Desclaimer : Sunrise dan Bandai
Pairing : AtrunxCagalli
Rate : T
Warning : OOC, no yaoi or yuri, but sei-ai (sedikit)*digebukin *, fic hancur, plot kecepatan, alur berantakan, miss typo bertebaran.
Zurro's note : Special fic for my nee-chan, Xena Sia a.k.a Xena Atha a.k.a ORB(Os Riddle Black). Selamat ulang tahun, nee-chan \^^/ walaupun terlambat beberapa tahun *di gebukin os* , special fic juga untuk nee-chan yang lain, yang akan berulang tahun tanggal 28 january ini, selamat ulang tahun, and Happy reading mina-san.
Dongeng
By:
Hairo-Azzurro-Brown
One winter day in a kingdom far away, a queen sat sewing at her window. All of sudden she pricked her finger with her needle and a drop of blood fell on the snow. Then, the queen gave birth to a lovely baby girl. The queen named her Snow white. A few years later, the queen died.
.
Once upon a time, in small town there was a girl. She is very kind and beautiful. Her name is Ella. When she's 9 years old, her mother fill ill and died. So, her father married again. Her step mother and step sister is jealous of her beauty. Every morning, she must cook the meal, wash the clothes, everything.
.
Once upon a time, there was a princess who is very beautiful. A bad witch was jealous of her. And than, the bad witch curse the princess to sleep forever.
.
Once upon a time, there lived a very famous king. He's very arrogant. The fairy mother punished him, she change the king to a half monster.
.
And then, the prince took snow white to his castle, they married and lived happily ever after.
.
Finally, the prince married with Cinderella and the lived happy forever.
.
As soon as he kissed the princess, the princess woke up. The knight was delighted. "Will you marry me?" asked the knight, holding the princess hand. "Oh yes." Answered the princess. They married and lived happily.
.
Then the king change to him self and married with belle, finally they lived happily ever after.
.
(Flashback: on)
Cagalli POV
"Ibu… ibu… kenapa akhrinya Cinderella menikah dengan pangeran? Kenapa mereka hidup bahagia setelahnya? Ibu… kenapa putri salju juga menikah dengan pangeran? Dan kenapa mereka juga hidup bahagia? Ibu…"
"Karena semua dongeng memiliki akhir yang bahagia, Cagalli. Karena itu Cinderella bahagia, pangerang bahagia, putri salju bahagia, dan sang raja juga bahagia. Semuanya bahagia,Cagalli."
"Jadi, ibu… apakah hidup cagalli bukan dongeng? Kenapa tidak ada Cinderella, kenapa tidak ada putri salju? Kenapa tidak ada kutukan? Dimana Ibu peri? Dimana Penyihir jahat? Jadi, cagalli bukan dongeng ya?"
"Hahaha… tentu saja Cagalli. Kamu, ibu dan ayah tidak hidup di negeri dongeng."
"Ibu, apakah akhirnya cagalli, ibu dan ayah akan memiliki akhir yang bahagia? Seperti di dongeng?"
"Tentu saja, Cagalli."
(Flashback: off)
.
Bohong.
Semuanya bohong.
Semua kata-kata itu bohong.
Aku benci dongeng.
Aku benci ayah.
Aku benci ibu.
Aku benci dia, dia yang dengan seenaknya memanggilku kakak.
Aku benci dunia ini.
Aku benci diriku.
Aku benci segalanya.
.
(Flashback: on)
"Ibu… ibu… huhuhu… i.. ibu…"
"Ca.. cagalli… mana ayahmu?"
"A… ayah sebentar lagi datang, bu… sebentar lagi…"
"Cagalli…"
"I… ibu.. ibu…"
"Ibu menyayangimu, Cagalli. Ib… ibu… ibu menyayangi kau dan ayahmu. Ibu menyayangi keluarga kita."
"Ibu..huuu…"
"Cagalli… jangan menangis"
"Ibu…"
.
"A… ayah… ayah…"
"Cagalli?"
