Summary: Dia… yang terbangun dari tidur panjangnya… bertemu dengan Negi Springfield. Apakah keberadaannya akan mengubah kehidupan Negi? Cross over!

Halo~

Oke, ini adalah proyek sampingan, yang artinya… mungkin akan lama di updatenya… Enjoy!

Baka Tantei Seishiro Amane present…

AN ANCIENT: NEGIMAGI VERSION

CHAPTER 1: MEET AND LIFE WITH THE NINE TAIL

Negi berlari dari kejaran naga yang kini menggeliat di lorong sempit itu. Siapa sangka, pengejaran jejak ayahnya berubah jadi hal mengerikan seperti ini? Bahkan, mantra perlindungannya tak mempan diadu dengan semburan api makhluk sihir itu. 'Bagaimana ini!' dia melaju dengan kecepatan tinggi dengan menggunakan tongkatnya.

Naga itu mulai menyemburkan api dari mulutnya. Negi dan dua muridnya, Yue ayase dan Nodoka miyazaki, susah payah menghindari api itu. Mereka berpusing tak terkendali, sebelum jatuh kembali ke dalam terowongan yang berbeda dari sebelumnya. Negi mengusap kepalanya yang terbentur. "Sensei, ini dimana?" Tanya Yue.

Negi memandang sekeliling. Mereka berada di sebuah lorong kecil. "Sepertinya, ini lorong atau terowongan yang telah lama ditutup. Mungkin lebih tua dari lorong pulau perpustakaan…" Jawabnya sambil menyentuh dinding lorong tersebut. "Ini… Situs kuno, kalau dilihat dari umur dindingnya. Kita sepertinya secara tak sengaja menerobos dinding ini…" Jelasnya.

Yue ikut memeriksa dinding lorong itu, sementara Negi memeriksa keadaan Nodoka. Mereka bertiga lalu berjalan menelusuri jalan itu. "Sensei, ini adalah kuil…" Nodoka berkata, seraya memperhartikan tulisan di dinding.

Negi, yang merupakan seorang kolektor dan pecinta barang antik, langsung memperhatikan tempat yang dilihat Nodoka. Disana, terdapat ukiran dan tulisan di dinding itu. "Dikatakan, ini adalah kuil yang didirikan untuk menghormati seorang pahlawan… Pahlawan itu, dikatakan sangat kuat, bahkan dikatakan telah mengalahkan raja setan, raja siluman, juga dewa sekalipun…" Nodoka membaca dengan keras tulisan di dinding.

Negi ingin membaca tulisan itu, namun karena tulisan itu adalah tulisan jepang kuno, dia menyerahkan hal itu pada dua anggota klub eksplorasi perpustakaan yang sering melihat dan membaca jenis huruf kuno ini. "Woah… Jadi, ini tempat penghormatan?"

Yue mengangguk. "Menurut buku sejarah Mahora, tanah yang digunakan untuk dijadikan kompleks perguruan ini sejak dulu selalu menjadi tempat keramat. Kepala sekolah memilih tempat ini, karena tempat ini cukup 'baik', sehingga mendirikan perguruan Mahora disini…" Yue menjawab. Dia lalu menemukan tulisan lain. "Ada tulisan lain… Dikatakan, bahwa dia dulunya mmengurung raja siluman dalam tubuhnya… Lalu, saat sang siluman nyaris lepas, dia mengalahkan dan menelan kekuatannya… Dengan kekuatan itu, dia mengalahkan sang dewa kejahatan dan enam dewa kehancuran yang datang ke kampung halamannya… Lalu, dia melawan sang pedoman sejarah, dengan monster yang kekuatannya melebihi dewa sekalipun.

Pertarungan itu sangat sengit. Sang pahlawan akhirnya menang, namun akibat yang ditanggung sangat besar. Dia memeras energi terakhir hidupnya untuk mengalahkan musuh terkuat itu… Karena jasanya, para penduduk menciptakan kuil ini di atas makam sang pahlawan…" Yue membaca.

Negi memandang seluruh ruangan dengan kagum. "Lihat, ada ruangan di ujung lorong ini!" dia berkata seraya berlari. Yue dan Nodoka mengikuti, nyaris bertabrakan karena Negi tiba-tiba berhenti. Mereka pun hanya bisa terdiam saat melihat ruangan itu. Ruangan itu sebesar lapangan sepak bola. Di seluruh dinding dan kubah yang manaunginya, terdapat lukisan besar.

Di dindingnya berupa lukisan penduduk yang berdoa, sedangkan di kubahnya, terdapat lukisan seekor siluman besar, dengan mata merah dan sepuluh ekor melambai dan seorang pria, dilukiskan membelakangi penduduk, sehingga yang dapat mereka lihat hanyalah jubahnya yang berrmotif api dibawahnya, dengan tulisan 'Rokudaime Hokage'. Negi memandang dengan penuh takjub.

"Sensei, kurasa itulah makamnya…" Yue menunjuk jalan kecil yang membentang, dengan parit besar disekelilingnya, terisi oleh puluhan patung katak yang bersemedi. Negi berjalan menuju altar itu, walau Nodoka dan Yue mencegahnya. Mereka akhirnya sampai di depan altar.

Di belakang altar, sebuah patung berukuran besar terpampang. Dia menggunakan jubah dengan warna yang sama dengan lukisan itu. Mereka memandang ke wajah patung itu dengan kagum. Wajahnya terlihat tenang dan teguh. "Sensei, lihat ini!" Nodoka menunjuk kearah papan batu besar di depan altar. Disana, tertulis: 'Disini, berbaring sahabat sekaligus pemimpin besar negeri ini. Semoga dewa memberinya rahmat sebesar kebaikannya.'.

Tiba-tiba, terdengar ledakan dari lorong itu. Muncul dengan menghancurkan lorong itu, naga yang tadi mengejar mereka meraung. Negi segera memasang pelindung sihir, lalu menyerang dengan panah sihir. Naga itu hanya mengibaskan sayapnya, dan sebelas panah angin itu ditangkis. Negi nyaris terbakar saat dia kembali menyemburkan api. Untung saja dia sempat menebarkan lapisan pelindung.

Naga itu lalu memukul pelindung yang dibuat dengan ekornya, membuatnya hancur berkeping-keping. Negi memejamkan matanya, bersiap menerima serangan, namun serangan itu tak kunjung datang. Dia perlahan membuka matanya. Naga itu tidak memandang mereka. Dia mengikuti arah pandangan naga itu. Ternyata, naga itu memandang kearah altar itu. Dia kemudian merasakan aura yang muncul dari bawah altar. Dia memandang pada Yue dan Nodoka. Mereka mengangguk, menandakan bahwa mereka juga merasakan aura itu.

