Disclaimer: Naruto and all of its character belong to Masashi Kishimoto, i dont take any material profit from it

Warning: AU, HIGHSCHOOL, OOC PARAH, PICISAN, RANDOM, GAK BAKU, BERANTAKAN, PASARAN.

For once I say this: don't like (please) don't read. Tolong waningnya dibaca dan dicerna.

.

"A-aku menyukai Sasuke-kun. To-tolong jauhi d-dia. Tentu kau ma-mau, kau kan sahabatku. Bukan b-begitu, Sakura-chan?"

.

.

WATEPAK! (baca: what the fuck!)

.

.


Roman Picisan

Oleh LuthCi


Suasana kelas hari ini sama seperti hari-hari biasanya: ramai, penuh, sesak, berisik, memusingkan, dan merepotkan—ah, kata yang terakhir itu kukutip dari gumaman Shikamaru, sang juara kelas, saat ia sedang tertidur.

Teriakan—ralat—puluhan teriakan terdengar dari setiap penjuru kelas. Ada yang meneriakkan nama pria sekelas, nama pria kelas seberang, nama pria sekolah lain, nama artis pria, nama penyanyi pria, nama penari pria, nama badut pria, na—

"—IYA GHELAK TADI MALEM GUE NONTON PELEM BOKEP! CEWEKNYA HOT BANGET SUMFEEHHH!"—ah ya, ternyata ada teriakan baru tentang seorang wanita sek—WAIT! Apa? Apa itu tadi? Film bokep? HELLO! Harusnya film sejenis itu dibicarakan dengan bisikan, bukan dalam teriakan! Dan siapa tadi itu yang berteriak? Rambut kecoklatan dan kacamata bulat? Oh, ternyata itu Shino Aburame yang berteriak. Ya ya ya, normal, kok. Dia kan memang anak pendi—WHAT? Shino Aburame? For God's sake, dia itu adalah anak terpendiam di kelas! Seharusnya dia itu diam bukan be—

Ceklek.

Kelas ramaiku pun diam seketika—termasuk inner-ku yang berceloteh sedari tadi syukurnya haha—. Come on, dari bunyi pintu terbuka yang mencekam seperti itu saja kita sudah tahu pasti membahayakan. Atau okelah, kalian memang tak bisa mendengar bunyi pintu terbuka, tapi kalian bisa melihat dengan jelas 'kan suffix tersebut di-bold? Dan tak akan di-bold suatu kata jika tidak memiliki penekanan yang cukup dalam.

Tap.

Oke, bahkan satu langkah kaki pun diberi penekanan. Lebay? Sangat.

Yang terlihat dari tempatku duduk kini adalah sebuah ujung sepatu. Bukan ujung sepatu biasa, karena sepatu ini sangatlah runcing layaknya hidung busuk Pinokio setelah diserut. Mengapa busuk? Tentu karena sepatu tersebut berwarna hijau, walau hidung Pinokio saat busuk pun mungkin tidak akan menjadi hijau, tapi tak apa kan berimajinasi. Hey, jangan salahkan orang berseni penuh imajinasi sepertiku!

Kembali lagi ke sepatu hidung-busuk-Pinokio-yang-diserut, dari warna hijaunya pun kita semua sudah tahu bukan siapa orang tersebut? What? Kau tidak tahu? Astaga! Tak pernahkah kau menonton serial animasi Naruto? Baiklah, baiklah, aku tahu kalian ini orang kamfung—perhatian, tidak ada typo—jadi, mari aku beri tahu siapa sosok tersebut: Kagakagashigi Hagatagatege a.k.a Kakashi Hatake (don't you dare blaming me for using bahasa-G. Bahasa ini adalah sesuatu yang kewl di desa kelahiranku saat aku masih di sekolah dasar dahulu.)

Tap tap tap.

Ah, lihatlah betapa matching-nya guruku yang satu itu. Sepatu hijau, celana hijau, kemeja hijau dan map hijau di tangan. Bukan, ini bukan warna hijau army yang aku bicarakan. Ini adalah warna hijau lumut yang sedang tebar pesona pada lumut betina alias lumut fresh yang bersinar. Tapi tentu, ada kekurangan, ada kelebihan. Kelebihannya adalah guru hijau satu ini memiliki wajah yang super-zuper-giledehbok-tampan. Pernahkah kau melihat sosok Brad Pitt? Well, aku tak pernah. Dan Brad Pitt tak ada hubungannya dengan wajah Kakashi-sensei, jadi, mari abaikan pertanyaan dan pernyataan sebelumnya.

