Kembali lagi dengan fic abal saya. Fic yang sudah saya abaikan sampai hari ini. Tapi, karena permintaan teman-teman, saya kembali mempublish fic ini.
Kelihatannya fandom bleach makin ramai juga dari hari ke hari. Selamat bergabung di fandom Bleach buat para author yang baru dari saya yang merupakan author yang sudah jadul disini. hehehehhe….
Yosh….Kurosaki Kuchiki mempersembahkan Young Parents chapter 4. Enjoy it….
.
.
Disclaimer : Bleach bukan punya saya. Bleach tetaplah punya Tite Kubo seorang sampai kiamat pun.
Rated : T
Genre : Romance, Drama
Pairing : Kurosaki Ichigo x Kuchiki Rukia
Summary : "Kalau aku buta bagaimana?". "Aku akan menjadi matamu," . "Kalau tangan kananku putus?". "Aku akan menjadi tangan kananmu," . "Kalau aku hamil bagaimana?". "Hah?"
Warning : Semua karakter disini sangat OOC. Ide juga contek. Cerita abal. Harap maklum. Oleh sebab itu, don't like don't read.
.
.
.
Chapter 4
.
"Ayah….aku dan Ichigo kemarin pergi ke danau. Kami bermalam disana karena perahu yang kami tumpangi terlepas dari ikatannya," ujar Rukia jujur. Jika ia tidak berkata seperti itu, alasan apa yang harus ia buat?
"Kau tidak macam-macam pada anakku kan?" tanya Byakuya pada Ichigo yang menunduk karena takut memandang Byakuya yang seperti singa kelaparan dan akan memangsa siapapun. Mendengar Byakuya bertanya padanya segera Ichigo mengangkat wajahnya.
"Tentu saja tidak, paman. Aku tidak berbuat macam-macam pada Rukia," jawab Ichigo tegas.
"Tapi tetap saja kau membuat anakku kedinginan semalaman, jadi sebagai hukumannya…" glek. Kali ini Ichigo sudah takut dengan apa yang akan dikatakan Byakuya. Jika saja hukumannya adalah membersihkan rumah, mencuci piring di rumah nya dan sebagainya, ia akan menyanggupinya. Namun, bagaimana kalau hukumannya adalah ia tidak boleh bertemu Rukia dalam beberapa hari ini?
"Hukumannya…"
"Byakuya sayang…bagaimana kalau bicara soal hukumannya nanti saja? Ayo sarapan dulu," rayu Hisana dan merangkul lengan Byakuya. Ichigo menghela napas lega. Hisana selalu saja ada di waktu yang tepat dan membelanya walaupun secara tidak terang-terangan. Sudah beberapa kali Hisana menyelamatkanya dari amukan Byakuya.
"Tapi aku harus menghukum anak kepala wortel ini," ctak. Kerutan di dahi Ichigo bertambah. Ia selalu kesal apabila Byakuya mulai menyebutnya dengan sebutan jeruk, kepala wortel ataupun strawberry padanya. Hei….dia punya nama. Dan namanya Ichigo bukan kepala wortel dan sebagainya.
"Sayang…namanya Ichigo, bukan kepala wortel. Kepala wortel ada di kulkas kalau kau ingin melihatnya," jawab Hisana asal.
"Kepala wortel ada di kepalanya bukan di kulkas, Hisana," Byakuya makin ingin berdebat dengan Hisana. Sedangkan Hisana, daripada ia berdebat dengan Byakuya lebih baik menyeretnya masuk ke dalam.
.
.
.
Ichigo sekarang sudah duduk di kursi belajar Rukia. Sedangkan Rukia duduk di tempat tidurnya. Mereka sama-sama lega. Rukia lega karena ayahnya tidak marah padanya maupun Ichigo, sedangkan Ichigo merasa lega karena Byakuya tidak jadi memarahinya.
"Hahhh…..ayahmu galak sekali. Beruntung bibi menyelamatkanku lagi," Ichigo menghela nafas kuat-kuat menandakan kelegaannya.
"Itu karena Ibu menyukaimu," jawab Rukia dan merapikan rambut hitam legamnya.
"Hah….ayahmu saja yang aneh. Sebenarnya dimatanya aku ini seperti apa? Monster? Atau mungkin buaya darat?"
