DI TENGAH PADANG bunga, seseorang perempuan muda berlari sambil tertawa dan berseru kepada seorang lelaki yang mengejarnya di belakang. "Kau tidak akan bisa menangkapku, Shuu!" Senyum perempuan itu begitu mempesona.

Shuu berusaha untuk mengimbanginya, tangannya terjulur untuk menangkap gadis berambut kuning tersebut. "Kena kau!" kedua tangan Shuu berhasil melingkari pinggul perempuan itu dari belakang, menghentikan pergerakannya. Sejenak perempuan itu menjerit kaget. Kemudian mereka tertawa bersama.

Shuu memutar badan perempuan itu agar menghadapnya. "Sudah kubilang, aku takkan membiarkanmu pergi, Ino."

Senyum perempuan itu lenyap. Mata hijau toskanya menatap Shuu dengan keterkejutannya. Ia lalu mendorong Shuu menjauh darinya. "Aku bukan Ino," lirihnya.

Raut wajah Shuu juga tak kalah terkejutnya. "...Niina?"

Seseorang menjitak kepala Shuu. "Bangun!"

Yamamoto Shuu tersentak bangun dari mimpi anehnya. Dengan linglung ia melihat mata seisi kelas tertuju padanya. Juga ada Konan sensei yang berdiri di samping mejanya sambil berkacak pinggang. "Habis mimpi indah yah? Yamamoto-san?" sindir Konan dengan nada sinis.

R O M A N C E

Disclamer: tentu saja dari guru kami semua, Masashi Kishimoto sensei.

Pairing: NaruHina

Warning: AU, OOC.

Perubahan gender (untuk sementara) pada Naruto dan Hinata. Dan munculnya dua OC buatan Author, Yamamoto Shuu dan Hitsune Niina.

Mengingatkan lagi untuk nama samaran, Naruto=Misa dan Hinata=Byakuya.

Sudah satu bulan lamanya sejak insiden tak terduga menimpa Naruto dan Hinata. Memaksakan mereka untuk menjalani hidup dengan wujud berbeda dari sebelumnya. Selama ini mereka sudah bisa menghadapi hal-hal baru itu, karena mereka tak sendirian, ada Shuu dan Niina yang siap membantu mereka.

Tapi, untuk hari ini saja, Hinata mulai meragukan kemampuan mereka untuk menghadapi 'cobaan' ini...

Saat ini, pada jam istirahat sekolah, Hinata bersama Niina berada di ruang kesehatan dengan Shizune sensei. Mereka sedang membicarakan hal penting tentang Naruto.

Niina baru saja menyampaikan kecurigaannya dan meminta klarifikasi yang pasti dari Shizune sensei. Apa dugaannya itu benar?

Hinata menatap penuh harap pada Shizune, berharap agar Shizune tidak mengiyakan dugaan Niina yang terdengar tak masuk akal di telinga Hinata. Sayangnya doa Hinata tak terkabul.

Shizune terus mengangguk mengiyakan ucapan Niina, sambil membolak-balik buku bacaannya. Tangannya lalu berhenti pada halaman yang menurutnya tepat untuk dibaca.

"Itu wajar saja terjadi pada Naruto," Shizune mengalihkan pandangannya dari buku kepada dua muridnya. "Obat yang diciptakan Shuu dan Niina itu sudah berhasil mengubah wujudnya dan juga struktur-struktur organ di dalam tubuhnya. Jadi ada kemungkinan besar dugaan Niina benar."

"Tuh kan! Apa gue bilang!" Niina menjetikkan jarinya dengan semangat.

"Niina-chan, ini bukan kabar yang bagus." tegur Hinata agak kesal dengan teman satunya itu.

Niina menunduk malu. "Maaf,"

Shizune mendesah kecewa, "Perasaannya berubah sangat sensitive, emosi yang meluap-luap, rasa nyeri tak tertahankan pada perut dan hanya bisa teratasi oleh obat 'khusus cewek' yang diberikan Niina. Tidak salah lagi, Naruto mengalami gejala PMS."

Hinata memucat.

.

=.=NH=.=

.

