Disclaimer

Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

Way to Love © Yuki Tsukushi

AU, OOC, Gaje, Don't Like Don't Read!

Yonde Kudasai

.

Chapter 3

~First Day~

.

.

Silih waktu telah berganti, langit tampak menghitam dengan jutaan kilauan yang bertaburan, mengisi suatu keindahan pada warna yang kelam, hitam dan putih yang kecil nan mengkilau, bak untaian kalung mutiara yang putus dan jatuh berhamburan pada permadani yang gelap. Malam mulai larut, penghuni bumi mulai menyamankan dirinya di atas futon, merebahkan diri untuk melepaskan kepenatan sejenak.

Pemuda pirang itu tak melakukan hal yang sama yang dilakukan para penghuni bumi diwaktu ini, karena dirinya masih terjaga, belum sanggup membiarkan kedua kelopaknya terpejam, yang dia lakukan hanyalah berbaring sambil mengamati sebuah foto, gambar dirinya bersama seorang gadis yang sangat manis. Gambar wajah gadis itu dia usap perlahan, menatapnya selayaknya dirinya ada di depannya. Tatapan dengan mata yang sewarna dengan langit cerah begitu sendu menyiratkan suatu rasa yang terbendung teramat dalam. Kemudian dia dekap foto itu, merasakan dirinya memeluk gadis itu untuk bersandar di dadanya.

"Aku merindukanmu…"

Hanya dua kata yang terucap dari bibir pemuda ini, sambil memejamkan matanya, meresapi sebuah rasa yang mendalam sampai mengantarkan dia pada bunga tidurnya. Dua buah kamar yang letaknya sangat dekat dari kamar milik pemuda pirang itu, terdengar sepi menunjukkan penghuninya menikmati istirahatnya. Mereka begitu lelah melakukan hal yang mereka lakukan tadi, dan yang pastinya esoknya adalah hari pertama mereka melakukan suatu rutinitas yang masih baru atau sebelumnya belum pernah mereka lakukan.

.

.

.

Sang Surya mulai sedikit demi sedikit menampakkan dirinya dari balik awan, menyembulkan dirinya dengan sorotan sinar yang begitut terang, pertanda pagi telah datang, dan dedaunan terasa lembab karena setitik embun menyentuh dan membasahinya.

Sebuah restoran yang berada di ujung jalan yang posisinya agak sedikit tinggi dibanding sekitarnya dengan letak yang tak terlalu jauh dari pusat kota, namun suasananya sangat nyaman dan asri karena pepohonan dan semacam tanaman bunga memperindah gambaran tempat makan ini, terlihat telah ada yang melakukan aktifitas di dalamnya, namun bisa dilihat pintu kaca ini belum terbuka lebar, pertanda bahwa restoran ini belum bisa untuk dimasuki pengunjung, karena sekarang masih terlalu pagi. Dan dari balik kaca terlihat ketiga pemuda yang memakai pakaian yang menunjukkan bahwa mereka pelayan dari restoran ini sedang membersihkan ruangan restoran itu. Asisten dari pemilik restoran ini agak heran mendapati para pemuda itu sangat cepat datangnya, lebih dulu dibanding pekerja lainnya.

Restoran ini belum bisa dibilang mewah, namun kalau dilihat dari banyaknya kursi dan meja, tempat ini sangat banyak pengunjungnya, mungkin karena letaknya atau pun suasananya. Di sudut ruangan tempat ini, ada panggung yang cukup untuk menghibur para pengunjung yang menikmati hidangan dari tempat makan ini. Di atas panggung itu ada beberapa peralatan musik, seperti satu unit drum, beberapa gitar akustik dan elektrik, tak lupa juga dengan dua buah mikrofon, dan juga alat musik yang sangat mengambil tempat panggung ini, yang terbentuk dari konstruksi kayu hitam yang mengkilap, dengan tuts berjumlah delapan puluh delapan, yang memiliki sederetan senar-senar yang diketuk. Alat musik yang sangat cocok untuk musik instrumental yang dimainkan dengan jemari tangan.

Di depan tepatnya di bagian atas restoran ini terukir dengan nama Senju, nama dari restoran ini. Nama yang diambil dari marga pemilik restoran ini.

Seorang gadis yang mengikat rambut cokelatnya dengan model cepol dua berjalan memasuki restoran ini. Raut wajah kebingungan terbentuk diwajahnya ketika matanya menangkap sosok-sosok yang asing baginya, kemudian dia pun menghampiri mereka.

"Hei, kalian pelayan baru yah?" tanyanya kepada pemuda berambut pirang yang sedang sibuk menyapu lantai. Dan pemuda itu pun mendongak karena sebuah sapaan menyapa gendang telinganya.

"Ya, kami ini pelayan baru. Nona ini siapa?"

"Eh, aku juga pelayan di sini. Perkenalkan namaku Tenten. Kalau kau?"

"Panggil aku Naruto. O'iya, kau lihat pemuda yang rambutnya aneh, namanya Sasuke." katanya dengan menunjuk pemuda yang sedang membersihkan meja. Dirinya yang disebut dengan rambut aneh mendelik dengan mata yang tajam, menatap pemuda yang sedang menunjuknya, sedangkan pemuda pirang itu hanya tersenyum lebar.

"Dan pemuda yang mencat rambutnya dengan warna merah bata itu, bernama Gaara." Pemuda itu menghentikan aktfitas membersihkan kaca jendela ketika mendengar penuturan sahabatnya mengenai rambutnya, memberikan tatapan yang sulit di artikan oleh gadis yang bernama Tenten ini, namun pemuda pirang ini bisa mengetahui sinyal apa yang diberikan oleh sahabatnya.

"Eh, warna rambutmu asli ya, Gaara?"

"Cih…"

Pemuda pirang itu hanya nyengir lebar melihat roman wajah milik pemuda dengan tato di dahinya. Sepertinya pemuda yang dikenal dengan sapaan Naruto ini sangat suka mengerjai kedua sahabatnya dengan perkataannya yang konyol, namun menimbulkan reaksi terhadap objek kejahilannya.

