.

Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto

Pairing : SasuNaru, ShikaNaru.

Genre : Romance, Hurt/Comfort

Rate : T.

Warning : Semi-canon, OOC, typo(s), Gender Bender, FemNaru, NO YAOI.

DONT LIKE DONT READ!

One Heart © Yanz Namiyukimi-chan

Chapter 13.

.


.

Pernikahan ada, adalah untuk mengikat dua orang insan. Mengucapkan sebuah janji setia, bahwa kau bersedia untuk mencintai pasangan hidupmu sampai akhir hayat. Bahwa kau akan selalu menemaninya entah itu sehat maupun sakit. Tak peduli dengan keadaan entah itu miskin ataupun kaya.

Ketika kau memustuskan menikah, itu artinya kau bersedia hidup dengan orang sama sepanjang hidupmu. Hidup satu atap. Tidur dalam ranjang yang sama. Kau akan bertemu dengannya setiap hari, tak terhitung dengan jumlah waktunya. Bahkan kau tidak bisa lagi menyimpan masalahmu sendiri. Karena ketika kau memutuskan untuk hidup bersama, maka semua masalah yang ada bukan lagi tanggung jawab seorang diri tapi bersama.

Kau mungkin akan berpikir begitu menjenuhkan menghabiskan hidupmu dengan orang yang sama. Namun ketika kau berhubungan dengan orang yang kau cintai, kau tidak akan merasa keberatan. Kau bahkan rela menyerahkan dirimu untuk orang terkasih.

Membangun sebuah keluarga sebagai tujuan akhir hidupmu.

Itu semua karena cinta. Cinta akan mengantarkanmu pada kebahagiaan abadi. Mungkin sebagian orang berpikir bahwa cinta tak selalu manis. Naruto tahu itu. Bahkan ia telah merasakan bagaimana pahitnya cinta. Namun Naruto tak pernah menyesalinya. Ia tidak akan pernah menyesal mencintai sosok Shikamaru Nara yang kini telah tiada. Pemuda itu akan selalu ada di hatinya, tak peduli pahitnya itu.

Di satu sisi, Naruto merasa bahagia telah bertemu dengannya. Merasakan cinta yang ia berikan. Ia tidak akan membuang itu semua. Pahit dan manisnya cinta membuat Naruto lebih kuat.

Naruto menatap bolak-balik antara Sasuke dan Sakura yang duduk berdampingan di hadapannya. Naruto bisa melihat bahwa hubungan mereka belum berubah banyak sejak kepergiannya dari Konoha.

Canggung dan kaku.

Meski rasa canggung itu dari satu sisi. Sasuke begitu pendiam seperti biasa. Sakura tampak begitu gugup duduk di dekat Sasuke. Melihat itu, mau tidak mau membuat Naruto menghela napas jengkel. "Lambannya…"

"Kau mengatakan sesuatu, Naruto?" Naruto menatapSakura kaget, menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

Naruto tak mengharapkan bahwa hubungan kedua temannya ini masih belum ada kemajuan. Mendengar pernyataan sang raven yang belum menikah bahkan belum punya pacar sampai sekarang, membuat Naruto tidak merasa heran.

Sasuke memang brengsek!

Ia mungkin telah mengusir setiap wanita yang ingin dekat dengannya. Namun ketika melihat sosok Sakura, membuat Naruto mengingat sesuatu.

Sakura mencintai Sasuke.

Wanita itu telah lama menyimpan perasaannya. Sakura juga adalah satu-satunya wanita yang bisa Sasuke toleransi kehadirannya. Naruto jadi berpikir apa yang menghambat hubungan mereka sampai sekarang.

"Naruto! Kenapa kau tidak memberitahuku bahwa kau sudah kembali, hah?" ucap Sakura memulai percakapan dengan wajah kesal.

"Ah! Gomen! Gomen!" jawab Naruto dengan wajah main-main. "Bukan aku tidak ingin memberitahumu, Sakura-chan. Aku hanya tidak berniat tinggal lama di sini."

Sasuke hampir tersedak dan Sakura nyaris berteriak.

"Apa maksudmu, Naruto?"

"Bukan sudah jelas?" ungkap Naruto yang telah mendapat reaksi langsung.

"Apa yang sudah jelas?" tuntut Sakura."Kau kembali untuk pulang 'kan?"

