hyaa~ ReiyKa kembali lagi ke fandom vocaloid.

saya masih betah saja disini. *ketawa*

ah ya, cerita ini saya buat tepat setelah saya menonton anime Bakemonogatari. lebih tepatnya saya terinspirasi oleh gaya penggambaran ceritanya.

Disclaimer: vocaloid milik Yamaha, Zero-G, Crypton Future Media, PowerFX, INTERNET Co.,Ltd, AH Software, Ecapsule, Sony Music Entertainment, Bplats dan karakter fisik yang muncul dalam cerita ini berdasarkan gambar-gambar chara vocaloid yang diciptakan Kei dan dapat dilihat di vocaloid wiki.

Title: judul cerita ini diambil dari lagu Hatsune Miku dan Gumi yang saya dengar saat bingung pas mikirin judulnya. intinya tidak ada hubungan sama sekali.

Story: imajenasi cerita ini milik saya, tidak ada hubungannya dengan lagu Shiroi Yuki No Purinsesu Wa dan anime Bakemonogatari.

Warning: kemungkinan besar mengandung unsur-unsur yang telah direkayasa sedemikian rupa. *senyum* saya bakalan senang sekali kalau ceritanya masih dibaca.

ah ya, saya kebanyakan nulis hal-hal tidak penting.

langsung saja.


Shiroi Yuki No Purinsesu Wa.


Sinar matahari pagi menembus jendela dan masuk ke kamar dengan pilar putih yang tinggi yang bahkan terlihat teralu megah bagi masyarakat secara luas. Di dalam kamar itu, sedang terbaring seorang perempuan yang masih tidur dengan anggunnya. Bahkan saat tidur, wajahnya juga masih terlihat cantik.

Salah seorang pelayannya masuk dengan seragam maid. Dengan cepat, dia meletakkan nampan yang di atasnya terdapat cangkir serta teko yang mengeluarkan uap hangat.

"Ojou-sama..." panggilnya pelan kepada nona mudanya yang cantik jelita.

Si tuan putri hanya menggeliat sedikit lalu hening. Si pelayan tidak langsung menyerah. Dia menggunakan tangannya untuk menepuk pundak nona besarnya itu. "Ojou-sama... sudah pagi."

Tidak ada reaksi yang terjadi. Ternyata keadaan sudah memaksanya untuk menggunakan cara yang terakhir.

Si pelayan berdiri sambil memasang posisi kuda-kuda ala ninja dan menarik napas panjang. Lalu, dalam sekali napas, dia berteriak dengan suara yang paling tinggi. "Ojou-sama... Anda harus bangun sekarang juga!"

Luka langsung duduk tegak di atas tempat tidurnya. Matanya mengerjap-ngerjap karena terkejut dengan suara Meiko yang begitu kuat. "Ada apa?"

Meiko tersenyum ramah. "Ini sudah pagi, Luka Ojou-sama. Anda sudah harus bersiap-siap untuk pergi ke universitas."

Wajah Luka langsung berubah gelap. "Aku tidak mau kuliah hari ini!"

"Kalau begitu jadinya, tuan besar akan sangat marah."

"Aku tidak peduli!" Luka menjulurkan lidahnya. "Aku tidak mau pergi ke kampus! Pokoknya tidak mau!"

Meiko makin tersenyum lebar. "Kalau begitu, apa boleh buat... sayalah yang harus memaksa Anda, Luka Ojou-sama!"

Tanpa perlu diberi aba-aba, Luka langsung menendang selimutnya dan berdiri dalam sekejap mata. Dia memberikan senyuman paling lebar. "Kau tidak perlu memaksaku, Meiko. Lihat... aku sudah bangun kan ya? Ya, itu benar... aku sudah bangun."

Meiko berjalan membuka tirai jendela. Wajahnya kelihatan seram menyilaukan saat terkena cahaya matahari. "Tentu saja, Luka Ojou-sama."

"Aah... sudah kubilang bukan... aku tidak suka dipanggil dengan sebutan itu! Kalau kita mengesampingkan urusan itu, kita ini kan teman sekelas. Kau dan aku... kita ini sama-sama kuliah di Utaunoda kan? Jadi, hentikan itu ya, Meiko!"

