"Dan untuk menjagamu, izinkan kami berada di sampingmu malam ini, Sakura-hime."

Sakura segera menarik kedua tangannya yang tengah dicium oleh kedua lelaki tampan di hadapannya itu. Tubuhnya merinding sendiri. "A-apa maksud kalian!"

Naruto nyengir, lalu ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kami sangat mengantuk. Dan tidak mungkin bagi kami untuk keluar secara terang-terangan dari kamarmu sekarang."

Sakura terlihat seperti berfikir sejenak. Kemudian matanya melebar, "M-maksud…"

Sasuke menghela nafas lalu berdiri tegak. Ia pun menyentil dahi lebar Sakura. "Kau telat mikir ya, tentu saja kami harus tidur di kamarmu!"

Sakura mendelik sambil menepis jari Sasuke yang masih menempel di dahinya. Apa-apaan ini?

Naruto pun berdiri tegak. Ia tersenyum tanpa dosa ke Sakura. "Karena mulai sekarang kami sudah bekerja untukmu, kami akan menjagamu."

Sakura memandang Naruto gugup, "Tapi…"

Naruto pun ngeloyor pergi menuju kasur tanpa menghiraukan Sakura yang notabene sekarang adalah majikannya. Sasuke pun sama, setelah menguap kecil, ia mengikuti jalan Naruto. Dan itu membuat Sakura naik darah, sekarang ia benar-benar marah, apa-apaan Evils itu!

"Hei enak saja! Tunggu! Aku ingin kalian mematuhi peraturanku jika kalian memang pelayanku!"

Sasuke dan Naruto menghentikan langkah mereka diiringi dengan sebuah senyuman mematikan—atau seringai? Dan Sakura tak akan tahu itu, karena duo Evils membelakanginya. Naruto dan Sasuke pun membalikkan tubuh mereka menghadap sang majikan.

"Aku senang sekali Sakura-chan benar-benar mau menerima kami!" seru Naruto girang.

Sakura mengerutkan dahi. 'Oh, aku dikerjai…'

"Baiklah, ayo kita buat perjanjian."

.

Perjanjian pertama :

Kalian boleh memanggilku Sakura-hime hanya dalam waktu-waktu tertentu.

.

.

.

My Evil Butlers

Disclaimer : kalo punyaku, aku udah kaya dari dulu dong! *digantung Masashi Kishimoto*

Rated : T+ (?)

Genre : Romance, Friendship, Crime, terserah readers lah!

Pair : SasuSaku or NaruSaku? slight other pair.

WARNING : AU, OOC, Gaje, abal, misstypo (maybe), dll.

.

IF YOU DON'T LIKE, DON'T READ PLEASE

but…

HAPPY READING!

.

.

.


Chapter 3 : Rasa Percaya

Kembali ke waktu sekolah…

Naruto memandangi para murid yang memandangnya heran ditambah dengan alis bertaut dalam. Oh ya ampun, mereka mau menantangnya berkelahi ya? "Apa sih lihat-lihat?" serunya setengah membentak pada murid gendut yang menatapnya tanpa berkedip. Murid gendut itu langsung menggeleng cepat dan berlari. Naruto mendecih setelah itu.

"Mereka itu, seperti tidak pernah lihat artis di TV saja," batin Sasuke ngeri, melihat tatapan tanpa kedipan murid-murid padanya.

"Hei, Sakura-chan!" Naruto menarik lengan Sakura yang berjalan di depannya, membuat si empu lengan menoleh padanya dengan terpaksa. "Kau bisa ke kelasmu sendiri, kan? Kami tak perlu mengantar, kan?"

Sakura memandang Naruto sebal. "Memang siapa yang minta diantar?"

Oh, gadis ini sudah berani kurang ajar rupanya. Kemarin takut setengah mati, sekarang sangat berani tak ada matinya, begitu yang Sasuke pikirkan saat melihat raut wajah Sakura yang terlihat kesal. "Kau itu punya otak tidak, sih? Kau pikir kami digaji untuk apa? Kakekmu itu meminta kami untuk melindungimu dari berandal di sekolah ini tahu."

Sakura memandang Sasuke sekilas. Yang bodoh siapa, sih? Berandalan itu kan salah satunya Sasuke. Dan Sakura yakin Sasuke tak bodoh. Karena setelah mengucapkan tadi, Sasuke tersenyum penuh kemenangan padanya.

"Memang berandalannya mana sih?" tanya Naruto.

Sakura menggeram dalam hatinya. Ia yakin Naruto pasti juga sudah tahu siapa berandalan yang dimaksud Sakura. Sungguh, jujur saja, ia sudah tak peduli dengan dua berandalan itu lagi. Ia takut dengan Evils? Hapus semboyan itu dalam kamus hidupnya. Betapa kesalnya ia mempunyai hidup seperti ini. Evils benar-benar kurang ajar. Mereka hanya mengerjainya. Sialan.

Melihat Sakura yang mati kutu, membuat Sasuke maupun Naruto tertawa dalam hati mereka masing-masing.

Gadis yang menyedihkan, pikir Sasuke.

Ternyata mengerjai Sakura-chan sangat menyenangkan, setidaknya itulah yang ada di pikiran Naruto.