Suasana di sekitar mereka menjadi berat.

"Ya, inginnya begitu." Naruto menekuri meja di depannya. Untuk sesaat raut wajahnya berubah sendu. "Namun sudah kuduga, aku tidak bisa. Aku tidak bisa melupakannya jika tetap di sini!" Naruto melempar senyum pada kedua sahabatnya itu.

Keduanya menatap lekat wanita yang duduk di hadapan mereka dengan perasaan berkecamuk, namun menyiratkan sesuatu yang berbeda. Tidak peduli saat ini wanita berambut pirang itu sedang melempar senyum lebar, mereka tahu bahwa senyum itu hanyalah palsu. Senyum itu tidak cukup untuk menutupi kepedihan yang masih membekas. Bahkan mungkin saja kepedihan yang ada di hati wanita ini masih sama seperti ketika ia memutuskan meninggalkan Konoha.

Kehilangan sosok yang telah ia cintai jelas membuat wanita itu kehilangan pijakannya.

Sasuke menurunkan pandangannya. Tidak tahan menatap sosok perempuan di hadapannya. Bibirnya terkatup rapat, tangannya bergetar menahan emosinya.

Apa ia sedang bermimpi?

Apa sosok perempuan yang ada di hadapannya ini hanya ilusi?

Ah… tidak perlu bertanya-tanya hal bodoh seperti itu. Sudah jelas sosok di hadapannya tidaklah nyata. Kehadirannya tidak akan bertahan lama. Ia ingin pergi. Ia tidak bisa tinggal. Ia akan kembali pergi meninggalkannya.

Sakura menatap prihatin sahabatnya itu. Ia mengerti perasaan Naruto. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk wanita itu. Bahkan sekedar untuk memberikan semangat. Sakura merasa tidak berguna. Selalu saja begitu. Padahal selama ini Naruto selalu ada untuknya. Naruto selalu mendukungnya dengan tekadnya yang pantang menyerah. Jujur Sakura merasa malu dengan dirinya sendiri. Ia tidak mampu untuk menghibur perasaan Naruto.

Jika ada sesuatu yang bisa ia lakukan untuk membuat perasaan Naruto menjadi lebih baik, ia akan melakukannya. Ia akan melakukan apapun untuk sahabatnya. Demi Naruto yang selalu ada untuknya!

"Hmmpp! A—apa-apaan dengan wajah kalian itu? Hmmp! Haha-Hahaha!"

Keduanya mengernyit bingung.

"Hmp! Hahaha… Aku hanya bercanda! Haha… Aduh! Ekspresi kalian itu lucu sekali!" Naruto tidak bisa menahan tawanya. Rasanya perutnya dikocok. Melihat ekspresi wajah kedua temannya itu benar-benar lucu! Ah…Ya, ampun ia tidak mengira akan berhasil menipu mereka.

"Jadi… kau hanya main-main dengan ucapanmu itu, Na—ru—to!"

Tawanya perlahan berhenti. Tiba-tiba suasana di sekeliling mereka menjadi mencekam. Naruto menatap Sakura yang sudah menjulang di hadapannya dengan wajah garang. Seketika itu Naruto merasa nyawanya telah berada di ujung tanduk.

"Hehehe… Sakura-chan, tidak usah marah. Aku kan hanya ber—"

"MATI SAJA KAU!"

BRAK!

.


.

"Ya, ampun! Bisa-bisa dia bercanda seperti itu. Bikin orang kesal saja!" gerutu Sakura keluar dari kedai yang mereka kunjungi. Wajahnya masih tampak kesal. Sosok Sasuke muncul di belakangnya dengan wajah tenang namun wajah tenang itu benar-benar nampak puas.

"Itaii!" Naruto menyusul di belakangnya. Kepalanya mempunyai benjolan besar dan rambutnya berantakan.

Ahh… Sakura memang beringas seperti biasa. Ia tidak pernah ampun jika ingin menghajarnya. Naruto meratapi nasibnya. Namun itu tidak berlangsung lama, karena sosok kedua temannya telah menarik perhatiannya.

