Disclaimer : Naruto selalu punya Pakdhe saya, Masashi Kishimoto *bangga* -dijitak-.

Naruto Fanfict

AU, Maybe OOC

Main Pairing : Sasusaku

Warning : Gaje. Membaca Fict ini dapat mengakibatkan mata memerah, kejang-kejang, gangguan kejiwaan dan jamil*?*.

Tidak suka, lebih baik tidak usah dibaca. Mari belajar menghargai ^^v

"Hhhhh!" aku mendengus keras, menatap ke jendela di kelas dengan bosan. Pandangan mataku menyapu semua keadaan di halaman yang bisa aku lihat. Mataku menangkap beberapa biji penghuni kelasku yang sedang mengobrol di salah satu bangku taman. Heboh sekali. Sesekali terdengar suara Temari yang cukup keras dan beberapa kekehan teman-teman di sekitarnya. Bibirku sedikit terangkat membentuk seulas senyum. Ya, melihat kebersamaan temanku membuatku merasa sedikit tidak bosan menunggu Kakashi-sensei yang belum juga datang sampai sekarang untuk mengajatkan bahasa jepang. Hanya saja, aku memang terlalu malas untuk bergabung. Eh tidak, tepatnya mengantuk.

Enak juga ya, kalau sekarang aku tidur. Aku melirik ke arah teman sebangkuku yang masih kosong. Hinata memang tadi pergi ke kantin karena belum sarapan semenjak tadi pagi bersama Ino dan Tenten. Malas ah, menyusul. Lagipula…

Aku mulai menelungkupkan kepalaku di atas lipatan tanganku di meja, membuat posisi senyaman mungkin untuk segera tidur.

Yup. Waah, enaknya. Sekarang tinggal memejamkan mata dan…

"SAKURAAAAAAAAA!" suara gaje, cempreng, berisik dan mengganggu itu mengagetkanku.

"AAAAAA!" jeritku kaget sambil reflek melompat dan celakanya lututku malah membentuk meja. Aduh, mateng.

"APA SIH NGAGETIN AJA!" ucapku keras sambil menggebrak meja. Sedangkan yang aku bentak malah asyik cengar-cengir dengan watadosnya. Sesekali ia menunjukku dengan jari telunjuknya sambil cengar-cengir gaje pada dua orang di belakangnya. Bibirku mengerucut. Tak aku pedulikan beberapa temanku di kelas yang protes akibat kaget mendengar aku menggebrak meja.

"Ehehehe, maaf Sakura. Habis menyenangkan sih menggodamu. Hehehe, tapi gak usah gitu deh, teman-teman pada kaget, kan. Lagipula tanganmu kan jadi sakit!"

"Bodo! Kau ini! Aku kan baru mau tidur, dasar pengganggu. Dan asal kau tau, aku tidak merasakan sakit sedikitpun!" ucapku dengan lantas, keras dan bohong. Sumpah sebenarnya tanganku sakit sekali. Tapi gengsi dong, kalau aku ketauan kesakitan saat aku sedang marah. Ino, gadis yang tadi mengagetkanku hanya meringis.

"Iya iya deh maaf…! Aku kan Cuma bercanda!" ucapnya sambil memamerkan giginya dan kedua jari tangan kanannya membentuk huruf 'V' disamping kepalanya.

"Bercanda udelmu bodong!" runtukku. Ino menggaruk belakang kepalanya.

"IYa-iya…. Eh, aku ni mau ngasih berita bagus! Jangan marah terus dong!" ucapnya langsung duduk ke kursi Hinata. Sedangkan Hinata dan Tenten segera duduk menuju ke bangku di depanku, dan memutar kursinya sehingga menghadap aku dan Ino.

"Apa?" tanyaku sambil mengelus lututku yang terbentur meja.

"Hmmm… Iya, jadi HPku sudah dibenerin," katanya sambil tersenyum lebar. Aku melongo.

"Itu penting ya?" tanyaku sinis. Ino memonyongkan bibirnya.

"Tentu saja!" ucapnya berapi-api. Aku memandangnya aneh, sedangkan Tenten hanya nyengir dan Hinata melihatnya tanpa ekspresi.