Rukia tertawa lepas. Jujur saja jika ditanya mengapa ayahnya sangat membenci Ichigo jawabannya ia tidak tahu. Padahal Ichigo pria penuh tanggung jawab, penyayang dan Rukia yakin Ichigo pilihan tepat buat dirinya. Atau memang ayahnya terlalu parno pada laki-laki yang terlalu dekat dengan Rukia?
"Ayahku hanya sangat sayang padaku. Sampai-sampai ia tidak rela ada yang mendekati anaknya,"
"Bukan sayang. O-ver-pro-tek-tif!" Ichigo geram dengan sikap Byakuya. Rukia kan bukan anak kecil lagi kenapa masih harus overprotektif pada Rukia? Dasar ayah gila! Maki Ichigo.
.
.
.
KYAAAAAA
Ichigo dan Rukia yang lagi duduk-duduk di dalam kamar milik Rukia pun terkejut dengan suara teriakan yang berasal dari lantai bawah. Dan itu suara teriakan Orihime, anak sulung keluarga Kuchiki.
"Ichigo, ayo turun. Sepertinya Orihime-neechan ada masalah," akhirnya mereka berdua pun turun dan menuju asal teriakan tersebut yang rupanya berasal dari kamar mandi.
Sesampainya disana yang mereka lihat adalah Hisana yang tampak shock sambil menutup mulutnya sendiri, sedangkan Byakuya walaupun tetap terlihat dingin namun tidak bisa menutupi wajah shocknya yang pucat. Sedangkan Orihime masih berdiri sambil bersandar di pintu kamar mandi dan memegang sesuatu. Test pack kehamilan.
'Mati aku'
.
.
.
Selama ini satu kesempurnaan yang ada pada Kuchiki Rukia. Ia tidak pernah melakukan sesuatu secara teledor atau ceroboh. Tapi kali ini ia harus mengakui sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh. Begitulah yang terjadi padanya. Ia lupa membuang test pack nya yang ia simpan tepat dibawah sampoo yang sering ia pakai padahal test pack itu sudah ada di sana selama tiga bulan. Bayangkan saja tiga bulan dan ia tidak menyadarinya sama sekali. Dan entah bagaiman kakak perempuannya tadi ingin memakai sampoo nya dan jatuhlah benda tersebut.
Ya. Ia sadar peristiwa yang ia alami tidak bisa ia tutupi terus-menerus. Cepat atau lambat semuanya pasti akan terungkap, tinggal tunggu waktu saja, apalagi akhir-akhir ini kakak dan ibunya sering menegurnya karena perutnya yang terlihat menggemuk. Tentu saja karena usia kandungannya sudah tiga bulan berlalu. Namun mereka pasti tidak menaruh curiga jika ia dalam keadaan hamil.
Dan sekarang ia dan Ichigo seperti sedang disidang dan diintimidasi. Masalahnya adalah tatapan dari Byakuya yang mengintimidasi mereka berdua. Walaupun mereka berdua tidak melihat langsung Byakuya namun mereka bisa merasakan tatapan tajam dari sang kepala keluarga Kuchiki tersebut.
"Jadi, mengapa kalian berdua merahasiakan rahasia ini begitu lama?" akhirnya Byakuya membuka mulutnya dan bertanya kepada sepasang kekasih tersebut.
"Kami berniat untuk jujur ayah, namun kami belum menemukan waktu yang tepat," jawab Rukia pelan. Bagaimanapun ia sangat takut karena pasti orangtuanya sangat kecewa padanya.
"Seperti yang Rukia katakan kami belum menemukan waktu yang tepat. Silahkan katakan aku pengecut, penakut ataupun kurang ajar karena membuat Rukia seperti ini, tapi aku sungguh-sungguh akan bertanggung jawab atas hal ini, paman, bibi," tambah Ichigo. Ia tidak berusaha membela diri, ia hanya mencoba meyakinkan orang tua Rukia agar bisa percaya pada ucapannya.
"Gugurkan saja kalau begitu," ucapan Byakuya membuat Rukia dan Ichigo mengangkat wajahnya dan menatap tidak percaya.
"TIDAK!" keduanya berseru.
"Apa paman gila? Menggugurkan anakku? Enak saja! Paman kira aku benar-benar tidak bisa bertanggung jawab? Paman boleh memakiku sepuasnya tapi menggugurkan anakku tidak akan kulakukan. Suka tidak suka itu cucu paman, apa paman tidak mempunyai perasaan sampai-sampai tega melakukan hal itu?" seru Ichigo dan menaikkan suaranya satu oktaf lebih tinggi. Ia berpaling pada Rukia dan melihat kekasihnya sudah memasang wajah ingin menangis.