"Wah, salam kenal ya semua. Moga kalian senang kerja di sini."

"Aa… itu pasti Nona Tenten!"

"Hei, jangan memanggilku seperti itu, Naruto. Cukup dengan Tenten saja."

"OK..."

Gadis bercepol dua itu meninggalkan ketiga pemuda itu setelah mengakhiri pembicaraannya, dan menuju suatu ruangan untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian khusus pelayan.

.

.

.

Telah tampak pintu restoran ini terbuka lebar, beberapa pengunjung pun tengah menikmati jamuan yang telah mereka pesan. Menu dari restoran ini sangat beragam, hampir semua makanan khas negara ini bisa di dapatkan di tempat ini. Pemuda bermata onyx dengan seragam hitam putihnya serta celemek hitam yang membalut badannya, tengah tampak melayani pengunjung yang akan memesan makanan dari menu yang memiliki sederetan nama-nama makanan. Dia pun mencatat pesanan pengunjung, walau raut wajahnya masih datar-datar saja, namun sepertinya dia sangat menikmati pekerjaan ini. Kadang wajahnya berubah sinis jika pengunjungnya adalah seorang gadis atau pun wanita dewasa yang menggodanya dengan mengedipkan sebelah mata.

Sudah menjadi resiko memiliki wajah yang punya pesona, yang mampu menaklukan hati kaum wanita hanya dengan melihatnya pertama kali, sehingga wanita pun tergoda untuk menarik perhatian pemuda tampan ini. Sedangkan sahabatnya yang memiliki lingkaran hitam di kedua matanya, sedang berdiri di pintu masuk restoran ini, menyambut dan mengucapkan salam selamat datang maupun ucapan terima kasih karena telah mengunjungi tempat ini, walau dengan wajah tanpa ekspresi, tapi masih saja banyak yang tersenyum untuk membalas ucapan pemuda ini. Sepertinya perkataan gadis yang berambut pirang pada tempo hari itu salah, karena justru banyak pengunjung yang datang bukannya malah takut untuk masuk di restoran ini. Apalagi sebagian dari pengunjung lebih banyak perempuan dibanding dengan lawannya. Apakah dikarenakan pemuda ini yang tak kalah tampannya sedang berdiri tegak di sisi pintu yang terbuka lebar, mampu menarik perhatian kalangan wanita yang melewati tempat ini.

Sahabatnya yang satunya lagi, yang memiliki rambut jabrik sewarna mentari, juga sedang menjamu pengunjung restoran ini, hal yang sama dilakukan oleh sahabatnya, mencatat pesanan yang akan di pesan dan membawa pesanan itu sampai meletakkannya di atas meja yang di tempati oleh pengunjung-pengunjung itu. Senyumnya yang menawan sangat di sukai para penyantap hidangan di tempat ini, dan tutur katanya yang ramah dan bersahabat, sangat berbeda dengan sahabatnya yang tak banyak bicara sehingga mereka merasa puas dijamu olehnya.

"Sa…sasuke-san, i-ini pesanan meja nomor empat," kata gadis berambut panjang indigo ini dari bilik yang terbuka, dekat dari ruang dapur, tempat yang memang menaruh kertas pesanan maupun hidangan yang dipesan.

"Tanpa diberitahu, aku sudah tahu, Nona Pe-ngun-tit," jawab pemuda Sasuke ini dengan sinisnya. Sepertinya julukan yang diberikan oleh pemuda berambut emo ini akan selalu melekat kepada gadis yang ada di depannya.

"Ke-kenapa Sasuke-san masih memanggilku seperti itu?"

"Julukan itu memang cocok buatmu, Nona. Kau tak ingat di bandara, kau mengikutiku sampai ke toilet kan?"

"Ta-tapi Sasuke san, a-aku tidak mengikutimu, aku salah masuk toilet."

"Benarkah? Kalau begitu, kenapa saat kau sadar, kau memelukku begitu erat,hm? Katakan saja kau fans padaku." Gadis itu sedikit melongo mendengar tutur kata pemuda ini yang sedikit membanggakan diri.

"Eh, bu-bukan begitu sasuke-san. I-itu… A-aku… aku kira, eng…"

"Cepetan kalau ngomong!" Gadis itu kaget mendengar hentakan yang agak keras menyapa gendang telinganya, buliran keringat pun mulai mengalir di pelipisnya.

"A-aku kira, Sa…sasuke-san itu, Akamaru."

"HAH! Akamaru?"

"Di-dia boneka anjingku, Sasuke-san…"

Tuing! Urat nadi mulai muncul di bagian kening pemuda ini.

"Hmm… Bau parfum Sasuke-san sangat mirip dengannya. Sehingga a-aku tak sadar menghirup lama-lama aroma Sasuke-san saat itu."

Dia melebarkan kedua matanya, saat mendengar perkataan itu.

"Heh, kau harus memeriksakan hidungmu, Nona. Parfumku itu sangat mahal, aku membelinya saat di Paris. Itu merek terkenal!" ucapnya yang tak mau kalah.

"Ta-tapi benar sangat mirip. Justru a-aku membelinya saat pameran…" Sejenak gadis ini berpikir. "Hmm… tepatnya di pasar Loak, Sasuke-san."

JDERR

"APPA?"

"Kalau ingin parfum seperti itu, a-aku bisa mengantar Sasuke-san. Harganya pun sangat murah." Gadis yang sangat baik hati memberikan suatu informasi dan ingin menemaninya. Tapi kelihatannya, seakan berpromosi.

"Dasar gadis bodoh!"

Dia langsung meninggalkan tempat itu, tak lupa mengambil pesanan yang telah dipesan, namun guratan wajahnya terlihat kesal ketika mendengar penuturan gadis itu. Mungkin menurutnya, berbicara dengan gadis itu hanya menambah kekesalannya saja.

'Enak saja parfumku disamakan dengan parfum loakan!' umpatnya dalam hati.