"Ibu… ibu… di kurung di peti… cepat buka peti itu, ayah… ayah…"
"Tuhan…"
"Ayah… Buka peti itu... ibu pasti ketakutan. Ayah…"
"Cagalli…"
"Ayah… cepat!"
"Cagalli…"
"Kau jahat, ayah. Aku membencimu"
.
7 tahun kemudian…
Cagalli POV
School
09:10
Lagi.
Lagi, aku duduk di bangku ini.
Membaca buku sambil menggunakan earphone.
Membulak-balikan halaman dengan gaya monoton.
Duduk di kelas, bersama Luna teman senbangkuku, er… mungkin juga orang yang ku sukai.
"Cagalli… cagalli…" Luna menyikut pelan pinggangku, aku hanya menengok dengan pandangan datar, berpura-pura tak peduli.
"Lihat… lihat… itu Shinn. Itu Shinn." katanya dengan suara pelan. "Aku heran, kenapa akhir-akhir ini dia sering datang ke kelas kita ya?"
Aku mengalihkan pandanganku ke arah orang yang di maksud Luna, menatap orang itu dengan pandangan tajam.
"Oh…. anak itu." jawabku, kembali pada bukuku, berharap dia tau bahwa aku tidak suka.
Tapi, Luna hanya tersenyum sambil terus memandang pemuda itu, "Iya, dia keren bukan?" katanya lagi.
"Tidak, aku jauh lebih keren, seribu kali lebih keren," jawabku santai, mencoba menampakkan ketidaksukaanku.
Aku rasa wajah Luna sedang menghadap ke arahku sekarang, aku meliriknya sekilas. Kulihat wajahnya mengahadapku, tapi arah bola matanya bukan untukku. Aku rasa aku tau apa penyebabnya, Shinn sedang berjalan ke arah kami.
"Iya, Cagalli. Kau jauh lebih keren, seribu kali lebih keren," katanya padaku, sekarang menatapku dengan senyum cemas. Aku hanya memutarkan bola mataku.
Jadi… aku hanya…
Ah… Aku tak peduli.
"Hai Cagalli-san, Hai Luna." sapa Shinn, yang ku anggap sebagai angin lalu.
"Hai Shinn" jawab Luna, tersenyum.
" Um… Cagalli-san? Bolehkah aku berbicara dengan Luna sebentar?" tanya pemuda bodoh itu, aku hanya membalikkan halaman bukuku, tak mengatakan apapun.
Melanjutkan bacaanku.
Membalikkan lagi halaman buku.
Aku merasa pemuda bodoh itu mulai gugup, dia mulai memandangku dengan cemas penuh harap.
'Huh… jangan pikir aku akan menjawab ya. Akhirnya kau tau, Luna itu milikku.' ejekku dalam hati.
"Shinn?" panggil Luna, aku melirik Luna sekilas. Dia membalas lirikanku dengan lirikan tajamnya, aku membenci hal itu.
"Ada apa Shin?" tanyanya sambil mengalihkan pandangannya dariku ke arah Shin. Aku membenci hal itu.
Ku lihat wajah bodoh pemuda itu gugup. "Um… bisa kita bicara di luar saja?" tanya pemuda bodoh itu, mengarahkan pandangannya ke luar kelas.
Aku kembali menatap bukuku, berpura-pura tak peduli dengan percakapan mereka.
"Eh, baiklah." jawab Luna, berdiri dan pergi menjauhi bangkunya bersama Shin. Aku membenci hal itu.
Aku hanya memandang punggung kedua orang itu, pergi menjauh. Aku membenci hal itu lagi.
.
Cagalli POV
School
12:28
Aku mendengar derap langkah kaki itu semakin cepat, dia sama sekali tidak memanggil namaku. Tapi, aku tau tujuannya mempercepat langkah kakinya, karena ingin berbicara padaku.
Aku tidak menoleh sama sekali, memepertahankan konstanta laju langkahku. Dengan tenang aku tetap berjalan, memandang lurus kedepan.