"Menyangkut hidup dan mati?" tanyaku sambil mendelik. Ino menggeleng. "Tidak sih,"

Aku menghela nafas bosan. "Ayolah, katakan hal penting saja, aku sedang mengantuk," ucapku sambil bersiap untuk meletakkan kepalaku senyaman mungkin.

"E eh. Iya… Jadi begini," ucap Ino sambil menggeret lenganku untuk tetap duduk tegap. Nada bicaranya dibuat serius. Tapi tetap saja, si gendut-yah, Ino memang paling gendut sih- itu tidak bisa serius. Karena aku terdiam, ia melanjutkan.

"Jadi, mau tidak, kau ikut ke Oto hari Minggu besok? Rencananya aku, Tenten dan Hinata akan pergi kesana, ke perbatasan Konoha dan Oto yang ada bukit sama danau kecilnya itu loh, aku penasaran!" ucapnya sambil bersemangat. Aku yang tadinya mengantuk ikut tertarik juga. Apalagi mendengar kata bukit dan danau, ah, enak sepertinya untuk berpetualang. Aku mengangguk antusias.

"Iya, jadi kita pergi kesananya setelah latian silat saja bagaimana? Dan kau bisa mengajak Sasukeee-kun~!" ucapnya menggoda yang membuat wajahku merona. Tenten hanya mengangguk di sertai Hinata yang masih menatap kami tanpa ekspresi. Aduh, benar-benar dia tuh.

'Sasuke-kun, kau mau pergi ke Perbatasan Oto-Konoha tidak besok hari Minggu?'

Aku menatap layar ponselku kemudian tanpa melihat kepada siapa aku mengirim langsung saja tanganku bergerak memencet tombol sendiri. Dan beberapa saat kemudian laporan pengiriman sms untuk Uchiha Sasuke ehm, pa- ehm, pacar- ehm-mpph hoek! Iya iya, pacarku. Errr… Bisa jaukan kemoceng itu dari mulutku?

Beberapa saat kemudian, HPku bergetar menandakan ada sms masuk.

From : Sasuke-kun

27-01-2011

19.01

'Ya, memangnya kau mau ngapain?'

Aku tersenyum sendirian di dalam kamar. Kemudian dengan cepat aku balas smsku kepada Sasuke. Tak berselang lama, balasan datang kembali.

From : Sasuke-kun

27-01-2011

19.05

'Oh, ga capek apa? Bareng mereka? Berisik ga?'

Aku terkekeh sendiri membaca balasan dari Sasuke. Sebegitu was-wasnya dengan Ino, Tenten dan Hinata. Kalau Tenten dan Hinata mungkin tidak termasuk dalam kategori berisik. Lha Ino? Aku nyengir di dalam kamarku.

Tapi yah aku bilang saja kan padanya kalau semuanya terkendali. Dan setelah itu, kami hanya smsan sampai malam, karena hari itu Sasuke sedang melatih silat.

Oh iya, sebagai penjelas. Aku, Haruno Sakura, 16 tahun, duduk di kelas 3 SMA 1 Konoha, orang bilang aku tinggi. Yah, memang begitu sih, dan untuk yang lain, aku tidak akan sebutkan, biar kalian menilai sendiri. Heheh, lalu… Ino, 17 tahun yang seenak bakso sambel menggebrak mejaku. Dia adalah temanku yang paling berisik, dan cerewet. Tapi dia juga yang paling nyambung denganku. Menurutku dia kelakuannya seperti anak kecil, wajahnya juga cukup imut. Tapi menurut teman-temanku malah aku yang kelakuannya seperti anak kecil. Uh, padahal aku pikir aku ini sudah dewasa, anggun dan berkelas *?* -hoek-. Ah, next, ada Hinata, 17 tahun yang selalu tampak ekspresi, dia yang paling pendiam di antara kami, selain itu kalau bicara pasti suaranya pelan sekali. Lalu ada juga Tenten, 17 tahun, paling tomboy di antara kami, tapi dia lebih pendiam daripada Ino. Pokoknya disini Ino yang paling berisik deh. Mereka semuanya baik-baik dan cantik-cantik, termasuk ak-eh, iya iya, jangan melotot begitu dong…