Kemudian, dari bawah altar itu terdengar ketukan. Semakin lama semakin keras bunyinya. Akhirnya, suara ketukan itu berubah jadi hantaman. Dengan bunyi dentuman yang sangat keras, altar itu terlempar dan jatuh di ujung ruangan. Negi memandang ke arah tempat itu, seraya menarik lengan Yue dan Nodoka.

Mereka melihat ekor-ekor berwarna keemasan melambai. Dengan geraman rendah, seekor rubah sebesar kuda menggeliat keluar dari makam yang terletak di bawah altar tersebut. "Aduduh… Badanku kaku semua… Hmm…? Kalian sedang apa?" katanya, seraya meregangkan tubuhnya. Naga di belakang mereka menggeram rendah. Negi segera melindungi kedua muridnya, dan mengucapkan mantra. Namun, rubah itu menutup mulutnya dengan satu dari Sembilan ekornya. "Hentikan, bocah. Apapun yang akan kau lakukan, tolong hentikan segera." Katanya. Dia lalu mendekati naga itu. Keduanya hanya saling berpandangan sesaat. Lalu, seperti keajaiban, naga itu beringsut pergi.

Rubah itu mendesah, lalu kembali menatap Negi. Kemudian, Takamichi dan kepala sekolah datang ke tempat itu. Takamichi segera bersiaga dan siap menyerang, namun Konoemon menahannya. Dia mengelus-elus janggut putihnya. "Selamat pagi, Negi-sensei, Yue Ayase dan Nodoka Miyazaki… Kulihat, sepertinya kalian mendapat petualangan seru pagi ini… Dan selamat pagi, Kyuubi no Yokoo-san… Ada keperluan apa anda di tempat ini?"

Negi berusaha menjelaskan, namun rubah itu memukul kepalanya. Dia kemudian berubah wujud. Kini, di hadapan mereka, seorang lelaki berambut pirang keemasan berdiri. Umurnya sekitar 18-20 tahun. Dia mengenakan jump suit oranye, dengan jubah dengan motif api di bawahnya dan tulisan 'Rokudaime Hokage' di punggungnya. Dia mengenakan ikat kepala dengan symbol yang mirip daun di keningnya.

Namun, yang paling menyita perhatian adalah matanya. Dia memiliki mata sebiru lautan jernih yang bercahaya. Mata itu menunjukkan kekuatan, ketenangan dan kelembutan. Ada sekilas cahaya kebijaksanaan terpancar di matanya. "Selamat pagi, siapapun namamu… Aku… berada dimana, kalau aku boleh tahu?" Suaranya sedikit berat, namun nadanya terdengar santai.

Konoemon terkekeh. "Namaku Konoemon Konoe. Anda sekarang berada di ruang bawah tanah perguruan Mahora yang kukepalai. Apakah Anda memiliki panggilan, Kyuubi-san?"

Dia tersenyum. "Jangan terlalu formal, Konoemon-Jiisan. Aku Naruto Uzumaki, Rokudaime Hokage. Aku tak tahu kenapa aku ada disini…" Dia berpikir sejenak, berusaha menngingat sesuatu.

Konoemon kemudian berkata. "Mungkin kita dapat melanjutkan pembicaraan ini di ruanganku. Takahata-sensei, maukah kau mengantarkan kedua gadis ini kembali ke asrama mereka?" Takamichi mengangguk, lalu membawa Yue dan Nodoka. "Naruto-san, Negi-kun, mari kita pergi." Dia berkata, seraya melayang pergi. Negi mengikutinya dengan menaiki tongkatnya.

Naruto memandangi mereka. 'Ini energi aneh yang tadi kurasakan saat aku baru bangun tadi… mirip chakra, tapi bukan chakra? Yah, aku akan tahu kalau mengikuti mereka…' dia menghela napas, lalu melompat.

Mereka kini duduk di ruang kepala sekolah. Naruto melihat sekeliling. 'Mirip ruangam Hokageku… Apa semua ruang pemimpin seperti ini?' dia memandang kearah rak buku. Dia kemudian bangkit, mengambil satu buku. 'Mundus magicus? Tempat apa itu?'

Konoemon datang dengan Takamichi. "Baiklah, Negi-kun, kau boleh kembali," Konoemon berkata. Negi mengangguk, dan pergi meninggalkan ruangan itu. Namun, dia melirik sekilas pada kepala sekolah. "Tak apa, Negi-kun… Dan tolong jangan berkata apapun dulu tentang hal ini, kau mengerti?" Negi mengangguk. "Baiklah… kau harus mengajar, kan?"

Negi segera melihat jam nya. "Hwaa! Aku harus buru-buru! Selamat pagi, kepala sekolah!" dia bergegas pergi. 'Lelaki itu… Aku merasakan energi yang berbeda dengan yang selama ini kukenal…' Pikirnya sambil berlari pergi.

Konoemon kini duduk di kursinya. "Nah, Naruto-san… Aku akan mengajukan beberapa pertanyaan…" Katanya dengan tenang.

Naruto mendeteksi beberapa orang yang mengawasinya selain kedua orang yang berada di ruangan itu. "Aku tahu… Ini interogasi, kan? Oke-oke~, akan kujawab yang perlu kujawab saja… Dan tak perlu sampai memasang penjaga sebanyak itu… hmm… 11… Tidak, 15 orang…" Katanya, seraya memandang sekeliling.

Para penyihir penjaga dan Takamichi terkejut. Konoemon hanya tertawa kecil. "Baiklah, Naruto-san… Pertama-tama, boleh kutahu identitas lengkapmu?" Tanyanya dengan tenang.

Naruto terdiam sesaat. "Sebelum kau bertanya, aku ingin bertanya lebih dulu… kita saling bertanya saja, kakek. Bagaimana?" Dia balik bertanya. Konoemon menaikkan alisnya, namun mengangguk. "Oke… kau bertanya tentang identitasku? Aku Naruto Uzumaki, 23 tahun. Ninja level kage. Aku adalah Rokudaime Hokage dari Konohagakure. Kalian tahu Konoha, kan?" Konoemon menggeleng, namun dia terlihat seperti sedang mengingat sesuatu. 'Aneh, setelah perang besar ninja keempat, mestinya nama lima desa Ninja terkenal…' "Oke… Sekarang, aku bertanya. Ini sebenarnya dimana?"

Konoemon menaikkan alisnya. "Ini adalah perguruan Mahora, di pinggiran Tokyo, Jepang," Naruto terlihat bingung. 'Tunggu dulu… Konohagakure… Jangan-jangan…' "Naruto-san, boleh kutahu, tahun berapa sekarang?"

Naruto berpikir sejenak. "Tahun 4 Hi setelah perang besar ninja keempat kan? Memangnya kenapa? Kalau pakai penaggalan lama, sih… Tahun 93 Meisei…" Jawabnya.