"Apa Sasuke-san masih marah kepadaku ya?" tanyanya pada dirinya, seraya memiringkan kepalanya ke kanan, sambil melihat tubuh tegap yang berjalan meninggalkannya.

.

.

Terlihat di ruang dapur, ketiga gadis yang sedang piawai memasak pesanan pengunjung restoran ini. Yah, mereka termasuk koki yang sangat berbakat. Sedangkan gadis yang bernama Tenten, terlihat sedang berdiri di depan meja kasir, melayani tamu yang sedang berada di depan mejanya, menghitung semua biaya yang telah di pesan oleh pengunjung ini. Dan terlihat wanita yang memakai pakaian khas ini sedang mengawasi ketiga pekerja baru itu. Wanita ini juga sangat dekat dengan pemilik restoran ini, bisa dikatakan dia adalah manajer tempat ini.

Semuanya lancar, tak ada kendala atau pun kejadian yang bisa merugikan tempat ini yang dilakukan ketiga pekerja yang masih baru.

.

.

.

.

Pukk

"Teme, apa kau ingin menghibur pengunjung?" Pemuda jabrik itu menyapa sahabatnya yang memiliki rambut emo, dengan memukul pelan pundaknya.

"Apa maumu, Dobe?"

"Ayolah. Kau mengerti maksudku,Teme? Tanganmu tak gatal untuk memukul alat musik itu, hanya berada di situ, tak ada yang memainkannya." Pemuda onyx itu hanya terdiam dan pandangannya tertuju pada panggung kecil yang berada di pojok ruangan ini.

"Apalagi sekarang semua sedang menikmati pesanannya, dan tak ada pengunjung yang baru masuk 'kan."

"Huh… terserah maumu, Dobe!"

"Hahaha… Kau gampang dibujuk kalau berhubungan dengan itu." ucapnya sambil tertawa lebar. Mereka pun beranjak dari tempat itu, setelah melepas celemek yang melekat pada tubuh mereka. Akan lucu jadinya jika masih mengenakannya, di saat sedang berada dipanggung. Dan pemuda yang memiliki tiga goresan di pipinya menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Gaara, Come on Bro!" serunya. Awalnya dia hanya menatap heran ajakan sahabatnya, namun dia pun beranjak dari tempat itu.

"Hei, kau mau kemana?" tanya gadis yang mengikat rambut pirangnya.

"Cih, bukan urusanmu, Nona!" Pemuda ini terus berjalan, mendekati para sahabatnya yang akan naik ke sebuah panggung kecil yang berada pada sudut ruangan ini. Dan sang gadis hanya cemberut mendengar ucapan ketus dari pemuda itu.

"Eh, Apa yang akan dilakukan ketiga pemuda itu, Ino pig?" tanya gadis bermata emerald ini ketika keluar dari ruang dapur dan melihat ketiga pemuda itu mendekati tempat sudut itu.

"Kita lihat saja, apa yang akan mereka lakukan, Forehead!"

"Mu-mungkin mereka ingin memberikan suatu pertunjukkan kecil dengan menyanyi." kata gadis berambut indigo yang telah ada di antara kedua gadis ini.

"Mereka tak akan bisa mengalahkan pemuda tampan kita 'kan, Hinata… Iya kan Ino Pig?"

"Yah… Kau benar. Mereka hanya sekedar pamer." jawabnya dengan nada meremehkan.

.

.

.

"Kau ingin menyanyikan lagu apa, Naruto?" tanyanya setibanya di panggung itu. Sahabatnya hanya tersenyum miris mendengar pertanyaan pemuda bermata turquoise ini.

"Kau pasti tahu lagu apa yang ingin aku nyanyikan saat ini."

"Kenapa lagu itu, hah? Kalau kau begini terus, kau belum bisa mengikhlaskan kepergiannya, Dobe."

"Sudahlah, Sasuke… Dia hanya ingin lagu itu."

"Aku hanya ingin mengenangnya, Teme. Ayolah, bantulah sahabatmu ini."

"Kau masih saja membela si Bodoh itu, Gaara."

Sehingga mereka pun mengambil posisi untuk mempertunjukkan aksi mereka. Sasuke mendekati sekumpulan alat musik pukul. Dia pun duduk pada sebuah kursi yang di depannya telah ada alat musik drum, dan memegang dua stik untuk memukul drum agar mengeluarkan bunyi menggelegar dan atraktif sehingga menambah semangat siapa pun yang mendengarnya. Ini termasuk juga alat musik utama dalam sebuah pertunjukan musik, agar menarik perhatian pengunjung, mampu membawa suasana ceria dan lebih hidup.

Sedangkan kedua pemuda itu, mengambil masing-masing gitar elektrik, kemudian mengalungkan tali gitar itu pada bahu mereka. Para pengunjung yang sedang menikmati makan siang, tertuju pada mereka, ingin melihat aksi yang mereka bawakan, yang mungkin sangat menghibur. Ditambah dengan wajah ketiga pemuda ini yang sangat tampan sedang memegang alat musik, memberikan kesan 'keren' tiap wanita yang sedang memandang mereka di ruangan ini, kecuali ketiga gadis yang sejak dari tadi memperhatikan mereka.

Naruto dan Gaara, mulai memberikan nada intro dengan memetik senar gitar itu, memberikan chord yang sedikit berbeda namun menciptakan melodi yang selaras. Beberapa saat, Sasuke pun masuk dengan menabuh alat drum, dan setelah itu Naruto pun mulai bernyanyi…

.

Saw you walk in to the room

Thought i'd try to talk to you
Babe, am i ever glad you wanted me to
Its been two years to the day
half the time I've been away
I know I'm not there enough
but that's gonna change
cause I'm coming back
to show you that
I'm keeping the promise that i made

When i'm with you
I'll make every second count
cause i miss you, whenever you're not around
when i kiss you
i still get butterflies
years from now,
I'll make every second count
when I'm with you

(na na na na na nananananana)

Suara pemuda ini mengisi ruangan ini serta suara musik yang menjadi pengiringnya. Suaranya cukup bagus, mampu menarik perhatian yang sedang menyaksikannya. Kalau ditilik lebih jelas, ekspresi wajahnya menyiratkan kesedihan dan kerinduan. Seakan lagu yang dia bawakan adalah perwakilan perasaan yang tengah dia rasakan sekarang ini.