Intinya, jika kau melihat hijau-lumut-bersinar dengan silver di pucuknya, maka itu adalah Kakashi-sensei. (err... apa aku lupa bilang bahwa rambut Kakashi-sensei itu silver?)

Dan kau harus tahu, sahabat karib Kakashi-sensei adalah Maito Guy-sensei. Dan sungguh, ia sangatlah kontras dengan Kakashi-sensei. Jika Kakashi-sensei memakai warna hijau-jrenk-jronk-jrenk—lagi, no typo—, Guy-sensei selalu memakai warna biru tua. Belum lagi wajah Guy-sensei! Usut punya usut, wajah Guy-sensei adalah wajah pria tertampan di abad ini! Sumpah demi apa pun, aku ingin sekali melihat wajah Guy-sensei! Sayangnya tidak bisa, karena kemana-mana ia memakai masker. Ah, haruskah aku menjadi istri Guy-sensei baru aku bisa melihat wajah tampannya yang menawan itu?—tapi tidak.

Sakura Haruno, sadarkan dirimu, kau ini bukan calon wanita bermarga Maito! Tapi Uchiha! Coba pandang sebelah kananmu, Sakura! Ada pangeran impianmu di sana! Sang pangeran tampan sekelas dewa! Perhatikan, Sakura. Perhatikan hidung mancung-enough tersebut baik-baik. Tidakkah kau ingin menggigitnya? Atau kulit halus wajah tampan itu, tidakkah kau ingin menjilatnya? Atau mungkin tubuh indah proporsionalnya. Betapa aku ingin menelannya bulat-bulat.

Apalagi seperti saat ini, saat sosok tersebut menatap wajahku, dan menggerakan kedua tangannya ke kedua pojok mata, lalu menarik matanya hingga terlihat menyipit dengan sangat. Belum lagi lidahnya yang terjulur ke arahmu, tidakkah itu imu—TUNGGU! Apa? Mata-sipit-lidah-melet?

...

"BWAHAHAHAHAHAHAHA! GUOBLOK! BWAHAHAH—"

BRAK!

Tawaku berhenti seketika. Dengan sangat jelas aku mendengar Kakashi-sensei berkata, "Sakura Haruno, kau dihukum merapihkan ruangan UKS pulang sekolah nanti karena telah tertawa di dalam kelas—"

—ini tidak adil! Sasuke yang membuatku tertawa! Harusnya dia ju—

"—dan Sasuke Uchiha, hentikan cengiran kemenanganmu, karena kau juga dihukum membersihkan UKS pulang nanti karena telah menyebabkan temanmu tertawa. Jangan pikir aku tidak melihatnya, Uchiha."

Oh. Joy.

—tidak. Ini bukan ambigu yang mengartikan penderitaan. Namun ini adalah gumaman kebahagiaan hati karena Kakashi-sensei memang adil plus menjalani hukuman dengan seorang Sasuke Uchiha. Artinya: dapat berduaan dengannya saat pulang sekolah nanti.

Oh. JOY!

.

.

Bug!

"AW!" Tanganku reflek menyentuh kepalaku yang ter-gebug sesuatu. Aw, man! Rasanya cenat-cenut!—tunggu, kenapa aku terlihat sebagai penggemar boy band di bagian ini?—

"Sebagai pembalasan karena ngebuat gue dihukum," ujar Sasuke yang berdiri di belakangku. Dari mana aku tahu itu Sasuke? Tentu saja dari suaranya! Come on, suaranya yang bagaikan permainan sejuta harpa dan setigajuta biola itu benar-benar earcatching! Orang tuli pun bisa mendengar suaranya!

"Salah elo, yee! Kenapa tadi buat gue ketawa?" jawabku sembari menarik poni sang dewa kencang.

"Sa-ku-ra..." Ups! Sepertinya sang dewa kini mulai marah. Takut gak yaa?