Suara langkah itu semakin cepat, dia tepat berada di belakang ku. Aku tau apa yang akan di lakukan olehnya. Dia menepuk keras punggungku, dengan kesengajaan dan kesadaran yang tinggi. Walau itu menyebalkan, aku tetap tidak pernah menegurnya, ah… mungkin aku mulai terbiasa dan mulai menyukai hal itu.
"Cagalli…" panggilnya, sambil terengah-engah.
"Hm…" jawabku masih sambil berjalan, melirik sekilas gadis berambut pink tua pendek itu.
"Tunggu kami, Cagalli…" protes seseorang di belakangnya, "Luna ingin menceritakan sesuatu pada kita." lanjut gadis berambut pink panjang di belakangnya.
"Sssttt… pelan-pelan, Lacus" kata Luna sambil menempelkan jari telunjuknya di bibir, menengok ke kiri dan ke kanan.
"Kalian tau, aku baru saja jadian dengan Shinn." kata Luna senang, menarik gemas baju Lacus.
'Huh… apa bagusnya jadian dengan cowok itu?' dengusku kesal dalam hati.
"KYAAA... Itu hebat, Luna." pekik Lacus, aku hanya memandang kesal Luna dan Lacus.
"Hehehe… Ku pikir cintaku bertepuk sebelah tangan, ternyata tidak. Yey…" katanya girang, sambil berjalan di sampingku.
"Huh…" aku hanya mendengus kesal. 'Kenapa dia begitu senang?' umpatku dalam hati.
"Kenapa kau terlihat begitu kesal Cagalli?" tanya Lacus padaku. Aku hanya terus berjalan tanpa menanggapi pertanyaan itu.
Di sebelahku, luna berhenti dan berkata, "Hey, Jangan-jangan…", "Jangan-jangan kau menyukai Shinn." lanjut Lacus.
Aku hanya memutar bola mataku saja, "Tidak." jawabku singkat.
"Ayo, katakan yang sebenarnya?" desak Luna, aku hanya tetap berjalan tanpa merespon.
" Jika Cagalli mengatakan yang sebenarnya, apa yang akan kau lakukan Luna?" tanya Lacus.
"Entahlah, setidaknya kita mengetahui kebenaran." jawab Luna sambil mengangkat bahu singat.
Luna mulai mendesakku lagi, "Ayo Cagalli… katakan yang sebenarnya."
"Apa akau menyukai Shinn?" desak Lacus,
"Aku tau Shinn memang keren, Cagalli bisa saja menyukainya." kata Luna, menarik kesimpulan sendiri.
"Aku tak menyangka bahwa selama ini dia menyukai Shinn." lanjut Lacus, aku hanya memandang mereka berdua memberikan tatapan -aku-bilang-tidak- pada mereka berdua.
"Kupikir Cagalli membenci semua laki-laki di dunia ini." lanjut Luna, "Cagalli kita… Cagalli kita… Cagalli kita ternyata menyukai Shinn." ratap Lacus sedih, tentu saja itu hanya sandiwara.
Aku hanya memutar bola mataku untuk kesekian kalinya, berhenti berjalan,"Jika aku mengatakan yang sebenarnya, apakah kalian akan berhenti merecokiku dengan desakan bodoh itu?" kataku, menatap mereka berdua serius.
"Iya, kami berjanji." jawab mereka berdua kompak, mengangkat telapak tangan mereka sejajar dengan wajah mereka, tersenyum senang atau malah bodoh .
"Huh…"
"Jadi?" tanya mereka berdua.
"Tidak. Aku tidak menyukai Shinn." jawabku menatap serius mereka berdua, "Tapi, aku menyukaimu, Luna." lanjutku sambil memandang langsung wajah Luna.
Ku lihat pupil matanya semakin menyempit, wajahnya menjukkan kekagetan luar biasa. Dia memalingkan wajahnya, memandang ke arah Lacus. Lacus membalas tatapannya dengan tatapan tak percaya.
"Jadi…" gagap Lacus.
"Jadi…" ulang Luna.
"Cagalli benar-benar menyukai Shinn." kata mereka berdua kompak, tertawa.
"Huh…" aku hanya memejamkan mataku kesal. Selalu saja begini, saat aku serius mereka berdua selalu saja mengaggap itu lelucon.