Lalu, dan si ehm… Sasuke, 17, kekasihku. Dia berbeda sekolah denganku. Dia sekolah di SMA 2 Konoha. Badannya tinggi dan tegap, mungkin efek dari kesukaannya olahraga atau karena factor keturunan bapaknya. Hidungnya mancung, dan rambutnya, aneh. Seperti model buntut ayam. Tapi ya itu, dia tetap terlihat tampan. Hehehe… kami sudah berhubungan kurang lebih 3 bulan, masih sangat baru, kan? Kami pada awalnya bertemu saat dia mengikuti kejuaaraan Silat dan kebetulan saat itu aku menonton, dan konon katanya, dia tertarik padaku sejak pertama kali melihat. Hahaha… Sudahlah. Hn, itu kata kesukaannya. Dia memang cuek, dan terkesan pendiam. Tidak suka tempat yang rame, tidak suka basa-basi, dan sedikit keras kepala. Tapi di balik semua itu, dia adalah seorang yang manja. Inginnya selalu diperhatikan.

"Lalalalala!" aku menyenandungkan lagu kesukaanku sambil berjalan sambil mengganti bajuku di kamar mandi sekolah. Sesekali aku mengusap peluh yang masih menetes di pelipisku setelah usai berlatih pagi tadi.

"Sudah?" Tanya Ino ketika melihatku memasukkan baju latihanku ke dalam tas. Aku mengangguk sambil mengacungkan jempolku.

"Hinata, kau punya minum?" tanyaku pada gadis yang sedang menutup resleting tasnya.

"Iya!" ucapnya kemudian membuaka kembali resleting tasnya dan menyodorkan sebotol air mineral Axua. Dengan sesegera, separo dari air di dalam botol itu berpindah ke lambungku.

"Terimakasih," ucapku meringis sambil mengangsurkan kembali botol axua itu padanya. Dia tersenyum.

"Hei, kapan Sasuke akan datang?" Tanya Tenten. Aku memiringkan kepalaku. Kebiasaan kalau berpikir.

"Katanya sih jam…. –ah, itu pasti dia!" ucapku setelah mendengar suara klakson di luar sana. Sesegera aku berlari sambil menggendong tasku diikuti ketiga temanku keluar dari aula. Dan disana terlihat Sasuke yang sedang naik motor mengangkat salah satu tangannya ke atas sebagai sapaan.

"Sok cool, wek!" cibirku sambil menjulurkan lidahku. Dia hanya tersenyum tipis.

"Cieee cie! Berangkat kapan?" Tanya Ino pada kami berdua. Aku melihat ke arah Sasuke. Dia mengangguk. "Sekarang kayaknya," ucapku asal.

"Yuhuuu!" ucap Ino sambil berlari kecil ke arah motornya diiringi gelengan kepala Tenten dan Hinata secara bersamaan. Sedangkan aku hanya mengangkat bahuku.

Dan inilah kami, 5 remaja bersama-sama pergi ke perbatasan Oto-Konoha yang konon katanya pemandangannya sangat indah. Yang memakan perjalanan dua puluh menit dari sekolahan. Kami semua menggunakan motor. Tenten sendirian, Ino dan Hinata berboncengan, sama sepertiku dengan Sasuke. Sepanjang perjalanan aku dibuat berdecak kagum dengan pemandangan indah di sekelilingku dan berkali-kali menyesal karena selama 16 tahun ini belum pernah melihat pemandangan indah ini di daerah sendiri, sungguh. Katroknya. Diriku.

Dan sebagai akhirnya, aku kembali dibuat menjerit kagum ketika melihat danau dan bukit itu yang sungguh, indah dan fantastis sekali untuk dilihat, sungguh! Banyak pepohonan di mana-mana. Bahkan di danau kecil itu, yang dikelilingi bukit penuh pepohonan itu ada satu batang pohon besar yang telah tumbang yang melintang di pinggir danau kecil tersebut. Jadi, kalau dirimu ingin melihat danau lebih dekat danau tersebut, bisa berjalan di pohon yang batangnya cukup lebar itu. dan jangan takut jatuh, sebab meskipun pohon itu batangnya seperti roboh ke danau tetapi akarnya masih menancap kuat.

"Keren!" aku berdecak kagum diikuti anggukan Tenten dan yang lain setelah berhenti dan turun dari motor.