Meiko mengangkat pundaknya. "Entahlah, Luka Ojou-sama. Kurasa kita tidak bisa benar-benar mengesampingkan hal itu. Bahkan mungkin tidak akan pernah bisa."

"Meiko payah!"

"Itu kenyataan."

"Aku benci kenyataan."

"Tentu saja. Semua orang akan membenci kenyataan yang menyakitkan."

"Yaah... karena kau tahu, aku benci kenyataan bahwa diriku ada."

Meiko menatap wajah Luka dengan penuh rasa kasihan. Luka balas tersenyum padanya. "Yah, setidaknya, kenyataan bahwa aku memiliki teman seperti Meiko adalah sesuatu yang tidak kubenci."

"Luka Ojou-sama, Anda tahu, Anda teralu berlebihan dalam menyikapi beberapa hal."

Luka terkikik geli. "Mau bagaimana lagi. Aku benci kenyataan yang mengatakan bahwa aku adalah kelemahan orang tuaku. Aku benci mengatakan kalau aku adalah satu-satunya kelemahan keluarga besar Megurine. Itu bodoh sekali bukan?"

"Yang mana?"

Senyum menghilang dari bibir Luka. Dia berbaring lagi menatap langit dengan wajah kosong seakan dia melihat sesuatu yang lain disana. "Aku... orang tuaku... mereka sangat menyayangi aku... aku tahu itu dan aku senang karena itu juga... hanya saja... ini semua teralu berbeda... Aku... putri mereka satu-satunya, dianggap sebagai kelemahan mereka..." Luka duduk di tempat tidurnya, menoleh kepada Meiko. "Akan lebih baik bagi mereka kalau aku mati saja bukan?"

"Jangan berbicara hal-hal yang tidak masuk akal seperti itu, Luka Ojou-sama."

"Hahaa... Meiko memang tidak bisa diajak bekerja sama ya... karena itulah juga, aku cuma punya Meiko seorang... aku tidak ingin melibatkan orang lain dalam hal ini..."

"Benar juga yaa..." Meiko bersandar di dinding dengan wajah hampa. "Sudah dua puluh kali atau bahkan lebih ya..."

"Kau mengingat semuanya dengan jelas ya..."

"Tentu saja karena aku yang menyelamatkan Luka Ojou-sama."

"Sebagai seorang teman, aku ini menyusahkan sekali ya..."

Meiko melirik Luka. "Kurasa, sebagai nona muda keluarga paling sukses di Jepang, kau memang sangat menyebalkan. Entah kenapa aku masih mau saja bekerja sebagai pengawal dan pelayanmu."

"Aku mengerti. Bisa maafkan aku, Meiko?"

"Bagaimana kalau kita sudahi topik membosankan seperti ini sehingga Luka Ojou-sama bisa bersiap-siap pergi ke kampus."

"A..." Luka berniat membantah lagi, tapi dia merasa Meiko memang benar. "Baiklah, Meiko. Aku ingin bertemu dengan 'teman-teman' palsuku yang lain." Dia terkikik geli dengan mata tajam yang serius.

Meiko menundukkan kepalanya dalam-dalam dan berjalan keluar dari kamar tuan putri besarnya. Dia juga harus bersiap-siap memulai tugasnya yang lain sebagai pengawal Megurine Luka, pemegang satu-satunya seluruh harta warisan keluarga Megurine. "Tentu saja..." Meiko mengehela napas panjang. Senyum misterius muncul di wajahnya. "Tentu saja."

白い雪のプリンセスは


白い雪のプリンセスは

"Kau kenal dia?"

"Tentu saja! Siapa yang tidak mengenalnya!"

"Anak tunggal dari keluarga Megurine adalah gadis berusia 18 tahun?"

"Yang cantik tentu saja!"

"Jangan lupakan keseksian tubuhnya!"

"Caranya berjalan yang anggun!"

"Itu benar! Itu benar! Kau tahu, siapa yang bisa memilikinya pasti akan jadi orang yang paling bahagia!"

"Tidak mungkin ada yang bisa memenangkan hatinya!"