"Huh…"
"Hahaha… Baiklah. Sampai besok, Cagalli."kata mereka berdua, melambaikan tangan.
.
Cagalli POV
Cagalli's Home
20:28
Aku membanting keras tubuhku ke kasur. Memejamkan mata dengan kesal.
'Ugh… Ada apa denganku?' batinku kesal,
Ini pertama kalinya aku merasakan patah hati, mungkin. Tapi, apakah ini yang namanya patah hati?
"Ugh… apa yang sebenarnya harus ku rasakan?" kataku pada diri sendiri,
Aku sama sekali tidak merasakan sesuatu hal yang berbeda, marah? Sepertinya tidak. Cemburu? Tidak.
"Argghhh…"
Apa-apaan ini? Orang yang kusukai berpacaran dengan orang lain seharusnya aku marah.
Tapi…
Tapi…
"Arggghhh…"
Semuanya masih tetap seperti malam-malam sebelumnya, monoton.
Jadi, bagaimana rasanya patah hati?
Sedih?
Marah?
Cemburu?
Tapi, aku sama sekali tidak merasakan semua itu. Perasaan itu lebih mirip perasaan ketidaksukaan, dari pada marah, sedih, cemburu, atau sesuatu hal bodoh itu. Seperti sedikit perasaan kehilangan, tapi bukan perasaan kehilangan yang benar-benar berarti.
Apa-apan ini?
"Ugh…"
Hey, bagaimana jika aku menganggap luna sebagai adik atau kakakku, dan bukan orang yang ku sukai?
Hey, bukankah pada awalnya aku mengangap luna sebagai kakakku?
Karena pada awalnya, hanya dia yang tidak mengatakan 'Aku mengerti perasaanmu' atau 'aku sangat sedih mendengar amasalahmu' atau 'Jangan terlalu memikirkannya, semuanya akan segera berlalu'.
Aku benci mengingat hal itu, tapi itulah yang terjadi.
Bagaimana pada saat itu, aku dengan bodohnya menceritakan masalahku dengan ayahku pada mereka. Menceritakan kematian ibuku.
Aku benar-benar bodoh pada saat itu.
Pada saat itu aku berpikir, mungkin menceritakan masalahku pada orang lain akan sedikit meringankan bebanku. Tapi, aku salah besar. Yang kudapatkan hanya rasa frustasi yang semakin menjadi-jadi.
Ugh…
Mereka hanya merespon, dengan sekumpulan kata-kata bodoh yang di susun dengan sistematika yang menjijikannya.
'Aku mengerti perasaanmu'
'Aku sangat sedih mendengar masalahmu'
'Jangan terlalu memikirkannya, semuanya akan segera berlalu'
Berharap agar aku tau bahwa mereka benar-benar simpatik, penuh kepura-puraan. Menjijikan.
Tapi diantar gadis-gadis yang seharusnya ku sebut teman itu, ada seorang gadis yang menarik perhatianku.
Seorang gadis yang menampakkan ekspresi yang sangat ku kenal.
Ah, sejak aku selesai menceritakan masalahku, dia sama sekali tidak memberikan komentar.
Dia hanya memandangku dengan ekspresi…
Tidak, itu bukan ekspresi mengasihani.
Tidak, itu juga bukan ekspresi sedih yang di buat-buat.
Itu juga bukan ekspresi simpatik yang menjijikan.
Aku membalas tatapannya dengan tatapan datar.
Apa yang akan di lakukan olehnya selanjutnya? Apakah dia akan memalingkan wajahnya, menghindari tatapanku?
Aku terus menatapnya, ah…
Dia memiringkan sedikit kepalanya dan tersenyum.
Dia tersenyum.
Dia tersenyum? Padaku?
Aku masih saja menatapnya, dia bangkit dari kursinya, berbicara sebentar pada gadis berambut pink panjang. Dia berjalan ke arahku. Aku hanya terus menatapnya.
Pada saat jaraknya hanya semeter lagi dariku, aku memalingkan wajahku.