"Aku mau foto-foto!" ucap Ino lantang sambil mengangkat tinggi-tinggi Hpnya, membuat Hinata yang pendiam itu dengan isengnya menutup hidungnya yang saat itu letaknya di dekat ketiak Ino. Ino mencibir Hinata. Aku memutar bola mataku. Dasar. Yang satu narsis, yang satu iseng.

"Dasar aneh!" ucapku meledek dengan pose berkacak pinggang. Ino menjulurkan lidahnya. Sedangkan kulihat Sasuke malah tersenyum tipis melihat kami.

"Hei, Ino, kamu mau foto-foto, kan? Ayo ke pohon itu deh!" ucap Tenten sambil menggeret tangan Ino menuju ke pohon tadi. Hinata segera berlari kecil mengikuti. Dan akhirnya aku dan Sasuke, berjalan bersama mengikuti mereka.

Aku tersenyum melihat Ino dengan narsisnya berfoto di atas batang pohon itu dengan narsisnya. Di belakangnya tampak Hinata yang malu-malu. Sedangkan Tenten dengan gajenya berakting menjadi photographer handal. Aku terkekeh geli ketika melihat malahan Tenten yang terlihat berpose daripada Ino dan Hinata.

"Mereka lucu, ya?" ucap Sasuke tiba-tiba. Aku menoleh, melihatnya tersenyum melihat teman-temanku. Aku mengangguk.

"Iya, banget! Kau tidak menyesal kan, menyempatkan waktumu kesini?"

Sasuke menggeleng. "Tidak, meskipun aku baru pertama kali bertemu Ino dan Hinata, tapi aku rasa mereka berdua itu supel," ucapnya tanpa pikir panjang. Aku tersenyum. Ya, Sasuke memang kan sudah bertemu dan sangat kenal Tenten yang juga satu tempat latihan dengannya semenjak SMP. Yah, memang, dari kami berempat, Tenten lah yang pertama kali ikut silat. Sedangkan aku, Ino dan Hinata mengikuti ekskul di sekolah karena tertarik setelah melihat kejuaraan itu.

"Hei kalian!" seru Tenten tiba-tiba. Aku dan Sasuke menoleh.

"Tidak mendaki bukit?" tanyanya kepada kami. Aku menoleh sebentar kepada Sasuke.

"Boleh," ucap cowok itu sambil melihat ke arah bukit di dekat danau kecil. Aku mengangguk.

"Ya sudah kalian ke atas saja, aku akan di bawah saja," ucapnya lagi. Kemudian ia berbalik dan mulai memfoto 'model'nya yang sudah mulai sewot karena tak kunjung di foto. Segera aku dan Sasuke melangkah pergi untuk naik bukit.

"Hati-hati!" ucap Sasuke sedikit keras ketika melihat aku hampir terpeleset. Aku meringis. Dan tibalah kami di puncak bukit tersebut, yang ditumbuhi banyak pepohonan. Segera, Sasuke berjalan ke sekeliling untuk mencari tempat yang nyaman untuk berteduh dan duduk. Setelah menemukannya, cowok berambut aneh itu segera mengayunkan tangannya mengisyaratkanku untuk mendekat. Aku pun mendudukkan diriku di sebelahnya. Selama beberapa detik ke depan tidak ada yang memulai pembicaraan. Kulirik, Sasuke tampak sedang memainkan rumput panjang yang dicabutnya, diputar, ditekuk-tekuk, pokoknya kurang kerjaan gitu deh. Dan aku, yang tidak tahu harus ngomong apa hanya sesekali melempari semak-semak di depan kami dengan kerikil di sekitarku. Masih juga belum bicara. Jujur saja. Memang kata teman-teman pacaran kami cukup aneh dan lucu. Kamu masih terlalu malu untuk berdekatan satu sama lain, dan masih terlalu kaku. Apalagi kami juga baru sekali ini pacaran. Jadi, Tenten maupun teman lain yang sudah tahu menjuluki kami dengan 'pasangan lugu'. Whatever lah..

"Hei," ucapku mencoba memecah keheningan.

Tidak ada respon.