Sejenak, gadis berambut pink itu tertegun mendengarnya, mendengar tiap kata yang terucap dari pemuda bermata sapphire ini dengan alunan nada yang pas. Dikarenakan makna dari lagu itu, walau secara keseluruhan tak mewakili perasaannya saat ini, tapi membuatnya teringat pada pemuda berambut merah dengan wajah yang rupawan dikala bersamanya. Waktu yang mereka isi berdua, yang dia anggap amatlah berharga. Yah, gadis ini sangat merindukannya, merindukan pemudanya yang berada jauh di sana, yang mungkin belum tentu merasakannya jua.

Sedangkan gadis berambut pirang itu tertuju pada permainan Gaara. 'Aneh, apa dia memang tak punya ekspresi? wajahnya begitu-begitu saja memainkan gitar. Ah, Sai-kun lebih unggul dibanding dia, Sai-kun selalu tersenyum.' ucapnya pada dirinya sembari membayangkan sosok pemuda yang memiliki rambut hitam nan legam, tersenyum kepadanya, dan dia pun ikut tersenyum seakan membalas senyuman pemuda yang ada dikhayalannya.

Dengan mata lavendernya, dia melihat Sasuke dengan pandangan yang sangat intens. Sontak dirinya terkejut ketika yang memukul drum itu adalah pemuda berambut coklat dengan tato segitiga yang menempel di kedua pipinya, sedang tersenyum ke arahnya.

"Kiba-kun…" lirihnya. Dia pun tersipu malu, dan membalasnya dengan senyuman manisnya. Namun itu tak berapa lama, dengan sekejap wajah pemuda yang tersenyum itu langsung digantikan dengan wajah pemuda yang menatapnya sinis dengan mata onyx-nya. Cepat-cepat gadis ini menundukkan kepalanya.

'A-aku pikir benar-benar Kiba-kun.' lirihnya dalam hati, dan menghela nafas. "Hhhuuufffttt…"

.

We've had our ups and downs
But we've always worked them out
Babe am i ever glad we got this far now
Still i'm lying here tonight
Wishing i was by your side
Cause when i'm not there enough
Nothing feels right
So i'm coming back to show you that

I'll love you the rest of my life

When i'm with you
I'll make every second count
cause i miss you, whenever your not around
When i kiss you
I still get butterflies years from now
I'll make every second count
When i'm with you

.

"Sepertinya mantan kalian akan memiliki saingan jika mereka ada di sini."

"TENTEN!" seru ketiga gadis ini saat menyadari seorang gadis bercepol dua berada di belakang mereka.

"Kau itu mengagetkan kami saja." ujar gadis bermata emerald.

"Eh, kalian sangat fokus melihat mereka yah. Wajar sih, mereka seperti punya kharisma berada di panggung. Apalagi mereka sangat tampan." ucapnya dengan mata yang berbinar-binar. Seketika, ketiga gadis itu sweatdrop mendengarnya.

"A-aku akan menceritakan Neji-nii, kalau Tenten-san menyukai ketiga pemuda itu sekaligus."

"Hah! Jangan Hinata-chan. Aku hanya bercanda. Jangan beritahu Neji yah… yah…" bujuknya. Bersamaan dengan itu mereka pun tertawa melihat raut wajah ketakutan yang ditampilkan gadis berambut coklat ini.

Tak jauh dari situ, terlihat dua wanita yang sedang mengamati ketiga pelayan baru yang masih menunjukkan aksinya.

"Mereka memang cocok menggantikan ketiga pelayan kita sebelumnya, Shizune." ucap wanita yang memiliki restoran ini.

"Maksud Nona Tsunade, Sasori, Sai dan Kiba?" tanya dari pemilik nama Shizune ini.

"Ya! Disaat mereka mengundurkan diri untuk kuliah ke luar negeri. Aku sedikit kehilangan mereka. Mereka sangat giat, ditambah sangat sering memberikan pertunjukan musik yang sederhana. Itu menjadi nilai plus buat restoran kita, ditambah dengan banyaknya pelanggan.

"Anda benar. Tapi bukan anda saja yang kehilangan mereka, Tsunade-sama."

"Aku tahu yang kau maksud, Shizune. Ketiga para koki kita 'kan? Mereka masih sangat muda, masih banyak waktu untuk bisa menemukan cinta sejati buat mereka."

"Tapi kalau dilihat, Sakura, Ino dan Hinata akan sulit melupakan mereka. Terlebih lagi itu cinta pertamanya."

"Aku yakin, situasi seperti itu bisa mereka atasi. Ditambah kehadiran ketiga pemuda tampan ini 'kan."

"Maksud Nona?" tanyanya

"Justru aku mendukung pemuda-pemuda ini dengan para koki kita. Bagaimana Shizune? Mereka sangat cocok 'kan."

"Ah, Anda bercanda! itu tidak mungkin. Aku sering melihat mereka berselisih. Jadi bagaimana bisa cocok?"

"Nah, justru itu yang akan jadi awal kedekatan mereka. Kita lihat beberapa bulan ke depan." Shizune tak menjawab ucapan wanita di sampingnya. Dan dirinya sedikit terkejut saat pemilik restoran ini bertanya kepadanya.

"Bagaimana denganmu, Shizune? Kau tak pernah cerita tentang pemuda yang kau sukai." tanyanya sembari tersenyum.

"Eh…?" Dia kehabisan akal untuk menjawab pertanyaan atasannya, rona malu terbias di wajahnya. Yah, dia malu karena sampai sekarang ini, belum ada pemuda yang membuatnya tertarik. Walaupun sudah ada beberapa pemuda yang mendekatinya, tapi dianggapnya hanya sebatas teman saja. Padahal usianya sangat memungkinkan untuk menikah.

.