Pemuda berperawakan tinggi dengan style rambut hitam yang selalu tampak berantakan, duduk di salah satu sisi kantin bersama teman perempuannya. Ia menlap sejenak kacamata perseginya sebelum ia gunakan lagi.

Perasaannya tidak menentu saat ini. Lelaki bernama Yamamoto Shuu itu mulai berpikir lagi. Apa yang terjadi padaku? pikirnya melayang. Mungkin dia malu karena tadi pertama kalinya ia tertidur di kelas saat jam pelajaran berlangsung terlebih lagi ia juga dipermalukan oleh guru yang tidak terima dengan tingkah buruknya.

Ini semua gara-gara Niina

Yah, karena malam suntuk sebelumnya, Shuu habiskan dengan mendengar celotehan Niina dari telepon seluler. Awalnya mereka hanya membicarakan tentang Naruto dan Hinata, juga tentang berapa lamanya mereka harus menunggu kedatangan Orochimaru. Tapi entah kenapa, pembicarann mendadak mengalir pada curhatan Niina. Sebagai teman barunya, Shuu coba mendengarkan. Dan sekarang dia mulai menyesali apa yang sudah dia dengar.

Apa coba yang biasa dicurhatkan teman perempuanmu? Pasti tidak jauh dengan namanya kisah asmara. Apalagi, selama pembicaraan itu, Niina tak hentinya mengucapkan nama Kiba, Kiba, dan Kiba. Ugh! Sungguh menyebalkan.

Shuu tahu, ada yang salah dengannya. Namun dia merasa bodoh karena dia tak tahu, apa yang membuatnya sangat gelisah seperti ini.

Naruto mengerang.

Shuu melirik temannya. Heran karena Naruto belum juga pergi memesan makanan. Naruto yang kini memiliki rambut pirang panjang itu, menundukkan kepala di atas meja, tangannya terus menekan perutnya.

"Kalau elu lapar, cepat gih pesan mie ramen kesukaan lu. Apa mau gue yang pesankan?" tawar Shuu.

"Bukan itu, bodoh!" gertak Naruto.

Shuu terlonjak kaget, seluruh mata di sekitar mereka sontak tertuju pada mejanya.

Apa-apaan nih anak, batin Shuu.

Naruto menengadah. Wajahnya terihat pucat dan berkerut menahan nyeri, keringat menetes dari keningnya. Melihat hal itu membuat Shuu mulai khawatir.

"Lu gak apa-apa kan, Misa?"

"Buruk," lirih Naruto, ia melemas menatap Shuu. "Ugh, antarin gue ke toilet yah? Please!"

Kini Shuu sweat dropp di tempat. Sejak kapan nih anak minta dianterin, ke toilet cewek lagi? Apa gak salah tuh?

.

=.=NH=.=

.

Hinata dan Niina berjalan tergesa-gesa menuju bagian sisi barat gedung sekolah, mereka tampak berlari kecil sambil membawa bungkusan plastik di tangan Niina.

"Untung gue bawa persiapan," guman Niina diantara lari kecilnya.

Sesampainya mereka di depan toilet, tampak Shuu yang berdiri di antara pintu toilet cowok dan cewek, bersandar di dinding seraya menampilkan wajah bosannya.

"Mana Naruto?" tanya Niina dengan suara kecilnya agar tak terdengar siswa lain.

"Tuh," Shuu menunjuk pintu toilet cewek dengan ujung jempolnya. "Dari tadi di dalam."

Niina segera masuk ke dalam toilet cewek. Hinata hendak mengikutinya, namun Shuu sudah lebih dulu menahannya.

"Eits, mau kemana lu?" tanya Shuu sinis.

Hinata menatap Shuu bingung.

"Bya-ku-ya," Shuu mengeja nama samaran Hinata dengan jelas. "Lu itu cowok, dan toilet ini khusus cewek. Jangan membuat keributan di sini, oke?"

Hinata tersenyum malu, "Maaf, aku hampir melupakan hal itu."

Tak lama, Niina kembali keluar seorang diri tanpa Naruto. Raut wajahnya panik. "Gawat," kata pertama yang keluar dari mulutnya membuat bahu Hinata menegang.