"Memangnya kau bisa apa? Lulus SMA saja belum. Bisa memberi makan Rukia dan anakmu? Lebih baik digugurkan daripada ia akan sengsara menghadapi ketidaksiapan orangtuanya" tanya Byakuya kali ini menatap Ichigo langsung.
Ichigo geram. Orang ini selalu saja mempersulitnya. Ia laki-laki dan punya harga diri. Ia tidak mau harga dirinya diinjak-injak oleh orang yang ada didepannya. Ichigo menatap mata Byakuya. Baru kali ini ia menatap Byakuya dengan tatapan tajam.
"Aku sudah siap lahir dan batin, begitu pun dengan Rukia. Kami sudah siap untuk menjadi orangtua. Aku akan sekolah pada pagi hari dan bekerja part time pada malam hari. Akan kukeluarkan semua tabunganku yang ada di bank sehingga bisa memenuhi semua kebutuhan Rukia. Aku akan menyelesaikan pendidikan ku, karena pendidikan juga penting. Dan aku juga akan memberikan kehidupan yang layak pada Rukia dan anakku. Akan kubuktikan pada paman kalau aku bisa melakukannya,"
"Ichigo," Rukia tengah terisak. Bukan karena ucapan ayahnya tadi namun karena ucapan sekaligus janji Ichigo pada seluruh keluarganya tersebut.
"Aku percaya padamu nak. Kau tidak perlu melakukan itu. Tetaplah sekolah dan kita akan mengurus Rukia bersama-sama sampai ia melahirkan," jawab Hisana dengan senyum hangat. Ia percaya pada Ichigo. Sangat percaya malah.
"Kalau begitu katakan pada ayah dan ibumu mengenai hal ini, dan kita adakan pertemuan keluarga," ujar Byakuya akhirnya.
"Terima kasih paman, bibi," Ichigo sangat lega karena ia masih diberikan kesempatan.
.
.
"Kau keterlaluan Byakuya," tegur Hisana. Kali ini mereka berdua ada didalam kamarnya. Sepertinya kejadian tadi masih membuat mereka shock.
"Keterlaluan soal apa?" tanya Byakuya.
"Kau mengatakan menggugurkan bayi mereka berdua. Itu cucumu Byakuya," jawab Hisana.
"Tapi nyatanya aku tidak sungguh-sungguh kan? Kau tahu, aku tadi hanya bercanda saja untuk melihat kesiapan dari Kurosaki. Sebenarnya aku kecewa dengan apa yang mereka berdua lakukan tapi apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur. Yang harus kita lakukan hanya menjaga Rukia sekarang. Lagipula tekad dari anak itu yang membuatku kalah darinya kali ini,"
"Aku sudah bilang kan Ichigo-kun itu anak yang baik dan pasti bertanggung jawab. Hanya saja kau yang selalu tidak suka padanya," Hisana menyindir suaminya mengingat suaminya tersebut tidak pernah suka pada Ichigo.
"Aku kan tidak pernah mengatakan kalau aku benci pada anak itu, aku hanya tidak suka melihat rambutnya,"
Lagi-lagi Hisana sweetdrop. Suaminya ini benar-benar membenci warna rambut Ichigo. Hanya alasan rambut. Tapi Hisana percaya dalam lubuk hati suaminya tersebut, ia juga menyukai Ichigo karena ia sama sekali tidak melarang Rukia berpacaran dengan Ichigo. Sama sekali tidak pernah mengekang Rukia untuk bersama Ichigo.
"Byakuya-kun, mulai sekarang kau harus terbiasa memanggilnya Ichigo, jangan menyebutnya lagi denga sebutan kepala wortel, jeruk ataupun strawberry, karena bagaimanapun secara tidak langsung ia menantumu,"
"Hahahaha…kau benar, Hisana. Sepertinya ucapanmu akan kupertimbangkan walaupun jujur saja warna rambutnya itu tetap membuat otakku mendidih," inilah sisi Byakuya yang hanya diperlihatkan di hadapan Hisana. Ia bisa tertawa lepas dan menjadi seseorang yang tidak dingin.
.
.
.
"Hei Rukia, bagaimana merasakan ada sesuatu di dalam perutmu?" tanya Orihime pada adiknya. Mereka berdua sedang duduk bersama di kamar Rukia.
