Disclaimer: all Naruto characters belong to Masashi Kishimoto-Sensei, judulnya itu lagunya TVXQ ^^. Ada yang tau?:3

Genre : romansu desu (tapi mungkin belum begitu berasa di ch.1 ini :3)

Chara : Itachan *sok SKSD*dan Ino-chan


FLOWER LADY

~Gift~

Nafasnya tersengal. Keringatnya sudah membasahi sekujur tubuhnya. Latihan sore itu sungguh membuatnya lelah. Mungkin itu pertanda bahwa ia sudah harus mengakhiri latihannya.

Sosok bermata hitam onyx itu memandang langit yang mulai memerah. Keputusannya sudah bulat. Ia akan mengakhiri latihannya hari itu.

Dengan langkah gontai akibat kelelahan, Uchiha Itachi, yang saat itu baru berusia 7 tahun, berjalan ke arah rumahnya. Sebenarnya ia ingin berlari agar segera sampai di rumah, tapi rupanya energinya sudah terkuras habis untuk latihan berat yang baru saja ia lakukan.

Kenapa ia yang baru berusia 7 tahun sudah harus latihan seberat itu? Yah, sebentar lagi Akademi Ninja yang diikutinya akan melangsungkan ujian kelulusan. Dan ia, Itachi, mempunyai tuntutan tersendiri agar segera lulus dari Akademi tersebut.

Sejujurnya, Itachi masih ingin menikmati masa-masa di Akademi-nya. Tapi ia tahu, sebagai sulung dari klan Uchiha yang terkenal, ia tidak mempunyai waktu untuk bermain-main. Sama sekali.

Langkahnya terhenti sesaat.

Ia menunduk, menatap jalan di bawah kakinya.

Bayangannya mulai memanjang akibat matahari sore. Sedikit enggan, Itachi menggerakkan kepalanya ke arah langit sore yang sudah berwarna merah keunguan. Matahari sudah akan mengucapkan selamat tinggal sebentar lagi. Namun Itachi masih tidak bergerak juga. Seolah ia ingin jadi orang terakhir yang mengucapkan selamat tinggal pada sang mentari.

Saat ia sedang terpesona dengan penguasa langit siang itu, mendadak, sebuah suara terpekik mengagetkan lamunannya.

"Ino-chan! Jangan! Bahaya, Sayang!"

Itachi menengok.

Ah, rupanya ia terhenti tepat di depan toko bunga Yamanaka.

Mata onyx-nya kini menatap pada sosok balita berusia sekitar 1 sampai 2 tahunan yang sedang merayap, berusaha memanjat satu pot berisi bunga matahari. Ayahnya yang saat itu tengah memegang pot bunga lain, buru-buru meletakkan pot tersebut dan berusaha mengangkat putri ciliknya itu sebelum ia terjatuh.

Tapi rupanya gadis cilik yang dipanggil Ino itu sangat keras kepala. Ia mengeratkan pegangannya pada tepi-tepi pot dengan wajah yang digembungkan.

Inoichi-nama ayah dari gadis cilik itu- akhirnya menyerah dan membiarkan putrinya memeluk pot berisi bunga matahari itu. Sebuah senyum terlintas di bibir Inoichi. Meskipun demikian, matanya masih memandang waspada pada putrinya untuk sesaat. Ia terdiam di sana sambil mengamati gerak-gerik putri Yamanaka yang sedang lincah-lincahnya itu.

Ternyata tindakan Inoichi dengan diam tanpa melanjutkan pekerjaannya itu tidak salah. Belum lama Ino bermain-main dengan pot itu, pot itu akhirnya mulai tidak bisa mempertahankan posisi kokohnya. Gadis cilik itu nyaris saja terjatuh, kalau saja Inoichi tidak buru-buru menahannya.

"Aduh, Ino-chan. Main di dalam aja ya?" bujuk Inoichi saat melihat Ino kembali meronta-ronta dalam pelukannya dan berusaha kembali pada pot-pot bunga yang lain.

Inoichi mendesah.

