Disclaimer : Masashi Kishimoto
Genre : Romance, Friendship
Rated : T
†
ʢ††ʡ
†
Naruto hanya diam. Memang benar, dia hanya ingin menjadikan Sasuke sebagai pelampiasannya saja. Namun sekarang semuanya berbeda, Naruto mulai menyimpan rasa untuk Sasuke. Dan perasaannya dengan Sakura perlahan-lahan mulai hilang. Tapi, saat Sakura kembali. Perasaan Naruto pada Sasuke dan Sakura pun menjadi sedikit kacau. Naruto bingung dengan perasaannya sendiri.
Perasaan untuk Sakura.
Perasaan untuk Sasuke.
Entah siapa yang lebih mendominasi.
"Tapi jika aku boleh berbicara, melawan kodrat itu tidak baik Naruto. Manusia diciptakan berpasang-pasangan. Laki-laki, perempuan."
Perkataan Sakura kembali berputar di otak Naruto –berkali-kali.
Melawan kodrat.
Berpasangan.
Laki-laki, perempuan.
'Perasaan ini salah, tak seharusnya aku mempunyai perasaan untuknya. Tidak seharusnya.' Batin Naruto kemudian mulai mendongakkan kepala dan menatap Sasuke lekat-lekat.
"Ya, aku memang menjadikanmu pelampiasanku,"
Sasuke membulatkan matanya mendengar perkataan Naruto. Dia merasa dunianya runtuh.
Marah?
Tentu saja. Ia merasa dibihongi. Pantas saja dia merasa ganjil ketika Naruto masih menyimpan foto Sakura dan mengatakan bahwa ia masih menyimpan rasa untuk gadis itu.
Dan yang paling membuatnya marah adalah pernyataan cinta Naruto. Pernyataan cinta yang dilontarkan pemuda berambut kuning itu kemarin. Ternyata pernyataan cinta itu palsu –setidaknya itu pikiran Sasuke. Dan hal itu yang paling membuat Sasuke marah. Sangat marah.
Keadaan sekarang jauh lebih buruk dibanding saat ia harus kalah dari Itachi.
Perlahan aura hitam menyelimuti tubuh Sasuke. Dia mulai berjalan mendekat ke arah Naruto.
"Brengsek!" sebuah pukulan dilayangkan Sasuke ke wajah Naruto tanpa bisa Naruto hindari, "Aku membencimu!" teriak Sasuke kemudian mulai meninggalkan Naruto yang masih memegangi wajahnya yang terluka akibat pukulan yang dilayangkan Sasuke.
†
ʢ††ʡ
†
Benci.
Dia membenciku.
Kenapa semua jadi begini?
Aku memang tidak ingin membiarkan rasa ini berkembang lebih jauh karena ini semua salah.
Tapi aku juga tidak ingin dia membenciku.
Dan semuanya terlambat. Kenapa perkataan itu terucap begitu saja? Apa benar itu yang ada di hatiku? Jika aku hanya menjadikannya pelampiasan Sakura? Dan ketika Sakura kembali, aku akan membuang Sasuke begitu saja?
Aku memandang langit yang tiba-tiba saja mendung. Sepertinya langit sedang mengambarkan keadaan hatiku yang mendung. Kacau.
"Sasuke," aku menguman kata itu berulang-ulang. Dan aku berharap ini hanyalah mimpi. Lalu saat aku bangun nanti, semua keadaan akan baik-baik saja. Hubunganku dengan Sasuke akan berjalan lancar, seperti semula. Atau setidaknya sama seperti saat pertama kali bertemu. Karena bagiku pertemuan pertama dengan Sasuke sangat menyenangkan. Ya, walau sifatnya masih terlalu dingin saat itu, tapi setidaknya dia tidak membenciku.
Sekarang, di dalam otakku muncul sebuah pertanyaan. Kenapa Sasuke seorang lelaki? Kenapa?
Kenapa dia bukan seorang perempuan?
Bukankah semuanya akan lebih baik jika dia seorang perempuan? Setidaknya aku tidak perlu mendapat tekanan mental seperti ini. Tapi jika dipikir-pikir, kenapa aku mempermasahkan ini sekarang? Setelah Sakura datang? Setelah dia mengatakan jika perasaan yang aku rasakan pada Sasuke adalah sebuah kesalahan? Kenapa perasaan itu tidak muncul ketika aku mengetahui Satsuki adalah seorang perempuan?
