Melepaskanmu tak semudah yang aku bayangkan. Tapi aku akan berusaha menjalankan hidupku meski tanpamu karena dengan cara seperti itulah aku bisa mencintaimu.

Disclaimer : Naruto isn't mine, #walau ngarepnya bisa jadi milik saya

Sakura POV

"Ayo pergi jalan-jalan bersamaku." Aku menggamit tangan Sasuke manja. Berusaha bersikap ceria sewajar mungkin, tapi ekspresi wajah Sasuke yang membeku merupakan balasan yang kuterima. Terlihat mata onyx itu penuh kesedihan.

"Aku mohon kabulkan permintaanku yang terakhir." Aku memohonnya dengan sangat. Mengeratkan genggaman tanganku di lengan pria berambut hitam kebiruan yang mengisi hariku genap tiga tahun ini.

"Sakura—" Suara Sasuke menggantung. Aku tahu ini sangat berat untuknya karena ekspresi wajah yang biasa datar itu menunjukkannya.

"Tolong berikan aku sedikit kenangan manis Sasuke-kun, karena aku tahu kau akan memutuskanku segera." Aku menggigit bibir bawahku menahan tangis.

Sasuke akan memutuskanku bukan karena dia tidak mencintaiku tapi karena dia adalah pria yang sangat baik.

Aku berulang kali menggaungkan kalimat itu diotakku, menganggapnya seolah mantra yang akan mampu menghapuskan rasa sakit yang menusukku sekarang.

Sasuke POV

Aku berjalan di pusat ibu kota yang sangat ramai, begitu banyak orang yang berlalu-lalang didepanku. Terlihat disebelah kananku sekumpulan orang yang sibuk menikmati secangkir kopi mereka dikedai . jika aku mengedarkan mataku kesebelah kiri terlihat gadis-gadis belia yang membentuk lingkaran dengan entah apa dipusatnya. Terdengar juga dibelakangku suara wanita yang sahut menyahut dengan suara pria disampingnya, yang baru kuketahui ternyata mereka sibuk dengan telepon genggam mereka tidak peduli dengan segala kehidupan metropolitan ini, karena otakku telah terpenuhi dengan rencana indah yang akan aku lewati beberapa jam lagi.

Hari ini adalah hari yang akan sangat bersejarah dihidupku. Bukan karena aku mendapatkan lotere dan mendadak kaya atau menjadi sebuah pangeran kesiangan. Hari yang membuatku menyinggungkan senyum simpulku sepanjang hari. Kebahagian seperti menguasai seluruh udara yang kuhirup,karena aku tahu hari ini aku akan memilikinya seutuhnya.

Aku menggenggam erat kotak merah hati kecil ditanganku dan membuka tutupnya perlahan untuk kembali terpukau dengan keindahan kilauan permata itu. Bukan barang yang mahal kuakui, tapi lingkaran logam platina ini merupakan hasil jerih payahku selama tiga tahun belakangan. Sebuah benda suci yang akan menjadi symbol kesetianku bersama gadis merah jambu itu.

"Sakura.." hatiku bergelora hanya dengan membisikkan namanya, betapa keceriaan gadis bermata emerald itu telah mengisi hatiku penuh. Karena terlalu fokus dengan cincin dijariku aku tidak menyiapkan diri ketika seorang pria berlari menabrakku dan membuat tubuhku terjatuh kebelakang. Bokongku yang membentur lantai keras menimbulkan bunyi yang keras tapi tidak cukup keras untuk menghentikan pria aneh yang menabrakku karena dia tetap melanjutkan memacu kaki-kaki panjangnya menjauhiku.

Aku bangun dengan sedikit meringis dan membersihkan celana pendek putihku yang kotor karena terjatuh tadi.

"Huh—" aku berusaha menekan gejolak emosiku yang telah sampai ubun-ubun karena teringat kebahagian apa yang sedang menantiku.

Hari ini secara resmi aku akan melamar Sakura menjadikannya sepenuhnya milikku. Aku mengangkat tanganku untuk melihat kembali cincin yang kupegang sedari tadi dan seketika nafasku berhenti karena aku tidak menemukan kilauan indah yang kucari.

Aku berjongkok dan mulai mengedarkan mataku kesekitar tempatku jatuh tadi, mengamati tiap incinya tanpa terlewat tempat-tempat yang memungkinkan cincin itu tersembunyi dengan indra sentuhku.

Tapi nihil.

