A/N: Ini kali pertama aku nulis fanfic GaaHina dengan bahasa indo. Mungkin kata-katanya agak aneh. Tapi tolong baca dulu, trus di review ya! Mungkin Gaara agak sedikit... lembut disini. Jadi, jangan kaget ok?


Chapter 1

"Kemudian setelah rapat dewan, anda mempunyai janji makan siang di Sushi House bersama Tuan Daisuke mengenai kontrak pembangunan dam air. Lalu sekitar pukul empat anda akan berpidato di Akademi dalam rangka kelulusan. Setelah itu..." Gaara harus mengakui, ia tidak dapat berkonsenterasi mendengar suara datar Matsuri yang membacakan sisa jadwalnya untuk hari itu.

Padahal biasanya Gaara tidak pernah merasa kesulitan saat meneliti sebuah dokumen yang membutuhkan tanda tangannya sambil mendengarkan suara bosan asistennya.

Namun belakangan ini, sesuatu selalu menyeruak masuk ke dalam pikirannya, dan memaksanya untuk terus-menerus memikirkannya.

Gaara menghela nafasnya.

"...Apa anda mendengarkan saya Kazekage?" Asistennya bertanya, tersinggung karena atasannya terlihat tidak mendengarkannya sama sekali. Ia bukan tersinggung karena sang Kazekage tidak melihatnya, tapi karena ia benci untuk mengulangi jadwal yang panjang itu sekali lagi.

"Tentu saja Matsuri." sahut Gaara tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari dokumen di mejanya.

"Kalau begitu saya akan memberitahu gadis itu bahwa anda belum dapat ditemui sekarang..." Matsuri sengaja tidak menyelesaikan kata-katanya dan segera berbalik.

"Tunggu. Siapa?" Sesuai dugaannya, sang Kazekage memakan umpannya.

Matsuri berbalik dan berkacak pinggang. "Aku tahu kau tak mendengarkan." Ia merengut, "Tidak, tidak ada siapa-siapa diluar. Hanya saja dugaanku benar, pasti seorang gadis sedang berada di pikiranmu sekarang."

Terkadang Gaara bisa teramat jengkel dengan ketajaman mantan muridnya itu. "Sama sekali bukan urusanmu."

"Itu akan menjadi urusanku jika siapapun dia itu membuat pekerjaanmu terbengkalai." Matsuri tidak pernah menaikkan suaranya pada atasannya itu. Namun ini bukan hanya baru terjadi hari ini. "Dengar, guru Gaara, aku tahu aku masih sangat muda dan umurku jauh di bawahmu. Tapi bukan berarti aku masih anak-anak. Aku sudah delapan belas tahun! Dan demi Tuhan kau tahu aku tidak suka bergosip!"

"Matsuri, tolong tinggalkan aku sendirian."

"Tapi..."

"Tinggalkan aku sendirian."

Dengan perasaan terluka, si asisten berambut cokelat membungkuk hormat sebelum dengan patuh meninggalkan ruang kerja Kazekage sesuai perintah atasannya.

Tidak Matsuri, tidak Temari, tidak wanita itu, kenapa semua wanita harus begitu sulit?

Gaara bersandar di kursinya. Enam bulan yang lalu, ia bahkan tidak punya waktu untuk berpikir untuk menyandarkan punggungnya ke kursinya. Satu-satunya yang ia tahu hanyalah menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin.

Sampai wanita itu memasuki kehidupannya. Dengan rambutnya yang indah, matanya yang berkilauan, dan bibirnya yang selalu tersenyum padanya.

Gaara mengacak-acak rambut merahnya dengan frustrasi. Ia harus melupakan wanita itu!

Ia bersandar lagi, kali ini ia menopang dagu dengan tangannya. Hanya membayangkan wajahnya saja seribu kenangan akan dirinya langsung menguasai Gaara.

Sang Kazekage menghela nafas panjang dan memejamkan matanya.

Hinata...


Enam bulan yang lalu

"Lalu, saat aku kembali ke Konoha setelah tiga tahun lamanya, ia berada disana untuk menyambutku! Bisakah kau bayangkan itu Gaara? Seorang gadis secantik dan secerdas Sakura menungguku! Tapi kupikir aku pantas mendapatkannya, setelah bertahun-tahun aku menunggunya..." Naruto bercerita dengan semangat kepada sahabatnya. Mie ramen yang belum sempurna masuk kedalam mulutnya bergelantungan di dagunya.