"Kenapa?"

"Kau sama sekali tidak tahu ya? Ojou-chan itu selalu menganggap orang lain tidak ada! Hanya dia yang penting!"

"Hemm... begitukah?"

"Tentu saja! Karena itulah, sifatnya yang seperti itu justru membuat semua orang semakin tertantang bukan?"

"Hemm..."

"Jangan katakan kau tidak tertarik dengannya?"

"Daripada dibilang tertarik, mungkin lebih tepat disebut sebagai 'penasaran' ya?"

"Bukankah itu sama, Kaito?"

Kaito duduk dengan ekspresi muka terkejut dan heran. "Benarkah?"

"Kau itu bodoh ya?"

"Hemm... aku suka es krim."

"Hah?"

Kaito tertawa dengan geli. "Kalian tahu, daripada membicarakan hal tidak penting seperti itu, bukankah akan lebih baik lagi kalau kalian memikirkan kehidupan kalian ke depannya?"

"Kalau bisa mendapatkan Megurine Luka, kau tidak perlu memikirkan apapun lagi."

"Hemm..."

"Kau berminat bukan?"

"Hemm..." Kaito menegakkan badannya dan meraih tasnya. "Dengar ya, kurasa di dunia ini banyak yang jauh lebih penting daripada membicarakan sesuatu yang tidak mungkin bisa diraih."

Leon langsung melompat berdiri. "Tidak ada salahnya membicarakan orang yang kau sukai!"

"Kau menyukainya? Kalau begitu, kau bisa putus dari Lola dan mengejar tuan putri itu. Oke, sekarang aku ada kelas. Kau mau masuk kelas atau tidak, Leon?"

Leon sudah tidak bisa membantah kata-kata Kaito lagi. "Aku mau masuk kelas kok. Aku tidak akan bolos lagi. Oke teman-teman, misi Kaito sebagai anak rajin akan dimulai!" Mereka semua tertawa. Leon baru menyadari kalau Kaito sudah meninggalkannya.

"Hei... Kaito!"

Kaito berhenti berjalan dan menunggunya. "Apa?"

"Kaito... kau ini masih murni kan?"

"Hah?" Kaito menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mulai berjalan lagi.

"Jangan-jangan kau tidak pernah melakukan pacaran yang 'normal' ya?" Leon agak kesulitan mengejarnya. "Benar bukan? Atau atau, bahkan kau belum pernah..."

"Kenapa topiknya jadi tentang 'aku yang murni'?"

"Hei, mau kukenalkan dengan gadis-gadis cantik tidak?"

Kaito langsung berhenti melangkah. Dia memasang cengiran paling lebar yang pernah dilihat Leon. "Kurasa..."

"Tentu saja bukan?"

Cengiran Kaito menghilang. "Tidak!"

"Apa?"

"Lebih baik kau mengajak yang lainnya. Aku sama sekali bukan tipe yang menarik perhatian gadis bukan?"

"Hemm... maksudmu kau mencoba mengabaikan keberadaan Miku-chan?"

"Topiknya lagi-lagi melenceng ya..."

"Kenapa kalian tidak pacaran lagi saja? Bukankah kalian masih sama-sama suka?"

"Soal Miku yaa..." Kaito memejamkan matanya dan gambaran itu mulai terbentuk.

"Maaf ya Kaito, aku tidak bisa."

Kaito membuka matanya dengan cepat. "Aku tidak ingin membicarakan masalah itu lagi. Bisa kan?"

Leon menggaruk-garuk kepalanya. "Oke. Kau memang tipe yang selalu serius ya?"

"Sudah kubilang kan, kenapa topiknya..."

"Ojou-chan..."

"Hah?"

Leon berhenti membeku di depan pintu kelas. Megurine Luka duduk di deretan bangku depan dengan posisi anggun khas tuan putri. Di sebelahnya ada gadis berambut coklat yang dikenal Kaito sebagai Sakine Meiko, gadis paling pintar di angkatannya.

"Oh..."

"Dia benar-benar cantik, Kaito! Kita... kita harus... kita harus... kita harus duduk di dekatnya!"