Aku seperti mengenal ekspresi itu.
Tapi, apa itu?
Dia sudah tepat berada di sampingku. Aku meliriknya, dia berhenti dan menepuk pelan pundakku. Dan kemudian berjalan kembali.
Ah… sekarang aku tau.
Itu ekspresi khawatir.
Ekspresi yang sama yang di berikan oleh ibuku pada saat aku sakit.
Dan ketika aku membalas tatapan ibuku dengan tanda tanya, ibuku akan langsung tersenyum, dan mengacak lembut rambutku.
Benar.
Itu ekspresi yang sama. Sudah lama aku tidak melihat ekspresi itu.
Dan entah kenapa keesokkan harinya, dia sudah menjadi teman sebangku baruku.
Saat guru mulai mengabsen satu persatu, dan sebuah nama di sebutkan, dia mengakat rendah tangannya.
Luna Maria Hawk.
Nama yang cukup bagus.
Sejak saat itu dia adalah orang yang paling dekat dengaku. Orang yang paling sering ku respon perkataannya. Orang yang ku anggap sebagai kakak dan adikku.
Mengenai Lacus, entahlah kenapa aku bisa berteman dengannya. Mungkin karena dia adalah teman baik Luna sejak SMP. Dia juga orang yang cukup menarik, sifatnya ke ibu-ibuan, sangat cantik dengan rambut pink panjangnya, jago masak, dan sangat populer. Ah, dan mungkin juga sangat lemah dalam pelajaran olah raga.
Tidak terlalu buruk, tentu saja.
.
2 Bulan kemudian…
Cagalli POV
Cagalli's Home
08:23
Aku baru saja bangun dari tidur, ketika sebuah ketukan terdengar di depan pintu rumahku.
Aku tinggal sendirian. Aku hidup terpisah dengan ayahku, masih belum memaafkannya. Walaupun aku tau itu bukan kesalahan ayahku sepenuhnya. Bukan kesalahannya dia tidak bisa datang pada saat ibuku akan pergi.
Kau mendapatkan semuanya, atau kau kehilangan semuanya. Hanya karena kau tidak menoreh sebuah coretan di atas kertas, maka kau akan meruntuhkan segalanya. Itulah yang terjadi.
Hampir seribu orang menggantungkan hidup mereka pada perusahan ayahku. Jadi apa yang akan terjadi?
Tingkat pengangguran akan bertambah hanya dalam jangka 1 tahun ini. Negara ini sudah cukup menyusahkan dengan perebutan otoritas dan segalanya.
Jika karyawan itu kehilangan pekerjaan itu, maka tamatlah Negara ini.
Yeah, aku tau itu. Tapi, bagiku tetap saja kejatuhan Negara ini tidak sebanding dengan kematian ibuku.
Saat ibuku pergi, maka berakhirlah hidupku. Dan ayahku membiarkan hidupku berakhir.
Karena itu aku membenci dongeng, tak ada akhir bahagia untukku.
TING… TONG…
Aku mendecak kesal, berjalan ke arah pintu apertemenku.
'Apa sekarang manusia sudah tidak di ajarkan tata krama lagi? Bertamu ke rumah orang sepagi ini?' umpatku kesal.
Aku memutar pelan kenop pintu dan menariknya.
Seorang lelaki berdiri di depanku sambil memandangi selembar kertas, atau mungkin foto?
"Cagalli? Kau Cagalli Yula Atha?" tanyanya, aku sama sekali tidak menjawab. Memandang kesal lelaki itu.
Lelaki bermabut cokelat itu hanya tersenyum sambil memberikan kertas yang berda di tanganya, aku tidak menerimanya tentu saja . Aku hanya meliriknya sekilas, di belakang foto itu tertulis, Cagalli dan Kira. Foto itu menampakkkan ibuku sedang mengendong dua orang bayi, yang satunya dapat ku pastikan aku dan seorang lagi… bayi dengan rambut cokelat itu…
Aku segera merebut foto itu darinya, memandang tak percaya.