Takamichi terkejut. "Kepala sekolah! Dia…" Kepala sekolah mengangguk. Dia terdiam sejenak, terlihat berusaha memilih kata yang tepat untuk menjelaskan.

Naruto kemudian memandang sekeliling, dan menyadari sesuatu. 'Itu… Alat mirip alat komunikasi para Daimyo? Tapi, bentuknya berbeda…' "Oi, itu alat komunikasi jarak jauh, kan? Darimana kalian mendapatkan itu? Bukankah itu alat yang mahal?" Dia menujuk telepon yang terletak di meja kerja Konoemon.

Konoemon mendesah. "Naruto-san… Aku mempunyai beberapa spekulasi… Bisa kau ceritakan, ingatan terakhirmu?" Tanyanya. Naruto kini kembali dalam pikirannya.

Flashback…

Naruto terengah-engah. Sudah 4 tahun setelah perang besar berakhir. Dan kini, musuh besar yang mereka kira telah mati, datang menyerang lagi. Madara Uchiha kini menyerang dengan menyatukan kedelapan Bijuu, menciptakan replika Juubi yang telah dihancurkan. Dia kini dalam mode Kyuubi, namun Madara telah datang dengan rencana yang matang dan tak diketahui oleh Negara elemental.

Dia memandang kepada seluruh ninja desanya, setidaknya yang tersisa dari mereka. Seluruh Rookie, kecuali Lee dan Chouji yang menjadi pengalih perhatian Madara sementarayang lainnya mengungsikan penduduk, ada disana. Tenten dan Ino kini terduduk lemas sembari memegang tubuh kaku Lee dan Chouji.

Mereka kini ada bersama Naruto, diatas Gamakichi. Neji mendekati Naruto. "Hokage-sama, seluruh penduduk sipil telah dikirim menuju empat desa ninja lainnya. Dari 12000 ninja kita, yang tersisa tinggal sekitar 900 orang saja. Apa rencana kita selanjutnya?" Lapornya.

Naruto medesah. "Shikamaru, Shino, Sai, kemari!" yang disebut segera mendekati Naruto. Dia pun segera menjelaskan rencananya. Mereka terlihat terkejut akan rencana itu.

"Naruto, jangan gila. Kau tak bisa memakai cara yang sama dua kali. Dia pasti telah mempersiapkan penagkal Fuuin jutsu yang kau pakai waktu itu." Sai berkata. Shikamaru pun setuju akan hal itu.

Naruto mengangguk. "Aku tahu akan hal itu. Tapi, aku telah menciptakan jutsu baru, yang jauh lebih kuat. Dia pasti akan mati dengan ini." Katanya.

Neji mendesah. "Sebelumnya, kau sekarat saat menyelesaikan Juuroku Jigoku Mon no jutsu. Apa resiko pemakaian jutsu baru ini, kematian?" Melihat ekspersi Naruto, dia mengumpat pelan. "Naruto, jangan lakukan. Kau tidak perlu lagi menanggung semua beban desa ini sendirian!" Desisnya marah.

Naruto tersenyum. "Aku melakukan ini atas keinginanku, Neji… Shikamaru, kuserahkan desa ini padamu, jika aku tak selamat dari pertempuran ini. Kau adalah Hokage selanjutnya. Aku mohon, tolong jaga desa ini…" Katanya. Shikamaru mengangguk.

Shino menepuk bahu Naruto. "Tekad apimu akan selalu berkobar, Naruto." Naruto mengangguk. Mereka lalu bergerak menuju sisa ninja dan memberi tahu para ninja. Semua terkejut, namun akhirnya mengikuti perintah Shikamaru untuk berpindah ke Suna untuk mengungsi.

"Naruto-kun!" Naruto menengok. Hinata dan Kiba berdiri di belakangnya. "Kumohon, jangan lakukan ini… Bagaimana dengan anak ini!" Hinata berseru, memegangi perutnya. Kiba memegangi wanita yang histeris itu.

Naruto mendesah panjang. "Maaf, Hinata-chan…" Dia melakukan shunshin di belakang Hinata, lalu memukul tengkuknya. Dia lalu menyerahkannya pada Kiba. "Kiba, aku minta tolong…"

Kiba memotngnya. "Aku tahu. Aku selalu menjaganya, kau tahu…" katanya. Naruto tertawa kecil. Dia tahu, pemimpin klan Inuzuka itu telah jatuh hati pada puteri klan Hyuuga itu sejak lama.

Naruto lalu menggeleng. "Aku juga telah tahu akan hal itu. Yang aku ingin katakan… Tolong, bahagiakan dia. Aku tahu kau lebih dari mampu untuk melakukan itu…" Katanya. Kiba menatap Naruto sesaat.

Dua lelaki yang mencintai gadis yang sama itu saling pandang. Dia lalu menghela napas. "Kau meminta hal yang sulit, Naruto… Sedalam apapun perasaanya padaku, perasaannya padamu jauh lebih dalam… Aku akan melakukan apapun yang bisa aku lakukan. Apa memang tak ada cara lain?" kata lelaki itu pada Naruto.

Naruto mendesah. "Tak ada cara lainnya. Walau dengan seluruh kekuatan Kyuubi sekalipun, aku akan tetap menguras seluruh energiku hingga tak tersisa." Katanya, seraya mengeluarkan kuas raksasa dan botol tinta besar dari gulungan.

Kiba mengangkat Hinata. "Semoga kau mendapat ketenangan, sobat. Kau sudah menanggung banyak beban dalam hidupmu." Dia melompat turun, dan pergi bersama partnernya, Akamaru.

Naruto menyelesaikan desain segelnya. "Ini mungkin pertemuan terakhir kita, Gamakichi. Maaf, sampai akhir pun, aku selalu merepotkanmu." Gamakichi menghembuskan asap rokoknya.

"Sudah terlambat kalau kau bilang begitu sekarang… Yah, memang sudah tugas siluman Kuchiyose untuk bertarung bersama summoner hingga salah satu dari mereka mati, atau kedua-duanya mati. Lakukan apa yang ingin kau lakukan, Naruto." Katak besar itu mendegus tertawa.

Naruto tertawa kecil. Dia lalu merapal segel. "Seal Technique! Sacred sacrifice!" dia meraung. Dalam sekejab, seluruh tubuh terangkat. Dibelakang Naruto, sosok Shinigami muncul. "Tolong kirim lelaki itu menuju kegelapan abadi, dimana dia akan terkurung selamanya."

Shinigami itu mengangguk, lalu melayang menuju Madara. Dia lalu memotong dimensi dengan pisaunya. Di lubang itu, hanya terlihat kegelapan. Dia lalu melempar madara dan siluman ciptaannya ke dalam dimensi itu. Hacibi, untungnya berhasil melepaskan diri sebelum Shinigami datang.