Ah, andai saja Sakura mendengar isi hati kedua pelayannya, mungkin saja kekuatan aslinya akan bangkit.

-o0o-

Sakura menaikkan alis melihat seisi kelas tengah menatapnya dengan tatapan tak biasa. Kenapa ia merasa jadi objek dari penglihatan teman-teman sekelasnya? Padahal kan ia baru melangkah ke dalam kelas. "Ada apa?"

"Kau sekutu Evils," kata salah satu teman Sakura.

Sakura menatap temannya penuh tanya. "Bukan."

"Cih, sok baik selama ini. Ternyata kau sama saja berandalan."

Sakura tak berkata lagi kemudian. Ia pandangi temannya yang barusan bilang begitu.

"Awas saja kalau membuat masalah di kelas," desis salah satu teman Sakura sambil melangkah melewatinya. Dengan sengaja, ia menyenggol bahu Sakura dengan keras.

Sakura meringis sambil memegangi bahunya. Ah, kenapa ia jadi disalahkan begini? Kenapa jadi dibenci begini?

"Beritanya benar, ya?" tanya Ino dari belakang, membuat Sakura terlonjak kaget.

Sakura menghela nafas. "Kenapa?"

"Kudengar kau berangkat bareng Evils. Benar, ya?"

"Iya."

Tiba-tiba saja Ino mencengkeram bahu Sakura erat. "Mereka setan, Sakura! Apa hubunganmu dengan mereka!" tanyanya berapi-api. Dan itu membuat banyak murid menoleh ke arah dua gadis itu karena penasaran.

"Jangan ribut, oke? Aku tak mau memberikan pengumuman gratis di sini," desis Sakura dan itu membuat Ino langsung bertindak.

"Hush! Hush! Lihat apa kalian! Pergi sana!" usir Ino pada murid-murid yang hendak menguping. Lalu ia segera mendekat pada Sakura.

"Mereka bekerja di rumahku."

"OH MY JASH…!"

"Diam Ino!"

Ino segera menutup mulutnya dengan mata membelalak. Ia pandangi sahabatnya tak percaya. "Ah, jangan sampai kau menjadi kriminal."

Sakura mendesah. Ia memandang Ino yang menatapnya khawatir dan berlebihan. "Ino…"

Ino mengangkat alisnya. "Kau mau cerita padaku kapan?"

"Nanti bolos ke toilet mau?"

Ino terdiam sejenak lalu memandangi Sakura kasihan. Dan ia mengangguk pelan.

-o0o-

Naruto mencoret-coret buku tulisnya. Mewarnainya dengan pensil crayon hingga apa yang ia coretkan terlihat lebih indah dan hidup. Ah, berlebihan, itu kan hanya sekedar coretan. Tapi coretan yang menurutnya sangat indah. Mungkin jika orang lain yang melihat, mereka takkan tahu kalau yang Naruto gambar adalah Sakura. Setelah menikmati hasil karyanya, Naruto pun menghela nafas lelah dan melirik Sasuke, yang bangkunya bersebelahan dengannya. Sasuke tengah kini memakai kaca mata untuk membaca. Entah membaca apa. "Teme, menurutmu, sifat asli Sakura-chan seperti apa, ya?" bisik Naruto sambil menerawang. Tak peduli akan keberadaan Asuma-sensei yang tengah mengajar.

Mendengar suara kecil Naruto, membuat Sasuke menoleh padanya. "He? Kenapa tiba-tiba?"

Naruto menggeleng kecil. "Aku hanya penasaran."

Sasuke mendengus. "Kau polos sekali ya," Sasuke melirik Naruto sekilas. "lemah."

Naruto mengerjap. "Apa maksudmu?"

"Kau dikalahkan seorang gadis bodoh seperti Sakura. Laki-laki yang lemah."

Naruto menatap Sasuke dalam. Kenapa Sasuke berbicara seperti itu? Kedengarannya seperti memanas-manasi. Apa maksudnya? Bukankah biasanya Sasuke tak banyak komentar perihal perasaannya? Apalagi menyebutnya 'lemah'.

"Aku tahu kau suka padanya," Sasuke menantang mata biru Naruto. "tapi tadi malam kau benar-benar terlihat lemah. Seperti harga dirimu sangat jatuh di depan gadis cengeng itu," kata Sasuke. Ia mengingat-ingat kejadian semalam. Kejadian yang sesungguhnya mengusik pikiran.

Naruto mendengus kesal. Ah, ternyata Sasuke memang berniat membuatnya panas. Tapi kenapa di saat-saat seperti ini? Oke, Naruto mengakui kalau ia yang salah karena mengajak Sasuke ngobrol duluan. Ia tatap Sasuke yang juga menatapnya, tapi dengan tatapan berbeda. Tatapan Sasuke padanya datar bukan seperti dirinya yang cepat tersulut emosi. "Aku malas bertengkar."

"Sama."

"Dan aku malas mengajar kalau salah satu dari kalian terus mengobrol di dalam kelas," sahut Asuma yang kini tengah asyik berada di tengah kedua sahabat itu. Keberadaannya yang tiba-tiba membuat Sasuke dan Naruto menatap guru mereka yang satu itu heran. Asuma mengela nafas. "sudah puas ngobrol?"