"Apa, sayaaang?" ujarku dengan mengedip-ngedipkan mata. Ah, benar kata Itachi-nii, menggoda Sasuke memang sangat menyenangkan. Xixixixi~—astaganagagaga. Apa itu tawaku?—

"Don't you dare teasing me..." —ah lucunya saat ia mengancam xixixi.

"Akyu gak lagi ngegodain kamyu, Sasu-cha—"

Sret—astaga aku merasa terbang—

bruk—astaga punggungku pataaah!

Butuh waktu beberapa detik untuk aku sadar akan keadaan. Oke, punggungku kini hurts like hell! Apa-apaan tadi Sasuke mengangkatku dan meniduriku di tempat tidur UKS!—tunggu! Meniduri? Me-tidur-i? ASTAGA! Dengan segera aku mencoba duduk dari posisiku yang kini terlentang di atas tempat tidur. Tapi (shit) tangan Sasuke menekan pundakku untuk tetap setia pada tempat tidur ini.

"Mau apa lo?" bentakku galak. Perempuan mana yang mau berada di posisi aku kini? Terhimpit di atas tempat tidur UKS dengan Sasuke Uchiha di atas? Tentu tidak ada! Beda lagi kalau Sasuke yang aku himpit di kasur xixixixi—astaga tawaku menjijikan. Could I stop it, author-chan?

"Stop teasing me. Udah gue bilang kan dari tadi?" Ah, ternyata dia merajuk karena digodain! Bilang kek dari tadi yee! Keungg!

"Kalo gak mau kenapa? Mau perkosa gue?" ucapku dengan nada jail. Dan aku yakin seratus persen, aku melihat pipinya merona. Oh God! So cute!

Sontak Sasuke menjauhkan tubuhnya dariku. Pipinya merona yang membuatku ingin menggigit pipi itu sekeras-kerasnya. Ah, sayang sekali dia sok cool dan pendiam. Cuih.

Ah, kegiatan sekolah hari ini membuatku lelah. Dan tiduran di tempat tidur seperti ini sambil mendengar suara langkah kaki Sasuke—yang sepertinya sedang membersihkan UKS—membuatku terasa melayang sesaat.

"A-aku menyukai Sasuke-kun. To-tolong jauhi d-dia..."

Sial. Kenapa aku harus mengingat hal itu ya? Bagaimana mungkin aku menjauhi Sasuke? Bahkan mimpiku itu ingin hidup bersamanya, menjadi istrinya. Ayolah, aku hanya gadis biasa yang ingin menikah dengan pangeran hidupku.

"...tentu kau ma-mau, kau kan sahabatku. Bukan b-begitu, Sakura-chan?"

Ah. Benar. Hinata kan sahabatku. Apa susahnya untuk mengalah demi dirinya?

"Sasuke," panggilku untuk mendapat perhatiannya.

"Hn?" Ah, suara indah sejuta harpa setigajuta biolanya mengalun indah. Sial.

"Mulai sekarang, kita berdua jaga jarak ya?" Payah. Suaraku terdengar parau. Melepaskan pria yang kau sukai itu tidak mudah, bukan? Aku tidak mendengar apa pun selain langkah kaki Sasuke yang mendekat. Yang setelahnya aku rasakan adalah seseorang duduk di sampingku yang tertidur. Pantat ayam itu, Sasuke.

"Kenapa? Penggemar gue ngancem lagi?" tanyanya yang kujawab dengan gelengan kepala.

"Kali ini sepertinya gadis itu benar-benar suka sama lo, Sas."

"Nggak. Mereka cuma suka tampang gu—"

—sret.

Gerakanku yang tiba-tiba duduk memotong ucapannya. "—dia sahabat gue. Gue gak mau ngelukain perasaan dia." Dan aku pun berdiri mengambil tasku, lalu beranjak pergi.

Soal hukuman beresin UKS, biar Sasuke aja deh yang ngurusin. Toh kalau dia marah, itu akan memudahkan kami untuk menjaga jarak.

Sial. Kalau begini, gimana bisa aku pakai nama Uchiha? Haruskah aku gunakan marga Maito?

Ck.

.

.

"A-aku menyukai Sasuke-kun. To-tolong jauhi d-dia. Tentu kau ma-mau, kau kan sahabatku. Bukan b-begitu, Sakura-chan?"

.

.

bersambung.