Arrgghhh!
Kenapa ada begitu banyak pertanyaan di otakku sekarang? Pertanyaan yang semakin lama, semakin membuatku gila. Kenapa juga hidupku jadi rumit seperti ini?
Seseorang, tolonglah aku sekarang!
Aku mulai bangkit, dan mengelap darah yang menetes dari sudut bibirku. Jika berbicara mengenai seseorang. Aku tahu harus berbicara dengan siapa sekarang. Dia. Ya, dia. Pasti dia punya jalan keluar untuk masalahku ini. dia cukup berpengalaman untuk masalah ini.
Menarik sudut bibirku kemudian mengambil ponsel dari saku celana. Aku mulai menekan deretan nomor dan mulai menghubungi seseorang.
†
ʢ††ʡ
†
Aku membencinya.
Sangat membencinya.
Kenapa dia bisa berkata seperti itu?
Cih, jadi selama ini dia hanya menjadikanku pelampilasan saja? Pantas dia masih menyimpan foto gadis tersebut. Pantas saja dia tak menoleh ketika hendak dicium oleh gadis menyebalkan itu.
Ini jauh lebih buruk dibanding menyamar sebagai seorang perempuan. Ini sungguh keterlaluan. Bisa-bisanya dia mempermainkan perasaan seseorang.
Dan aku bersumpah akan membencinya. Terus membencinya. Sampai mati!
†
ʢ††ʡ
†
"Oke," Tsunade menatap Naruto kemudian menyangga dagunya dengan kedua tangan, "Jadi apa masalahmu?" tanya perempuan bermata coklat tersebut.
Naruto menghela nafas panjang. "Masalahku rumit," Naruto mengetukan jarinya di atas meja, "Dan aku bingung harus memulainya dari mana." Ungkap Naruto kemudian melemparkan pandangan ke luar jendela. Memang, tempat duduk yang tengah disinggahi Naruto dan Tsunade berada tepat di sebelah jendela. Jadi, Naruto bisa menikmati suasana jalanan yang cukup ramai.
Mendengus kemudian melipat tangan di depan perutnya, "Mulai dari masalah utamanya. Dan aku akan membantumu menyelesaikan semuanya," sepasang mata coklat itu menatap Naruto dengan tatapan prihatin, "Karena menurutku keadaanmu sangat kacau Naruto," dia mulai meletakan tangannya di atas meja. Dan menunggu jawaban dari Naruto.
Naruto menoleh ke arah Tsunade dan tersenyum kecil ke arah wanita berusia paruh baya tersebut, "Bagaimana jika aku mengatakan bahwa aku seorang gay?" tanya Naruto. Dia sedikit merunduk kemudian menunggu jawaban dari Tsunade. Namun setelah beberapa detik berlalu, Naruto tak kunjung mendapatkan jawaban dari Tsunade. Tentu saja hal itu membuat Naruto berpikir jika Tsunade sedikit syok dengan pengakuannya. Dan pada akhirnya Naruto mendongakan kepala. Sedikit terkejut juga melihat sebuah senyum bertengger di bibir wanita tersebut. Padahal ia mengira akan melihat tatapan marah atau kesal dari wanita tersebut.
Tsunade menghentikan senyumannya, "Kenapa kau memandangku seperti itu?" tanya Tsunade.
Naruto menggeleng kecil, "Harusnya aku yang bertanya padamu," Tsunade menaikan sebelah alisnya, tak mengerti dengan ucapan Naruto, "Kenapa kau tidak terkejut dengan pengakuanku tadi?" Naruto mengambil nafas kemudian menghembuskannya secara perlahan, "Bukankah seharusnya kau kaget atau setidaknya menatapku dengan heran setelah aku mengungkapkan hal itu?" tanya Naruto tidak mengerti, "Namun yang terjadi kau justru tersenyum. Apa kau tidak percaya dengan perkataanku, atau..." ada jeda sebentar sebelum Naruto melanjutkan perkatannya, "...atau kau tengah menghinaku?"
Sekarang giliran Tsunade yang menggelengkan kepalanya, "Aku tidak sedang menghinamu, bocah. Dan aku percaya dengan perkatanmu."
"Tapi sikapmu tadi-"
Tsunade memandang Naruto tajam, "Memangnya aku harus bersikap seperti apa Naruto?" Tsunade kembali menyilangkan tangan di depan perut, "Apa aku harus berteriak seperti orang gila? Atau justru memarahimu seperti orang kesetanan?" tanya Tsunade, "Kau mau aku melakukan hal seperti itu Naruto?"