Naruto melirik Sasuke dengan ekor matanya. Terlihat Sasuke yang tengah berusaha menyibukkan diri sendiri dengan membaca buku.

"Dari tadi aku membaca buku," ujar Sasuke kalem. "Naruto yang mengajak bicara duluan."

Kkhh… Naruto menggeram tertahan. Ah, ternyata benar kata pepatah. Kawan bisa jadi lawan. Dan di saat-saat seperti inilah sifat 'brengsek' Sasuke akan muncul. Kedua sahabat itu juga tak selamanya akan harmonis, bukan? Mereka sering bertengkar. Betapa brengseknya Sasuke. Pantas jika Naruto memanggilnya 'teme', bukan?

"Mau keluar atau kuhukum? Kau tidak bisa mengancamku Naruto," tegur Asuma malas. Sebenarnya ia bukan percaya akan kata-kata Sasuke. Tapi, matanya melihat sendiri kalau meja Naruto penuh dengan buku bercoret-coret full colour yang entah membentuk gambar apa.

Naruto menghentakkan kakinya sebal. Ia pun berdiri dari kursinya. Melotot pada setiap murid di kelasnya yang menatap ia. Memang kenapa harus dilihati segala? Memang ia tontonan? Dengan langkah dipaksakan, Naruto pun berjalan ke luar kelas.

-o0o-

"Ah, ya ampun. Susah jadi kau," komentar Ino setelah mendengar kronologis bagaimana Evils bisa bersama Sakura. Ia sendiri berada di dalam toilet bersama si pencerita. Mereka berdua bolos dengan mengatakan kalau mereka ke UKS karena sakit perut pada Kurenai-sensei, guru mereka yang baik hati. Mengapa harus bolos segala? Oh, ayolah, kalau tidak, siapa yang akan menjamin kalau murid-murid lain tidak ikut menguping? Dan bagi Ino, mendengar cerita ini memang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Sakura pun mengerti sifat Ino yang selalu ingin tahu itu.

Sakura menghela nafas panjang. Ia merengek manja pada Ino. "Baru seperti ini saja sepertinya aku sudah dibenci, Ino. Kau lihat pandangan teman-teman sekelas terhadapku?"

Ino memutar bola matanya. "Kenapa kau sampai menerima mereka bekerja di rumahmu sih? Bodohnya!"

"Kan sudah kubilang, mereka terlantar. Entah mengapa, malam itu aku tak bisa menolak mereka. Aku kasihan."

"Kau terlalu baik, bodoh."

"Lalu aku harus bagaimana? Aku tak mau berada di dekat mereka!"

Ino mengangkat bahu. "Pecat saja mereka, gampang kan?"

Setelah itu Sakura terdiam. Ia memandangi Ino tak yakin. "Aku takut tidak bisa melakukannya. Lagipula… mereka kan memang…"

Kami diusir oleh keluarga kami tanpa diberikan uang saku. Padahal kami sudah bersusah payah untuk mencari pekerjaan, tapi tak pernah ada yang menerima kami, karena banyak yang sudah tahu kalau kami sering berbuat onar. Saat melihat ada pamphlet yang ditempel di tiang-tiang bahwa dibutuhkan dua pekerja, kami langsung saja melamar pekerjaan itu. Tak tahunya… pekerjaan itu… adalah untuk menjadi pelayanmu…

Sakura mendesah. Entah mengapa, kata-kata Naruto tadi malam malah terngiang di telinganya. Kalau boleh jujur, ia tak tega mengusir Evils dan membiarkan mereka terlantar. Berandalan juga manusia kan?

"Lalu maumu apa Sakura? Kau mau menunggu sampai mereka menyiksamu?"

"Siapa yang menyiksa?"

Sakura melompat kaget mendengar suara itu di belakangnya. Ia langsung memegang tangan Ino takut.

"Kenapa kau di toilet pria, Sakura…" Naruto yang kebetulan berada di situ melirik Ino, kemudian ia menyeringai. "…hime…?"

Ino mendelik dan ia berbisik pada Sakura. "Ia memanggilmu begitu?"

"Ah, aku selalu dikerjai mereka…!"

Naruto mengangkat alisnya bingung. "Kenapa?"

"Harusnya aku yang tanya kenapa kau di sini saat jam pelajaran!" tanya Sakura tak mau kalah.

Naruto memiringkan kepala. "Kalau aku ke sini sudah jelas karena aku pria. Nah, kalian? Aneh ya?"

Ino dan Sakura meneguk ludah mereka khawatir. Mereka sengaja pergi ke toilet pria karena jarang ada pria yang izin ke toilet saat jam pelajaran, berbeda dengan wanita.

"Kalian bolos ya?" Naruto menyeringai. "Ah, lapor ah…" Naruto mengambil ancang-ancang.

"Heh! Tunggu!" Sakura dan Ino langsung saja berlari, melewati Naruto. Tapi hanya Ino saja yang lolos. Naruto menarik lengan Sakura yang melewatinya.