Whatever it takes
Im not gonna break the promise i made

when i'm with you
I'll make every second count
cause i miss you, whenever your not around
when i kiss you
i still get butterflies
years from now
i'll make every second count
when i'm with you

(na na na na na nananananana)

.

Aksi mereka belum berhenti, suara dentuman alat musik itu, semakin menarik perhatian saja. Dari luar restoran ini, terlihat ketiga gadis sedang memperhatikan dengan seksama ketiga pemuda ini, melalu kaca bening restoran ini.

"Wah, Mereka hanya pelayan tapi sangat mempesona. Apalagi, vokalisnya. Dia sangat tampan!" seru seorang gadis yang memiliki rambut panjang dengan warna yang agak mencolok, dan warna pupil agak kecoklatan.

"Gitarisnya juga tak kalah tampan, Sasame. Ah, aku ingin melihat mereka lebih dekat." ucapnya tak mau kalah. Gadis dengan rambut pendek kecoklatan ini, sangat menikmati objek pandangannya. Melihat pemuda berambut merah bata memainkan senar gitar.

"Aku penasaran melihat wajah penabuh drum itu. Kalau dari sini sangat tak jelas melihatnya." kata gadis berambut merah ini yang sedang memegang gagang kacamata tipisnya untuk melihat lebih jelas keadaan di dalam restoran ini.

"Makanya kita masuk saja!"

"Eh, Kita 'kan mau ke Shibuya! Lain kali saja kita kesini." Kedua gadis itu langsung cemberut mendengarnya.

"Hei! Masih ada hari esok. Kalian ini seperti baru saja melihat pemuda tampan." ucapnya lagi, setelah melihat raut wajah sahabatnya yang tak senang dengan perkataannya.

"Huh…!"

.

.

Dan tak lama kemudian pertunjukkan mereka selesai. Suara riuh tepukan tangan terdengar dari beberapa pengunjung yang menyaksikannya. Pemuda berambut pirang itu mengucapkan terima kasih, tak lupa memberikan senyuman lebarnya. Sedangkan kedua sahabatnya hanya memasang muka datar. Setelah itu mereka pun turun, dan mengenakan kembali celemek itu. Dan sahabatnya pun kembali menempati posisi yang dekat dengan pintu masuk ruangan ini.

"Naruto, ada beberapa pengunjung yang baru datang. Sebaiknya kau melayani mereka."

"Baik, Sakura-chan. Eh, aku bisa memanggilmu seperti itu kan, Nona?"

"Itu tak masalah, Naruto. Asal kau tak memanggilku dengan sebutan yang aneh." jawabnya, sembari menyodorkan senyuman pada pemuda ini. Sejenak dia tertegun melihat gadis ini, dan setelah itu dia pun membalas senyumnya. 'Dia sangat cantik, jika tersenyum seperti itu.' ucapnya dalam hati. Naruto masih tak beranjak dari tempat itu, dan menatap gadis yang nantinya akan dia sapa dengan embel-embel chan, melihatnya yang sejak dari dari tadi telah meninggalkan tempat itu, dan menuju dapur. Sahabatnya yang bernama Sasuke melihat arah mata Naruto pada satu fokus. Dia pun menyeringai, dan beranjak dari tempat itu, tak lupa mengambil memo kecil, untuk mencatat pesanan pengunjung.

.

.

.

.

Tak terasa keadan langit mulai berubah, yang awalnya warna biru yang membentang di atas sana dan dihiasi dengan sekumpulan awan putih yang berarak, berganti dengan warna yang kelam namun begitu indah, karena pernak-pernik kecil yang berkilauan menggantung di sana, serta sang Bulan yang menggantikan tugas sang Surya, memberikan cahaya yang amat anggun pada saat ini.

Suasana restoran ini mulai agak lengang, karena tak lama lagi restoran sederhana ini akan tutup. Dan hanya beberapa saja pengunjung yang sedang menikmati hidangan yang disajikan oleh restoran ini. Terlihat ketiga pelayan baru itu membersihkan meja, mengambil peralatan makan yang telah dipakai, dan mengelap meja itu dari noda makanan yang berceceran agak tampak bersih.

Dan salah satu dari mereka menghentikan kegiatannya saat melihat gadis yang memiliki nama bunga pada musim sekarang ini, berjalan menuju panggung dan duduk berhadapan pada tuts-tuts putih dan hitam. Sontak pemuda ini terkejut mendengar nada yang dimainkan oleh gadis ini. Irama ini sangat familiar baginya, mengingatkan dia pada seseorang.

Sedangkan gadis di panggung itu dengan jemarinya menari-nari pada sederetan papan tuts, dan dia pun mulai bernyanyi. Sebuah lagu yang amat disukainya.

From this moment life has begun

From this moment you are the one

Right beside you is where I belong

From this moment on

Suaranya cukup indah, mungkin karena dia membawakannya dengan penuh perasaan. Dia pun melanjutkan tiap baris lagu itu, dengan suara musik piano yang selalu mengiringi. Namun suaranya terhenti, ketika ada seseorang yang menyambung lagu yang dia bawakan dan suara dentingan senar terdengar ditelinganya.

.
From this moment I have been blessed

I live only for your happiness
And for your love I'd give my last breath
From this moment on

.

Pemuda itu ternyata Naruto. Pemuda yang sebelumnya telah menyumbangkan suaranya tadi siang. Dia pun tersenyum, dan memberikan sebuah isyarat kalau dia ingin duet bersamanya. Dan gadis ini menyetujui permintaannya dengan menganggukkan kepalanya. Mereka pun bernyanyi, tiap kalimat pada lagu itu mereka nyanyikan secara bergantian, seakan saling sahut menyahut, membalas tiap kalimat yang mereka ucapkan. Dengan paduan dua alat musik yang berbeda, piano dan gitar akustik. Dan pada akhirnya mereka sama-sama menyanyikannya.

.

I give my hand to you with all my heart

Can't wait to live my life with you, can't wait to start
You and I will never be apart
My dreams came true because of you

.
From this moment as long as I Iive
I will love you, I promise you this
There is nothing I wouldn't give
From this moment on

.