Cincin itu tidak ada dimanapun, bahkan aku menempelkan wajah putihku ke aspal yang panas hanya untuk memastikan cincin itu tidak tergeletak dibawah tong sampah yang mulai meneteskan cairan baunya dihadapanku.

aku mulai gusar, nafasku memburu cepat seiring dengan gerakan dadaku yang naik turun secara intens. Aku mengusap peluh yang mengalir deras dari kulit kepalaku dan wajahku kembali berbinar ketika menemukan cincin platina itu tergeletak manis ditengah jalan aspal yang hitam legam. Aku melangkahkan kakiku dengan tergesa-gesa untuk mempersempit jarakku dengan cincin itu, aku mengulurkan tanganku dan menundukkan sedikit badanku untuk meraih cincin itu.

Dapat.

Lingkaran platina itu kini tergenggam erat dijari-jariku. Aku tersenyum puas dan seketika mataku membelalak seiring dengan teriakan dan tubrukan keras gadis berambut pirang yang entah berasal darimana.

Detik detik berikutnya sosok berambut pirang itu terhantam keras dengan lempengan besi dari mobil sedan yang berdecit ngilu karena pengemudinya memaksakan menginjak remnya dalam-dalam. Mataku memantulkan ketakutan.

Aku melihat sorot mata biru itu melemah dan hilang sama sekali berbarengan dengan darah segar yang mengalir deras dari keningnya.

Bagaimana bisa aku tidak menyadari mobil yang berkecepatan penuh itu menyongsongku sebelum gadis pirang itu mendorongku?

Orang-orang langsung mengerumbuninya tanpa diminta, sebagian sibuk menekan lukanya dan memeriksa denyut nadi gadis pirang itu yang aku tahu pasti mulai melemah. Sebagian yang lainnya sibuk menekan tuts ponselnya yang segera tersambung dengan 911.

Aku masih terduduk lemah di pinggiran jalan, mataku masih memandangi sosok wanita yang terkulai lemah dipangkuan seorang wanita berambut indigo yang terus-menerus meneriaki sebuah nama. Meski aku tidak terlalu akrab dengannya tapi ingatanku cukup bagus untuk mengingat gadis bermata perak itu adalah Hinata—salah satu sahabat Sakura. Berarti wanita berambut pirang itu adalah—

"—Ino. Kumohon kau harus bertahan." Gadis berambut indigo itu memeluk erat tubuh lemas gadis yang ternyata benar adalah Ino. Sahabat terbaik Sakura. Entah takdir macam apa yang sedang mempermainkanku sekarang.

Lamunanku mulai buyar seakan kesadaranku terpaksa kembali setelah mendengar raungan sirine ambulans yang kian mendekat. Petugas-petugas berbaju putih itu mulai sibuk menurunkan kasur lipat dan segera mengangkat tubuh gadis penuh darah itu keatas kasur dan menaikkannya kedalam ambulans. Semua dilakukan hanya dalam hitungan menit dan ambulans itu telah berjalan menjauh dengan kecepatan penuh ditandai raungan sirine yang kian mengecil.

Aku menggenggam erat cincin yang berharga itu ditanganku. Sangat berharga hingga harus mengorbankan nyawa seorang gadis yang tidak pernah terlintas dibenakku akan memperngaruhi hidupku.

Yamanaka Ino.

XOXOXOXOXOXOXO

Sakura POV

Aku berulang kali melirik jam mungil yang sewarna dengan rambutku untuk kesekian kalinya. Jarum itu kian bergerak mendakati angka sembilann yang artinya akan menggenapkan penantianku selama empat jam ini.

Harus kuakui Sasuke bukanlah tipekal pria yang tepat waktu tapi tak biasanya dia harus membuatku menanti selama ini tanpa kabar sedikitpun. Aku kembali melirik ponselku dan tidak menemukan satu panggilan masukpun. Akhirnya kuputuskan untuk kembali mendengarkan voice mail yang menggantikan suara dingin yang kunantikan. Aku menekan tombol merah diponselku dan kembali memanggil pelayan untuk memesan satu cangkir teh serupa dengan cangkir-cangkir teh yang telah kupesan sebelumnya.

"Sasuke-kun, kau dimana?" aku mendesah pelan dan kembali menatap kearah pintu dengan penuh harapan sosok dingin akan segera datang dan memanjakanku dengan wangi maskulinnya.