Meskipun pemandangan itu agak mengganggu, namun Gaara sama sekali tidak memedulikannya. Ia dengan serius mendengarkan cerita sahabatnya mengenai kekasih barunya.

Kazekage dan sahabatnya sedang makan siang di kedai ramen favorit Naruto, Ramen Ichiraku. Tempat itu adalah tempat yang dikunjungi Gaara secara teratur ketika ia sedang berkunjung ke Konoha. Sebagai teman dari Naruto, tidak ada yang heran jika melihat Gaara selalu makan disitu.

"Aku masih tidak bisa percaya, rasanya baru kemarin Sakura setengah mati mengejar-ngejar si Sasuke itu, dan sekarang, sekarang ia berada ditempat ia seharusnya berada!" Naruto terkikik senang. "Oh, Sakura. Aku sangat mencintainya!"

Gaara mengangguk. Meskipun wajahnya tak menampakkan ekspresi apapun, namun sebenarnya ia sangat senang karena sahabatnya akhirnya bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Mungkin orang-orang berpikir bagaimana orang seceria Naruto bisa berteman baik dengan orang sedingin Gaara. Namun keduanya tahu lebih baik daripada penampilan luar saja, mereka berdua memiliki latar belakang yang hampir sama.

Mereka memahami perasaan satu sama lain lebih daripada apapun. Gaara tahu, hal yang paling Naruto inginkan adalah membahagiakan orang yang paling membuatnya bahagia di dunia ini, yang dalam hal ini adalah gadis berambut pink yang bernama Sakura itu.

Oleh karena itulah, saat Gaara mendengar dari Naruto bahwa ia telah mengencani gadis itu, Gaara merasa sangat senang.

Ia telah berhasil mewujudkan salah satu impiannya.

"Aku senang," Gaara memulai, "Kau bisa mencapai salah satu mimpimu."

Naruto menepuk pundak temannya, "Setelah ini, aku yakin aku bisa menyusulmu dan menjadi Hokage."

Kalau Naruto, Gaara yakin ia pasti bisa.

"Hn."

"Lalu bagaimana denganmu? Apakah kau sudah menemukan wanita yang cocok? Hm? Hm?"

Gaara terdiam sebentar, sebelum menjawab, "Dewan sudah memberikanku dokumen mengenai beberapa calon yang menurut mereka pantas untukku. Hanya saja aku belum mau menyentuh dokumen itu."

Dewan Suna memang berpikir ini sudah merupakan saat yang tepat bagi Kazekage mereka untuk memperistri seseorang. Oleh karena itu mereka mulai menyodorkan berbagai proposal pernikahan dari putri orang-orang yang berpengaruh di Negara Angin.

Itu bukan suatu keharusan bagi Kazekage untuk menuruti permintaan Dewannya. Hanya saja, Gaara pikir, ia tidak akan mungkin mendapatkan seorang istri yang benar-benar mencintainya tanpa sebuah perjodohan.

"Gaara, kuberitahu ya, wanita-wanita yang disodorkan oleh Dewan padamu itu hanya mau menikahi jabatanmu! Dan bukannya kau!"

"Aku tahu," jawab Gaara singkat. "Aku juga sadar, tidak akan ada wanita yang mau menikahi aku yang sebenarnya. Itu sama saja menikahi monster."

Sebelum Naruto dapat membantah kata-kata Gaara, pemilik ramen Ichiraku berseru pada pelanggan yang baru saja datang, "Selamat datang nona! Silahkan masuk!"

Naruto berbalik dan ia langsung melupakan apapun itu yang tadi hendak dikatakannya pada Gaara. "Hinata!" ia berseru senang. Sang Kazekage tidak memedulikan siapapun itu yang disapa Naruto. Itu hal yang sangat wajar jika Naruto mengenal semua orang di Konoha. Ia tetap berkonsenterasi dengan ramen-nya.

"H-Hai Naruto," suara lembut menyapa Naruto. Suara yang tidak dikenal Gaara.

"Ayo duduk sini sebelahku!" kata Naruto ceria sambil menepuk-nepuk bangku disebelahnya.

Si 'Hinata' tidak menjawab, namun Gaara dapat mendengar suara bangku disebelah Naruto bergeser sedikit.

"Paman, satu porsi ramen lagi untuk Hinata!" Naruto berseru pada si pemilik ramen. "Aku yang traktir hari ini Hinata."

"Eh? T-tidak usah repot-repot Naruto..." sebelum gadis itu menyelesaikan kata-katanya, Naruto sudah menyelanya.