"Aku rasa tidak," Naruto menggeleng kecil, "Aku tidak ingin menjadi tontonan."
Menarik sudut bibirnya kemudian memandang keluar jendela, "Kupikir, apa yang kau rasakan –maksudku apa yang kau alami adalah sesuatu yang wajar," Tsunade melirik Naruto sekilas, kemudian tersenyum ketika menemukan ekspresi bingung dari anak tersebut, "Memangnya kau pikir hanya kau saja yang mengalami hal itu?" Tsunade menoleh ke arah Naruto, "Buka matamu bodoh, di dunia ini juga banyak yang mengalami penyimpangan sosial sepertimu, jadi untuk apa aku harus memarahimu tentang kelainanmu itu?"
Mau tak mau Naruto sedikit menarik bibirnya mendengar penjelasan Tsunade, "Benarkah?" tanya Naruto antusias. Tsunade hanya mengangguk kemudian mulai meminum jus yang ia pesan.
"Jadi hanya itu masalahnya?"
"Ini hanya sebagian kecil," Tsunade menatap Naruto dengan pandangan tak mengerti, "Masalah yang sebenarnya jauh lebih rumit dibanding ini." Naruto tersenyum pahit kemudian membalas tatapan Tsunade.
Tsunade menghela nafas panjang kemudian menutup matanya beberapa detik dan membukanya kembali, "Coba ceritakan, dari awal sampai akhir," kata Tsunade perlahan, "Aku akan mendengarkannya sampai selesai."
"Dan aku kembali bingung harus memulainya dari mana," Naruto tersenyum, membuat Tsunade ingin menendang wajah pemuda itu. Dan Naruto yang sadar akan tatapan kesal Tsunade menelan ludah. "Oke aku mulai, tapi berhenti menatapku seperti itu," Tsunade hanya mengangguk kecil kemudian tersenyum penuh kemenangan.
Naruto menenguk minumannya sampai habis sebelum memulai penjelasannya. Ia melakukan hal ini karena tahu apa yang akan ia katakan nanti cukup menguras tenaga dan pikirannya.
"Kau masih ingat Sakura?" Tsunade mengangguk sembari mengingat-ingat pacar Naruto tersebut, "Dia kembali ke Konoha, tepat di saat seseorang mulai mengantikan posisinya di hatiku."
Mengangguk mengerti, "Dia lelaki?"
"Ya, namanya Uchiha Sasuke," Naruto menghela nafas kecil. "Dan masalahnya bermulai dari sini," Tsunade mempertajam pendengarannya. "Sebenarnya aku masih bingung dengan perasaanku terhadap Sasuke. Dia memang menarik, tapi aku juga tak bisa membohongi diriku jika aku masih berada di bawah bayang-bayang Sakura."
"Lalu masalahnya?"
Naruto tersenyum getir, "Tadi malam Sasuke dan Sakura bertemu. Ya walau hanya beberapa menit. Tapi aku bisa tahu jika Sasuke sedikit kesal dengan kedatangan Sakura ke rumahku," Tsunade mengangguk kecil, "Dan setelah Sasuke pulang, aku mengobrol sebentar dengan gadis itu."
"Lalu?" tanya Tsunade penasaran.
"Aku mengatakan jika ada orang lain yang sudah mulai mengantikan posisinya. Dan ketika aku memberitahukannya jika dia adalah seorang pria, Sakura mengatakan jika perasaan yang aku rasakan saat ini salah. Tidak seharusnya aku mempunyai perasaan ini. Ini keliru. Melawan kodrat. Seharunya aku tak mempunyai perasaan ini karena pada dasarnya manusia sudah diciptakan berpasang-pasang. Laki-laki, perempuan." Jelas Naruto panjang lebar.
Tsunade memijit dahinya, "Dan kau mempercayai hal itu?"
Naruto mengangguk kecil, "Tentu saja. Dan tadi, ketika Sasuke menanyakan apakah aku hanya menjadikannya pelampiasan atau tidak. Aku menjawab ya, dan dia membenciku. Sangat memebenciku. Setelah itu, perasaanku menjadi tidak enak."