Naruto memperhatikan interaksi kedua sahabatnya itu yang berada tidak jauh darinya. Mereka berjalan berdampingan. Sakura terus mengoceh bagaimana tak berubahnya sifatnya dengan ekspresi kesal. Di sampingnya Sasuke berjalan dengan tenang. Namun Naruto tahu bahwa Sasuke mendengar baik ocehan Sakura. Naruto terus memperhatikan mereka. Mereka tampak cocok saat bersama-sama. Terlebih lagi Naruto tahu mereka peduli satu sama lain.

DEG!

Pandangan mereka bertemu. Mata sapphire itu terkejut melihat kehangatan dalam bola mata onix itu.

Sejak pertama kali mereka bertemu, Sasuke selalu mempunyai pandangan menusuk. Tak ayal beberapa orang menganggapnya arogan. Tapi entah kenapa, itu malah menarik perhatian para gadis. Ya, tidak mengherankan mengingat tampang sosok pemuda itu yang tampan dan rupawan.

Seharusnya tidak begitu susah untuk mencari pasangan hidup jika begitu mudah untuk menarik perhatian orang lain. Namun nampaknya itu tidak berlaku bagi Sasuke. Ia tidak pernah terlihat tertarik pada seseorang. Bahkan membicarakan seseorang saja tidak. Ini seperti sesuatu yang harus dihindari. Jujur saja Sasuke adalah sosok yang membosankan, itu menurut Naruto. Minim ekspresi dan juga irit bicara.

Namun kali ini Naruto telah melihat sesuatu yang berbeda. Sasuke telah menunjukan sesuatu yang berbeda. Walau pada dasarnya sifat Sasuke masih sama seperti dulu, tetapi setidaknya ia mulai membuka diri. Bahkan Naruto kagum ketika melihatnya.

Sasuke kini bukanlah sosok kaku. Jujur saja itu membuat Naruto tidak bisa menahan senyumnya.

Untuk merasa nyaman, tentu kita perlu orang yang bisa benar-benar menerimamu apa adanya. Hingga tidak perlu untuk menutup diri. Dan Naruto begitu yakin siapa yang mampu merubah sosok kaku sang Uchiha Sasuke ini. Hanya dia yang begitu gigih untuk berada di sisinya. Hanya dia yang selalu mencintainya. Hanya dia, wanita yang rela melakukan apapun demi kesejahteraan Uchiha Sasuke.

Dia adalah Haruno Sakura.

Ahhh… kenapa mereka lamban sekali untuk memulai hubungan itu. Ini benar-benar menjengkelkan, membuat Naruto gemas sendiri memperhatikannya.

"Ahh…"

"Nani?" tegur Sakura merengut kesal. "Jangan coba-coba lagi membuat lelucon ya! Aku tidak akan segan-segan memukulmu!"

"Heeeh? Kau kejam sekali Sakura-chan…" rajuk Naruto. "Ahh~ Aku baru ingat sesuatu bahwa sekarang aku tidak bisa ikut dengan kalian berdua," seru Naruto dengan nada bicara agak mendramatisir.

Ya, jika begitu Uzumaki Naruto akan membantu mereka!

"Kau mau kemana?" kini Sasuke yang berbicara. Sedikit curiga dengan tingkah Naruto. Ya, siapa pun yang melihat tingkah Naruto saat ini pasti tahu bahwa wanita pirang itu sedang merencanakan sesuatu.

"Ah! Ya, aku baru ingat bahwa aku sebenarnya sudah punya janji dengan Shikaru," dengan secepat kilat Naruto sudah berada di hadapan Sasuke dan menepuk kedua bahu Sasuke. "Kalian pergilah berdua. Jadikanlah ini kesempatan bagus buat kalian!"

"Heh?"

"Ja matta ne~"

Begitulah cara Naruto pergi meninggalkan kedua insan ini dalam keadaan bingung.

.


.

Menurut Shikaru menjadi shinobi itu memang keren. Shikaru pikir shinobi itu adalah pahlawan dalam membasmi kejahatan. Mereka bertarung melawan pejahat dan membela kebenaran. Dan melihat bagaimana Ibunya bertarung membuat Shikaru semakin mengaguminya.

Menahan serangan.

Menyerang dan mengelak dari serangan lawan.

Bagaimana adu pukul tak hentinya terjadi.

Ah… Shikaru ingin jadi shinobi hebat jika sudah besar nanti!