"Kalau begitu kapan pekerjaan Tou-san bisa beres, Ino-chan?" ujar Inoichi sambil tertawa getir.

Sementara itu, Ino masih meronta-ronta, meminta dilepaskan.

Baru saja Inoichi menyerah dan akan menemani putrinya bermain sebentar lagi, ia melihat sesosok anak laki-laki yang masih saja terdiam memandang ke arah tokonya. Sebuah ide melintas di benaknya.

"Ah, kau! Bisa minta tolong sebentar?" tanya Inoichi ramah sambil mengangkat sebelah tangannya pada anak laki-laki tersebut.

Itachi sedikit tersentak. Ia melihat ke kanan kirinya yang kosong sebelum ia menyadari bahwa dirinya-lah yang dimaksud oleh Inoichi.

Awalnya Itachi ragu-ragu. Tapi melihat Inoichi yang mulai kembali panik dengan Ino yang mulai menangis, membuat sisi manusiawinya tergerak. Apalagi, ia mempunyai adik yang seusia. Dan ia tahu bagaimana repotnya sang ibu yang harus mengurusi kelincahan adiknya yang berusia sepantar dengan sang putri Yamanaka.

Anak laki-laki berambut hitam itu akhirnya berjalan mendekat. Lalu ia berkata dengan tenang pada sang tuan rumah.

"Kalau begitu… Biar saya menjaga putri Anda untuk sementara."

Inoichi tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada Itachi. Ia kemudian meletakkan Ino di bawah sesuai permintaan putri cilik yang satu itu. Tangisan yang tadi mulai mengeras, kini berbalik mereda. Inoichi menghela nafas lega dan kemudian mengucapkan terima kasih sekali lagi pada Itachi yang sudah berbaik hati mau mengawasi putrinya itu untuk sementara waktu.

Sesuai dugaan, setelah Ino diletakkan di bawah, dengan cepat ia merangkak ke pot bunga terdekat dan kemudian berusaha menarik-narik bunganya.

Dengan gesit, Itachi menghentikan niat Ino mencabut bunga itu. Ia kemudian membimbing si gadis cilik berambut pirang ke suatu tempat yang jauh dari pot-pot bunga tersebut. Namun, setiap kali Itachi menjauhkannya, setiap kali pula Ino berusaha kembali ke tempat di mana pot-pot bunga tersebut tersusun.

Itachi melirik ke arah Inoichi yang sedari tadi bolak-balik memindahkan pot-pot bunga itu ke dalam. Sepertinya, sudah waktunya tutup toko hingga semua pot yang tadi ada di luar, dipindahkannya ke dalam.

"AAA!" panggil sebuah suara yang terdengar imut. Suara khas yang hanya dimiliki anak-anak.

Itachi menengok. Ia lengah! Ino sudah kembali ke pot-pot bunga kesayangannya. Tapi untunglah, gadis cilik itu tidak kenapa-kenapa. Hanya..

"HAA… NAA!" ujar Ino lagi sambil mengacungkan sebuah bunga berwarna ungu yang berhasil dicabutnya.

Itachi mendekati Ino yang tampak senang karena 'misi' pertamanya berhasil. Anak lelaki itu kemudian tersenyum hangat sambil menepuk kepala Ino dengan pelan.

"Seharusnya kau nggak boleh memetik bunga seperti itu. Kasihan bunganya," ujar Itachi perlahan.

Ino, yang tentu saja belum mengerti, hanya bisa memasang wajah bingung sambil memiringkan kepalanya sedikit. Lalu sebelah tangannya yang tidak memegang bunga, ia letakkan di depan mulutnya.

Lalu, tanpa diduga Itachi sebelumnya, Ino mengacungkan bunga itu ke depan wajahnya. Dengan sebuah cengir lebar, Ino kembali berkata.

"HAA… NAA!"

"Eh?" ujar Itachi bingung.

"Wah! Ino-chan sedang memberi bunga pada… Eh.." ujar Inoichi yang telah berdiri di belakang Itachi.