Shinigami itu kini berhadapan dengan Naruto. Dia tidak memakai topeng iblis, seperti yang tadi digunakannya. Dia kini memakai topeng wajah manusia yang teduh. "Aku tahu, Shinigami-sama… Ini adalah waktuku untuk pergi juga." Dia berkata dengan senyum tenang.

Dia memandang ke hutan hijau Negara api. "Daun tua akan melayang jatuh ke dalam api yang berkobar… bayangan api akan menerangi desa… Lalu, daun baru akan tumbuh…" Dia memandang langit pagi. Tersenyum, dia menutup matanya.

Flashback End.

"Itulah yang terakhir yang kuingat," Naruto menyelesaikan ceritanya. Konoemon dan yang lainnya hanya terdiam mendengar ceritanya. "Aku sendiri tidak tahu kenapa aku bisa hidup lagi." Lanjutnya. Konoemon mengangguk-angguk.

Dia lalu berjalan menuju rak bukunya. Dia menarik sebuah buku yang terlihat sangat tua. "Ini adalah tiruan dari sebuah artifak kuno, Naruto-kun. Ini merupakan sebuah cerita yang diangkat dari kisah nyata seorang lelaki yang telah menyelamatkan dunia dua kali. Pertama, dalam peperangan besar. Yang kedua, saat musuh kembali bangkit dan menyerang kembali. Ini adalah cerita tentangmu, Naruto-kun." Katanya seraya memberikan buku itu pada Naruto.

Naruto terdiam. 'Artifak…?' Dia menjatuhkan buku itu saat dia akhirnya mengerti apa maksudmu. "Kakek… A-artifak itu, umurnya berapa tahun?" Tanyanya.

Konoemon mendesah. "Menurut para ahli, sekitar 3500 tahun… Tapi, cerita itupun ditulis beberapa abad setelah kematian lelaki dalam cerita itu. Perkiraan para ahli, lelaki itu wafat sekitar 4000 tahun yang lalu." Jelasnya.

Naruto shock saat mendengarnya. Dia menatap sampul buku itu. Di gambar itu, terdapat gambar seorang lelaki berambut pirang memakai topi dengan kanji 'Hi'. Dia lalu membuka halamannya, hingga berhenti di halaman akhirnya. Dia membacanya.

Saat Shinigami akan mengambil nyawanya, sosok Kyuubi muncul dari tubuh sang pahlawan. Dia mangangkat tubuh sang pahlawan. "Aku memberkatimu dan seluruh pendudukmu kesempatan kedua…" Kemudian, cahaya terang menyelimuti areal itu. Saat cahaya padam, yang tersisa adalah tubuh sang pahlawan. Para penduduk dan sahabat sang pahlawan kembali, mereka menemukan dan mengubur sang pahlawan. Ajaibnya, walau telah wafat selama berbulan-bulan, tubuh sang pahlawan tetap utuh.

Demi menghormati jasa sang pahlawan, seluruh tempat yang dulunya merupakan desa yang dipimpin oleh beliau, dijadikan kompleks kuil. Dan tempatnya lahir, besar dan wafat didirikan altar. Tempat itu kemudian dikenal sebagai 'Kuil pusaran' dan dikenal hingga ke seluruh pelosok Negara elemental. Dan nama sang pahlawan menjadi simbol keberanian di seluruh Negara elemental.

Namanya, yang menjadi keramat di seluruh tempat. Naruto Uzumaki sang pemberani.

Dia menutup buku itu. Dia kemudian berjalan menuju jendela. Para penjaga akan maju menghadang, namun Konoemon menahan mereka. Dia membuka jendela, menatap sekeliling. "4000 tahun… Ya? Semua sudah tidak ada lagi…"

Konoemon menepuk bahunya. "Pasti ada alasan kenapa kau masih hidup, Naruto-kun… Mungkin saja, kau memang diberikan kesempatan kedua untuk menjalani kehidupan. Pikirkanlah, Naruto-kun." Katanya.

Naruto terdiam sejenak. Dia mengingat perkataan Kyuubi dalam cerita itu. Dia mendesah. "Rubah sial… Sampai akhir pun, kau masih membautku bingung… Mungkin tidak buruk, menjalani hidup kembali…" Dia berkata sambil mendengus.

Konoemon tersenyum senang. "Naruto-kun, aku memiliki sebuah ide yang mungkin akan menarik menurutmu."

Sementara itu…

Negi mendesah sedih. Asuna marah padanya, tapi dia tidak tahu kenapa. Dia, Konoka dan yang lainnya berada cottage Eva. "Sudahlah, Negi-kun… Nanti dia akan tenang, kok…" Konoka menghiburnya. Eva kemudian meraung kesal karena diabaikan.

Setelah berkonsultasi dengan beberapa gadis, dia memutuskan untuk menghubungi Asuna. Namun, dia kembali membuat Asuna marah, karena menteleportnya di depan Takamichi, dalam keadaan telanjang.

4 hari kemudian…

Negi kembali dipanggil ke kantor kepala sekolah. Setelah berlibur ke pulau selatan dan akhirnya berbaikan dengan Asuna, dia kembali ke kesibukannya sebagai guru. Apalagi dengan festival Mahora yang akan dimulai dalam waktu dekat. "Aku ingin tahu ada apa…" Dia berkata.

Dia segera sampai di ruang kepala sekolah. "Kepala sekolah, Anda memanggil saya?" Tanyanya. Di ruang kepala sekolah, ada Takamichi dan seseorang lainnya ada disana. Negi tidak tahu siapa itu karena dia duduk di kursi dan kepalanya tertutup tudung jaket hitam yang digunakannya.

Konoemon tersenyum. "Kau datang tepat pada waktunya, Negi-kun. Kemarilah, kau akan memperkenalkanmu pada staff baru sekolah ini. Dia akan membantumu dalam pengajaran di kelasmu." Katanya. Orang yang duduk tadi memutar kursinya.

Naruto menatap Negi. "Yo~ Negi… Kau hebat juga, sudah jadi pengajar di umur semuda itu…" Katanya santai. Dia kini mengenakan jeans luntur warna hitam, sepatu sport warna biru muda. Kaos oranye yang ditutupi jumper hitam.

Negi hanya bengong sesaat. "Na-Naruto-san! Lama tak bertemu!" Dia membungkuk dalam. Naruto menghela napas, lalu memukul kepalanya. "Ehh…! Ke-kenapa!" Seru Negi sambil memegangi kepalanya.

Naruto menggelengkan kepalanya. "Tidak dengan '-san' atau semacamnya, ingat itu. Dasar… Santailah sedikit, bocah. Kau terlalu kaku, kau tahu…" Dia kini berjalan di di jendela ruang kepala sekolah.

Negi mengangguk-angguk dengan cepat. Konoemon berdehem. Dia bicara setelah mendapatkan kembali perhatian semua orang. "Mulai hari ini, dia akan menjadi asistenmu di kelas. Anggap saja dia sebagai wakil wali kelas. Dia juga mengajar olahraga." Jelasnya.