"Kau iri padaku?" ejek Rukia sembari tertawa. Menertawakan kakaknya tersebut.
"Aku juga akan seperti itu. Setelah lulus kuliah Ulquiorra-kun akan melamarku. Aku akan menikah dan akan seperti mu juga," jawab Orihime bangga.
"Yah…berikan aku keponakan secantik dirimu jangan seperti Ulquiorra-niisan yah," jawab Rukia.
"Apa maksudmu? Ulquiorra-kun jelek? Begitu?" seru Orihime marah. Sebenarnya pura-pura saja.
"Aku tidak mau keponakanku berwajah putih seperti tepung," jawab Rukia enteng.
"Dasar. Kalau anakmu warna rambutnya sama seperti Ichigo aku jamin ayah akan lebih memanjakan anakku nanti," jawab Orihime. Akhirnya mereka berdua sama-sama tertawa. Sudah lama mereka tidak bercanda seperti ini. Dan tentunya saling mengejek.
"Aku salut pada Kurosaki-kun. Tekadnya yang melawan ayah tadi begitu luar biasa sampai bisa membuat ayah mengalah. Kau beruntung mendapat pria seperti itu, Rukia-chan,"
"Tentu saja aku wanita paling beruntung karena mendapatkan Ichigo. Kau tahu neesan, Ichigo yang membuatku kuat sampai sekarang. Karena ia ada aku jadi semakin kuat menghadapi masalah ini. Dan Ichigo juga sudah menunjukkan tanggung jawabnya. Itu sudah lebih dari cukup," jawab Rukia.
"Sudahlah aku tidak ingin mendengar curhatanmu. Jadi sekarang kau mau makan apa? Akan kubuatkan demi keponakanku tersayang," tanya Orihime.
"Asalkan kau tidak menaruh bahan-bahan yang aneh dan menjadikanku kelinci percobaan,"
.
.
"Huwaaaa…selamat anakku akhirnya aku bisa mendapatkan seorang cucu. Kau memang anak yang hebat," Ichigo hanya bisa terkejut karena ayahnya memeluk erat tubuhnya. Bukan ini reaksi yang ia harapkan dari ayah dan ibunya akan ceritanya tadi. Ia tahu ayahnya memang agak gila dan tidak pernah serius namun apakah masalh ini haruskah ditanggapi dengan ketidakseriusan pula?
"Ayah, aku serius. Aku bersalah karena sudah menghamili Rukia apalagi kami masih sekolah," Ichigo melepaskan pelukan ayahnya dan menjelaskan kembali. Merasa bahwa ayahnya mungkin hanya menganggap Ichigo bercanda.
"Hei, ayah pun serius dengan ucapan ayah. Yang penting kau sudah mau bertanggung jawab kan? Itu sudah cukup. Kita akan merawat Rukia dan anakmu bersama-sama. Ayah malahan senang akan mendapatkan cucu secepat ini," jawab Isshin kembali memeluk putranya.
Ichigo tersenyum. Ia mengira Isshin kali ini akan memukulnya ataupun malah akan mengusirnya mengingat perbuatannya yang membuat malu keluarga tersebut. Ia lega karena ia tidak perlu tegang untuk kedua kalinya.
"Tapi aku tetap harus meminta maaf pada kalian," Ichigo membungkuk dalam. "Maafkan aku, Ibu. Aku tidak bisa mempertahankan apa yang ibu katakan,"
Masaki tersenyum. Diacaknya rambut anak laki-laki tersebut. "Ibu sebenarnya kecewa padamu, nak. Namun ibu tahu kau pasti akan melakukan apapun untuk bertanggung jawab terhadap perbuatanmu. Jadi kali ini berjanjilah pada ibu untuk menjaga Rukia-chan juga anak kalian. Tentu saja ibu akan membantu kalian berdua,"
"Terima kasih ibu. Tentu saja aku akan melakukan apapun yang Ibu katakan,"
"Jadi kapan kami bisa bertemu orang tua Rukia-chan?" tanya Isshin menghentikan acara mengharukan antara Masaki dan Ichigo.
"Mungkin sabtu ini," jawab Ichigo.
"Baiklah. Kita akan menjamu mereka. Masaki, masaklah yang banyak dan enak untuk besan kita," ujar Isshin bersemangat.
.
.
.
Hari sabtu sesuai jadwal acara kedua keluarga tersebut. Sekarang keluarga tersebut sudah berada di ruang tamu keluarga Kurosaki setelah tadi menikmati masakan dari nyonya rumah Kurosaki.