"Itachi," jawab Itachi singkat. Ia menyebutkan nama kecilnya begitu saja dengan gamblang. Bahkan ia tidak menambahkan embel-embel Uchiha sebagai nama belakangnya. Entah apa alasannya. Itachi sendiri tidak terlalu memikirkannya.

Inoichi segera mengangguk setelah ia mengetahui nama Itachi. Lalu dengan sebuah senyum ramah, ia berkata lagi.

"Ya, Ya! Ino-chan sedang memberi bunga pada Itachi-nii ya?"

Sang ayah yang satu itu kemudian mengangkat Ino ke dalam pelukannya. Itachi yang semula membungkuk-pun kini berdiri.

"Niiii!" ujar Ino sambil kembali menyorongkan bunga tersebut pada Itachi.

Itachi tampak ragu-ragu.

"Ambillah," ujar Inoichi lagi, "Anggap saja ini tanda terima kasih karena sudah menjaga Ino-chan! Dan yang lebih penting, Ino-chan sudah memilihkan bunga yang spesial untukmu!"

Akhirnya, Itachi menggerakkan tangannya untuk menerima setangkai bunga ungu dari sebuah tangan mungil. Ia masih tidak mengerti maksud Inoichi dengan 'bunga yang spesial'. Tapi bunga ungu yang tidak terlalu besar itu berbau harum dan membuat perasaan Itachi menjadi sedikit lebih rileks.

"Terima kasih," ujar Itachi sopan.

"Itu bunga yang biasa digunakan untuk aroma-therapy. Semoga rasa lelahmu cepat hilang yah, Nak?"

Itachi terbelalak.

"Bagaimana Anda…" Itachi sengaja membiarkan ucapannya tergantung begitu saja. Namun, niatnya untuk bertanya lebih lanjut langsung hilang saat melihat Ino dan Inoichi yang sudah saling berpandangan dan kemudian tersenyum.

"Aku.. aku rasa aku harus pulang dulu!" ujar Itachi cepat sambil melangkah keluar dari toko bunga Yamanaka. Ia sadar, tidak seharusnya ia berada terlalu lama di tempat ini. Malam sudah datang dan ayahnya mungkin akan memarahinya jika tahu ia malah menghabiskan waktunya di toko bunga, menjaga balita, dibandingkan memperpanjang waktu latihannya.

"Ah, sekali lagi terima kasih ya!" ujar Inoichi lembut. "Ino, Itachi-nii sudah mau pulang tuh!"

"DAAAA!" teriak Ino riang sambil menggerak-gerakkan tangannya. "Maa..ta…..Neee!" celoteh Ino dengan lafal yang masih belum jelas.

Itachi melirik sekali lagi ke arah ayah-anak Yamanaka. Ia kembali terpaku di tempatnya sebelum sebuah senyuman tipis tersungging di bibirnya.

Ia pun membungkuk sedikit ke arah Inoichi dan Ino. Lalu kakinya kini mulai kembali bergerak dengan cepat, berlari dan meloncat, ke arah kediaman keluarga Uchiha.

Rasa lelah yang semula dirasakannya mendadak hilang entah ke mana. Hanya dengan keberadaan setangkai bunga ini di tangannya, Itachi merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Semua penat yang semula dirasakan, kini berganti menjadi suatu semangat baru untuk menyongsong hari depan.

Sebuah hadiah dari seorang Flower Lady cilik telah berhasil membuat hatinya terasa begitu ringan.

*** TBC***


AN:

1. Tuh, tuh… Ino kecil itu sebenernya mau ngomong 'Hana' yang berarti bunga. Lalu kata-kata terakhir Ino itu harusnya 'mata ne!' atau yang artinya kurang lebih 'sampai jumpa lagi!' atau semacam itu lah. Hahaha…

2. Entahlah.. Ni cerita bakal bersambung gak ya? :P

3. My 2nd fic, Mind to Review?:3

4. S-sekian cerita kali ini. Te-Terima kasih buat yang udah baca. Apalagi yang udah review. *membungkuk dalam-dalam*