"Kau bodoh Naruto. Bodoh!" bentak Tsunade, "Tentu saja dia marah padamu. Kau ini plin-plan. Harusnya kau memilih mana yang lebih penting bagimu. Yang mendominasi perasaanmu. Jika tidak kau akan menyakiti banyak pihak. Sasuke. Sakura. Dan dirimu sendiri." Ucap Tsunade sembari menatap tajam Naruto.
Menelan ludah sebelum membalas tatapan Tsunade, "Terkadang teori itu lebih mudah dibandingkan prakteknya," Naruto menarik sudut bibirnya, "Kau tahu? Sulit bagiku untuk menentukan siapa yang lebih penting. Mendominasi," Naruto bersandar pada badan kursi, "Mereka berdua sangat penting bagiku."
"Kau tak akan pernah tahu jika tak mencobanya,"
"Lalu beritahu aku bagaimana cara mengetahui siapa yang lebih penting,"
Tsunade mendesah kecil, "Jika mengenai hal itu kau harus mencari tahu caranya sendiri."
"Kalau begini kau tidak membantuku sama sekali." Ujar Naruto pelan. padahal ia pikir Tsunade akan bisa membantu menyelesaikan masalahnya. Tapi pada akhirnya ia tetap bingung untuk menemukan jalan keluar tentang masalah yang tengah dihadapinya ini.
Tsunade menghela nafas, "Mungkin aku harus tekankan sesuatu," ia menatap Naruto, "Jika masalahmu adalah tentang perasaan, tak ada yang bisa menyelesaikannya kecuali dirimu sendiri."
Naruto tak menjawab. Ia hanya diam. Dia akui jika perkataan Tsunade ada benarnya.
"Dari awal penyelesaiannya hanya satu, pilih siapa yang mendominasi hatimu. Dengarkan hati kecilmu. Jangan dengarkan perkataan orang." Tsunade tersenyum kecil. "Pilihlah yang benar-benar kau cintai, walaupun itu bukan Sakura maupun Sasuke."
Sedikit menaikan alisnya, "Maksudmu?"
Tertawa kecil, "Cinta pertama."
"Eh?"
"Kau pernah bilang akan menemukan cinta pertamamu kan?" Naruto mengangguk. "Dan mungkin saja seletah kau menemukan cinta pertamamu kau justru akan tertarik padanya. Kau tidak melupakannya kan?"
Naruto menggeleng kecil, "Tidak, walaupun saat ini aku belum bisa mengingat jelas wajahnya aku tidak akan pernah melupakan kejadian itu." Perlahan sebuah senyum tergambar di wajah Naruto. Namun senyum itu tak bertahan lama karena tiba-tiba saja Naruto mengingat sesuatu. "Lalu bagaimana dengan Sakura dan Sasuke."
"Mereka tak memintamu untuk memilih satu di antara mereka bukan?" Naruto menggeleng, "Jadi jika kau tidak memilih di antara mereka tak apa kan?"
Naruto mengacak-acak rambutnya, "Kau berbicara berputar-putar, aku sedikit tak mengerti."
"Begini Naruto," Tsunade menghela nafas, "Coba cari siapa yang ada di hatimu. Dan itu tak terbatas hanya Sakura dan Sasuke. Kau juga bisa memikirkan orang lain yang ada di hatimu. Mungkin saja dengan berjalannya waktu kau akan menemukannya. Kau mengerti maksudku?"
"Ya –err, mungkin," Naruto tersenyum tipis, "Tapi, terima kasih."
†
ʢ††ʡ
†
"Err, kau yang bernama Satsuki bukan?"
Sasuke menoleh. Dia sedikit menaikan sebelah alisnya ketika melihat seorang gadis berambut pendek sudah berdiri di sampinya, "Ya," jawab Sasuke singkat, "Dan kau siapa?" tanya Sasuke sembari memperhatikan gadis tersebut secara lekat-lekat.
Gadis itu tersenyum kecil, "Perkenalkan, aku Matsuri," Matsuri mulai mengulurkan tangannya dan Sasuke menjabat tangan gadis tersebut.
"Satsuki,"
Dan beberapa detik kemudian Satsuki menarik tangannya kembali, begitupula dengan Matsuri, "Sebenarnya aku ke sini karena ingin mengenalmu lebih jauh saja kok, emm...Sasuke,"
Sasuke tak kuasa untuk tidak membulatkan kedua matanya begitu mendengar kata 'Sasuke' disebut oleh Matsuri. Ia heran kenapa gadis itu memanggilnya dengan nama asli? Apa dia sudah tahu siapa Satsuki yang sebenarnya? Dan jika ia, kemungkinan anak-anak lain sudah tahu tentang jati diri Satsuki semakin besar. Lalu, jika itu sampai terjadi... hidupnya akan hancur dalam hitungan detik.