"Duh, Sakura…!" Ino menatap sahabatnya frustasi.

"Sakura-hime, kau di sini dulu. Biar temanmu masuk kelas duluan," perintah Naruto.

Sakura menatap Naruto sebal. Siapa sih yang majikan di sini?

"Atau akan kulaporkan…"

"Maafkan aku ya, Sakura!" setelah mengucapkan permintaan maaf itu, Ino langsung ngeloyor pergi.

Sakura mendengus lewat hidungnya. Ia menginjak kaki Naruto dengan beringas. "Mau apa!" tanyanya sambil berteriak. "Kenapa kau di sini sih!"

"Galak sekali," gerutu Naruto. "Aku diusir dari kelas dan aku berniat untuk buang air."

Sakura merengut. "Buang air sana! Aku mau ke kelas!"

"Siapa bilang aku mau buang air? Aku hanya berniat saja," kata Naruto, membuat Sakura menggeram gemas.

"Ah, kau memang menyebalkan!"

Naruto menatap Sakura dengan pandangan yang ia buat meremehkan. Padahal, dalam hatinya, ia sungguh tak kuat menahan tawanya karena melihat ekspresi sakura yang lucu saat ini. Ah, betapa senangnya ia jika bisa melihat ekspresi Sakura lebih banyak lagi dari ini.

"Puas memandangiku?"

"Kenapa kau jadi marah?"

Dan kini, Sakura menatap Naruto dengan tatapan penuh kemenangan. "Pelayan tidak boleh memandangi majikannya seperti itu."

"Aturan darimana?"

"Dariku!"

"Kok aku belum pernah dengar?"

Kurang ajar! Sialan! Apa-apaan Naruto itu! Ah! Apanya yang menyeramkan! Apanya yang mengerikan! Evils itu menyebalkan! Catat dalam kamusmu Sakura! Mereka hanya orang-orang kurang kerjaan yang suka mengerjai orang! 'Kupecat nanti, tahu rasa kau!' geram Sakura dalam hati. "Aku mau ke kelas!" dengus Sakura dan langsung melangkahkan kakinya sebal.

Naruto memandangi punggung Sakura sambil tersenyum. Untung saja ia diusir dari kelas, jadi bisa bertemu Sakura seperti ini. Terima kasih Sasuke… kau telah membuat Naruto mencuri hati gadis itu lebih dulu. Ya, bukan mencuri hati sih, Naruto hanya sekedar mencari perhatian duluan.

-o0o-

"Sakura, tuh, mereka di pintu kelas."

Sakura mengangkat wajahnya setelah mendengar bisikan Ino tadi. Matanya bergerak-gerak dan berhenti tepat pada pintu kelasnya. Dan di sana, berdirilah dua pemuda yang saat ini sangat tak ingin ditemuinya. "Matilah…" desah Sakura setelah menyadari tatapan mengerikan dari teman-teman kelas untuknya terkecuali Ino. Sakura pun menunduk. "Ino, aku belum memaafkanmu soal yang tadi."

Ino menaikkan alisnya. Lalu ia menoleh ke Sakura yang duduk di bangku sebelahnya. "Lalu aku harus apa?"

"Bantu aku menghindari mereka. Setidaknya aku tak mau pulang bersama mereka."

Ino terdiam sejenak. "Oke, serahkan padaku, bos." Setelah itu Ino menggandeng Sakura dan mereka berjalan menuju pintu kelas. "Err, Sasuke… Naruto…" panggil Ino gugup. "Mau menjemput Sakura, ya?"

"Hn, memang kenapa?" tanya Sasuke.

Sungguh, jantung Ino berdegup kencang. Evils itu dari dekat memang menyeramkan, apalagi Sasuke! "Ng… kalian tahulah… apa masalah wanita tiap bulan…"

Baik Sasuke maupun Naruto, mereka menatap Ino bingung, lalu beralih pandangan ke Sakura.

"Sakura harus ke kamar mandi untuk mengganti 'itu'nya dulu," kata Ino, mencoba tenang.

"Mau kabur, ya?" tanya Naruto.

Sakura cepat-cepat menggeleng. "Kata siapa! Kau sok tahu sekali sih! Memang untuk apa aku kabur, hah?" bela Sakura cepat. Ia menatap Naruto kesal. Sungguh, ia jadi sangat sebal pada Naruto sejak kejadian di toilet itu.

"Ganti di rumah saja," usul Sasuke dengan nada datar, membuat Sakura mendelikinya.

"Mana bisa! Rokku sudah berubah warna!" kata Sakura sambil memegangi bagian belakang roknya yang tak kenapa-napa.

"Kalau bohong nanti kena karma," kata Naruto.

"Aku tidak bohong! Sudah ah! Kalian boleh pulang duluan kok! Ayo, Ino!" perintah Sakura kemudian, sambil menggandeng Ino.

"Akan kutunggu!" seru Naruto dari kejauhan pada Sakura yang melangkah sangat cepat bersama Ino menuju toilet.

Sasuke menyandarkan tubuhnya pada dinding di belakangnya. Matanya melirik Naruto yang kini tengah tersenyum sambil memandangi Sakura. Yang Sasuke herankan, sejak kembali lagi ke kelas tadi, Naruto terus tersenyum. Memangnya ada apa, sih?