Naruto dan Negi mengangguk. Negi akan mengatakan sesuatu, namun kepala sekolah memotongnya. "Tenang saja, Negi-kun. Naruto-kun sudah mengetahui tentang keberadaan penyihir. Ditambah lagi, dia memiliki pengalaman dalam berhadapan dengan musuh. Jadi, jika kau ingin berkonsultasi, dia juga dapat membantumu." Negi mengangguk.

Mereka pun pergi keluar dari ruang kepala sekolah, menuju kelas. "Err… Naruto-, eh, berapa umurmu?" Tanya Negi. Naruto menggaruk kepalanya saat menginga kejadian kemarin.

Flashback…

Naruto sedang tertidur di ruang kesehatan, saat dia mendengar suara langkah kaki dua orang mendekati ruang kesehatan. Dia diijinkan tinggal di ruang kesehatan sementara Konoemon menentukan tempat tinggalnya. Dia pun sudah mengenal Shizuna, dokter sekolah, yang bekerja disini. Seorang wanita cantik dengan ukuran tubuh yang mampu merivali Tsunade. Itu membuatnya berpikir, apa ukuran dada mereka adalah hasil dari keahlian medis mereka atau itu memang alami.

Dia langsung mengenali langkah kaki Shizuna, namun langkah kaki satunya tidak dia kenal. Dia pun memutuskan untuk tidak keluar dan mendengarkan pembicaraan mereka. "Bagaimana liburanmu, Ako-chan?" suara Shizuna terdengar, saat mereka memasuki ruangan kesehatan.

"Sangat menyenangkan, Shizuna-sensei. Kami semua sangat puas!" Suara wanita muda bernama Ako itu terdengar riang.

Shizuna menggelengkan kepalanya. "Kau tak perlu masuk hari ini, Ako-chan… kelas baru akan dimulai besok, kan?" Katanya, seraya membuka lemari dan mengenakan jas dokternya.

Ako mengambil seragam perawatnya. "Tidak apa-apa, sensei. Aku juga sedang senggang, kok." Dia bergegas menuju ruang ganti. Shizuna tersenyum, sebelum teringat harus mengambil kertas periksa. Dia pun segera pergi keluar ruangan.

Naruto mendesah. "Kurasa, aku akan ganti baju dan menunggu…" Dia pun segera mengganti pakaiannya. Dia tak sadar Ako sudah keluar dari ruang ganti.

Dia akan segera mempersiapkan alat periksa saat dia melihat pergerakan di salah satu tempat tidur. 'Itu tempat tidur yang sejak aku masuk sudah ditutupi tirainya… Apa ada orang didalamnya…?' Dia mendekatinya dengan sapu di tangan. Lalu, dia membuka tirai dengan tiba-tiba. Yang pertama dilihatnya adalah kuli kecoklatan. Dihadapannya, Naruto yang hanya memakai boxer memandang dengan shock.

Mereka saling pandang sesaat. Lalu…

"KYAAA! MESUM!"

BUGH! BUGH!

"HENTIKAN! SAKIT!"

Saat Shizuna kembali, ruang kesehatan telah berubah jadi medan perang. Di sudut kanan, Ako yang ketakutan melempari semua yang dia pegang. Di sudut kiri, Naruto yang masih belum memakai apapun selain boxer sedang menggunakan kasur sebagai tameng, sementara mengumpulkan tempat tidur sebagai barikade.

30 menit kemudian…

"Kalian sudah tenang sekarang?" Shizuna berkata sambil menghela napas. Setelah menenangkan Ako dan Naruto, dia menyuruh kedua orang itu membereskan kekacauan yang mereka buat. "Ako-chan, dia adalah staff pengajar perguruan yang baru, Naruto Uzumaki. Dia berada disini sampai kepala sekolah mendapatkan tempat tinggal untuknya. Naruto-san, dia adalah Ako Izumi, anggota klub kesehatan sekaligus asistenku di ruang kesehatan ini." Katanya.

Naruto dan Ako saling membungkuk dengan kaku. "Baiklah, kita akan memulai pemeriksaan tubuhmu, Naruto-san… Tolong persiapkan dokumen dan peralatan yang dibutuhkan, Ako-chan." Perintah Shizuna. Naruto segera duduk di salah satu tempat tidur, sementara Ako mempersiapkan alat pemeriksaan.

Saat alat sudah siap, tiba-tiba Shizuna mendapat telepon. "Maaf, semua… Ada anak klub judo yang mengalami luka. Aku harus segera kesana. Ako-chan, tolong gantikan aku, mengerti?" Dia berkata, seraya mengambil tas dokternya. Dia pun pergi meninggalkan mereka.

Ako langsung panik. "Ta-tapi, Shizuna-sensei-" Kata-katanya terputus saat melihat pandangan yang diberikan Shizuna. Dia akhirnya mengangguk. Naruto merinding saat melihat tatapan Shizuna. Itu mengingatkannya pada tatapan Sakura dan Tsunade saat kesal atau memberi peringatan.

Mereka terdiam sesaat. Ako berusaha keras untuk tetap tenang. "Ma-mari kita mulai, Naruto-sensei…" Gadis berambut biru itu berkata. Wajahnya berwarna pink. Naruto menghela napas dan mengikuti Gadis itu.

Setelah pemeriksaan tubuh, Naruto bergegas menuju tempat kepala sekolah. Disana, dia bertemu beberapa penyihir dengan alat aneh di tangannya. "Ah, kau sudah datang, Naruto-kun. Tak perlu cemas, ini adalah alat pendeteksi kesehatan. Dengan ini, aku dapat memastikan kondisi tubuhmu secara pasti. " Konoemon berkata saat melihat Naruto menatap alat itu dengan curiga.

Penyihir itu mulai menyapukan alat itu ke sekujur tubuh Naruto. Dia kemudian melihat hasilnya. "Menurut detector, tak ada keanehan atau sakit yang dideritanya. Benar-benar tubuh sehat remaja 16 tahun." Kata orang itu.

Naruto mengangkat alisnya. "Alat itu rusak, paman. Aku sudah 23, mana mungkin…" Dia kemudian memandang sekeliling. "Kepala sekolah, Tinggi Shizuna-san berapa?" Tanya Naruto.

Kepala sekolah mengelus janggutnya sambil berpikir. "Sekitar 173 cm. memang kenapa?" Tanyanya. Naruto mengerang pelan. "Ada apa, Naruto-kun?"