You're the reason I believe in love
And you're the answer to my prayers from up above
All we need is just the two of us
My dreams came true because of you

.
From this moment as long as I live
I will love you, I promise you this
There is nothing I wouldn't give
From this moment
.

Bersamaan dengan itu. kedua sahabatnya masih membersihkan meja, dan berbincang sembari melihat pemuda berambut pirang itu.

"Bukankah ini lagu yang sering dinyanyikan kekasih Naruto, Sas?"

"Yah, makanya si Dobe-baka itu menyanyikannya jg. Itu seperti lagu kenangannya saat bersama gadis itu."

"Kau khawatir dengan Naruto?"

"Sebagai sahabatnya, tentu saja. Aku tak ingin melihatnya lagi melakukan hal yang mencelakai dirinya sendiri hanya karena seorang gadis. Kau masih ingat waktu itu 'kan, Gaara?"

"Tak mungkin aku melupakannya. Menurutku berada di Jepang, akan membantu dia untuk menemukan yang baru. Bicara tentang seorang gadis, kau masih saja membenci mereka?"

"Hn. Mereka makhluk mengerikan."

"Hei, Ini di Jepang bukan di Amerika. Gadis di sini pasti berbeda dengan di sana. Kau masih saja trauma dengan hal itu."

"Hei! Jangan mengungkit masa laluku, Bodoh. Di mataku, mereka sama saja.

"Jadi bagaimana kau akan menikah, sedangkan kau membenci wanita. Tak mungkin 'kan kau menikah dengan seorang pria, heh!" Seringai pemuda berambut merah ini tambah menjadi saja karena berhasil membuat pemuda onyx ini bereaksi. Tapi justru pemuda berambut emo ini menyeringai dan mengatakan…

"Sepertinya kau yang akan menikah dengan pria, Gaar! Kau tak pernah melirik sedikit pun seorang gadis, disaat kita masih di New York. Sedangkan gadis di sana selalu berusaha mendekatimu. Itu menandakan kau memiliki kelainan seksual." ucapnya seakan membalas perkataannya yang tajam.

"Karena tak ada satu pun yang aku sukai. Seperti yang kau bilang, karena gadis di sana mengerikan. Aku tak ingin mengalami hal yang memalukan sepertimu." Senyum licik tampak di wajah pemuda yang memiliki tato di keningnya.

"Kau mengejekku, hah!" Raut wajahnya mengeras, kilatan emosi terpancar pada onyxnya. Sepertinya dia kalah, kalah berdebat jika mengenai seorang gadis. Tapi pada saat itu muncul seorang gadis yang menegurnya sambil berkacak pingggang.

"Kenapa kalian pada ribut? Kerja yang benar, kalian ingin dipecat?"

"Cih, kau tak melihat apa yang kami lakukan. Sangat disayangkan mata jernih itu, punya penglihatan yang buruk!"

"Ka-kau…!"

"Hei, sudahlah Gaara. Kami hanya berbincang saja. Apa itu tak boleh sambil mengerjakan tugas ini?" Gadis ini tak menjawabnya, dia langsung meninggalkan kedua pemuda ini.

"Kau melukai perasaannya dengan suara ketusmu itu, Bodoh. Sepertinya bukan aku saja yang membenci seorang gadis, heh." Dia hanya diam tak membalas ucapan Sasuke, dan menatap tubuh gadis itu yang semakin menjauh.

.

.

Kedua insan itu telah menyelesaikan aksi duetnya, dan suara tepukan tangan yang tak terlalu ramai, karena hanya beberapa saja yang menyaksikan mereka. Mereka pun turun tanpa ada kata yang mereka katakan. Namun hanya senyuman yang mereka berikan, mengisyaratkan kata terima kasih.

.

.

.

Restoran ini pun telah tutup, menandakan sekarang adalah jam pulang bagi pekerja.

"Naruto, aku pulang duluan yah!" seru gadis yang bernama Tenten, saat melihat pemuda berambut pirang itu sedang membawa kantong sampah yang akan dia buang.

"Yo.. Ki o tsukeru, Tenten."

"Hai'. Doitta. Bye…"

Naruto membuangnya pada tong sampah yang jaraknya tak jauh dari restoran ini. Dan akan kembali ke restoran ini untuk mengganti pakaiannya untuk bergegas pulang. Namun langkahnya terhenti saat melihat gadis yang dikenalnya berjalan menuju bukit kecil yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Dia pun berbalik arah untuk mengikuti gadis ini.

.

.

.

.

Pemuda bertato ini hendak keluar dari restoran ini, namun dihadang oleh gadis yang pernah menamparnya saat dia baru sampai di Kota ini.

"Hei! kau masih dendam padaku, sehingga tiap berbicara kepadaku kau selalu mendelik tajam dan berbicara kasar kepadaku." Pemuda ini tak menghiraukannya dan dia pun berhasil keluar dari restoran ini. Namun gadis ini mengejarnya.

"Kau marah karena aku menamparmu?" Pemuda ini terus berjalan, berjalan menuju parkiran, tempat dia memarkirkan sepedanya.

"Hei!" Gadis ini mencegat langkahnya dengan memegang lengan pemuda ini sehingga pemuda itu pun berbalik kepadanya.

"Ayo, tampar! Kau ingin membalas perlakuanku di bandara kan?" sengit gadis ini. Pemuda dihadapannya hanya menatapnya dengan raut muka yang datar, tak ada sahutan untuk jawaban dari pertanyaan gadis pirang yang rambutnya tergerai panjang ini. Namun ekspresinya berubah ketika tangan kanannya bergerak, mengangkat, dan ingin melayangkan ke pipi kanan gadis di depannya.

Seketika itu, gadis ini memejamkan matanya, tak ingin melihat perlakuan yang akan terjadi.

Tak ada rasa sakit yang menghantam pipinya, hanya sebuah sentuhan yang dia rasakan, sentuhan dari tangan pemuda ini yang terasa begitu hangat seakan mengusapnya pelan.