"Tidak apa-apa Hinata! Kau baru pulang dari misi ya?"

"I-Iya."

"Kalau begitu kau pasti belum tahu tentang ini..." Naruto melihat ke arah Gaara. Si rambut merah hanya menaikkan sebelah alisnya, tidak mengerti mengapa Naruto harus melihat ke arahnya dulu untuk memberitahu gadis itu tentang pacar barunya.

"T-tentang apa?"

"Sakura setuju menjadi pacarku!" seharian ini si jinchuuriki pirang sudah berkeliling untuk memberitahu orang-orang tentang berita itu. Ini mungkin keseribu kalinya ia sudah mengucapkan kalimat itu.

Gadis yang bernama Hinata tidak berkata apa-apa. Hal ini memancing keingintahuan Gaara. Orang-orang yang diberitahu Naruto tentang berita itu umumnya terkesiap kaget, atau dengan semangat mengucapkan 'Selamat ya!'. Satu-satunya orang yang tak berkata apa-apa saat mendengar berita itu hanya Gaara, dan kali ini perempuan itu juga.

"Hinata? Kau baik-baik saja?"

Menyerah pada keingintahuannya, Gaara pun berbalik di bangkunya untuk menengok ke perempuan yang duduk disebelah Naruto.

Hal yang paling mencolok dari gadis itu adalah iris matanya yang tidak berwarna, ciri khas dari klan Hyuuga. Rambutnya berwarna lavender, panjang, meskipun sedikit berantakan. Dan ia seperti habis melihat hantu.

Gaara ingat perempuan ini. Dia Hinata Hyuuga, sepupu dari Neji Hyuuga, orang yang melawan Neji di ujian Chuunin beberapa tahun yang lalu.

Setelah sembuh dari kekagetannya, gadis itu dengan terbata-bata berkata, "A-Aku s-senang men-mendengarnya Naruto. Kuharap kalian bisa bahagia... selamanya."

Ia menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya dari kedua pria yang memperhatikannya.

"Terima kasih Hinata! Kuharap juga begitu. Aku betul-betul menyukainya!"

Hinata Hyuuga tidak berkata apapun, ia menekuni mangkok ramen yang baru saja dihidangkan di hadapannya.

"Oh ya!" Naruto tiba-tiba berseru. "Aku baru ingat! Nenek Tsunade menyuruhku datang ke kantornya jam dua tepat! Maafkan aku Gaara, aku harus pergi sekarang." Naruto berdiri dari bangkunya, "Paman, ini untuk ramen Gaara dan Hinata." Ia menyodorkan sejumlah uang pada Ichiraku, kemudian berbalik ke arah Hinata, "Sampai nanti Hinata!"

Dan Naruto pun pergi meninggalkan kedua shinobi pendiam di kedai ramen itu.

Baik Gaara maupun Hinata merasa tidak perlu untuk berkata apapun. Gaara tidak keberatan dengan keheningan, sedangkan Hinata masih terlalu syok untuk berkata apapun.

Namun, setelah beberapa saat, Gaara merasakan bahwa ia tidak begitu menyukai keheningan seperti ini. Rasanya ada sesuatu yang berat menggantung di udara diantara mereka berdua.

Akhirnya si Kazekage memutuskan untuk memecah keheningan itu. "Kau... pewaris klan Hyuuga?"

Hinata, yang tidak mengira Gaara akan mengajaknya berbicara, terkesiap kaget mendengar pertanyaan itu. "Y-ya." Kemudian ia menekuni ramen-nya lagi.

Keheningan kembali menggantung diantara mereka.

Gaara menghela nafas, kemudian berdiri dari bangkunya. Ini sia-sia. Ia memang tidak pernah berbakat untuk membuka pembicaraan. Gadis ini juga tidak lebih baik darinya.

Ia mengambil sehelai serbet untuk mengelap bibirnya, kemudian berbalik pergi. Namun sebelum ia sempat keluar dari kedai itu, gadis itu tiba-tiba menghentikannya. "T-tunggu."

Suaranya cukup keras, Gaara pun berbalik menghadapnya. "Ya?"

"Apa aku membuatmu marah?" karena suatu alasan tertentu, wajah gadis itu merah padam. Ia juga terlihat sangat gelisah.

"Tidak. Apa aku membuatmu gelisah?"