Naruto mendesah panjang. "Sepertinya, tubuhku kembali ke kondisi terbaiknya. Kalau aku tak salah, 3 minggu setelah ulang tahunku ke-16, aku mendapat serangan yang menghancurkan pundak kananku. Walau dengan sistem regenerasi super Kyuubi sekalipun, tulang pundakku tetap saja perlu dipasangi plat logam sebagai penyangga. Tadi alat ini tidak mendeteksi plat itu, kan?" Jelasnya. Dia menggerak-gerakkan lengan kanannya. "Ya, aku benar… Tidak kaku lagi…"

Konoemon terdiam sejenak. "Naruto-kun, saat kamu akhirnya dapat menyerap chakra Kyuubi, apa kamu merasakan perubahan?" Tanya lelaki tua itu.

Naruto mengingat-ingat. "Ya… semakin aku mengendalikannya, tubuhku semakin membaik… Walau butuh waktu berbulan-bulan hingga aku bisa memakainya secara sempurna…" Katanya.

Konoemon mengangguk-angguk. "Kalau begitu, aku akan menulis bahwa umurmu 16 tahun, oke?" Naruto mengangguk, walau ragu. Setelah mengurus beberapa hal, dia pun dipersilakan pergi dari ruang kepala sekolah.

Dia mendesah. 'Dasar rubah sial… Kau selalu membuatku bingung… Peringatkan aku dong!' Dia kemudian berjalan kembali ke ruang kesehatan.

Flashback End.

Naruto menghela napas. "16 tahun, bocah. Nah, kelasnya dimana?" Tanyanya. Negi segera menunjukkan jalan sambil memberikan informasi pada Naruto tentang kelas 3-A.

Kaede Nagase sedang duduk sambil bermeditasi saat Mana Tatsumiya mencoleknya. "Hmm… Ada apa, de gozaru?" Tanya Chuunin itu.

Mana berbisik padanya. "Apa kau merasakan aura aneh beberapa hari lalu? Saat kita baru saja pulang dar study tour ke Nara…" Pemburu hantu itu bertanya.

Kaede terdiam sejenak. "…Bukannya aku tidak tahu… Tapi, aku mendeteksinya beberapa kali, dan arahnya dari ruang kepala sekolah… Jadi, kupikir tidak apa-apa, de gozaru." Jawabnya. Mana mengetahui hal itu juga, namun pengalamannya sebagai pemburu makhluk gaib membuatnya khawatir akan aura siluman yang kuat itu.

Tak jauh dari mereka, Evangeline A.K. Mcdowell ikut mendengarkan mereka. Disebelahnya, Chachamaru Karakuri mencari dalam database miliknya. "Hmm… seperti yang diduga dari orang-orang profesonal… Apa kau mendapat sesuatu, Chachamaru?" Tanya Vampir itu sambil bertopang dagu.

Chachamaru menggeleng. "Aku tidak menemukan apapun dalam database-ku atau milik sekolah ini… Mungkin ada dalam file khusus yang diproteksi atau memang tidak ada di dalam file… Tapi, aku menemukan data bahwa ada seorang staff yang baru akan ditugaskan mulai hari ini, master." Katanya.

Eva berpikir sesaat. "Yah… Kita lihat saja, siapa orang baru itu…" Katanya sambil menyeringai pelan. Lalu, merasakan aura yang mereka rasakan beberapa hari ini berjalan mendekati kelas mereka dengan energi yang mereka kenal.

Dengan Negi.

"…Jadi, inilah seluruh murid kelas 3-A…" Negi menjelaskan, seraya menunjukkan daftar absennya yang berisi dengan seluruh foto anak kelas 3-A kepada Naruto. "Naruto-sensei, aku harus mengingatkanmu… Anak kelas 3-A itu… 'Unik', jadi persiapkan dirimu…" Dia berkata dengan ekspresi polos.

Naruto hanya tertawa kecil sambil mengangguk. Dia kemudian merasakan beberapa sumber energi dari kelas yang mereka tuju. 'Ho… Memang unik… Ini bakal menarik…' "Oke, aku mengerti, Negi-sensei…" Saat mereka berbelok, mereka bertemu dengan Shizuna.

Shizuna membungkuk. "Aku akan memperkenalkamu, Naruto-sensei…" Naruto dan Negi mengangguk. Mereka berbincang seputar sekolah saat menuju kelas.

Saat mereka sampai di depan kelas, Naruto menyadari penghapus papan tulis di pintu kelas. 'Hoo… Jebakan rupanya… Dan tidak hanya satu saja…' "Biar aku yang buka pintunya, Negi-sensei, Shizuna-sensei." Dia berkata, sembari membuka pintu. Dia terkena penghapus papan tulis dan tersandung kawat, juga terkena panah mainan tepat di tengah keningnya. Namun, dia menghidari ember berisi air yang jatuh.

Semua anggota kelas tertawa. Namun, tindakan menghindari ember itu tidak luput dari mata para ahli bela diri dan pemilik kekuatan sihir di kelas itu. Mana dan Kaede menaikkan alisnya, menyadari bahwa dia sengaja terkena jebakan-jebakan sebelumnya. Eva menyeringai, menyadari level kekuatan Naruto.

Shizuna dan Negi segera mendiamkan kelas mereka. "Cukup! Kalian ini… Kenapa kalian mengganggu guru baru kalian!" Shizuna berseru kesal. Seluruh kelas terdiam atas informasi. "Nah, silakan Naruto-sensei…" Lanjut Shizuna.

Naruto berdiri sambil membersihkan sisa kapur di kepalanya. "Baiklah… Kesan pertamaku… Aku tidak suka kalian," Katanya dengan senyum lebar. Saat semua perhatian kelas tertuju padanya, dia melanjutkan. "Namaku Naruto Uzumaki, mulai hari ini, aku adalah guru olah raga kalian, sekaligus wakil wali kelas ini. Panggil saja aku Naruto-sensei. Aku memiliki banyak kesukaan, yang tidak kusukai… Tak ada hubungannya dengan kalian. Cita-cita… Yah, senang bertemu dengan kalian. Semoga kita bisa akur untuk seterusnya, oke?" Dia lalu mempersilakan Negi untuk mengambil alih.

Saat Negi sedang memperingatkan mereka untuk bersikap lebih baik, yang tidak didengarkan oleh seluruh kelas, Naruto mencolek bahu Shizuna. "Anu… Apa kepala sekolah sudah menentukan dimana tempat tinggalku?" Tanyanya.

Shizuna mengangguk. "Setelah sekolah usai, aku akan mengantarmu, Naruto-sensei." Naruto mengangguk. Lalu, setelah Shizuna pergi, para gadis itu kembali ramai. Mereka kini mengerubungi Naruto.

Gadis berambut pirang menahan mereka. "Maafkan atas ketidak sopanan kelas ini, Naruto-sensei… Kenalkan, aku adalah ketua kelas ini, Ayaka Yukihiro." Gadis bernama Ayaka itu membungkuk.