"Aku akan membalasnya dengan ini," bisik pemuda ini di telinga kanan sang gadis.

Sebuah sapuan lembut dan sedikit lembab mendarat di pipi kanan sang gadis. Sebuah kecupan yang singkat, namun mampu membuat jantung gadis ini bagai tersengat listrik.

"Wajahmu ini hanya untuk dicium, Nona. Namun jika kau memintaku menamparmu lagi, aku akan melakukan hal yang lebih dibanding ini, seperti menjilatinya mungkin,heh…" katanya dengan senyum licik yang tergambar di wajahnya, sambil mengusap pipi, letak kecupan yang barusan dia berikan kepada gadis ini.

Gadis ini masih mematung, dan masih tak sadar jika pemuda ini telah meninggalkannya dengan senyuman aneh yang sering dia perlihatkan pada sahabatnya. Beberapa detik kemudian…

1

2

3

"AAARRRGGGHHH… BRENGSEK!"

Pemuda ini masih mendengar teriakan gadis ini walau sekarang dia meninggalkan restoran ini dengan mengayuh sepedanya. Dan ekspresinya berbeda dibanding sebelumnya, seraya sedang memikirkan sesuatu. Dia menempelkan tangan kanannya pada dadanya, sedangkan tangan kirinya masih memegang setir sepeda.

'Apa yang terjadi denganku? Kenapa hanya mengecupnya saja membuat jantungku berdetak cepat?'

.

.

.

.

.

.

"Kau sering ke sini, Sakura-chan!" Gadis ini terkejut dan cepat berbalik karena mendengar sebuah teguran.

"Na-naruto! Kau mengikutiku?"

"Hehe… Aku hanya mengawasimu, gadis sepertimu tak baik berjalan sendirian malam-malam begini."

"Eh… Aku memang baru pertama kali sendirian ke sini. Biasanya selalu ada yang menemaniku jika ke bukit ini."

"Pasti orang spesial yang menemanimu ke sini 'kan." Sakura hanya tersenyum mendengarnya. Karena yang dikatakan pemuda ini benar adanya, pemuda yang sangat dicintainya, yang selalu bersamanya jika ke tempat ini. Pemuda itulah yang pertama kali menunjukkan tempat yang indah ini, sekaligus tempat yang kerap kali dikunjungi mereka jika hanya ingin berdua, saling bercengkerama seraya melihat indahnya malam yang penuh dengan taburan bintang.

Tempat yang memang indah, karena dari sini terlihat sebagian kota Tokyo yang dipenuhi dengan gedung-gedung tinggi, sang pencakar langit yang kokoh sekaligus anggun dan angkuh karena kemilau lampu-lampu yang menjadi pesonanya, mampu menyaingi keindahan taburan berlian. Salah satu sisi lain dari kecantikan sang malam pada sebuah kota metropolitan.

"Aku tak menyangka, suaramu sangat bagus, Naruto. Dan saat bersama teman-temanmu, kalian seperti band sungguhan."

"Ah, kau berlebihan Sakura-chan. Kau pun memiliki suara yang merdu. O'iya, apa lagu yang kau nyanyikan itu lagu favoritmu atau semacam kenangan bersama seseorang, hm?" Gadis ini menoleh pada pemuda ini, dengan pancaran wajah kesedihan dan guratan kerinduan. Pemuda ini pun menatapnya. Tak ada kata yang terucap, mereka hanya saling memandang. Biru cemerlang dan hijau menawan saling bertemu. Saling menyelami sampai ke dasar warna indah itu. Mereka menghentikannya, saat menyadari bahwa mereka terlalu lama menatap.

"Yah, lagu yang kunyanyikan itu bisa dikatakan lagu kenangan tentangnya. Kenapa kau bisa tahu?"

"Heh, aku bisa merasakannya saat mendengarmu menyanyikannya. Kau tahu, lagu itu juga lagu kenangan buatku untuknya. " Gadis ini menoleh pada pemuda yang tengah duduk di sampingnya, melihat wajah pemuda ini yang sedang menatap langit malam ini. Yang bisa dia tangkap adalah pemuda ini seperti dirinya. Sedang merasakan hal yang sama dirasakannya saat ini. Rasa Kehilangan dan kerinduan.

"Hmm… Sepertinya pemuda di dekatku ini sedang patah hati."

"Hehe… Dan tragisnya, gadis di dekatku ini pun mengalami nasib yang sama denganku."

Mereka pun tertawa bersama. Entah kenapa mereka mau menceritakan hal yang pribadi kepada orang yang baru dikenalnya. Dan di saat itu juga, mereka pun saling bercerita, untuk mengenal lebih jauh. Keduanya merasa nyaman, dan seakan beban terasa ringan dipikulnya.

.

.

.

.

.

.

"Ck, Si Dobe itu kemana sih? Seharusnya yang mengerjakan tugas ini 'kan dia." Terlihat pemuda berambut emo itu sedang mencuci banyak piring, dan seperti kewalahan melakukannya. Baginya ini adalah hal pertama kalinya dia lakukan, hal yang sering dilakukan oleh kalangan wanita. Tak jauh dari situ gadis berambut panjang dengan poni yang menutupi keningnya, sedang memperhatikan pemuda itu. Dan dia pun mendekatinya.

"Sasuke-san. Boleh aku membantu mencucinya?" tanyanya dengan menawarkan bantuan.

"Aku bisa melakukannnya sendiri tanpa bantuanmu. Menjauh dariku!" Tapi gadis ini masih bergeming di tempatnya, tak ada keinginan untuk beranjak dari situ.

"Hei, kenapa kau masih saja di situ?" tanyanya saat menyadari gadis itu belum meninggalkannya.

"A-aku hanya ingin mengawasi Sasuke-san."

"Untuk?"

"Takut. Nanti ada piring yang pecah."

Tuing!