Seolah tahu apa yang sedang dipikirkan Sasuke, Matsuri menepuk pundak Sasuke, "Tenang, aku tidak akan membocorkan pada siapa-siapa kok," Matsuri kembali tersenyum.
"Be-benarkah?" ucap Sasuke meyakinkan dirinya sendiri tentang apa yang didengarnya barusan. Dan Matsuri mengangguk mantap, "Tapi darimana kau tahu jika aku kau tahu sendiri bukan?"
Matsuri terkekeh kecil, "Karena aku melihat kejadian kemarin malam, saat kau bersama... Naruto." Ucap Matsuri santai tanpa saar ia telah membuat seseorang mengelami serangan jantung mendadak gara-gara perkataannya.
†
ʢ††ʡ
†
Naruto mulai melangkahkan kakinya di trotoar jalan dengan santai. Sesekali ia bersiul dan memperhatikan jalanan yang sudah mulai ramai. Jika dilihat sekilas, Naruto tampak seperti seorang pemuda bebas yang tak punya masalah sedikitpun. Padahal pemuda berambut kuning itu mempunyai sebuah masalah rumit yang hampir membuatnya gila.
Sebelumnya memang ia tak pernah menyangka jika permasalahan cinta itu lebih rumit jika dibandingkan dengan masalah-masalah yang pernah ia hadapi. Dan terkadang Naruto berpikir jika terdesak di anara sekumpulan preman jauh lebih menyenangkan dibanding terjepit di antara dua cinta.
Ia jadi teringat perkataan kakaknya, Kyuubi yang tak pernah ingin jatuh cinta. Sekarang, ia tahu kenapa pemuda bermata itu sampai mengatakan hal demikian. Ternyata cinta mampu membuat orang hampir gila dan hampir kehilangan semangat hidupnya. Memang banyak orang yang mengatakan cinta itu menyenangkan. Sebenarnya Naruto tak menolak ansumsi orang-orang tentang cinta. Hanya saja dalam praktek-nya Naruto lebih banyak merasakan sakit dibanding senang. Jadi rasanya tak salah jika Naruto kurang setuju dengan ansumsi kebanyakan orang.
Dalam urusan percintaan Naruto memang merasa jika dirinya masuk dalam kalangan 'sial'. Bukan tanpa alasan jika Naruto sampai berpikiran seperti itu. tapi kenyataan membuatnya berpikir realistis. Ia sudah tak mau lagi bersikap naif. Menganggap cinta akan membuatnya menjadi seseorang yang lebih baik dan selalu bahagia.
Jujur Naruto memang merasa senang ketika ia mulai mencintai seseorang. Tapi takdir selalu mempermainkannya. Dimulai dari mimpi tentang cinta pertamanya yang selalu saja menghantui malamnya selama beberapa hari terakhir. Kedua, Sakura. Orang yang meninggalkannya dan kembali saat ia mulai menjalani kehidupannya yang baru. Dan terakhir Sasuke. Orang yang mampu membuatnya merasa nyaman dan terlepas dari kesedihan. Walau Naruto belum dapat memastikan perasaan apa yang selalu ia alami saat bersama Sasuke, tapi ia sangat ingin terus bersamanya.
Ia sangat merasa nyaman berada di dekat pemuda emo tersebut. Perasaan ini jauh lebih besar dibandingkan saat ia bersama Sakura.
"Apa ini rasa cinta sesungguhnya?" guman Naruto perlahan sembari mengingat-ingat kembali perasaan yang ia alami saat bersama Sasuke. Kemudian ia mulai membandingkan dengan perasaan yang ada saat bersama dengan Sakura.
Dan Naruto tersenyum, "Perasaan ini jauh lebih besar. Hampir setara dengan apa yang aku alami saat bersama dia. Andai saja aku bisa menginggat wajahnya, pasti sekarang aku sudah mencarinya dan tidak akan membuang waktuku untuk memikirkan yang lain." Guman Naruuto sembari mencoba mengingat 'dia', cinta pertamanya.