"Pertama kalinya kita bertemu, kakak. Rasanya senang sekali."katanya sambil tersenyum. "Aku Kira."
Segera saja aku menutup pintu itu dengan keras di depan wajahnya.
Aku membencimu ibu.
Kau satu-satunya orang yang kupercayai.
Tapi…
Apakah dia saudara kembarku, bu?
Kenapa dunia ini penuh dengan kebohongan?
Jadi itu maksudmu 'Keluarga kita' bu?
Kenapa kau tidak mengatakan hal ini padaku, ibu?
Aku membencimu ibu.
.
Sejak saat itu selalu saja ada sms darinya. Aku masih mengingat sms pertamanya.
Kak ini aku, Kira. Apakah kau sudah makan? Kakak makan apa hari ini? Bagaimana sekolahmu, kak?
Sms keduanya tak berbeda jauh dari sms sebelumnya.
Hai kak. Apa kabarmu hari ini? Apa kau sudah makan kak? Jangan terlalu sering makan junk food. Tidak baik untuk kesehatan kakak. Bagaimana sekolah kakak?
Sms selanjutnya berbunyi:
Hai kak. Tadi siang aku ke apartemenmu. Kakak perlu berolahraga, jangan terlalu focus pada laptop kakak. Bagaimana makanan kakak? Apa yang kakak makan hari ini? Aku meninggalkan barang belanjaan untuk kakak di depan pintu. Aku membelikan apel, anggur, tomat, kentang dan mungkin sedikit roti. Bagaimana sekolah kakak?
Yah, memang hari ini dia datang ke apartemen ku. Tapi, aku tak membukakan pintu untuknya. Setelah mendapatkan sms darinya, aku segera mengintip ke luar. Aku melihat dua kantong belanjaan di tinggalkan di depan pintuku.
Sms selanjutnya bahkan semakin panjang.
Hai kak. Apa kabar kakak hari ini? Bagaimana makanan kakak? Kakak, jangan terlalu sering makan roti, kita bukan orang eropa, kakak akan sakit jika hanya makan roti. Apakah kakak tau jika kita terus berada di depan laptop lebih dari 6 jam maka mata kita akan berkurang fungsinya. Bagaimana sekolah kakak? Apakah disana menyenangkan? Aku sudah meminta izin kepada ayah untuk di pindahkan ke sekolah kakak.
Sms selanjutnya bahkan semakin panjang dari sms sebelumnya. Dia mulai menyisipkan aktivitasnya. Ughh..
Hai kak. Apa kabar kakak hari ini? Bagaimana makanan kakak? Ku harap kakak sudah memakan nasi. Tadi siang aku ke apartemen kakak. Ku pikir aku bisa masak makanan untukmu, kak. Aku meninggalkan belanjaan di depan apartemen kakak. Aku membeli brokoli, wortel, kentang, semangka, anggur dan apel. Oh ya, aku juga sudah membuatkanmu pie apel, kak. Jangan lupa di simpan di kulkas. Bagaimana sekolah kakak? Aku mendapat nilai A+ untuk biologi dan kimia. Sepertinya aku harus berusaha lebih keras lagi dalam Fisika dan matematika, aku mendapatkan nilai B-. Hari ini ada murid pindahan di kelasku, namanya Dierka. Aku sudah tidak sabar untuk pindah ke sekolah kakak.
Ughh… apa-apaan dia. Semakin hari smsnya semakin panjang, berisikan aktivitasnya, tetangga barunya, buku yang baru saja di bacanya, film yang baru saja di nontonnya, music yang di sukainya. Padahal aku sama sekali tidak membalas smsnya, berharap dia menghentikan sms-sms bodoh itu.
Ugh…
.
Dan yang paling menjengkelkan ketika suatu pagi yang yang seperti biasa, monoton, tiba-tiba saja ada seorang murid pindahan masuk ke kelas kami.
"Perkenalkan. Nama saya Kira Yamato. Mohon kerja samannya." sapa murid pindahan itu sambil membungkukkan sopan tubuhnya.
Dan yang paling menjengkelkan adalah saat guru mengatakan, "Baiklah, kamu duduk di samping Lacus.", yang berarti dia duduk di belakangku.
