Yaak, inilah yang ditunggu-tunggu semuanya! 4th Alice! xD
Dan sesuai permintaan seseorang, akan kubuat ini jadi sadis *smirk*
Bagian RinLen~ \(^o^)/
Yaak, silakan baca :]
Disclaimer : yes, and no and yes and no. urrggh no, I dont own Vocaloid!
Following the small path through the forest, having tea beneath the rosebush
The invitation card from the palace was the Ace of Hearts
The fourth Alice was twin children, entering Wonderland out of curiosity.
Passing through countless doors, they had only just recently come.
A stubborn sister and an intelligent brother.
They came the closest to being the true Alice, but...
They won't wake from their dream. They're lost in Wonderland.
::Normal POV::
"Leeen! Ayo cepat!" teriak seorang gadis yang tengah berlari tidak tentu arah. Sedangkan seseorang yang disebut 'Len' itu mengejarnya dari belakang.
"Rin! Tunggu dulu! Itu berhaya!" teriak Len berusaha menghentikan gadis bernama Rin yang terus berlari memasuki hutan. Dia melihat sekeliling, dan yang bisa dia lihat hanyalah pohon-pohon besar yang menutupi sinar matahari.
"Ah Len, di hutan banyak hal yang menarik! Jadi cepatlah sedikit!" seru Rin lalu berlari lebih cepat ke dalam hutan. Rin berlari dan terus berlari dengan semangat, namun langkahnya terhenti ketika melihat apa yang sedari tadi jadi pijakannya.
Gerakan Rin yang berhenti tiba-tiba membuat Len yang mengejarnya dari belakang menabraknya. Len kesakitan karena beradu kepala dengan Rin, tapi Rin tetap diam.
"Riiiin!" Len mengeluh sambil mengelus-elus dahinya yang kelihatannya benjol.
Len bingung karena Rin tetap diam, akhirnya dia mengikuti arah pandangan Rin yaitu ke bawah dan dia menemukan…
"DARAH!" seru Len dan terlonjak kaget. Dia mundur beberapa langkah, namun kakinya terus bertemu dengan cairan kental berwarna merah pekat itu.
"…Bagaimana bisa?" Tanya Len pada diri sendiri. Padahal sedari tadi dia berlari di hutan tidak ada apa-apa, tapi kenapa tiba-tiba ada darah sepanjang perjalanan? Dan lagi genangan darah ini membentuk jalan.
"Len…" gumam Rin, "A-ada apa Rin?" Tanya Len, dia bingung apa yang harus dia lakukan. Len berpikir apa yang sebaiknya dia lakukan, tanpa tahu Rin sudah melangkahkan kakinya mengikuti genangan darah ini.
Len menengok dan dia tidak mendapatkan sosok Rin. "…Rin?" Len mengedarkan pandangan ke segala penjuru tapi dia tidak kunjung menemukan sosok Rin. Dimana Rin?, pikirnya. Dan dia melihat Rin yang berjalan menjauhinya.
"Apa mataku salah? Kenapa genangan darah ini terlihat seperti karpet mewah ketika di lewati Rin?" gumam Len. Dia menggelengkan kepala agar membuang jauh-jauh pikiran itu, yang harus dia lakukan sekarang adalah menyusul Rin dan membawanya kembali keluar hutan.
.
.
"…Rin…" seru Len lemah. Dia merasa sangat capek karena sedari tadi mencari Rin. Padahal dia juga mengikuti jalan genangan darah itu, kenapa dia tidak bisa menemukan Rin?
Len mengadahkan kepalanya menatap langit, langit tidak menampakkan cahaya matahari yang menandakan hari sudah hampir malam. Len kembali menatap depan, namun matanya terbelalak melihat apa yang ada di hadapannya sekarang.
"Rin!" seru Len kaget. Dia melihat Rin yang terlihat tenang-tenang saja sambil menyeruput teh yang tersedia di atas meja.
"Ya, Len?" ucap Rin dan menatap Len dengan cengiran khasnya dan kembali meminum tehnya.
"Rin! Stop! Jangan minum teh itu! Bisa saja mengandung racun!" seru Len dan langsung mengambil cangkir teh tersebut dari tangan Rin.
"Len…" Rin menghela napas lalu memperhatikan bunga-bunga mawar berwarna biru disampingnya "…duduk." Ucap Rin dingin. Len mengambil posisi duduk di sebuah bangku taman berwarna biru di samping Rin.
"Oh ayolah Len! Teh ini tidak ada racunnya! Lihat? Aku sedari tadi meminumnya namun tidak ada apa-apa kan?" ucap Rin lalu berdiri dan mengambil secangkir teh dari meja dan menyodorkannya pada Len.
Dengan ragu-ragu Len meletakkan cangkir teh itu di tengah genggaman tangannya. Dia memandang teh tersebut dan Rin yang kembali meminum tehnya bergantian.
Dan dengan hati-hati dia sedikit meminum tehnya.
…tidak terjadi apa-apa…
Len pun akhirnya meminum tehnya dengan tenang. Namun dia di kageti oleh sesuatu yang tiba-tiba muncul dari balik semak-semak di belakangnya.