"Aku ingin belajar taijutsu!" teriak bocah berumur delapan tahun itu dengan antusias. Shikaru begitu tertarik melihat latihan Ibunya bersama ketiga temannya. Selama ini Shikaru sudar belajar bagaimana melempar kunai dan shuriken. Dan sekarang ia sudah mahir melakukannya. Shikaru ingin belajar sesuatu yang lain.

Naruto menyeka keringat yang mengalir deras di dahinya. Sudah lama ia tidak berlatih seperti ini. "Nah, jika Shikaru ingin belajar taijutsu, Kaasan sarankan untuk meminta bantuan pada Paman Lee. Dia adalah salah satu ninja yang ahli dalam taijutsu."

Shikaru mengalihkan pandangannya pada sosok pria berambut hitam dengan gaya seperti mangkuk. Ia mempunyai alis super tebal dan memakai pakaian berwarna hijau ketat. Saat pertama kali bertemu, Shikaru bergidik melihatnya. Ia baru pertama kali melihat ada pria yang memakai pakaian ketat seperti itu.

"Yosh! Shikaru itu bagus mempunyai semangat masa muda seperti itu! Aku bisa mengajarkan segala sesuatu teknik taijutsu! Aku akan melatihmu dengan keras! Yosshh! Aku tidak akan kalah dalam semangat muda ini!"

"Ah!" Shikaru tidak tahu harus berbicara apa atau bereaksi bagaimana menanggapi semangat berapi-api dari pria bernama Lee ini. Jujur saja ia merasa semangat tapi tidak sampai seperti itu juga. Dan Shikaru berharap hal ini tidak akan menjadi sesuatu yang merepotkan.

"Tapi jangan terlalu keras. Bagaimanapun Shikaru hanya anak berusia delapan tahun," imbuh Neji. Ia sudah tahu bagaimana tabiat seorang Rock Lee. Ia tidak akan bertindak setengah-setengah meski itu hanya sebuah latihan.

"Paman Neji jangan meremehkan aku!" seru Shikaru sambil mengulurkan tangannya tanda minta digendong. "Aku ini 'kan anak hasil dari seorang ayah yang jenius dan ibu yang memiliki stamina yang banyak." celotehnya dalam gendongan Neji.

"Ahh… Ayahmu pasti kerepotan saat membuatmu ya, Shikaru. Ibumu mempunyai stamina yang banyak daripada orang normal,"seru Tenten membuat Naruto salah tingkah.

"Tapi 'kan Shikamaru jenius. Dia pasti bisa menangani Naruto," sambung Lee.

"Na—nani? Kenapa kalian membicarakan hal seperti itu di depan Shikaru! Dia 'kan masih kecil," seru Naruto sambil menahan malu.

Shikaru memiringkan kepalanya. Ia tidak begitu mengerti arah pembicaraan ini. Tapi sepertinya ia sedikit tahu apa maksudnya. "Umm! Tousan memang pernah bilang dia suka kerepotan saat menghadapi Kaasan. Tapi Tousan masih bisa menanganinya." ucap Shikaru dengan polosnya.

"Hmmmp! Hahaha! Naruto kau pasti telah membuat Shikamaru repot!"

Naruto tidak tahan lagi. Ia benar-benar malu. Bagaimana anaknya itu bisa mengatakan hal itu! Namun ia tidak bisa menyalahkan putra kecilnya ini. Ia bahkan terlalu polos untuk mengerti arah pembicaraan mereka.

"Urusai!"

.


.

Shikaru merasa senang tinggal di Konoha. Semua begitu baik padanya. Setiap hari selalu ada hal yang menyenangkan yang bisa ia lakukan. Dalam waktu singkat, Shikaru mengenal teman-teman Ibunya. Um… namun ada dua orang yang menurutnya terlampau dekat dengan Ibunya.

Hyuuga Neji. Dia merupakan teman dekat Ibunya maupun Ayahnya. Pemuda ini masih membujang dan tampaknya sangat peduli dengan Ibunya.

Satu lagi adalah Uchiha Sasuke. Pemuda ini tampaknya sangat popular dikalangan para gadis, yang anehnya masih membujang juga. Kebiasaannya membuat Ibunya kesal. Namun untuk beberapa alasan Ibunya nampaknya tidak merasa keberatan dengan kehadiran sang Uchiha yang sering menginap di rumahnya. Katanya waktu genin mereka satu tim. Jadi tidak heran jika orang-orang melihat Ibunya bertengkar dengan pemuda ini. Karena dari dulu juga memang sudah seperti itu.