Kaito mencoba mengingat saat itu adalah kelas siapa. Kelas Kiyotama Hiyoru. Kaito tidak menyukai orang itu. Dia sangat tidak menyukainya.

"Kau saja. Aku lewat!" sahut Kaito santai sambil berjalan menuju deretan bangku paling belakang.

"Ini kesempatan yang bagus! Ojou-chan jarang sekali masuk di kelas yang sama seperti kita!"

"Baiklah. Kalau begitu, silahkan Leon. Kau bisa menikmati waktumu yang berharga!"

"Kau ini temanku kan?"

Kaito menatap lurus ke kedua mata Leon. "Tergantung bagaimana situasinya."

Mata Leon melebar tak percaya lalu berganti menjadi tatapan tajam. "KI TA DU DUK DI SE BE LAH NYA!"

Kaito menghela napas panjang. "Baiklah. Kau menang."

Senyum penuh kemenangan terpancar di wajah Leon. Dia bahkan berjalan dengan cepat ke kursi di sebelah Megurine Luka.

"Aku merasa kasihan pada Lola," bisik Kaito. Sambil menggeleng-gelengkan kepala, Kaito berjalan dan langsung duduk di sebelah Meiko yang memang kosong.

Mata Meiko langsung menatapnya dengan tajam. Bahkan sahabat tuan putri juga menganggap orang lain sampah rupanya.

"Disini kosong bukan?" tanya Kaito dengan gugup. Leon sendiri dengan bangganya sudah duduk di sebelah tuan putri.

"Tergantung bagaimana situasinya."

"Bisa dijelaskan dengan bahasa yang lebih sederhana?"

Meiko memberikan lirikan yang berarti 'kau bodoh sekali ya?' kepada Kaito. "Bukankah masih banyak bangku yang kosong di belakang?"

"Kau lucu sekali ya! Bahkan kau tahu, kurasa kau memiliki bakat sebagai seorang esper."

Leon memelototi Kaito supaya Kaito tidak cari masalah dengan teman baik tuan putri. "Maaf soal temanku, Ojou-chan. Kau tahu dia..."

Megurine Luka melirik Leon sekilas. "Jangan bicara denganku! Kebodohanmu bisa menular!"

Kaito memperhatikan kejadian sadis itu dengan cepat. Tuan putri dan sahabat tuan putri sama sekali tidak pantas disebut sebagai tuan putri. Dari sisi mana keanggunannya terpancar?

"Lagipula, kau juga sudah duduk di kursi itu bukan? Berarti sudah ada orang yang menempatinya."

Kaito meletakkan tasnya di atas meja. "Kau keberatan?"

"Tidak juga." Meiko bahkan tidak melihat wajah Kaito saat berbicara dengannya. Bukankah itu artinya kau sangat diremehkan?

"Ojou-chan... Ojou-chan... aku sangat bahagia karena bisa masuk ke kelas yang sama dengan Ojou-chan." Leon masih saja sibuk merayu Megurine Luka.

"Benarkah? Kalau begitu, kita ternyata bertolak belakang, benar tidak?" Luka tersenyum lebar. "Soalnya, aku sangat menyesal bisa masuk di kelas yang sama kayak kamu."

"Uwaaah, dia benar-benar mengatakannya secara langsung..." Kaito menggeleng-gelengkan kepalanya lalu dia berusaha membuat tubuhnya sesantai mungkin. Mendadak dia sadar Meiko sedang memperhatikannya. "Ada yang salah?"

"Tidak." Meiko langsung menatap lurus ke depan.

Setidaknya dia akan berada di dekat putri yang sangat tidak anggun serta sahabatnya yang menyebalkan, dan juga asisten profesor yang paling tidak dia sukai.

Ini akan jadi kelas terlama yang pernah dia rasakan. Itu pasti.

白い雪のプリンセスは


pesan terakhir ReiyKa sebelum lanjut ke chapter selanjutnya:

ah ya, terima kasih sudah mau membaca cerita ini *membungkuk dalam-dalam*

saya minta pendapat para pembaca. boleh? senang sekali kalau kalian semua berkenan membaca lanjutan cerita ini.