"WHOAA!" teriak Len kaget dan terlonjak dari duduknya. Ternyata itu hanyalah seorang anak kecil berambut hitam yang manis.
"…anak… kecil?" ucap Rin heran sekaligus sedikit membuka mulutnya saking kagetnya. Anak kecil itu tersenyum pada Rin dan Len.
"Kakak-kakak semua, selamat sore!" ucap anak itu dan membungkkukkan badannya tanda hormat. Dengan merasa tidak enak diperlakukan sopan, Rin langsung ikut membungkukkan badan dan memaksa Len yang ogah-ogahan untuk mengikutinya.
"Ada apa gadis manis?" Tanya Rin dengan senyuman lebar. Anak kecil itu mengeluarkan selembar kartu dari balik saku gaun gothicnya.
"Undangan dari Ratu, tolong datang ya kak! Sampai jumpa!" ucap anak kecil itu lalu langsung pergi meninggalkan Rin dan Len menerobos semak-semak di dekatnya.
Rin dan Len hanya bisa diam termangu karena tidak tahu kartu apa ini. Hanya selembar kartu berwarna putih polos dengan gambar hati berwarna kuning di tengahnya.
"Undangan macam apa ini! Tidak ada petunjuk ataupun pemberitahuan sama sekali! Dan lagi, siapa Ratu itu!" ucap Rin dan melemparkan kartu itu ke sembarang arah, untung saja Len langsung menangkapnya.
Len memperhatikan dengan seksama kartu itu, berharap ada sedikit petunjuk. Ketika dia membalikkan kartu tersebut, dia mendapati petunjuk.
"Rin, coba lihat ini!" ucap Len, lalu dengan cepat Rin langsung berada di samping Len dan memperhatikan apa yang ditunjuk oleh jari Len.
Disitu tergambar sebuah pintu berwarna merah, biru, dan hijau. Pintu-pintu itu berurutan dengan nomor di sampingnya. Pintu merah adalah pintu pertama, pintu biru kedua dan pintu hijau ketiga.
"Mungkin kita disuruh untuk melewati pintu-pintu ini secara berurutan" ucap Len sambil berpikir, Rin masih saja memerhatikan gambar di kartu tersebut.
"Dari mana kita bisa mengetahui lokasi pintu-pintu ini?" Tanya Rin, Len kembali menatap kartu tersebut.
"Disini… kita bisa mengikuti jalan dari garis merah ini" ucap Len sambil menunjuk sebuah garis tipis yang menghubungkan antar pintu.
"Hmf, baiklah ayo kita kesana!" ucap Rin dan langsung menarik Len lalu mengikuti jalan genangan darah yang menurut dugaan Rin adalah garis merah di kartu tersebut.
.
.
Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya mereka sampai di sebuah pintu tanpa tembok ataupun penahan di sekitarnya.
"Kenapa bisa ada pintu disini? Dan lagi bisa berdiri begini kokoh tanpa penyangga" ucap Len sambil mengira-ngira bagaimana bisa. Rin mengangkat pundaknya dan membuka pintu yang berwarna merah tua itu.
Setelah dia melihat apa yang di balik pintu, dia merasa seakan kembali berada di tempat dia minum teh tadi. Tapi kali ini tidak ada genangan darah yang membentuk jalan, hanya beberapa kelopak mawar berwarna biru yang menghiasi jalan setapak.
"Apa kali ini kita harus mengikuti kelopak mawar itu?" Tanya Len dan menunjuk salah satu kelopak mawar yang paling dekat dengan posisi mereka.
"Kenapa tidak?" Tanya Rin balik dan menarik tangan Len menyusuri kelopak-kelopak mawar tersebut. Dan di perjalanan mereka melihat jejeran kandang burung kecil yang kosong dan kelihatan sudah usang.
.
.
Kembali mereka menemukan sebuah pintu tanpa tembok di sampingnya, tapi kali ini pintu tersebut berwarna biru gelap yang nyaris mendekati hitam.
"Err… Rin? Kita masuk lagi kesini?" Tanya Len ragu-ragu, Rin malah cengar-cengir dan mengulurkan tangannya untuk menyentuh ganggang pintu.
Baru Len sadari kalau ditelapak tangan Rin terdapat sebuah tanda berbentuk Hati berwarna kuning. Apakah itu tanda kalau dia sudah menjadi seorang Alice? Pikir Len dalam hati dan merasa sedikit iri karena berpikir dia tidak layak menjadi Alice.
Rin pun telah membuka pintu itu lebar-lebar yang membuat mereka bisa melihat jelas apa yang dibalik pintu.
"Kembali… lagi?" ucap Rin dan menghela napas, sedangakan Len hanya diam karena masih memikirkan tentang Alice.
"Tapi lihat kali ini tidak ada kelopak mawar itu lagi. Sekarang tergantikan dengan… apa ini?" gumam Rin sambil berjongkok dan memerhatikan sebuah cairan kental berwarna hijau tua.