"Heeeeiiii!" kuulangi lagi sapaanku kepada orang di sebelahku itu, sedikit keras dengan asumsi bahwa sebelumnya sapaanku terlalu keras sehingga Sasuke tidak mendengar. Tetap tidak mendapat sambutan. Dengan menggerutu kesal aku menoleh ke samping untuk melihat apa Sasuke memperhatikanku ataukah sebaliknya.

Hampir saja aku terlonjak kaget ketika melihat dia menatapku dalam. Aku terhenyak.

"Ke- kena- kenapa?" ucapku gugup karena ditatap seperti itu. "Bukannya men-menjawab!" ujarku lagi sambil menggembungkan pipiku. Aku membuang pandanganku untuk menutupi wajahku yang memerah.

"Kau memanggilku?" tanyanya datar. Eh? Apa? Memangnya ada orang lain di sekitar sini apa? Hh…

"Tentu saja, aku ka-"

"Namaku Sasuke, ingat? Bukan hei!" ucapnya datar kemudian melempar rumput mainannya tadi asal. Aku mengerutkan dahiku. Eh, lalu kenapa? Cuma seperti itu juga. Masa dia-

"Aku tidak suka kalau ada yang memanggilku seperti itu. terkesan menantang," ucapnya lagi, sambil menatapku yang juga menatapnya, kali ini dengan pandangan yang sedikit melunak. Aku menelan ludahku gugup, kemudian menggaruk pipiku salah tingkah.

"Aaaa-"

"Oh ya, bagaimana latihanmu?" putusnya sesaat setelah aku berbicara dengan kegugupanku. Aku tersenyum lega.

"Lancar, semua baik," ucapku.

"Bagus, bagaimana dengan temanmu yang lain?" tanyanya lagi. Aku tersenyum. Sepertinya Sasuke senang dengan Ino dan yang lainnya. Aku merasa nyaman mereka saling kenal seperti ini.

"Eh, Ino sms," gumam Sasuke setelah membuka sms di HPnya, kepalaku melongok untuk melihat pesan Ino.

From : 08xxxxxxxxxxx

31-01-2011

15.37

'Hei, jangan pacaran mulu, inget waktu woy… ayo turun!'

Ino

Aku tersenyum kemudian mengangguk.

"Ayo turun, Sasuke-kun," ucapku. Dia mengangguk.

"Eh, nomornya Ino aku simpan?" tanyanya. Aku hampir tertawa. "hehe, terserah kamu dong, tentu, simpan saja!" ucapku tetap tersenyum. Dia mengangguk kemudian segera menyimpan nomor Ino. Dan kami pun turun.

"Sakura, kemarin aku dan Sasuke smsan!" ucap Ino ketika kami semua selesai berolahraga dan sedang perjalanan menuju ke kantin. Aku menoleh.

"Eh? Benarkah?" tanyaku heran, dan sedikit… errr… cemburu mungkin? Ah, padahal Cuma seperti itu, tetapi mendengar kata 'smsan' kok kesannya akrab sekali, ya? Ah, lupakan mungkin aku yang terlalu lebe.

"Iya… Awalnya aku juga merasa aneh sih, habis dia kok sms aku gitu," ucapnya seperti bergumam sendiri. Aku menelan ludahku.

"Sms apa?"

"Errr… banyak sih. Smsan, tapi kebanyakan membahas kamu," ucapnya sambil menulurkan lidahnya.

"EH?" ucapku kaget.

"Tapi tenang saja, aku tidak menjelek-jelekkan kamu, kok!" katanya sambil terkekeh. Aku mengikut terkekeh juga mendengarnya. Dan kami pun akhirnya makan bersama di kantin.

Malamnya…

Aku tersenyum sendiri membaca hasil pekerjaan rumahku yang disuruh membuat cerpen untuk mata pelajaran Sastra. Dengan begini, satu beban tugas hilang, kan?

Drrrrttt Drrrtt…

Aku dikagetkan dengan getaran HPku di atas meja belajar. Segera aku menyahutnya.

From : Sasuke-kun

02-02-2011

19.00

'Hei, sedang apa, Sayang?'

Aku tersenyum dan segera mengetikkan balasan,

'mengerjakan PR. Kau? Sudah makan? Bagaimana dengan presentasimu?'