"Ada apa?" tanya Shuu, kembali berdiri tegak dari sandarannya.

"Itu.. –Nar– Misa, gara-gara abis lihat darahnya sendiri dia pingsan," terang Niina.

"Darah!" Shuu melotot. "Darah apaan?"

Mengabaikan pertanyaan Shuu, Niina menarik-narik lengan Hinata dengan panik. "Gimana nih?" Niina tampak bingung.

"Ka-kalau gitu bawa ke ruang kesehatan saja, biar Shizune sensei yang nanganin," saran Hinata.

"Oke. Sekarang lu bawa dia ke sana gih," pinta Niina.

"A-aku yang bawa?"

"Ya iyalah, gue mana bisa angkat Misa. Lu kan sekarang cowok, jadi lu aja." Niina menarik Hinata masuk ke dalam toilet. "Ayo cepetan, mumpung gak ada siswi lain di dalam."

Meninggalkan Shuu yang lagi-lagi berdiri sendiri di depan toilet. "Apes, gue dicuekin," gumannya.

.

=.=NH=.=

.

"Dia baik-baik saja, mungkin terkejut dengan apa yang baru saja dialaminya," ujar Shizune sensei setelah memeriksa keadaan Naruto yang berbaring di atas ranjang.

Shuu mendengus "Apa dia gak terlalu berlebihan? Masa' abis lihat darahnya sendiri saja langsung pingsan?" celetuknya tidak habis pikir.

"Itu wajar saja, ini 'kan pertama kalinya bagi Naruto," bela Niina.

"Tapi dia gak perlu sehisteris itu sampe pingsan? Bukannya sikapnya itu terlalu ke-ce-wek-an," tukas Shuu dengan penekanan jelas pada kata terakhirnya.

"Lah? Naruto kan memang cewek." balas Niina tak mau kalah. "Buktinya kami sekarang sering nonton bareng drama opera di rumah kos, kadang kami sampe nangis bareng di depan tv. Belum lagi kami sering bicarain tentang artis cowok yang ganteng-ganteng," Niina terkikik geli.

"Ya tuhan," bisik Shuu terkejut. "Niina! Di mana sebenarnya letak otak lu?" dia mengetuk ubun-ubun Niina. "Gue pikir selama ini lu jagain Naruto dengan baik. Gak taunya lu malah ngeracunin otak Naruto dengan hal-hal gak pantas untuknya."

Niina balas melotot pada Shuu. "Lu juga sama saja kan?" dia menunjuk dada Shuu. "Gue tahu kok, kalau lu sering ngajak Hinata nonton aksi tinju, gulat, atau apalah namanya itu yang menyajikan kekerasan. Sampe-sampe akhir-akhir ini Hinata sering memamerkan lengannya yang katanya akan tumbuh otot kalau sering dia latih. Apa-apaan tuh?"

"Ya..." Shuu berdehem sejenak, mencari kata-kata yang bagus. "Itu gue lakuin supaya Hinata terlihat lebih maco."

"Lantas? Apa bedanya dengan yang gue lakuin?"

"Tentu saja beda."

"Menurut gue sama saja."

"Beda, Niina!"

"Sama, Shuu!"

"Kalian berdua, tolong hentikan itu!" suara berat dari teguran Hinata menyadarkan Shuu dan Niina. "Kalau kalian ribut melulu, Naruto-kun gak bisa tenang dengan tidurnya," ujar Hinata sambil melirik Naruto yang berbaring di atas ranjang.

Raut wajah Naruto tampak tak tenang dengan alis yang agak berkerut.

"Hinata benar, Naruto butuh istirahat sebentar. Aku akan pergi memberikan izin untuknya agar tak perlu mengikuti pelajaran selanjutnya," terang Shizune sensei. "Kalian boleh kembali ke kelas sekarang. Jam istirahat sekolah sudah habis."

"Hai' sensei," Niina mengangguk diikuti Shuu.

"Apa boleh aku tetap berada di sini?" harap Hinata. "A-aku ingin..." Hinata tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya yang tampak jelas di wajahnya ketika melihat Naruto masih berbaring di ranjang.