-o0o-

"Ino, nanti suruh mereka berdua pulang duluan ya, bilang saja tiba-tiba aku dijemput Kakek," pesan Sakura pada Ino.

"Ya, lalu kau mau pulang?"

"Tentu saja."

"Aku yakin mereka pasti akan menyusulmu secepat mungkin."

"Aku lewat jalan yang lain kok."

Ino mengangguk mengerti, lalu melepaskan Sakura untuk pulang sendiri. Ah, kasihan Sakura. Sekarang, teman-teman sekelas jadi menganggapnya tidak baik. Ia ingat sekali kalau ada temannya yang bilang begini, 'Kalau disembunyikan, memang lama-lama akan ketahuan juga. Sakura memang sudah jadi kriminal. Dia cuma pura-pura selama ini. Cih, kegadisannya juga perlu ditanyakan tuh.' Ino menghela nafas. Ingin sekali ia memukul siapapun yang mengolok-olok sahabat tercintanya itu. "Apapun yang terjadi, aku akan selalu mendukungmu Sakura," lirih Ino. Setelah itu, ia kembali ke kelas. Dan memang seperti apa yang dipikirkannya. Naruto dan Sasuke masih di depan kelasnya.

"Sakura sudah pulang, karena tak tahan, dia menelepon rumah, lalu kakeknya menjemputnya," kata Ino. "Jadi, kalian bisa pulang sekarang."

Sasuke mengerutkan dahi. Ia lirik jam di pergelangan tangannya. Ini pukul setengah empat. Bukankah kakek dan nenek Sakura pergi ke luar kota pukul tiga? Ah, Sakura memang bohong padanya.

Naruto melirik Sasuke. "Ya sudah," katanya pasrah. Sama seperti Sasuke, Naruto juga berfikir Sakura bohong.

-o0o-

Kini Sakura tengah berjalan dengan santai. Tak peduli akan kedua pelayannya yang ia tinggal. Dan apa rencananya setelah sampai di rumah nanti? Tentu saja ia akan menguatkan hati untuk meminta kakeknya memecat Evils. Jangan sampai ia merasa kasihan lagi. Lho, tapi, bukankah kakek dan neneknya… Ya ampun… betapa bodohnya, maki Sakura pada dirinya sendiri.

"Kau, gadis Evils, kan?"

Sakura mengangkat wajahnya cepat. Menatap seorang lelaki yang berdiri tegak menantang di hadapannya. Lelaki bertubuh tinggi, yang rambutnya hitam lebat dan sedikit disemir ungu. Ah, lelaki itu tak sendirian. Di sebelahnya, ada juga lelaki lainnya.

"Tak kusangka Evils punya gadis manis begini," kata salah seorang diantara mereka yang berambut cokelat. Sekumpulan orang itu, jumlahnya ada sembilan. Ah, sialnya. Dan Sakura tahu siapa mereka. Siapa lagi kalau bukan preman?

"Mau apa, sih?" tanya Sakura risih. "Aku tak kenal Evils tuh."

"Galak sekali, jelas-jelas kau gadis Evils, tuh warna rambutmu pink," kata preman yang terlihat paling beringas. "Oh iya! Apa maksudmu tak menerima surat tantangan dari kami, hah!"

Sakura menggeram sebal. "Aku bukan Evils!"

Kesembilan preman itu tertawa. "Gadis Evils yang tak pandai berbohong, kau kira kami bakal percaya?" salah satu dari preman itu mendekati Sakura. "Bilang pada Evils, mereka tidak boleh membiarkan gadis mereka sendirian begini, atau…" preman itu menyeringai. "atau mereka takkan melihat gadisnya lagi… hahahaha!"

"Ngomong apa sih! Dasar jelek!" maki Sakura. Betapa sialnya ia bertemu preman di saat-saat seperti ini.

"Dasar cerewet! Kuculik baru tahu rasa!" geram si preman. "Ya, kau akan kusandera dan akan kubuat Evils mengaku kalah jika tak mau gadis mereka celaka. Dengan begitu, kami akan terkenal!" Preman itu tertawa kemudian. Ia pun menyeringai ketika Sakura malah menatapnya berani. Preman itu segera saja menyibak rok Sakura, dan tentu saja itu membuat Sakura marah.

BUAAAK! Sakura segera menendang wajah preman yang hendak melihat di balik roknya itu.

"BOOOSSSS!" pekik preman lainnya. Ternyata yang Sakura tendang adalah bos toh.

"Dasar kurang ajar!" Sakura langsung menginjak-injak bos preman itu.

"Cih, dia memang gadis Evils!" kata preman lain.

"Kami takkan segan-segan padamu, wanita!" dan kedelapan preman itu langsung saja menghampiri Sakura karena tak terima bos mereka diinjak-injak.

Ah, dunia Evils memang seperti ini.

Dan tentu saja Sakura tak mungkin menghadapi kedelapan preman yang mengejarnya itu. Lalu apa yang dilakukannya? Tentu saja berlari. Tapi, baru sebentar berlari, tiba-tiba saja ia merasa ada yang memeluknya dari belakang. Salah satu preman itu telah menangkapnya! Bahkan Sakura bisa mencium bau alkohol di dekatnya! Ukh….