Shikaru tidak begitu mengerti dengan hubungan yang terjalin di antara Uchiha Sasuke dengan Ibunya. Biasanya jika seseorang yang bertemu dengan orang menyebalkan mereka akan langsung tidak suka dan memilih untuk menghindar. Namun mengingat sifat Ibunya yang suka cari masalah, membuat Shikaru tidak heran jika akhirnya mereka suka bertengkar. Namun anehnya, Uchiha Sasuke ini malah suka dekat-dekat dengan Ibunya. Seharusnya tipe orang seperti Ibunya adalah orang yang seharusnya dihindarinya jika dilihat sang Uchiha sendiri adalah bukan tipe orang yang suka cari masalah.

Hal ini memang aneh. Namun di sisi lain Shikaru merasa bahwa ada sesuatu yang lain yang membuat mereka tidak bisa menjauh.

Apa mungkin mereka menyukai Ibunya?

Ah… jika memang seperti itu, berarti mereka begitu bodoh. Bisa-bisa mereka menyukai Ibunya yang tidak peka itu. Selain itu, tampaknya Ibunya masih sangat mencintai Ayahnya. Shikaru tidak keberatan. Ia pikir ketika kita mencintai seseorang memang seperti itu.

Jika kau benar-benar cintai seseorang, perasaan itu tidak akan lekang oleh waktu. Tapi kadang Shikaru merasa bahwa Ibunya kesepian. Memikirkan itu membuat Shikaru sedih. Shikaru ingin Ibunya bahagia. Shikaru tidak keberatan mempunyai sosok ayah baru, jika memang ia telah menemukan orang yang tepat. Ah… tapi sepertinya sulit melihat Ibunya yang tidak terlihat tertarik dengan lelaki manapun.

.


.

"Kaasan… aku pulang!"

"Eh? Kau akan pulang sekarang juga? Kenapa cepat sekali?"

Shikaru mengernyit mendengar rengekan Ibunya. Jarang sekali Shikaru mendengar nada manja dari Ibunya itu, membuat Shikaru penasaran.

Siapakah tamu ini yang sedang berkunjung di rumahnya?

"Aku tidak bisa meninggalkan desa terlalu lama." Suara berat menyapa gendang telinga Shikaru, menandakan bahwa tamunya adalah sosok pria dewasa.

"Tapi aku kira kau bisa tinggal satu malam di sini. Aku merindukanmu! Sudah lama kita tidak menghabiskan waktu bersama. Apa kau tidak rindu padaku, Gaara?"

Pemuda berambut merah itu menghela napas. "Maafkan aku, Naruto. Aku datang hanya untuk melihat keadaan kalian berdua."

Naruto menyadarkan kepalanya pada dada pria di hadapannya. "Ah… kau selalu saja seperti itu!" dengan gemas menggesekan kepalanya. Ah, bahkan pemuda itu tidak sama sekali tidak bereaksi sama sekali. Seperti patung saja.

"Shikaru kau sudah pulang? Apa yang kau lakukan hanya berdiri di sana?" Shikaru menggelengkan kepalanya mencoba mengusir pikirannya yang telah melihat tindakan manja Ibunya di depan pria berambut merah itu.

"Iya, aku sudah pulang Kaasan. Sepertinya… kita punya tamu."

"Shikaru ini adalah teman Kaasan, Sabaku no Gaara. Ia datang untuk mengunjungi kita."

"Shikaru desu. Senang bertemu denganmu," Shikaru membungkukkan badannya bersikap sopan saat memperkenalkan dirinya.

"Kau telah tumbuh dengan cepat," bocah berumur lima tahun itu menatap polos pria yang telah ia kenal sebagai teman Ibunya. Menatap senyum tipis yang terpatri di wajah Gaara dari dekat. Walau bibir itu tersungging datar, namun Shikaru bisa merasakan aura hangat yang menguar dari sosok yang sedang berjongkok di hadapannya ini.

"Jadilah anak yang baik dan jangan menyusahkan Ibumu," seru Gaara mengelus kepala Shikaru. "Kau menyayangi Ibumu 'kan?"

Shikaru mengangguk tanpa pikir. Tentu saja ia menyayangi Ibunya. Sangat malah.