Cinta pertama yang tak mampu diingat oleh memori Naruto. Tapi, walau begitu Naruto tak akan pernah melupakan kehangatannya. Tak akan melupakan sepenggal kejadian itu. Terkadang, Naruto berpikir, kenapa ia tidak bisa mengingat wajah dan nama cinta pertamanya? Padahal ia ingat kejadian waktu pertama kali bertemu dengan cinta pertamanya.
Entahlah, Naruto juga tak mengerti dengan keadaannya sekarang. Lalu, yang dapat ia lakukan untuk mengenang kekasih masa kecilnya itu adalah memejamkan mata dan mencoba kembali ke dalam masa lalunya.
Dan saat ia melakukan hal itu, sekelebat banyangan muncul di dalam pikirannya. Membuat dia tersenyum lebar, karena akan kembali pada masa-masa yang sangat menyenangkan. Ia tak peduli lagi dengan perkataan orang-orang yang menyebutnya, sinting atau gila karena tersenyum dan menutup mata di tengah trotoar jalan ini. Ia tak peduli dengan hal itu, karena sekarang ia merasa tenang dan hangat ketika menginggat masa lalunya.
Namun kali ini ada yang berbeda. Banyangan masa lalunya yang dulu hanya bisa ia ingat samar-samar kini menjadi lebih jelas. Bahkan Naruto kini seperti mendengar sesuatu yang tak asing lagi.
"Kau mengambil ciuman pertamaku!"
"Maafkan aku ya habis kau sangat manis,"
Beberapa lipatan muncul di dahi Naruto tatkala ia mendengar lebih banyak lagi suara.
"Aku akan selalu melindungimu."
"Tidak, aku tidak mau."
"Ke-kenapa?"
"Aku terlihat lemah jika begitu,"
"Ta-"
"Aku mau kita saling melindungi."
Suara yang tengah mengintimidasi otak Naruto membuat kepala pemuda itu merasa sedikit pening.
"Sekali tidak, tetap tidak!"
"Kenapa? Apa kau takut hantu?"
"I-itu..."
"Sudahlah kita bersama, aku jamin tak ada sesuatu di sana."
Naruto menggigit bibir bawahnya, 'Suara itu sangat familiar,' batinnya sembari membuka mata birunya secara perlahan.
Dan ketika mata biru itu mulai terbuka, pemandangan yang dilihatnya bukan lagi hiruk-pikuk jalan melainkan sebuah taman yang sangat familiar dalam pikirannya.
Pemuda itu tak lagi memikirkan kenapa ia bisa berpindah tempat secara aneh ini ketika ia melihat sesosok anak kecil tengah berlari menjauhinya.
"Dasar penakut kau Naruto,"
Naruto tercekat, suara itu sangat familiar, dan tanpa pikir panjang Naruto segera mengejar anak kecil tersebut.
Lalu saat ia mengejar anak tersebut beberapa suara kembali terdengar di telinga Naruto.
"AWAS!"
Naruto tak bisa lagi megenali suara tersebut karena pada detik selanjutnya ia merasa tubuhnya terpelanting keras, membuatnya tak bisa menggerakan seluruh bagian tubuhnya.
"Perkenalkan namaku Uchiha Sasuke."
Itulah suara terakhir yang dapat Naruto dengar sebelum ia merasa matanya semakin berat. Ia merasa mengantuk, sangat mengantuk.
†
ʢ††ʡ
†
"Kemana perginya Naruto?" Itachi terus saja meruntuki Naruto yang tak terlihat batang hidungnya dari tadi. Padahal Itachi sudah mencari pemuda tersebut selama sepuluh menit. Tapi tetap saja ia tak bisa menemukan sosok tersebut.
Dan alternatif terakhir yang digunakan Itachi untuk menemukan keberadaan Naruto adalah menghubunginya!
Tanpa pikir panjang Itachi segera mengeluarkan ponsel dari saku celanya dan menekan beberapa nomor.
"Hei Naruto di mana kau? Kau harus segera menandatangi proposal tahu!" Itachi segera meluapkan kekesalahannya pada Naruto, "Aku sudah mencarimu kemana-mana baka, sebenarnya kau ada di mana?"
"Maaf apa anda teman dari Uzumaki Naruto?"
Itachi segera menaikan sebelah alisnya begitu mendengar suara wanita. Ia melihat kembali ponselnya, dan memastikan jika urutan nomor yang ia tekan adalah nomor Naruto. Dan memang benar itu nomor Naruto, tapi masalahnya sekarang kenapa bukan Naruto yang menganggkat telponnya?