Seorang gadis berambut merah yang dikuncir mendorongnya. "Minggir, ketua kelas. Kenalkan, aku adalah Kazumi Asakura, Database 3-A sekaligus wartawan nomor 1 di perguruan. Boleh kah aku bertanya beberapa hal? Berapa umurmu? Darimana asalmu? Apa kau masih single? Atau sudah punya pasangan?"

Naruto agak kaget karena dikerubungi gadis-gadis, tapi menjawab dengan tenang. "umurku 16 tahun. Aku berasal dari… Inggris, seperti Negi-sensei. Aku saat ini single." Jawabnya.

Kazumi mengangguk-angguk. "Bahasa jepangmu bagus sekali… Kau belajar darimana?" Tanya reporter muda itu.

Naruto menggeleng. "Ayahku orang jepang. Aku 'half'. Aku sudah bisa berbicara bahasa jepang sejak kecil." Naruto menjawab. 'Untung saja aku sudah mempersiapkan alibi…' Pikirnya.

Setelah Negi berhasil membuat mereka duduk kembali di kursi mereka, dia melanjutkan pengarahannya. Setelah itu, jam homeroom habis, sehingga Negi dan Naruto berpisah.

Naruto kini mengangkut tas besarnya. Dia mendapatkan baju dan perlengkapan lainnya dari kepala sekolah. Entah bagaimana caranya, dia dapat mengetahui ukuran baju Naruto, hingga ke ukuran pakaian dalamnya. Dia kini berjalan dengan Takamichi. "Jadi, aku akan ditempatkan bersama muridku? Yang benar saja…" Katanya. Sebenarnya, dia akan diantar oleh Shizuna. Namun, Shizuna sedang mendapat kesibukan lain, hingga Takamichilah yang menggantikannya. Takamichi juga berkata bahwa ada beberapa 'hal' yang harus dia informasikan secara langsung.

Takamichi tertawa. "Negi-kun juga ditempatkan bersama muridnya, Naruto-san. Lagipula, mereka spesial. Kau pasti tertarik jika mendengarnya." Katanya. Itu membuat Naruto tertarik.

"Spesial? Apa maksudmu, Takamichi-san? Apa mereka memiliki seusatu?" Tanya pemuda pirang itu.

Takamichi menghisap rokoknya dalam-dalam. "Kau akan ditempatkan bersama Kaede Nagase, Setsuna Sakurazaki dan Mana Tatsumiya. Mana Tatsumiya adalah pemburu hantu professional, sebagai seorang Veteran, dia akrab dengan dunia sihir dan siluman. Setsuna Sakurazaki adalah Samurai dari klan Shinmeiryuu, dia ada disini sebagai pelindung cucu kepala sekolah. Kaede Nagase adalah satu dari sedikit ninja yang masih tersisa." Jelas Takamichi.

Naruto mengangguk-angguk. Dia dengan jelas mengingat tentang Mana dan Kaede, karena mereka menujukkan gelagat aneh saat dia ada di kelas. 'Begitu ya… Hunter dan Ninja… Lalu samurai…' "Benar katamu, Takamichi, mereka memang menarik." Katanya.

Mereka pun sampai di tempat yang dimaksud. Takamichi mengetuk pintunya. Setelah beberapa saat, pintu terbuka. Naruto mau tak mau terkejut saat melihat siapa yang membuka pintu itu. Gadis itu memiliki mata hitam sehitam malam, dengan sinar yang menujukkan kekuatan dan kelembutan. Rambut berwarna hitam selembut sutera itu melambai perlahan, saat gadis itu bergerak. Kulitnya putih seputih salju. Dia menatap gadis itu lekat-lekat, sebelum gadis itu angkat suara. "Takahata-sensei, Uzumaki-sensei? Ada keperluan apa?"

Naruto segera tersadar dan mengutuk dalam hatinya. 'Bodohnya… Dia itu muridmu!' Dia diam saat Takamichi menjelaskan maksud mereka datang kesana.

"Setsuna-chan, kalian sudah diberitahu akan kedatangan Naruto-sensei, kan? Aku datang mengantarnya." Jelasnya. Setsuna mengangguk, lalu memepersilakan mereka masuk. Kamar itu seperti apartemen, dengan ruang tengah, dapur dan empat kamar yang terpisah. Naruto berpikir, berapa yang dihabiskan kepala sekolah jika semua kamar dibuat seperti ini.

Kaede dan Mana sedang duduk di ruang tengah. Dari gelagat mereka, Naruto langsung tahu kalau mereka sebelumnya sedang melakukan hal lain, bukannya membaca majalah sambil minum teh. Setelah memberi tahu tentang kepindahan Naruto, Takamichi meninggalkan mereka.

Naruto kini duduk di hadapan ketiga gadis yang kini mengawasinya. "Hmm… Ini menarik. Seorang Kunoichi, Hunter veteran dengan kemampuan khusus, dan seorang Hanyou yang juga seorang samurai… Sangat menarik." Katanya sambil menggerakkan otot bahunya.

Reaksi mereka membuat Naruto tertawa kecil. Setsuna langsung panik. Mana menatap tajam Naruto. Sedangkan Kaede hanya mengangkat sebelah alisnya. Mana lalu mengeluarkan apa yang sedang disembunyikannya. Kini sebuah pistol mengarah ke pelipis Naruto. "Dari mana kau tahu, siluman? Jawab." Katanya dengan nad dingin.

Naruto mendengus. "Sudah jelas, kan? Kalian buruk dalam membaur dengan orang biasa. Orang dengan kemampuan deteksi sepertiku pun dapat mengetahuinya dengan sekali lihat. Yah… Tak banyak sih, yang punya kemampuan selevel ini…" Jawabnya sambil mengambil senbei, lalu memakannya. Dia tak memperdulikan senjata yang diarahkan Mana.

Setsuna lalu terkejut. "Ka-kau… Tidak! Maafkan saya, Uzumaki-sama!" dia lalu berlutut. Baik Kaede maupun Mana mengangkat alisnya.

Naruto mengerang perlahan. "Hentikan, Sakurazaki. Penghormatan semacam itu tidak perlu," Setsuna akan memprotes, namun Naruto memotongnya. "Cukup. Aku tak akan memaafkanmu jika kau meneruskan ini. Cukup Naruto saja." Katanya dengan tegas. Setsuna akhirnya mengangguk dengan kaku.

Mana kini mengeluarkan satu pistol lagi. "Katakan padaku, siapa kau sebenarnya? Apa hubunganmu dengan Setsuna Sakurazaki?" Katanya sambil menempelkan ujung pistol di kening Naruto.

Naruto menghela napas. Lalu, dia mengeluarkan kesembilan ekornya. "Ini adalah alasannya," Jawabnya. Mana mengangkat alisnya. Lalu menekankan sepasang pistol di tangannya ke pelipis Naruto. "Kau tidak tahu ya…" Naruto mendesah.