"T-tidak." Gadis itu berdiri dari bangkunya dan berjalan mendekati Gaara. "M-maaf, aku bukan teman bicara terbaik."

"Tidak masalah." Gadis ini aneh, ia membuat Gaara bingung. Dan Gaara tidak suka dibuat bingung. "Kau tidak menyelesaikan makananmu?" tanya Gaara ketika ia sekilas melihat ramen Hinata yang masih utuh setengah.

"A-Aku... aku... aku sudah selesai." jawabnya. "K-Kurasa aku harus pulang sekarang. P-Permisi, Kazekage-sama."

Gaara melihat gadis itu berlari melewatinya dengan kepala tertunduk, namun Gaara bersumpah ia melihat sesuatu bergulir di pipi gadis itu.

Dia... menangis? Tapi kenapa? Gaara tidak melakukan apapun padanya.

Secara refleks Gaara mengejarnya keluar. Gadis itu belum terlalu jauh, dan Gaara dengan mudah menyusulnya. Tanpa bermaksud melukainya, Gaara mencengkeram tangan gadis itu dan memutar tubuhnya kearahnya.

Gaara meneliti wajah perempuan itu. Benar dugaannya, gadis itu menangis, air mata masih mengalir dari kedua mata pucatnya, dan hidung serta pipinya memerah. Kening Gaara berkerut melihat air mata yang terus mengalir tanpa henti itu.

Untung bagi mereka berdua, jalanan itu kosong, hanya ada mereka yang berdiri ditengah-tengah.

"Kenapa? Kenapa kau sangat membingungkan?"

"A-Apa?"

"Pertama, kau tidak berkata apa-apa, lalu kau meminta maaf, kemudian kau menangis. Apa sebenarnya yang kau pikirkan?"

"T-tolong lepaskan tanganku." Gaara mengabaikan permintaannya dan justru mengencangkan genggamannya, membuat Hinata meringis.

"Apa aku menyinggung perasaanmu? Apa kau takut padaku?" tanya si Kazekage kasar dan menarik tubuh Hinata sehingga menempel padanya.

Hinata terkesiap. "Ti-Tidak! Astaga Kazekage, ini sama sekali tidak berhubungan denganmu."

Gaara berkedip sekali. Dua kali. "Lalu?"

Hinata tersenyum sedih, kemudian ia menundukkan kepalanya. "Naruto..."

Mendengar nama temannya disebut, tiba-tiba semuanya begitu jelas pada Gaara. Ia pun melepaskan cengkeramannya pada tangan wanita itu. "Kau... menyukai Naruto?"

Hinata mundur selangkah, kemudian ia memeluk tangannya yang baru dilepas oleh Gaara. Sambil tetap menunduk ia menjawab dengan lemah, "Y-Ya. Tapi, itu tidak masalah lagi sekarang. N-Naruto... sudah menemukan kebahagiaan sejatinya."

"Maaf," Gaara meraih tangan Hinata yang tadi dicengkeramnya dengan kasar. Ia tanpa sadar mengelus bagian dimana tangannya hampir memutus nadi perempuan itu tadi.

"T-Tidak apa-apa." Hinata cepat-cepat menarik tangannya dari Gaara. "A-Aku yang salah. Tiba-tiba lari darimu seperti itu, dan membuatmu bingung."

"Tentang Naruto..." Gaara memulai, namun Hinata menyelanya.

"S-sejak awal a-aku sudah tahu bahwa Naruto tidak akan mungkin membalas perasaanku. Hanya saja, a-aku tidak me-menyangka, mendengarkannya langsung dari mulutnya akan begini... menyakitkan."

Gaara menyentuh dagu wanita itu, dan mengangkatnya, membuat wanita itu menatap langsung ke matanya.

"Jangan menangis."

Kata-kata itu diucapkan tanpa emosi sama sekali, namun bagi Hinata itu sudah cukup. Kazekage adalah orang terakhir yang Hinata pikir akan bersamanya ketika ia patah hati.

Pria itu tidak mengatakan basa-basi. Ia mengatakan langsung yang ada dipikirannya. Ironisnya, setelah mendengar Kazekage berkata seperti itu, hal yang ia inginkan hanyalah menangis.

Gaara tahu bahwa mustahil bagi perempuan itu untuk berhenti menangis hanya dengan dua kata darinya. Namun Gaara betul-betul tidak menyangkan ketika gadis itu mencengkeram bagian depan bajunya, dan langsung menangis di dadanya.


Makasih udah baca cerita ini. Jangan lupa review ya :)