Di malam berbadai, tunggulah kedatanganku.

Dengan tangan menggenggam senjata dan dingin tersembunyi di balik badan,

Kau tak bisa menghindar

Untuk malam sudah berpihak kepadaku

Tunggulah—badai inilah yang akan membawa kabar kematianmu.

. . .

LEVIATHAN

0 – prologue

Disclaimer:

Hetalia © Hidekaz Himaruya

Warnings:

AU. OOC. Mental Disorder? Dan plot mbulet.

. . .

Rembulan bersinar penuh, pendarannya masuk lewat celah-celah jendela panjang yang terbuka sedikit. Aku bisa melihat refleksi benda bulat yang bertengger di tengah kelamnya malam itu lewat permukaan belati. Belati ini, aku yakin aku sudah mengasahnya tajam.

Monster itu. Musuh bebuyutan hero.

Perlahan, aku melangkah. Berhati-hati agar tak sampai menimbulkan suara. Aku bisa melihat monster itu tertidur di ranjangnya. Begitu tenang.

Monster sialan. Dia sudah mengambil semua yang dimiliki hero.

Dia harus mati.

Di luar, angin yang semula tenang mendadak bertiup lebih cepat. Aku bisa merasakan raungannya yang begitu mengancam di telingaku. Seakan mengertikan keinginanku untuk memakai ilusi, awan gelap mengikuti angin itu—datang untuk menyelubungi maksud ini.

Nafas tertahan, aku siap untuk segalanya. Aku akan menghapus eksistensinya dari duniaku, dan dari dunia ini juga.

Langkah-langkah yang pelan, tersamarkan oleh deru angin kencang. Aku menghunuskan belati itu. Eratnya genggaman tanganku bertambah seiring dengan bertambah dekatnya jarak antara diriku dan monster itu.

Belati terangkat tinggi—aku bisa mendengar keras dentuman jantungku. Malam ini. Ya, malam ini semua akan berakhir!

Tetapi sayangnya, saat jarak pisauku dengan kerongkongannya tinggal satu inci, langkah kaki terdengar. Berlari menuju ruangan ini. Oh, tidak. Aku akan habis!

Dengan cepat, aku berbalik dan hendak kabur. Namun rupanya pemilik kaki itu jauh lebih cepat. Ia menghentikanku—dan secepat itulah aku menemukan diriku berada di balik jeruji.

Saat aku melihat Iggy dan Matthew ke kantor polisi untuk menjemputku, rasanya harapanku kembali. Tetapi ternyata dugaanku salah. Mereka malah menempatkanku di tempat ini. Institusi mental. Huh, baiklah. Mungkin untuk saat ini ia menang—tapi aku akan segera membunuhnya.

Walaupun raga ini terkungkung dalam belenggu terkuat sekalipun.

. . .

"Matthew, aku mulai khawatir."

"Memangnya ada apa, Arthur?"

"Alfred, dia mencoba membunuh seorang gelandangan yang tidur di taman tadi malam. Untungnya seorang polisi yang sedang berpatroli datang memergokinya."

"…"

"Kupikir kita harus memasukkannya ke institusi, Matt."

"Menurutmu begitu?"

"Ya. Aku yakin."

"…baiklah."

(to be continue)

Dan—setelah sekian lama membuat polusi di fandom ini dengan nonsensical oneshots, saya menemukan sesuatu yang mendorong saya untuk menulis coretsampahjenislaincoret multichapter.

Well – ya, saya bingung fic ini mau jalan ke mana—tapi sudahlah hahaha #autis

Review please? – karena review adalah turbo boost update :)

-knoc