Shizune menghela nafas. "Baiklah. Kau boleh menemani Naruto di sini. Lagipula aku belum makan siang (aku ingin pergi bentar)."

Hinata tersenyum, "Terima kasih sensei," ujarnya seraya menunduk.

Niina yang melihatnya, juga hendak berubah pikiran. "Gimana kalau aku juga–"

Shuu menepuk bahu Niina. "Tidak, kita tetap kembali ke kelas," tegasnya.

Niina menghela nafas, "Baiklah... Shuu-sensei," sindirnya mengejek di akhir kata.

"Jangan mulai... Niina... lu gak bol–" suara Shuu semakin mengecil bersamaan dengan larinya keluar ruang kesehatan untuk mengejar Niina yang terlebih dahulu pergi.

Meninggalkan Hinata yang kini mengambil tempat duduk di samping ranjang Naruto berbaring. Memberanikan diri, perlahan Hinata meraih telapak tangan Naruto yang tak sadarkan diri.

Dia menatap sayu siswi berambut kuning yang masih terlelap di atas ranjang itu. "Kali ini..." Hinata berbisik, "...giliranku yang menjagamu... Naruto-kun..."

.

=.=NH=.=

.

Naruto terbangun tepat beberapa menit setelah jam pelajaran terakhir berbunyi. Selagi para penghuni sekolah mulai bersiap pulang, Naruto malah menggerutu di atas ranjang di ruang kesehatan. Dia sedikit panik merasa tubuhnya sulit digerakan karena obat yang diberikan Shizune.

"Istirahatlah sebentar lima belas menit sebelum pulang, Naruto. Tubuhmu masih belum kuat," kata Shizune sensei.

Naruto menggeleng. "Gak bisa sensei. Gue harus pulang sekarang juga." Naruto duduk di ranjang dan berdiri namun hampir terjatuh lagi jika tak ada Hinata yang memapahnya.

"Biar aku menggendongmu, Naruto-kun,"

"Apa?" Naruto terkejut. "Oh, tidak, tidak perlu Hinata. Gue bisa jalan sendiri."

"Hinata benar, Naruto. Biarkan saja dia yang mengantarmu sampai pulang. Hinata pasti bisa. Lagian yang menggendongmu dari kamar mandi ke sini adalah Hinata," kata Shizune.

"Menggendongku?" ulang Naruto. "Oh tidak... kenapa begini ceritanya? Seharusnya kan gue yang gendong Hinata, kenapa malah gue yang digendong? Ugh, Shuu pasti sudah tertawain gue," bisik Naruto sambil pundung di atas ranjang.

Shizune sweatdrop.

"N-naruto-kun.." Hinata mencari cara untuk membujuknya. "Kau boleh menggendongku kok."

Bahu Naruto menegang.

"M-maksudku... kalau tubuh kita masing-masing sudah kembali..." Hinata memainkan ujung jarinya seraya menunduk. "T-tapi kalau sekarang... tubuhku kan lebih besar darimu, jadi tak terlihat aneh kalau aku yang menggendongmu."

Perlahan Naruto menengadah. Sedikit ragu, akhirnya dia mengulurkan tangannya.

Hinata berdiri membelakangi Naruto, agak menunduk membiarkan lengan Naruto melingkari lehernya dari belakang. Dan Hinata pun berdiri tegak sambil menggendong Naruto di belakangnya.

"Hinata..." Naruto berbisik. "Janji yah, setelah semuanya kembali seperti semula," Naruto nyengir. "Gantian aku yang menggendongmu."

Shizune double sweatdrop. Tapi akhirnya dia tersenyum geli juga melihat wajah 'cowok' Hinata memerah. Tampak lucu.

.

=.=NH=.=

.

Hinata sesekali menunduk malu ketika ia berjalan di sepanjang koridor sambil menggendong Naruto di belakangnya. Tak banyak siswa yang belum pulang, melihat mereka sepanjang jalan. Sedangkan Naruto tak ambil pusing dengan tatapan heran siswa lain.