"Kau semakin membuatku jengkel! Pergi dari si- Oouuggh…" Jari telunjuknya terluka, dia tak menyadari saat itu sedang mencuci sebuah pisau. Dan muncullah warna kemerahan yang keluar dari sayatan kecil di jarinya.

"Eh, Sasuke-san teriris pisau, harus cepat di obati nanti infeksi!" Dia tak menghiraukan perkataan gadis ini. Pandangannya hanya fokus pada warna kemerahan, dan tangannya bergetar.

"Sasuke-san, kita ke ruangan ganti, di situ ada kotak obat!" Sang gadis pun mendorongnya, tak ada sahutan ketus yang sering dilontarkan untuk gadis ini, seakan dia menuruti apa yang diucapkannya. Dia masih terus memandang jari telunjuknya, yang semakin mengeluarkan darah.

.

.

.

.

.

.

"Terima kasih telah mengantarku, Naruto." katanya saat telah sampai di depan rumahnya.

"Sama-sama, Sakura. Maaf, aku mengantarmu hanya dengan ini."

"Kau risih mengendarai sepeda?"

"Bukan begitu Sakura-chan. Aku hanya tak enak saja mengantar gadis cantik hanya dengan kendaraan sederhana ini." Seketika itu gadis ini tertawa, dan berujar…

"Kau ternyata suka menggoda wanita yah."

"Eh, tak semuanya. Ah, ini sudah larut malam. Aku pulang dulu, Sakura-chan. Sampai besok."

"Yah, sampai besok Naruto. Hati-hati!"

Pemuda ini pun mengayuh sepedanya, meninggalkan gadis ini yang tengah memandang punggungnya, semakin lama semakin menjauh darinya.

.

.

.

.

.

"Ini sudah selesai Sasuke-san." ucap gadis ini, setelah selesai mengobati luka pada jari pemuda ini. Tapi sepertinya tak ada sahutan yang terdengar.

"Ke-kenapa wajah Sasuke-san agak berbeda dari yang tadi?"

Wajah pemuda ini bertambah pucat, dan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Pandangannya mulai mengabur, dia memejamkan matanya beberapa kali dan membukanya kembali. Tapi…

"Sasu-eeeeeeehhhhhh…."

BRUUUGGH

.

.

.

.

.

"Gaar, Sasuke belum pulang?" tanya Naruto, setibanya di apartemen, dan tak melihat keberadaan Sasuke.

"Hn."

"Kau tak bersamanya pulang?" tanyanya kembali.

"Justru aku yang mengira kau pulang bersamanya. Sudahlah, dia itu pria bukan seorang gadis. Dia akan baik-baik saja." ujarnya yang tak mengalihkan pandangannya pada acara tv yang sedang dia tonton. Sejenak pemuda berkulit tan ini tengah berpikir tentang ucapan barusan dikatakan oleh sahabatnya.

.

.

.

.

.

"Sepertinya mereka sudah pulang semua, Nona Tsunade." ujar wanita berambut pendek ini kepada wanita di sampingnya.

"Yah, Kita juga harus pulang." ucapnya sambil berjalan menuju pintu.

"Eh, Jangan lupa mengunci pintu restoran ini, Shizune!"

"Baik, Nona."

CEKLEK

Dan pintu ini pun terkunci. Tak mengira jika sebenarnya masih ada pelayan di dalam restoran ini.

.

.

"Sa… Sasuke-san, ba-bangun! Sadarlah! " katanya sambil mendorong badan yang sedang menimpa tubuh gadis ini, dan wajahnya memerah melihat wajah tampan pemuda ini begitu jelas di matanya. Sedangkan pemuda ini masih belum sadar juga.

"Sasuke-san, uugghh… berat sekali, aku tak sanggup."

Gadis ini pun menyerah, menyerah untuk menyingkirkan tubuh pemuda ini yang berada di atasnya, yang seenaknya ambruk dan menjatuhi gadis ini. Sepertinya peristiwa ini pernah terjadi sebelumnya, namun dengan situasi yang berbeda. Yang dulunya gadis berambut indigo ini yang pingsan tapi sekarang gantian, pemuda ini yang tak sadarkan diri, dikarenakan phobia dengan darah. Heh, sungguh aneh tapi cukup menggelikan.

.

.

~Tsuzuku~

.


Msh ingat fict ini? Moga masih ada yang ingat yah!hehe…Gomennasai sbesar2nya bwt yg lama nunggu updatetan fict ini, uda bbrp mggu Yuki ngrjain tgs proyek, jd skrng bru smpet maen didunia maya.

Lagu yg dinyanyiin ma mreke adlh lgunya Faber Drive-when I'm with you, enth knp Yuki milih lgu itu, mgkn krn isi dr lgu i2 co2k dgn kisah Naruto,.. N lgu yg dinyanyiin Sakura duet ma Naruto, lgu dr Shania Twain feat Bryan White - From this moment on…Dua lagu ini udah lama bgt tp Yuki msh sk dngerny.

Dan bagi yg pnasarn kisah cnta Naruto sblmny, chap dpn bkal Yuki critain. Mngenai porsi chara/pair akan sama rata, Yuki cm sngajain taro di arsip NaruSaku… N porsi NaruSaku ad yg blng kurang , Aa' Gomen…Gmn dgn chap ini? Klo kurang nnti Yuki usahain bnyakin dichap slnjutny, klo dpet ide sih, heh..

Special, Thanks to :

Mrs. Tweety

Lollytha-chan

Zoroute

Mugiwara 'Yukii' UzumakiSakura

No Name

uchihyuu nagisa

Ekha

Shaniechan

A

el Cierto

ulva

wintter sky blossom

hana-chu

airi-zela

Miya Hime Chan

Nerazzuri unlogin

Sora Hinase

Sukie 'Suu' Foxie

Thanks yg uda mereview, alert, n favorit…O'iya fict untk GIST, Insya Allah mggu dpn bru Yuki update yah, yah!… Wuuuzzz *kburu lari, sblm dcekik ma pnitianya, hehe…peace ^_^V*

Jaa mate Ne, the Next Chapter…

Wasurenai, Click R E V I E W…