"Arigatou Masaki masakanmu enak sekali," puji Hisana
"Hahaha…kau terlalu memuji Hisana. Masakanku tadi sangatlah standar," jawab Masaki. Sepertinya kedua nyonya ini lebih cepat akrab dari yang diduga.
"Jadi bagaimana dengan anak kita berdua?" sepertinya Byakuya tidak ingin basa-basi. Langsung tembak saja.
"Wah…wah rupanya besanku ini tidak sabaran sekali. Bicarakan pelan-pelan saja. Mungkin sambil minum jus dulu," jawab Isshin yang lagi-lagi santai. "Rukia-chan bagaimana dengan kondisimu?"
Byakuya lagi-lagi memandang jus yang ada di depannya. Ia terus melihat jus itu dan melihat rambut Ichigo. Begitu seterusnya. Untung saja Ichigo tidak melihat Byakuya yang memperhatikan rambutnya karena ia sibuk dengan memaki ayahnya yang terus menggoda Rukia. Ia merenung mengapa warna jus ini harus sama dengan warna bocah itu? Haruskah ia berteriak kalau ia benci warna rambut anak ini?
Selama ini ia menuding Ichigo lah yang menyebabkan Rukia menjadi tidak lagi sayang padanya. Rukia sekarang lebih sayang pada Ichigo daripada dirinya. Padahal sebenarnya itu hanya kecemburuan Byakuya sebagai ayahnya. Lagipula bukan Ichigo saja yang dimusuhi, Ulquiorra pun seperti itu, namun entah mengapa Byakuya lebih berat pada Ichigo.
"Jadi, sesuai keputusan, Rukia-chan akan tinggal bersama kami disini," Isshin membuyarkan lamunan Byakuya yang masih menatap jusnya tanpa berniat untuk meminumnya.
"Jangan bercanda. Rukia akan tetap tinggal dirumahnya sendiri," jawab Byakuya dengan senyuman melengkung.
"Tidak bisa begitu. Rukia-chan akan tinggal bersama kami. Bagaimana pun menantu harus tinggal di rumah mertuanya" Isshin ikut protes.
"Menantu? Mertua? Kau pikir mereka sudah menikah?" Byakuya tidak mau kalah.
"Kalau itu masalahnya akan aku nikahkan mereka berdua sekarang juga," sahut Isshin dan langsung menarik Ichigo dan Rukia. "Ayo ke gereja, aku akan menikahkan kalian berdua,"
"Hei Kurosaki berhenti menyeret anakku," seru Byakuya dan mengejar Isshin.
"Aku akan menikahkan mereka berdua sekarang, Byakuya," seru Isshin tidak mau kalah.
"Ayah, apa-apaan ini? Ini kehidupan kami berdua kenapa kalian berdua yang repot?" Ichigo melepaskan tangannya dari tarikan ayahnya dan membawa Rukia kembali duduk. Sedangkan yang dilakukan para istri? Hanya diam. Sepertinya mereka membiarkan sesame kepala keluarga tersebut bertengkar.
"Ayah berhenti bersikap kekanak-kanakan seperti itu. Ingat kita dirumah paman Isshin sekarang," oke. Ucapan anak-anak mereka sepertinya cukup ampuh untuk mereka berdua yang langsung diam dan kembali duduk. Namun aliran listrik yang tidak keliatan tampaknya masih ada antara Isshin dan Byakuya.
.
.
.
"Kau bisa menyetir, Hisana?" tanya Masaki khawatir. Bagaimana tidak khawatir, Byakuya yang seharusnya menyetir sekarang dalam keadaan mabuk berat akibat lomba konyol minum sake tadi antara ia dan Isshin.
"Kurosaki sialan kau. Lain kali akan ku hajar wajah besarmu itu," ujar Byakuya yang masih mabuk. Astaga bicaranya ngelantur.
"Dasar Byakuya sombong. Akan kutarik rambut panjangmu itu sampai botak," balas Isshin yang menunjuk-nunjuk Byakuya. Ia dipapah oleh Ichigo yang terlihat kesusahan.
"Hohoho..tenang saja aku dulu seorang pembalap liar di jalanan," jawab Hisana sambil tertawa. Dibawanya Byakuya dengan susah payah sedangkan Rukia membuka pintu penumpang di bagian belakang untuk ayahnya.