"Gue gak ngelihat Shuu dan Niina. Kemana mereka?" tanya Naruto.

"Mungkin sudah pulang," jawab Hinata.

"Hinata," Naruto berbisik.

"Y-ya?"

"Makin hari, gue jadi makin takut kalau ketemu dengan kakak lu."

Hinata menahan tawanya. Bukan rahasia lagi, kalau Neji –yang tak pernah disangka Hinata– tertarik dengan 'Misa', alias wujud cewek dari Naruto. Hinata juga tak habis pikir, secepat itu kepopuleran Misa menjadi siswi yang diidamkan para siswa kebanyakan di sekolah mereka. Tetapi kalau dipikir-pikir, Naruto yang sekarang cantik juga.

'Ah, tapi Naruto-kun yang dulu jauh lebih tampan!' pikir Hinata sambil merona.

"Gua pikir, ide lu bagus juga Hinata," kata Naruto.

"E-eh? Maksudmu apa?" tanya Hinata heran.

"Lu gak lihat yah? Itu kan kakak lu yang berdiri di seberang lapangan," kata Naruto sambil menunjuk Neji dengan dagunya. "Dari tadi dia melihat kita." Naruto yang berada di gendongan Hinata, mengeratkan rangkulannya pada leher Hinata. "Dan sepertinya... dia cemburu." Naruto menyeringai kecil.

Hinata tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang? Senangkah? Karena kini ia bisa menghirup lebih dalam bau sampo rambut Naruto yang terurai di sisi pipinya, dan rangkulan hangatnya yang mungkin bisa saja membuat Hinata dulu pingsan.

Ataukah Hinata harus lari terbirit-birit? Karena Neji dengan aura pembunuh, dari jauh menatapnya tajam, seolah ingin segera menguliti Hinata hidup-hidup, membakarnya, dan melemparkan dagingnya pada sekumpulan anjing yang kelaparan.

Yaiks, Hinata sendiri tak mampu membayangkannya. Segera ia percepat langkahnya menuju gerbang sekolah, sebelum dugaan anehnya benar-benar terjadi.

.

=.=NH=.=

.

Sementara itu, Shuu dan Niina, baru saja turun tangga ke lantai dasar. Kali ini mereka tidak ingin mengikuti lagi Naruto dan Hinata. Setelah berunding, hari ini mereka memutuskan untuk membiarkan Naruto dan Hinata pulang berdua saja, sedangkan mereka, punya acara sendiri.

"Cepetan Shuu," desak Niina, berjalan lebih cepat dari Shuu.

Shuu tak menurutinya, masih tetap berjalan santai di belakang Niina. "Gak perlu buru-buru, gua yakin tiket konsernya belum habis."

Niina menghentikan langkahnya, berbalik dan berkacak pinggang. "Tapi Shuu, makin cepet kita beli tiketnya, kita bisa dapat tempat duduk yang bagus!"

Shuu memutar bola matanya. "Hah, memang apa bagusnya band Taka," katanya sambil berjalan melewati Niina.

"Tentu saja mereka hebat!" Niina tak mau kalah. "Band Taka itu band favoriteku dan Hinata!"

"Oh ya?" Shuu masih tampak bosan. "tapi gua rasa cuma lu yang begitu fanatik, sementara Hinata biasa-biasa saja," sindir Shuu.

"Shuu!" seseorang menyela. Bukan Niina yang memanggil.

Di depan, tampak Ino melambai pada Shuu.

"Hai Ino," Shuu tersenyum sumringah melihat Ino mendatanginya.

Ino balas tersenyum, tampak cantik di mata Shuu. "Kebetulan sekali Shuu,"

"Kebetulan?" ulang Shuu tak mengerti.

"Iya," Ino mengangguk. "Em.. begini, besok lusa kan ulang tahun ayahku. Aku ingin membelikannya hadiah tentang hal yang berbau otomotif, tapi aku tak begitu tau tentang hal itu. Nah, kudengar dari Naruto, kamu mengemari otomotif. Jadi... apa kamu bisa membantuku?"

"Naruto? Kamu bertemu dengannya?" dasar memang kebiasaan, Shuu tak menjawab malah balik bertanya.