"Permisi, apakah kau sedang menunggu seseorang?" aku terkagetkan dengan sapaan tiba-tiba dari sebuah suara baritone. Ketika aku mendongakkan wajahku aku lebih terkejut lagi mendapati pria berambut perak berkilau yang berdiri tegak dengan kedua matanya yang heterogen menatapku.

"Bisa aku ikut duduk disini?" pria itu melirik kebangku didepanku, aku ternganga karena terbuai dengan pesonanya. Yang demi Tuhan mampu membius seluruh wanita didunia ini.

"Permisi Nona." Pria itu kembali menyuarakan suaranya yang maha indah membuai telingaku hangat. mungkin aku masih berkawan dengan mimpiku jika pria itu tidak menepuk pundakku pelan.

"A—ano, silahkan silahkan." Aku menjawabnya dengan tergagap yang disusul senyum memukau dari pria yang kini sudah terduduk rapih didepanku.

Tatapannya seakan menyapu bersih seluruh wajahku yang tanpa kupinta memerah seketika. Aku menautkan kedua tanganku untuk mengurangi sedikit ketegangan yang diciptakan oleh pesona pria dihadapanku.

"Kakashi, Hatake kakashi." Pria itu menjulurkan tangannya kedepanku,yang setelah berusaha menyadarkan diriku dari mimpi kubalas dengan menaruh tanganku canggung diatas tangannya.

"Haruno Sakura." Suaraku mencicit yang aku tahu sampai ditelinganya setelah tindakan pria itu yang membuat jantungku berhenti karena sentuhan lembut basah dipunggung tanganku yang berasal dari bibir tipisnya.

"Senang berkenalan denganmu Sakura." Pria itu tersenyum tulus dan membuatku kian meleleh seirama dengan lilin-lilin beraneka warna yang menjadi dekorasi sekaligus latar dibelakangku.

XOXOXOXOXOXOXO

Aku terbangun oleh hembusan nafas yang teratur di wajahku, wangi masukulin menyerebak memaksa masuk memenuhi indra penciumanku, aku membuka mataku perlahan karena rasa sakit yang menusuk kepalaku begitu menghambat syarafku dalam menggerakan kelopak mataku.

Tanganku reflex menekan-nekan kepalaku yang pening, dari hembusan nafasku tercium bau alcohol yang menyengat.

Kami-sama apa aku mabuk?

Aku melempar pandanganku kesekitar kamar yang bernuansa putih ini, dengan lemari kayu yang berdiri kokoh tak jauh dari tempatku merebahkan tubuhku,sebuah ranjang berukuran king yang sama dengan benda lainnya diruangan ini. Berwarna putih.

Tunggu dulu, putih?

Seingatku kamarku bernuansa pink senada dengan warna rambut favoritku.

Aku merasakan berat didadaku, membuatku agak sulit bernafas. Dan seperti tersambar petir disiang bolong aku langsung bangun mendudukan tubuhku dan menarik selimut keatas untuk menutupi bagian dadaku yang demi Kami-sama tidak tertutupi sehelai benangpun.

"APA YANG KAU LAKUKAN?" aku berteriak sekuat tenaga sambil melempar jauh tangan yang entah sejak kapan telah bertengger manis diatas dadaku.

Pria disampingku mengulat dan perlahan menampakkan sepasang mata berbeda warna itu padaku, menatapku dan mulai tersenyum manis padaku.

"Selamat pagi Sakura." Pria berambut perak itu bangun dan mengecup pelan keningku yang membuat wajahku panas terbakar. aku menggelengkan wajahku secara kuat untuk merontokkan pesonanya yang pagi-pagi saja sudah Ia tebarkan.

"Kakashi! Apa yang terjadi? Kenapa aku ada—ada dimana aku?" aku merapatkan selimut itu agar makin menempel ditubuhku menutupi sebanyak mungkin bagian tubuhku yang mulai dinikmati mata nakal miliki kakashi.

"Kau tidak ingat sama sekali Sakuraku?" terdapat penekanan pada namaku yang diucapkan Kakashi, sakuraku? Sejak kapan aku miliknya? Aku meliriknya tajam dan nafasku langsung tertahan ditenggorokkan ketika sebuah rangkaian ingatan berjejalan diotakku.

TBC

Ya ya ya, fic saya kali ini sangatlah aneh, maklum baru newbie kan.

*readers: alasan !

Tapi saya janji d next chap akan saya perbaiki, so mind to review? Biar saya tahu kekurangan saya.

*readers : alah, bilang aja mau d review.

*0* onegai~