"Maaf?"
"I-iya saya temannya,"
"Syukurlah, sekarang teman ada ada di RS Konoha dalam keadaan koma,"
Itachi merasa ada sesuatu yang mengantam dirinya sekarang. Apa-apa-an ini?
"Tu-tunggu anda tidak bercanda bukan?"
"Jika tuan tidak percaya, datang saja kemari untuk memastikannya."
Sambungan telpon sudah terputus, dan Itachi masih mematung di tempatnya. "Na-Naruto," guman pemuda berambut panjang tersebut sebelum melangkahkan kakinya.
†
ʢ††ʡ
†
Sai masih saja memandangi sebuah surat yang ada di genggamannya. Ia menghela nafas panjang kemudian membaca kembali kertas tersebut.
Lagi-lagi mentari berbisik padaku
Jika ia cemburu padamu
Karena kau lebih bersinar
Dibanding ia dimataku
Dan kembali lagi ia mengulang aktifitasnya, membaca tulisan tersebut. Sai sudah lupa berapa kali ia mengulang membaca tulisan itu. Tapi yang jelas ia merasa sangat senang membacanya.
Sebelumnya, ia tidak pernah diperlakukan seromantis ini oleh seseorang. Dan ketika ia mendapatkan sebuket bunga setiap pagi dengan secarik kertas yang diselipkan diantara bunga-bunga tersebut, ia merasa senang. Apalagi kertas-kertas tersebut berisi berbagai tulisan romantis.
Lalu, ketika ia mengetahui siapa pengirimnya, perasaan senang semakin menyelimuti dirinya. Walau pertama ia merasa bingung kenapa harus 'dia' pelakunya, tapi toh pada akhirnya perasaan senang mengalahkan logikannya.
"Tidak biasanya aku melihat kau berdiam diri di perpustakaan,"
Sebuah suara yang familiar membangunkan Sai dari lamunannya. Dia menoleh ke arah samping kemudian tersenyum, "Ku pikir siapa, ternyata kau Nara-kun," ucap Sai.
"Panggil saja aku Shikamaru,"
"Baiklah," Sai mulai berdiri kemudian memasukan kertas berwarna merah darah itu ke adalam saku celananya, "Oh ya, kau tahu di mana Neji?" tanya Sai antusias.
Melihat hal itu Shikamaru menaikan sebelah alisnya, "Ada urusan apa kau mencarinya?" tanya Shikamaru penasaran.
"I-itu ada sesuatu yang harus a-aku bi-bicarakan dengannya," jelas Sai sedikit gugup. Sontak hal itu membuat Shikamaru semakin heran.
Dan puncaknya ketika melihat wajah Sai yang sedikit memerah, Shikamaru merasa ada bongkahan batu besar yang menimpanya saat ini.
†
ʢ††ʡ
†
Author : Hai Lee, #senyum manis
Rock Lee : Kenapa firasatku jadi buruk ya?
Naruto : Selamat ya Lee kau akan tampil di chapter depan #senyum manis
Rock Lee : Benarkah
Sakura : Ya, dengan bonus… #melirik ke arah Neji dan Shikamaru
Neji+Shikamaru : bonus siksaan dari kami! #smirk
Rock Lee : Me-memangnya apa salahku
Sai : Salahmu ya? #senyum manis
Sasuke : Apa kau tidak sadar juga?
Rock Lee : #menggeleng
Kakashi : Lebih baik lihat saja di chapter depan. Dan aku akan hubungi Tsunade untuk segera menyiapkan kamar mayat untukmu.
Author : Sudahlah jangan terlalu berlebihan, bukan begitu Sai #senggol-senggol Sai
Sai : Bagaimana ya? Tapi kesalahannya sudah terlalu besar pada… #melirik Neji
Neji : Sudahlah #buang muka
Author : Baiklah segini dulu chap ini =) Oh ya saya juga sudah buat akun baru dengan nama 'S. J. Rixon'
Sai : Jangan lupa mampir kalau ada waktu
Naruto : Ya, karen akan ada cerita baru yang akan dipublis di sana dalam waktu dekat
Sasuke : Tapi kok sekarang giliran firasatku yang buruk ya
Author : Tenang Sasu-chan, aku tidak akan menyiksamu kok. Bukan begitu Sai #melirik ke Sai
Sai : Err… mungkin #senyum manis.
Author + Sai : #ketawa nista