"Ya gak lah. Tapi meski dia sekarang di suna, kami masih sering kirim email," Ino tertawa kecil. "Dia banyak cerita tentangmu lho."

"Oh ya?" Shuu ikut tersenyum. Senang rasanya, mendengar Naruto ternyata tak mengingkari janjinya.

"So... Apa kamu bisa menemaniku sekarang?" tanya Ino lagi.

"Sekarang?"

"Iya, kita ke toko otomotif."

Shuu mengusap rambut hitamnya dengan kikuk. "Err... maaf yah Ino," ia merangkai kata yang tepat untuk menolak. "Apa gak bisa besok saja? Soalnya hari ini aku sudah ada janji dengan temanku."

Ino mengerutkan keningnya. "Siapa?"

Shuu hendak menunjuk orang di belakangnya, namun rupanya Niina sudah menghilang entah sejak kapan.

.

=.=NH=.=

.

Niina, berdiri di balik dinding sambil mengintip Shuu dan Ino dari kejauhan. Mungkin sudah menjadi kebiasaannya sering mengintip orang lain dari jauh, seperti mengintai Naruto dan Hinata yang biasa ia lakukan dengan Shuu.

"Gak apa-apa kan kalau gue biarin mereka berdua?" ia bertanya sendiri dengan nada bimbang, ragu dengan apa yang baru saja ia lakukan.

Seseorang menepuk bahunya.

"Ah! Kiba! Lu ngagetin gue, tau." kesal Niina.

Kiba nyengir. "Sori, gua gak tau kalau lu sebegitu tegangnya ngintipin orang."

"Siapa yang ngintip?" Niina mencoba berkelak.

Kiba mencibir. "Hm? Yang bener?"

"Em... ngomong-ngomong ngapain lu di sini?" Niina segera mengalihkan perbicaraan.

"Oh iya. Gua memang lagi nyariin lu."

"Nyari gue?"

Kiba mengangguk. Ia merongoh saku celananya dan memperlihatkan dua lembar kertas pada Niina.

"Ini, gue dibeliin dua tiket konsernya band Taka sama kakak gue. Pengennya sih gua datang. Tapi, kalau gak ada teman kan gak asik. Jadi..." Kiba melirik Niina dengan jahil. "...lu mau ikut gak?"

Niina menganga terkejut. "L-l-lu... serius tuh?" tanyanya tak percaya sambil menunjuk tiket di tangan Kiba.

"Yup," jawab Kiba mantab.

Niina mengap-mengap terkejut sesaat, sebelum akhirnya dia teriak histeris sambil memeluk Kiba saking senangnya. "Terima kasih Kiba! Oh ya ampun. Lu memang temen gue paling baik sedunia deh!"

"I-iya, iya, gue tahu tahu. Udah lepasin Niina. Dilihatin anak-anak yang lain, tahu!" gerutu Kiba sedikit malu.

Niina segera melepaskan pelukannya. Ia tersenyum malu, "M-maaf, gak nyadar," ujarnya dan tersenyum kikuk.

Dering ponsel Niina berbunyi. Sebuah pesan baru dari Shuu.

Gua duluan. Kelihatannya lu lagi senang.

Senyum di wajah Niina langsung hilang. Dia baru sadar akan satu hal. Rencana nonton bareng dengan Shuu, Hinata dan Naruto terpaksa dibatalkan.

Haruskah?

Suara hati kecil Niina keberatan...

Bersambung...

A/N: Ye ye ye... akhirnya gue eksis lagi... tapi gak jamin, seberapa lama gua tahan dan akan kembali menyandang status 'Hiatus' *plaak!*

Maaf yah... telat banget... (rasanya bosan juga denger saya minta maaf lagi, tapi saya gak akan bosan untuk minta maaf, karena saya memang banyak salah.. *nyadar*)

Err… di chap ini, Saya memang sengaja langsung percepat alurnya jadi satu bulan.. biar gak lama-lama.

Terima kasih banyak yang review chap lalu... I love u all... tanpa kalian saya mungkin gak akan bertahan di sini (ffn)… ^^

~Dini~