"Walaupun 'gadis Evils', tetap saja kau itu wanita!" ucap preman yang memeluk Sakura itu.

Kurang ajaaaar! Menjijikkan sekali dipeluk preman seperti ini!

BUUUKKK!

"Siapa bilang kau boleh memeluk dia, heh?"

Bersamaan dengan lepasnya pelukan preman itu, Sakura bisa mendengar suara cempreng yang entah mengapa, membuat hatinya lega. Dan ketika ia membalikkan badan…

Seperti de javu dalam pikirannya. Sakura bisa melihat dua pelayannya yang kini tengah melindungi ia dari preman-preman kelas teri. Ah, itu… seperti mimpinya dulu. Memiliki pelayan yang bersiap melindunginya dari… Ev…tunggu! Itu bukannya Sasuke dan Naruto?

"K-kalian…"

"Cih, pakai membohongi kami segala," sindir Sasuke. "pada akhirnya kau butuh kami kan?"

"Kan sudah kubilang, kalau bohong nanti kena karma lho," seru Naruto, kemudian ia meniup kepalan tangannya yang ia gunakan untuk meninju preman yang memeluk Sakura sampai babak belur.

"Akhirnya… akhirnya Evils datang juga…" terdengar suara bos preman yang dipukuli Sakura tadi. Ia berjalan tertatih-tatih menuju Sasuke, Naruto, dan Sakura. Kehadirannya itu membuat seluruh anak buahnya memasang kuda-kuda.

Sasuke menghela nafasnya melihat sekelompok preman itu. Mengganggu pemandangan.

"Kenapa tak mau menerima tantangan kami!" tanya bos preman dengan nada membentak.

"Kalian kelas teri," jawab Sasuke singkat.

Dan lihatlah, preman-preman yang kini jumlahnya telah menjadi lima belas—karena bos mereka menelepon lagi anggotanya—itu , kini telah terbakar emosi yang membara. Tentu saja, itu malah membuat Evils menyeringai sengit kepada mereka.

"Sebenarnya bukan level kami menghabisi geng teri seperti kalian," kata Sasuke, kalem sekali.

"Tapi, karena salah satu dari kalian sudah mengganggu Sakura-hime…" kata Naruto dengan nada dibuat-buat.

"Ini, hukuman untuk kalian…" kata Sasuke sambil mengepalkan tangan.

"Yang menyebalkan," lanjut Naruto sambil mengeretakkan sela-sela jarinya.

"The end and welcome to the hell," kata Evils bersama-sama.

Dan untuk yang selanjutnya, hanya terdengar suara tonjokan, pekikan, tendangan, jeritan, pukulan, dan berbagai hal lainnya, yang membuat banyak gangster berfikir dua kali untuk mengirim surat tantangan mereka kepada Evils.

-o0o-

Malam yang indah biasanya Sakura gunakan untuk menonton TV, ataupun minum teh bersama kakek atau neneknya. Tapi tidak untuk malam hari ini. Malam ini, dirinya sibuk untuk menangis. Menangisi siapa? Tentu saja menangisi Naruto yang terkena pukulan keras di kepala oleh preman-preman yang mengganggu Sakura tadi. Salah satu dari preman itu mengambil kayu besar. Dan ujungnya, ketika Naruto sedang lengah—Naruto tengah bertanya pada Sakura tentang keadaan Sakura—salah satu dari preman itu memukul kayu besar itu tepat di kepala Naruto dan membuat Naruto pingsan seketika. Sakura yang saat itu melihat dengan mata kepalanya sendiri Naruto pingsan di hadapannya, langsung histeris hebat. Ia terus menangis dan menyuruh Sasuke menelepon ambulans. Gadis memang bisa membuat lelaki lengah, terlebih itu gadis yang disukainya.

Sekarang Naruto memang tak apa-apa. Ia sedang berbaring di kamarnya. Naruto menolak permintaan Sakura agar ia tinggal di rumah sakit. Ah, Sakura itu berlebihan sekali sih. Jujur saja, Naruto sudah sering seperti ini. Biasanya, Sasuke akan menggotong tubuhnya pulang kalau ia pingsan dan juga sebaliknya. Namun karena Sakura bersikeras memanggil ambulans tadi, akhirnya Sasuke menelepon ambulans untuknya. Setelah itu ia dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tidak sadar. Ketika sadar, ia meminta pulang dan malah berdebat dengan Sakura yang tak mengizinkannya pulang. Tapi, akhirnya Sakura mengalah juga melihat Naruto yang benar-benar serius ingin pulang.

Kembali ke kamar Naruto. Ah, benar juga. Jiraiya telah menyediakan kamar untuk Sasuke dan Naruto. Kamar mereka berdua berada di samping kanan dan kiri kamar Sakura, mereka diberitahu oleh salah satu pelayan di sana ketika baru pulang dari rumah sakit.

Dan sekarang, lihatlah, di kamar Naruto. Sakura yang masih memakai seragam duduk di bangku sebelah ranjang Naruto dan Sasuke yang tengah bersandar pada pintu. Sementara Naruto? Tentu saja ia tiduran.