Setsuna menahan Mana. "Ja-jangan, Mana-san!" Dia berseru. Mana akhirnya menurunkan senjatanya. "Ada sebuah legenda di kalangan para siluman… Legenda sang pemimpin agung, namanya… Dulu sekali, seluruh siluman berlutut di kaki seekor siluman. Dikatakan bahwa dia sangat kuat, hingga seluruh siluman menghormatinya. Dia mempersatukan seluruh klan siluman. Dia mampu menciptakan tsunami denga sabetan salah satu dari Sembilan ekornya. Raungannya mampu mengguncang bumi. Bulu emasnya berkilauan ditimpa sinar rembulan… Dia adalah Kyuubi no Yokoo yang melegenda… Dan Naruto…-san adalah Kyuubi no Yokoo…" Jelas Setsuna.

Kaede mengangkat alisnya. Mana terdiam sejenak, lalu mengeluarkan senapan dari… Err, belahan dadannya. Naruto mengangkat sebelah alisnya saat melihat itu. "Tenang, nona hunter. Aku tidak bermaksud buruk." Katanya, saat gadis itu mulai mengkokang senapan itu.

Mana mengarahkan senapan itu ke kepala Naruto. "Kau belum menjelaskan kenapa kau ada disini, pemimpin siluman." Katanya, siap menembak.

Naruto mendesah panjang, lalu menceritakan kejadian di pulau perpustakaan dan masa lalunya. "…Begitulah… Aku sendiri masih cukup bingung dengan perkembangan dunia setelah aku… 'Tertidur'… Kalian mengerti?"

Mana masih menodongkan senjatanya. "Apa bukti kebenaran cerita itu?" Katanya masih curiga.

Naruto menghela napas. "Tanya pada kepala sekolah, kalau kau tak percaya… Lagi pula, Sakurazaki juga tahu berapa lama aku menghilang… Benar kan, Sakurazaki?" Katanya, sambil menunjuk kepada Setsuna. Setsuna mengangguk.

Mana masih menodongkan senapannya, namun Kaede menahannya. "Tenanglah, de gozaru. Kalau dia memang ancaman, Sekolah sudah membawanya keluar dari perguruan ini, kan? Maaf, Naruto-sensei… Dia memang suka curiga, de gozaru." Kaede berkata dengan senyum.

Naruto mengangguk mengerti. "Tidak apa, Nagase-san. Akupun pernah hidup dalam situasi yang membuatku selalu waspada, bahkan pada rekanku sendiri." Katanya.

Kaede mengangguk. "Panggil saja kami dengan nama kami, sensei. Kau adalah guru kami, jadi bersikap lebih akrab tidak apa-apa kan, degozaru?" Lanjutnya. Naruto mengangguk.

Setelah berbincang-bincang beberapa saat, Naruto membereskan bawaannya di kamar barunya. Dia memandang jendela kamarnya. Dia lalu medengus. "Jadi guru, ya… Kau pasti akan tertawa sampai sakit perut, Kiba…" Dia lalu mengeluarkan buku yang diberikan kepala sekolah, buku tentang dirinya. Dia menghela napas panjang.

Kaede, Mana dan Setsuna mengintip dari luar kamar. Naruto memandang matahari tenggelam dengan ekspresi yang sulit dibaca. Lalu, mereka terkejut saat lelaki itu menitikkan air mata. Dia lalu menghapusnya, dan kembali memandang langit senja.

Setsuna memberanikan diri masuk ke kamar itu. "Ada apa, Naruto-san?" Tanya samurai itu. Naruto menengok, lalu tersenyum.

Dia kembali menatap langit. "Tidak apa, Setsuna… Cuma sedikit sedih… Kau tahu, saat kau bangun, Kau kembali sendiri…" Dia berkata. Setsuna mengerti perasaan itu. Naruto menepuk bahunya. "Sudah-sudah… Aku baik-baik saja, kok. Kalian tak perlu khawatir." Katanya. Mana dan Kaede keluar dari persembunyiannya.

Akhirnya, mereka membantu Naruto membereskan barangnya, lalu makan malam. Mana kembali menarik kedua teman sekamarnya saat Naruto masuk ke kamarnya. "Bagaimana menurut kalian? Tentang lelaki itu…" Mana bertanya.

Kaede terdiam sejenak. "…Aku tidak tahu tentang sejarah hidupnya, apa itu benar atau tidak, de gozaru… Tapi, dia adalah seorang ninja, dari pergerakannya. Bahkan mungkin diatas levelku. Dan lagi, dia adalah seorang petarung, atau setidaknya cukup veteran… Saat kita duduk berbincang dan makan malam tadi, dia duduk di sudut ruangan, atau dekat dengan jendela, De gozaru."

Setsuna terlihat bingung. Mana tersentak, lalu mengangguk-angguk. "Err… Apa maksudnya, itu?" Tanya setsuna.

Kaede menjelaskan. "Itu adalah ciri khas para ninja level atas, terutama jika sering ditugaskan dalam penyusupan atau pembunuhan… Mereka akan mencari tempat dimana mereka dapat mencari jalan keluar instan. Dan dia juga mencari tempat dimana tak ada seorangpun yang dapat mengendap-endap di belakangnya." Setsuna menngangguk, akhirnya mengerti.

"Lalu, tindakannya saat kau menodongkan pistol padanya. Dia menyiapkan bom asap saat itu… Aku tahu karena aku berada di dekatnya. Jika kita melawannya, kekalahan kita sudah dipastikan sejak awal, de gozaru." Lanjut Chuunin itu.

Mana kini memandang kamar yang tertutup itu. "Siapa dia sebenarnya…?"

Naruto baru saja menyelesaikan latihan paginya, saat dia melihat Negi sedang berlatih kung fu dengan Gu Fei. Dia segera mendekati mereka. "Hei, kalian… Negi, latihan taijutsu?" Tanya Naruto, hinggap di sebelah Negi.

Negi mengangguk. "Ya! Aku berlatih dengan Gu-shisou!" Dia berkata dengan riang. Dia lalu menunjukkan kuda-kudanya. Naruto mengangguk-angguk.

Gu Fei memperhatikan Naruto. "Kau terlihat seperti petarung, aru… Lawan aku, aru!" Dia berseru sambil memasang kuda-kuda.

Naruto tertawa kecil. "Mungkin nanti, Fei-chan… Aku akan kembali ke kamarku dulu. Bye!" Dia akan pergi saat Negi memanggilnya. "Ada apa, Negi?" Tanya pemuda itu.

Negi terlihat ragu sesaat. "Anu… Master… Guru sihirku, ingin aku mengundangmu dalam latihanku nanti sore… Kau mau datang?" Tanya Negi. Naruto terdiam sebentar, lalu mengangguk. Dia pun bergegas pergi.

Gimana? Review please!

Baka Tantei Seishiro Amane sign out.