Naruto tersenyum lembut menyaksikan interaksi Gaara dengan putranya Shikaru. Hal itu mengingatkannya pada kejadian beberapa tahun silam. Dimana Gaara datang mengunjungi dirinya untuk melihat keadaan dirinya yang telah ditinggal oleh Shikamaru.

"Aku harus pergi sekarang."

Naruto menatap pria berambut merah itu dan mengangguk akhirnya memilih menyetujui keputusannya. Mau bagaimana lagi, Gaara memang tidak bisa meninggalkan desanya lama-lama.

"Aku pergi."

"Hati-hati."

Shikaru menatap kepergian sang pria berambut merah. Tangannya kanannya bergerak menyetuh kepalanya. Masih dirasakannya dengan jelas telapak tangan besar itu terasa hangat saat mengelus kepalanya. Shikaru tidak pernah mengenal pria itu sebelumnya. Namun perasaannya telah berkata sesuatu hal yang lain. Walaupun ini adalah pertama kalinya ia bertemu dengan sosok itu, Shikaru merasa Gaara bukanlah sosok asing baginya.

Perasaan ini sulit dijelaskan.

Perasaan hangat ini tiba-tiba saja menghampirinya. Shikaru tidak begitu mengerti, kenapa ia merasakan hal seperti itu. Perasaan yang selalu ia rasakan saat bersama Ayahnya di dalam mimpi-mimpinya.

Hati Shikaru bergetar.

Shikaru rindu dengan perasaan itu. Entah kenapa sejak kedatangannya bersama Ibunya di Konoha, Ayahnya tak lagi muncul ke dalam mimipinya seperti biasa.

"Ibu! Aku pergi dulu sebentar!"

"Na—nani? Kau mau kemana, Shikaru?"

"Ada sesuatu yang aku lupakan!"

Naruto mengernyit melihat Shikaru yang pergi dengan tergesah-gesah. Bahkan tanpa menunggu persetujuannya. Naruto hanya bisa menghela napas melihat kepergian sang malaikat kecilnya. Jujur saja sikap aneh Shikaru membuat Naruto sedikit khawatir.

.


.

Langkah kaki kecilnya itu berusaha bergerak dengan cepat. Shikaru berlari sekuat tenaga. Shikaru terus berharap bahwa ia tidak terlambat untuk menahan kepergiannya. Ia harus bertemu dengannya. Ia tidak ingin kehilangan kesempatan ini.

"GAARAA—SAAANN!"

Shikaru tidak segan berteriak dengan keras saat sosok itu hendak meninggalkan gerbang Konoha.

Gaara menahan kepergiannya saat melihat sosok anak kecil yang ia kenal dari kejauhan. Nampakya bukan hanya Gaara saja yang telah menyadari sosok Shikaru.

"Gaara… kau kenal bocah itu?" tanya Temari.

Gaara mengangguk, "Dia anak Naruto." Temari mengangguk paham dan kembali menaruh perhatiannya pada bocah laki-laki yang kini tengah asyik menarik napas.

"Gaara-saann…" panggil Shikaru di tengah napasnya yang terengah-engah.

"Ada apa Shikaru? Apa aku meninggalkan sesuatu?"

Shikaru menggeleng. "Boleh Shikaru minta sesuatu?" Gaara mengernyit mendapat permintaan tiba-tiba seperti itu.

"Nani?"

"Bo—boleh… bolehkah Shikaru minta Gaara-san jadi Ayah Shikaru!"

"…"

"…"

"…"

"…"

Ahhh… Jujur saja permintaan itu sungguh mengejutkan.

.

TBC


Ahhh… Wow! Udah berapa lamaYan ninggalin fic ini? O_O

Terakhir update fic ini April 2012 dan sekarang Agustus 2015. Lama banget ya? hehehe ^_^

Yan hanya bisa mengucapin terima kasih yang udah review, jujur saja kaget fic lama ini masih bisa dapet review. Maaf banget ya, yang udah nunggu kelanjutan fic ini. Yan baru aja selesai hebernasi. Chapter ini juga yang persembahkan buat Airin Yanti yang nunggu lanjutan fic ini ^.^

Maaf banget belum bisa bales review kalian semua T_T tapi yan seneng banget kalian udah baca fic ini. ARIGATOUUUUUU!

Review please…