"Eww… apa ini? Menjijikkan! Ya kan, Len?" eluh Rin dan menoleh ke Len, tapi Len hanya menunduk dan menatap cairan itu dengan tatapan kosong.
"Ah Len malah bengong! Yasudah kita ikuti saja jalan menurut cairan yang eww… menjijikkan ini!" ucap Rin dan menarik tangan Len lalu kembali berjalan.
Setelah berjalan beberapa langkah, mereka menyadari kalau setiap jalan yang mereka lewati itu berbeda-beda walaupun lingkungan di sekitar mereka sama.
Mereka yakin saat pertama pohon apel besar yang sudah kering ini harusnya terletak di sebelah kanan, tapi kali ini di sebelah kiri. Dan kali ini mereka bisa melihat semak-semak yang ditumbuhi bunga mawar yang telah layu.
.
.
Tanpa mereka sadari, di hadapan mereka kembali terdapat sebuah pintu. Kali ini pintu tersebut berwarna hijau tua.
Tanpa basa-basi Rin langsung membuka pintu tersebut lalu melangkah kedalamnya. Sedangkan Len belum memasuki pintu tersebut karena ada suatu benda yang menarik perhatiannya.
"Pisau?" gumam Len dan mengambil pisau berwarna perak tersebut yang tertancap di ujung pintu kayu tersebut.
Tiba-tiba terbesit di pikiran Len untuk menggunakan pisau tersebut.
"Kalau aku membunuh Rin, mungkin aku akan menjadi seorang Alice?" gumam Len, lalu membolak-balikan pisau itu untuk melihat permukaannya.
Sadar dengan apa yang dia pikirkan, Len menggeleng keras. "Tidak! Tidak! Aku tidak boleh berpikir seperti itu!" eluh Len.
Tapi pikiran untuk membunuh Rin berkali-kali menghantuinya dan membuatnya merasa pusing. Dan tanpa dia sadari, dia melewati pintu itu dan berjalan ke arah Rin sambil mengenggam pisau di balik punggungnya.
Rin menyadari suara langkah Len dan memutar tubuhnya.
"Len a-" kalimat Rin terpotong saat menyadari sakit luar biasa di sekitar jantungnya. Dia tersadar bahwa Len kini sedang menusukkan sebilah pisau di dadanya.
Len tersenyum dan mulai menggoreskan pisau itu di sekitar dada Rin dan membelah dadanya hingga mengeluarkan banyak darah dan memperlihatkan daging serta tulangnya.
Rin hanya terdiam dengan wajah kaget yang dengan jelas terlihat dimukanya. Dan perlahan-lahan dia menutup matanya.
Len pun tersenyum dan menggendong Rin ala Bridal Style lalu menyusuri jalan setapak yang entah mengapa kali ini terasa jelas tanpa tanda di sekitarnya.
.
.
Len sampai di sebuah pintu berwarna kuning keemasan, dia membuka pintu tersebut dan langsung melemparkan 'jasad' Rin kedalam lalu menutupnya.
Lalu kembali berjalan tidak tentu arah sambil tertawa menyeramkan.
"Sekarang aku yang menjadi Alice!" ucap Len berulang kali sambil menatap tangan kanannya yang kini terukir lambang hati berwarna kuning.
Tanpa dia sadari bahwa di sekeliling jalan yang telah dia lewati terdapat sebuah batu nisan yang berantakan dan sudah rusak.
Len terus berjalan sambil tertawa sinis tanpa memedulikan sekitarnya. Diapun meneriakkan bahwa dirinya seorang Alice berulang kali.
.
.
Dia sampai di sebuah kandang dari dahan-dahan pohon yang berduri. Dia menatap kandang itu dari luar dengan bingung, namun dia tidak bisa melihat apa yang ada di dalam kandang tersebut. Akhirnya dia membalikkan tubuh dan hendak meninggalkan kandang tersebut.
Seketika matanya terbelalak kaget, dia merasakan suatu rasa yang amat pedih di punggungnya. Saat dia menengok kebelakang, dia melihat pedang yang tertancap di punggungnya. Orang yang menancapkan pedang itu seorang wanita dengan rambut coklat pendek dan baju campuran antara merah dan putih.
Wanita itu tersenyum dan tertawa kecil setelah melihat Len yang perlahan kehabisan napas dan meninggal.
~Alice Human Sacrifice, 4th Alice : HEART, END~
© Hanna Kagamine, 5th March 2011
Minna-san, Gomennasaiiiiii aku telat update xO
Eh salah, yang bener lama update.
dan apakah kali ini cukup sadis? *smirk*
Kalian tahu, ada 13 Versi PV Alice Human Sacrifice dan 5 versi dengan lirik yang berbeda-beda.
Jadi dengan senang hati aku mencampur semuanya :D
Maaf banget ya kalau ini aneh, aku buat ini ketika sedang galau (?)
Okelah :]
anytypo? tell me! ;D
Review please? :D
POOL : what you want i create next?
-Trick And Treat-
-Hurt/Comfort & Angst-
-Family/Romance-
-Adventure-
-Horror and Bloodie Action-
Sent me what you choose on review please :D