Ugh…
"Baik, bu." jawabnya sopan, sambil berjalan ke arah kursinya sekarang. Saat dia berada di sampingku dia menyapa, "Hai kak."
.
Entah sejak kapan dia sudah akrab dengan Luna dan Lacus.
Pada akhirnya dia berhasil memasuki apartemenku dengan bantuan Lacus dan Luna.
Mereka mulai mengubah, mengganti dan membersihkan apartemenku, dan aku tetap tak bergeming dari laptopku.
Pada dasarnya apartemenku tidak kotor, yang mereka lakukan hanyalah mengisi kembali kulkasku dengan buah-buahan, biscuit, susu dan jus. Memasukkan bunga ke dalam apartemenku. Sedikit membersihkan kaset dan buku-bukuku. Menyapu dan mengepel. Dan mengeluh betapa banyaknya pakainan kotorku, hey… aku tinggal membawanya ke laundry.
.
Hampir setiap hari mereka berusaha mampir ke rumahku, hanya sekedar mengecek apakah pasokan makananku sudah habis atau belum, atau sekedar megeluh tentang tanaman yang kehausan, atau sekedar menceramahiku tentang betapa pentingnya berolahraga. Tapi, yang kulakukanya hanyalah menyumbat telingaku dengan earphone.
.
Sudah sebulan beralalu, tapi Lacus dan Kira selalu menyempatkan diri untuk mampir ke rumahku, sekedar memasakan makan siang dan malam, membersihkan apartemenku, dan membelikanku bahan-bahan makanan.
Untungnya Kira yang mengeluarkan uangnya untuk membeli semua itu. Baguslah…
.
Akhir-akhir ini Luna sudah jarang mampir ke apartemenku, dia mengatakan bahawa dia tidak ingin terlibat dalam urusan rumah tangga Kira dan Lacus, katanya Kira dan Lacus seperti sepasang suami istri dan aku sebagai anak mereka.
Apa-apaan itu!
.
Hari ini Kira menanyakan apakah aku membenci wortel? Karena sup yang di buat oleh Lacus kemarin di sisakan wortel.
Aku menyukai hal itu.
.
Hari ini Kira menanyakan apa warna kesukaanku? Dia dan Lacus akan membeli beberapa perlengkapan mandi dan dapur.
Aku menyukai hal itu.
.
Hari ini kira menunjukkan menunjukkan mug yang kemarin di pesannya. Mug bertuliskan Cagalli dan Kira.
Aku menyukai hal itu.
.
Hari ini dia lebih memilih menemaniku pergi ke toko buku, dibandingkan membantu Lacus membersihkan apartemenku.
Aku menyukai hal itu.
.
Aku menyukai saat dia menyapaku dan melambaikan tangannya.
.
Aku menyukai saat dia tersenyum padaku.
.
Aku menyukai rambut cokelatnya yang berbeda denganku.
.
Aku menyukai adikku sendiri.
.
Ibu, apakah kau akan mengerti perasaanku?
.
Hari ini Lacus mengaku bahwa dia menyukai Kira.
Aku membenci hal itu.
.
Hari ini aku tak sengaja melihat handphone Kira, gambar yang menjadi wallpapernya adalah foto Lacus.
Aku membenci hal itu.
.
Hari ini Kira meminjam handphone ku, saat Kira mengembalikannya padaku, aku memeperlihatkannya sebuah nomor dan mengatakan bahwa itu nomor yang di pakai Lacus sekarang, dan dia tersipu malu.
Aku membenci hal itu.
.
Hari ini Kira dan Lacus mengaku bahwa mereka telah jadian, mereka sama-sama tersipu malu saat mengakui hal itu.
Aku membenci hal itu.
.
Untuk kedua kalinya, aku merasakan patah hati. Perasaan yang sama saat Luna dan Shinn jadian.
.
Aku sama sekali tidak mengerti bagaimana cara kerja perasaanku.
.
Aku sama sekali tidak mengerti.
.
To be Continue
Two shoot.