"Sudahlah Sakura-chan, aku tak apa kok, sudah biasa," kata Naruto, tak enak hati melihat Sakura terus terisak.

"Tapi tadi kepalamu dipukul keras sekali sampai kau tak sadarkan diri! Kenapa kau tenang-tenang begitu? Sudah biasa? Hiks…."

Naruto menghela nafasnya. Mungkin Sakura baru pertama kali melihat kejadian seperti ini. Melihat kepala orang dipukul dengan keras oleh kayu sampai pingsan…

"Diamlah cengeng! Biarkan Naruto istirahat kalau kau memang merasa bersalah!" bentak Sasuke. Ia sangat kesal karena sedari tadi ia jadi korban suruhan Sakura. Disuruh merapikan kamar baru Naruto lah, disuruh mengambil kompres untuk Naruto lah, disuruh mengambil bubur untuk Naruto lah, pokoknya disuruh banyak sekali. Sebenarnya Sasuke itu bekerja untuk Sakura atau Naruto sih?

Sakura mengencangkan tangisannya dan tentu saja itu membuat Sasuke semakin geram. Sasuke segera menarik paksa tangan Sakura untuk keluar dari kamar Naruto.

Sebenarnya, Naruto saat itu ingin marah pada Sasuke yang kasar. Tapi, ia sendiri juga sebenarnya lelah mendengar suara tangisan Sakura yang tak ada hentinya.

"Naruto kan baru dipukul, Sasuke!" bentak Sakura ketika berada di luar kamar Naruto.

"Ya tapi dia tidak sampai mati!" geram Sasuke. "Ini juga salahmu yang berbohong segala!"

"Aku kan tidak tahu kalau ada preman!"

"Semua gara-gara kau sok hebat."

"Ukh." Sakura menunduk dalam. Air matanya hampir tumpah. "Aku kan tidak tahu…"

Sasuke mendesah. Ia malah jadi membentak Sakura. Agaknya, pria itu merasa tak tega pada Sakura. "Lagian asal kau tahu, dipukul sampai pingsan seperti tadi itu sih memang sudah biasa."

Sakura sedikit membuka matanya lebar mendengar penuturan Sasuke tadi. Ia curi pandang diam-diam, melewati bulu matanya dan beberapa helai dari kepalanya yang menunduk. Melihatlah matanya, sosok Uchiha yang penuh keangkuhan itu.

"Jangan anggap Evils itu murahan yang langsung jatuh sekali pingsan. Kau juga tahu sendiri kan?" jelas Sasuke. Perasaannya tak menentu. Mungkin, ia memang sedikit kesal karena Sakura terlalu hiperbola terhadap Naruto. Oh ayolah….

"Tapi aku baru pertama kali lihat…"

"Yang penting adalah kau percaya pada kami."

Sakura semakin menundukkan kepalanya. Ia terisak.

Sasuke mendengus. Dengan ragu-ragu, ia meraih bahu Sakura. Menarik gadis itu ke dalam pelukannya. "Kami tak main-main bekerja tahu."

Sakura terisak semakin kencang dalam pelukan Sasuke. Gadis itu memang cengeng. Di balik sifatnya yang agak kasar, sebenarnya gadis itu sangatlah rapuh.

Para pelayan lain di rumah Sakura pun hanya menatap majikan mereka sendu. Menatap majikan mereka yang tengah menangis dalam pelukan salah satu pelayan prianya.

Sasuke sadar kalau banyak mata yang mengintai ia dan Sakura. Dengan cekatan, Sasuke pun membimbing Sakura untuk masuk kamar.

"Ah! Apa yang akan dilakukannya pada Sakura-sama!" pekik salah satu pelayan Sakura tak percaya.

"Jangan berfikir yang macam-macam bodoh. Sakura-sama kan sedang sedih, pelayan itu pasti berniat mengiburnya," sahut pelayan lainnya.

-o0o-

"Aku tahu, aku dan Naruto memang preman. Awalnya kami juga ragu akan pekerjaan menjadi pelayanmu, karena itu sama saja dengan membahayakan keselamatanmu di luar sana. Tapi, kami memang butuh pekerjaan ini. Dan tentu saja kami harus bersiap melindungimu. Evils mempunyai banyak musuh, ada kemungkinan musuh-musuh Evils akan mengganggu bahkan menyanderamu karena kau dekat dengan kami. Karena itu… kami menjemputmu pulang sekolah tadi, kau pikir kami menjemputmu sepulang sekolah karena cuma-cuma?" jelas Sasuke panjang lebar pada Sakura yang tengah menunduk. Sakura duduk di sisi ranjang kamarnya, sementara Sasuke berdiri di hadapannya. "Jangan kabur seperti tadi."

"…"

Sasuke menghela nafas lelah. Ia pandangi Sakura letih. "Kau memang menerima kami bekerja mungkin karena kami paksa. Kami sadar itu, tapi kami berharap lain. Kami berharap lambat laun kau akan benar-benar menerima kami, percaya pada kami."

