Disclaimer: Naruto murni kepunyaan Masashi Kishimoto, saya hanya meminjam karakternya tanpa maksud untuk meraup keuntungan materiil. Ini hanya sebuah fiksi seorang penggemar.
Warning: AU, OoC, Garing, mature content. Kamu sudah diperingatkan :)
"Aku tidak mau, Naruto!"
"Ayolah Sakura, aku hanya ingin kau menyentuhnya saja! Tidak lebih."
"Sudah kubilangkan, Naruto, itu menjijikkan!"
Disgusting
Oleh: Winter Bells
BRUAAGG!
"Aduh!"
"Sekarang, kau keluar Naruto! Kau menjengkelkan!"
Pria bersurai emas itu terselungkup—karena jatuh dari kasurnya. Namun, itu ada penyebabnya, bukan? Ya, dia ditendang oleh sang emerald.
"Aduh, Sakura! Haruskah kau membuatku jatuh dari kasur lagi?" Naruto mengelus-elus kepalanya yang sakit. Mendengus untuk ke sekian kalinya. Menatap gadis itu yang terduduk sebal di atas kasur.
"Itu karena kau menjengkelkan, Naruto!" Sakura melipat kedua tangannya. Memajukan sedikit bibir bagian bawahnya—menunjukkan bahwa ia sedang kesal.
Naruto menaiki kasur. "Sakura, aku cuma ingin kau menyentuhnya saja kok! Tidak lebih!" Naruto berusaha merayu sang lawan jenis. Sakura menatap sinis mata berlian biru itu.
"Hah? Kau menyuruhku untuk menyentuhnya? Menyentuh benda yang menjijikkan itu? Tidak akan Naruto!"
"APA?" Naruto membulatkan kedua matanya. "Kau menyebut 'benda kehormatan'ku ini 'menjijikkan'?" Naruto memberikan penekanan suara pada kata tersebut. "Ini adalah senjata terhebat milik pria! Kau tau!"
Sakura langsung menoleh ke wajah Naruto. "Apa? Kau sebut ini hebat?" Sakura menunjuk-nunjuk ke arah bagian tengah—antara dua selangkangan Naruto. "Itu adalah benda yang menjijikkan, tengil, jelek, bau! Cuih, jangan berharap aku akan menyentuhnya Naruto!" Sakura menjulurkan lidahnya keluar dari mulut.
"Kau tak boleh berkata seperti itu, Sakura! Aku suamimu, kau harus melayaniku!" Emosi Naruto mulai membara.
"Aku tau! Kalau disuruh untuk mencium atau memelukmu, aku mau. Tapi, kalau disuruh bercinta dengan benda itu, aku tidak mau!"
.
.
"Pokoknya kau harus mau!"
.
.
"Tidak Naruto, Tidak!"
.
.
"Ayolah!"
.
.
"Kau keterlaluan Naruto! Sekarang keluar dari kamar ini!"
DUARR!
.
"Sial!" Naruto mendecih seraya menendang tembok terdekatnya. "Aduh! Sakit!" Naruto merintih kesakitan sembari mengelus kakinya—karena menendang tembok seenaknya. Dasar, baka.
Ya, untuk kesekian kalinya—entah berapa kali, Naruto berakhir tidur di luar. Kejam, mungkin. Dia harus menerima resiko ini.
.
-Naruto POV-
Oke, kita mulai dari mana ya? Oh, iya iya. Namaku Namikaze Naruto. Hanya pria biasa, tapi mempunyai istri yang luar biasa. Huh.
Wanita itu, namanya Haruno Sakura—eh ralat, sekarang namanya Namikaze Sakura. Kau bertanya apa yang kami perdebatkan sejak dari tadi? Mungkin kau sudah mengetahuinya.
Ya, ini masalah benda-yang-dibilangnya-menjijikkan. Padahal tidak.
Kau tau benda apa itu? Ah, mungkin kalian sudah tau. Hanya pria yang mempunyainya. Sudah jelas?
Nah, padahal dia sudah menjadi istriku, namun ia tak mau bercinta denganku. Aneh? Pasti.
Ini karena pengaruh orangtuanya. Tou-sannya—Hatake Kakashi, dan Kaa-sannya—Rin. Orangtuanya sudah menceritakan ini sebelumnya. Sakura, sejak kecil ia dinasehati oleh orangtuanya untuk menjaga jarak dengan yang namanya 'anak laki-laki'. Bahkan, mereka menakutinya dengan hal yang tidak-tidak supaya sang anak benar-benar menjaga jarak dengan seorang pria.
Waktu Sakura masih SD, ayahnya pernah bilang kalau Sakura dekat-dekat dengan laki-laki, maka ia bisa hamil. Berlebihan bukan? Alhasil, itu berhasil. Namun, hasilnya terlalu berlebihan. Sakura masih saja terbawa hingga sekarang. Ia takut dengan pria. Terutama, bagian terlarang itu. Maka dari itu, jika kalian nanti punya anak, hati-hati dalam menasehati mereka. Jangan sampai berlebihan. Nanti bisa kebawa hingga dewasa.
Menjengkelkan. Ingin sekali kujotos orangtuanya—karena membuat Sakura begini. Oke, itu tak akan mungkin. Aku terlalu takut melawan tou-sannya. Ya, aku hanya bercanda. Jangan adukan ini kepada tou-sannya. Aku serius!
Baik, sekarang, mengapa Sakura bisa menikah denganku? Padahal ia takut dengan yang namanya 'pria'. Huh, yang namanya cinta tak ada kata takut bukan? Nah, sekarang kalian mengerti mengapa kami bisa menikah. Karena ada rasa cinta diantara kami.
Hingga akhirnya semua itu terungkap. Sesuatu yang baru kuketahui. Sakura, takut dengan 'alat kejantanan' pria. Sudah tau penyebabnya bukan? Aku malas membahasnya.
Oke, Sakura memang masih mau berciuman denganku, memelukku, atau apapun itu yang tidak kelewatan baginya. Yah, itu pun memakai berbagai cara agar ia mau.
Namun, tetap saja aku ingin merasakan apa itu 'Making Love' bukan? Kata tou-sanku saja itu enak. Bahkan ia mau melakukannya berkali-kali.
Sial!
Kufikir, setelah menikah dengan gadis yang paling kucintai—Sakura, aku bisa sepuasnya bercinta dengannya. Tapi, hah, ternyata tidak.
Sudah berbagai cara kulakukan agar ia tak takut lagi dengan 'alat kejantanan'ku. Tapi tetap saja, hasilnya nol. Huh, aku mulai pasrah. Terpaksa, malam ini aku melakukan onani lagi. Eits, itu wajar kan?
Pokoknya, aku akan mencari cara jitu agar Sakura mau bercinta denganku. YEAH!
.
.
To Be Continued
Nah, jadi juga arui publish nih fic. Maaf bila pendek. Ini memang baru prolog. Gomen. ;w;
Rencananya, fic ini hanya three-shot. :)
Mungkin di chapter ini lime atau lemonnya belum muncul ya? Itu semua akan hadir di chapter selanjutnya. :D
Terima kasih sudah mau meluangkan waktu untuk membaca. XD
Arui ingin tau pendapat minna tentang fic ini. Jadi, dimohon kesediaannya untuk mereview :3
Salam,
arui