memangnya Choi Jonghun ada berapa di Academy ini." gerutunya.
"Berendam air hangat ya." sepertinya Jonghun terpancing obrolan pemuda itu, entah kenapa dia merasa ingin mengobrol dengan pemuda itu, padahal biasanya dia paling malas berbicara dengan orang asing, "Berendam membuat pikiran kita tenang."
"Ya betul sekali, kau harus mencoba berendam air hangat dengan aroma terapi, dijamin kesterasanmu akan hilang dan lebih bagus lagi ditambah dengan susu. Susu membuat kulit kita semakin halus." Ujarnya.
"Kau seperti perempuan." cercanya.
"Hahaha, jangan berkata seperti itu. Lelaki juga perlu menjaga penampilankan!" Dia tertawa membuat seisi kelas memandangnya.
"Ya sangat perlu, penampilan sangat penting untuk menarik perhatian lawan jenis, atau malah sesame jenis," katanya sarkastik.
"Jadi kau melihat kejadian tadi," Hongki mengerjabkan matanya berkali-kali tidak percaya dengan apa yang barusan dikatakan, "Aku benar-benar malu."
"Satu Academy melihatnya bahkan para Fujoshi dan Fudanshi sudah mengabadikan moment itu di hp mereka dan siap-siap saja berita itu akan tercetak di majalah FNC Plenet besok hari," ucapnya. Jonghun membuka lembar demi lembar buku aritmatika-nya tanpa memperhatikan wajah Hongki yang sangat kacau, "Ah, kau tahu pengurus majalah FNC Planet rata-rata seorang Fujoshi, berita itu pasti akan dikupas dalam beberapa bulan belakangan ini. Jadi siap-siap saja."
"Bagaimana ini?" Gerutu si pheromone itu sambil memanyunkan bibirnya.
Jonghun tersenyum tipis, sangat tipis hingga tidak ada yang menyadarinya.
Entah mengapa, mengerjai pemuda di depannya membuat dia senang. Senang melihat ekspresi yang dikeluarkan olehnya, dia dapat mengeluarkan beberapa macam ekspresi dalam waktu singkat.
Menggemaskan
Bukan tetapi lucu dan terkesan imut, oh..Jonghun bingung harus menyebut apa pemuda di depannya itu. Dia heran bagaimana dia bisa mengobrol sesantai ini dengan pemuda yang baru dikenalnya. Dia mengambil buku arimatika-nya, mencoba berkonsentrasi dengan apa yang akan dia baca dan membuang jauh-jauh ekspresi-ekspresi unik Hongki.
"Jonghun, aku harus bagaimana?" Dia menampar-nampar pipinya berharap bahwa semua ini tidak nyata.
"Hadapi saja maka semuanya akan selesai," ucapnya.
"Berarti aku harus menghadapinya, apa aku…"
Obrolan mereka terhenti ketika datang empat pemuda dari Asrama Blue Rose, seseorang yang membuat Hongki menahan naafas sejenak ketika melihatnya, Yonghwa didampingi ketiga temannya. Mereka duduk tepat di depan Hongki dan Jonghun, Lee Jungshin menyeret kursi untuk Kang Minhyuk sementara Lee Junghyun duduk disebelah Yonghwa.
"Jonghun."Yonghwa menoleh kebelakang, sejenak dia tersenyum ke arah Hongki.
Jonghun yang masih membaca buku aritmatikanya menoleh ketika mendengar suara seseorang.
"Ada apa?" Dia menutup bukunya, meladeni seseorang yang memanggil namanya, ada sedikit nada tidak suka diantara keduanya, bukan tidak suka! Hanya persaingan diantara dua pemimpin asrama Black dan Blue.
Mereka menyeringai menampakkan aura hitam yang muncul disekitar mereka, pemilik kekuatan api dan es. Dua kubu yang sangat bertentangan namun saling menghormati.
"Kapan kita berlatih tanding lagi, kita belum tahu siapa yang menang diantara kita?" terang Yonghwa.
"Mungkin minggu depan."
"Baiklah, aku pasti bisa mengalahkanmu." Yonghwa tersenyum ke arah rivalnya.
"Tidak akan kubiarkan."
Mereka saling menatap seolah-olah ada percikan listrik di antara keduanya, hawa persaingan keduanya semakin jelas ketika mereka menyunggingkan senyum sinis. Hongki yang menyadari hal itu hanya menggigit bibir bawahnya, dia seperti berada diantara predator yang sedang memperebutkan mangsanya, tidak peduli salah satu predator adalah orang yang disukainya. Dia tidak suka itu, tidak suka dengan hawa-hawa seperti ini, dia menggebrak meja membuat mereka kembali ke dunia nyata.
"Ada apa Hongki?" Yonghwa mengerutkan dahi.
"Tidak ada apa-apa, professor datang."
"Jonghun aku tunggu minggu depan dan…..Hongki apa kau sudah tidak takut dengan ular."
"HUH"
Hongki mendesah, tersenyum ke arah pria itu. Jonghun hanya melihat kedua orang itu dengan tatapan curiga. Entahlah dia merasa tatapan mata Hongki berbeda ketika menatap rivalnya itu, seolah-olah dia tidak bisa mengalihkan pandangannya kepada orang lain.
Aktifitas mereka terhenti setelah professor datang membawa beberapa tumpuk buku tebal yang membuat mereka semua meneguk ludah. Hingga dua jam berikutnya, mereka harus dijejali dengan aritmatika yang membuat mereka muntah-muntah setelahnya.
**tbc***