"Daripada itu khawatirkan Isshin-san. Sepertinya ia juga mabuk berat," ujar Hisana lagi.
"Sejujurnya suamiku tidak bisa meminum sake, ia akan langsung mabuk," jawab Masaki.
"Wah…sama seperti suamiku. Sepertinya mereka memaksakan diri. Kalau begitu kami pamit dulu, arigatou untuk sajiannya, Masaki,"
"Arigatou juga sudah datang," Masaki terlihat membungkuk.
"Ichigo, aku pulang dulu," pamit Rukia. Tampaknya mereka berdua cukup lelah sekaligus lega dengan permasalahan mereka.
"Besok akan kujemput jam delapan pagi. Kita jalan-jalan," ujar Ichigo. "Pulanglah dan tidur,"
"Aku akan menelponmu," jawab Rukia lalu naik ke mobil.
"Dasar," Ichigo tahu Rukia tidak akan tidur sebelum menelponnya.
.
.
.
Sesuai janji Ichigo menjemputnya jam delapan pagi dan langsung mengajak Rukia jalan-jalan. Beberapa tempat mereka kunjungi dan Ichigo harus menyeret Rukia jauh-jauh agar tidak terus memelototi pernak pernik bayi yang terpampang. Usia kehamilannya baru tiga bulan tapi Rukia sudah mau membeli ini itu. Dan ada satu perubahan pada Rukia, ia tidak lagi merengek untuk ke Chappy Land. Dan sekarang ia malah merengek untuk mengunjungi setiap toko peralatan bayi yang ada di kota Karakura.
Setelah seharian mereka berkeliling, akhirnya mereka memutuskan untuk duduk di padang rumput dekat bukit di pinggiran Karakura. Tempatnya sejuk, dimana-mana hijau dan terlihat asri. Jauh dibandingkan suasana kota. Sebuah pohon cemara menaungi mereka dari panas matahari. Rukia duduk bersandar pada pohon sementara Ichigo tiduran dan mengistirahatkan kepalanya pada paha Rukia.
"Ichigo…."
"Hm?"
"Aku senang sekaligus lega," jawab Rukia dan memainkan rambut orange Ichigo.
"Lega karena masalah kita selesai?" tanya Ichigo dan menatap violet kesayangannya tersebut.
"Seperti itulah. Akhirnya anak kita diakui oleh semua orang. Ia begitu disayangi oleh kedua kakek dan neneknya. Anggota komite sekolah pun mengijinkan ku tetap bersekolah selam aku hamil. Ini kebahagiaan berlipat ganda, Ichigo," jawab Rukia.
"Aku tahu. Kami-sama memang sayang pada kita bertiga. Bukan begitu anakku?" tanya Ichigo pada janin Rukia sembari mengelus perut Rukia yang tampak membesar tersebut. "Dan setidaknya berkat anak ini keluarga kita jadi dekat satu sama lain,"
"Sudah punya nama untuk anak ini?" tanya Rukia.
"Hm….belum ada sebenarnya. Akan kupikirkan nanti," jawab Ichigo. "Yang terpenting adalah ia lahir dulu,"
"Kau mencintaiku kan Ichigo?" tanya Rukia lagi.
"Tentu saja, midget bodoh,"
"Cium aku," jawab Rukia. Oh…kali ini Ichigo menyeringai, sudah lama ia tidak merasakan bibir Rukia. Ichigo bangkit dan langsung meraih wajah Rukia dan mencium bibirnya. Ia tahu selama masalah ini, ia dan Rukia jarang bermesraan karena pikiran merek terbagi dengan masalah ini. Sekarang, masalah mereka sudah selesai hanya menunggu kelahiran anak mereka saja.
.
.
.
Huwaaahhhh….finally chapter 4 kelar juga. Beneran deh nguras ide banget dan akhirnya jadilah fic aneh ini. IchiRuki sedikit? Emang sengaja kok karena di chapter ini difokuskan keluarga mereka yang udah tahu masalah mereka.
Dan dengan chapter 4 ini saya sampaikan chapter 5 mendatang bakal jadi chapter terakhir buat Young Parents. Endingnya seperti apa? Ada yang mau usulin? Sepertinya endingnya pun akan saya buat humor saja lah.
Dan dengan chapter 5 nanti setidaknya hutang fic saya akan lunas satu. Lega kalau ingat itu dan pengen cepat publish.
Akhir kata mohon reviewnya. Dan nantikan terus fic nya yah….