Segera aku tekan tombol 'send' dan tak beberapa lama kemudian laporan terkirim aku terima. Sambil menunggu balasan, aku keluar kamar untuk makan malam karena sejak tadi sore aku mengerjakan PR sampai lupa belum makan sejak siang.

Setelah usai makan malam aku segera melangkah kembali ke dalam kamarku untuk membalas pesan Sasuke. Dengan riang aku menyahut Hpku yang masih tergeletak manis di atas meja belajarku. Dan segera aku memencet salah satu tombol disana. Ada 3 sms baru masuk. Akan tetapi dahiku mengerut seketika ketika melihat tak ada satupun sms yang dari Sasuke, melainkan dari Kiba, Sai serta Ino.

Mereka bertiga dengan kompak menanyakan satu hal. 'Sastra dapat PR apa?'

Dengan segera aku membalas ketiga pesan mereka. Kemudian menata jadwalku untuk esok hari.

Aku segera menoleh cepat ketika kembali Hpku bergetar, segera aku mengambil dan membuka sms yang masuk. Dan sial, lagi-lagi bukan dari Sasuke, melainkan dari Sai yang mengucapkan terimakasih. Aku merengut sebal. Bukan pada Sai tapi pada Sasuke yang tak kunjung membalas smsku. Dengan kesal aku segera menuliskan pesan kosong untuk ku kirim kepadanya. Aku membanting diriku di kasur. Beberapa saat kemudian,

From : Sasuke-kun

02-02-2011

19.30

Menonton tv. Sudah. Ya, bagus,

Aku merengut tak suka membaca smsnya yang terlalu singkat dan terkesan malas ini. Tapi ya sudahlah mungkin dia memang lagi malas mungkin ya? Uh, siapa peduli. Dengan sebal aku tak mebalas smsnya ini. Entah, biar dia menganggapku anak kecil atau apa, habis dia lama sekali membalasnya, coba sekarang kalau aku yang gentian!

Sembari bersungut-sungut, aku membuka-buka buku mata pelajaranku untuk belajar. Tapi sayangnya aku tidak bisa berkonsentrasi karena aku malah memikirkan Sasuke. Kenapa dia menjadi berbeda ya. Kalau dia sibuk, dia juga tidak akan seperti ini, membalas singkat dan cuek seperti itu. Paling tidak dia akan meneleponku dulu sebelumnya.

Hah, untuk menghilangkan perasaan sebalku, aku sms Ino.

"Ino, kau sudah mengerjakan PR Sastra?'

Beberapa menit kemudian.

'Sudah, tentu saja. Hei, pacarmu ini ternyata menyukai perbatasan Oto-Konoha yah? Tak kusangka… Hahaha, siapa dulu yang promosi *PD mode on*'

Aku tersentak. Hah? Segera aku mengirim balasan,

'Memangnya kapan dia bilang?'

Aku tak sabar untuk menerima balasan Ino.

From : Ino

02-02-2011

19.45

'Jiah, baru saja. Ini aku dan dia smsan. '

Tiba-tiba, perasaan yang sebelumnya belum pernah aku rasakan hinggap. Rasanya sungguh aneh, seperti menyayat hatiku dengan sebilah pisau yang tajam. Sakit, sangat sakit. Karena yang menjadi fokusku sekarang adalah… Sasuke, yang daritadi tidak membalas smsku, ternyata asyik smsan dengan Ino! Demi Tuhan sungguh, aku yang hanya pacarnya hanya dibalas sesingkat itu dalam waktu yang lama sedangkan dia dan Ino smsan? Oh, good. Apapun yang terjadi, yang aku rasakan sekarang adalah rasa sebal, sedih, marah, kecewa menjadi satu. Dan yang jelas akupun tahu, apa yang sedang terjadi padaku.

Demi Tuhan, aku cemburu.

TBC


Uchiharuno Sasusaku :

Bangkit dari... errr... apa ya? Hibernasi? (Reader : Apasih gaje)

Ehehehe, maafkan saya yang gimana gitu, bukannya ngelanjutin fict lain, malah publish fict gaje... semoga ini berkenan di hari para reader (semoga ada... semoga adaaaa)

Based on true story. wekekek-?-

O.K, maaf kalau ceritanya gaje, dan GGK juga Gaje. mohon maaf. m(_ _)m

Akhirnya... Review...? -kedip-kedip-