"…"

Sakura meremas rok sekolahnya. Mendadak ia jadi seperti ini. Jadi merasa bersalah. Takut juga ia mendengar suara ceramah Sasuke tadi. Sejak tadi, ia memang hanya mendengarkan. Mendadak, lelaki yang terkenal pendiam ini jadi cerewet terhadapnya. Ah, tapi , Sakura jadi lebih mengenal Evils dibanding yang sebelumnya. Karena itu, Sakura hanya diam. Memikirkan kembali tentang kehadiran dua preman itu dalam kehidupannya.

Merasa Sakura takkan menyahuti omongannya, Sasuke pun beranjak pergi. Tapi itu akan berlaku sebelum Sakura menarik pergelangan tangannya.

"Aku…" kata Sakura parau.

Sasuke terdiam. Menunggu kelanjutan Sakura berbicara.

"Aku percaya pada kalian kok," lanjut Sakura malu-malu sambil menundukkan kepalanya lebih dalam. Ia tak menangis, memang. Hanya saja, wajahnya memerah, betapa malunya ia berkata seperti itu. Ia sudah memikirkannya baik-baik, Evils memang jahat, tapi mereka melindunginya dari kejahatan.

"Hn," gumam Sasuke kecil. Ia menarik tangannya secepat mungkin. Di bibirnya, membentuk sebuah lengkungan tipis. Ia tersenyum untuk kemenangannya. "Selamat malam," katanya. Lalu ia berjalan ke luar kamar itu. "Sakura-hime."

Sontak Sakura menatap Sasuke yang ternyata sudah menghilang dari situ dengan jengkel. Wajahnya tambah merona. Ternyata bukan hanya Naruto yang bisa menggodanya, Sasuke pun juga begitu. Ah, Evils memang menyebalkan. Tapi menyebalkan dalam artian lain. Setidaknya sejak hari ini.

-o0o-

Malam itu, setelah keluar dari kamar Sakura, Sasuke mendapat pesan dari kepala pelayan wanita di rumah Sakura. Pesan itu ternyata dari Jiraiya yang sedang berada di luar kota. Pesan itu berisi segala perintah yang harus ia dan Naruto lakukan sebagai pelayan Sakura.

Perlahan, Sasuke membaca pesan dari Jiraiya itu.

'Ini adalah pesan yang kutulis sendiri. Karena hari ini aku pergi ke luar kota, maka aku tidak bisa memberitahukan tugas-tugas kalian sebagai pelayan Sakura. Sejujurnya, aku terpaksa melakukan ini. Sebenarnya aku ingin mempekerjakan perempuan. Tapi Sakura ngotot sekali ingin punya pelayan laki-laki. Jadi, kalian jangan macam-macam dengannya. …'

Sasuke mendecih kesal dan melanjutkan membaca pesan-pesan tidak penting yang terbaca olehnya seperti curhatan. Namun, pandangan Sasuke menjadi serius ketika membaca apa saja tugas yang harus ia dan Naruto lakukan selama menjadi pelayan Sakura.

Ah, indahnya dunia…

.

.

.

Tsuzuku


A/N

Konnichiwa…

Hoshi Yamashita di sini…

Ceritanya semakin nggak jelas, hehe. Dan entah kenapa, saya merasa di chapter ini alurnya terlalu cepat. Maaf juga untuk para pembaca yang mungkin kecewa dengan lanjutan fic ini. Saya memang tidak bisa membuat cerita yang sempurna yang mungkin diharapkan para pembaca. ^^

Saya sebenarnya sedang serius buat menghadapi UKK jadi jarang di ffn sekarang, tapi adik saya yang beringas itu nyuruh saya buat update fic dan mencak-mencak terus *ngelirik Sora*, jadinya ya seperti ini… T.T

Oh iya, terima kasih juga buat para pembaca yang masih mau menunggu apalagi membaca kelanjutan fic ini, :D

Special Thanks To:

Haza ShiRaifu, Valkyria Sapphire, Lollytha-chan, Inori chan, Hikari Shinju, uchan, Yori Fujisaki, NaruSaku Lovers, Risuki Taka, yuya yagami, Ryosuke Michi626, Aiko kurosaki uchiha, Soraka Menashi, Violet7orange, vvvv, OraRi HinaRa, imechan, haruno gemini-chan, Mugiwara 'Yukii' UzumakiSakura, Youi Hayatoshiro, valentina14, Putri Luna, sheila masumi, Akira Hikaru, Uchiha Athena, Maya, Rii-chan ai Sasuke

Dan semua readers yang mau repot membaca fic ini

Oh iya, maaf sekali nggak bisa balas review kalian satu per satu, tapi yang login, saya sempetin balas lewat PM ^^ yang jelas, review dari kalian sangat berarti buat saya,

Akhir kata,

Kritik, saran, pujian *ngarep*, masukan, sepatah dua patah kata penyemangat, atau apa saja yang termasuk kategori REVIEW (terkecuali flame), sangat saya harapkan! ^.^

.

Dan saya perjelas lagi, tidak menerima flame dalam bentuk apapun karena saya yakin para flamer cukup cerdas untuk mengetahui arti kalimat "Don't like? Don't read"

.

Hehe, REVIEWnya please…