...

Harvest Moon, the School of Magic

~Chapter 9~

Harvest Moon © Natsume

Story © SeiShaKi

...


-Gerbang asrama cowok SMA, Claire's POV-

Aku bersama dengan Ann menunggu di depan asrama cowok menunggu kabar berita dari Kai dan Cliff. Kami berempat melarikan Skye kembali ke asrama cowok setelah dia pingsan di akhir pertandingan. Tapi, karena cewek tidak boleh masuk ke dalam asrama cowok, aku dan Ann hanya bisa mengantarnya sampai di gerbang.

'Dasar Skye bodoh!' Aku memarahinya dalam hati. Sudah tahu kondisinya seperti itu, dia masih juga ikut bertanding juga! Aku berniat memarahinya habis-habisan nanti kalau ketemu!

"Hei, Kai dan Cliff sudah keluar tuh!" panggil Ann lalu kami mendekat pada mereka.

"Bagaimana kondisinya?" tanyaku dengan khawatir. Jujur saja, meski dia musuhku, aku masih mengkhawatirkannya karena aku berutang budi padanya. Ditambah lagi, mungkin memang aku yang menularkan sakitku padanya.

Kai menghela nafas sambil menggaruk kepalanya. "Demam, asma, kecapekan, sama dengan parah," jawabnya langsung to-the-point. "Kata dokter, sepertinya demamnya sudah berlangsung empat atau lima hari dan katanya, mungkin dia kecapekan waktu menggunakan kekuatan yang sulit digunakan. Karena nggak langsung diobati, makanya asmanya juga jadi ikut-ikutan kumat deh."

Mendengar penjelasan Kai, aku menjadi tambah merasa bersalah. Memang, lima hari lalu aku sakit dan dia yang merawatku, mungkin gara-gara itu, dia jadi tertular. Dua hari lalu, dia juga menolongku dengan kekuatan Chorokinesis-nya, yang kata Rick-senpai sangat menguras tenaga setelah aku menceritakannya padanya.

"Jadi, dia dikarantina di ruang kesehatan asrama kalian?" tanya Ann. Cliff menggeleng.

"Sebenarnya, dia menolak waktu sedang setengah sadar. Katanya, dia tidak mau sendirian di tengah igauannya. Jadinya, aku dan Kai sudah sepakat gantian menjaganya."

Aku menundukkan kepalaku. 'Bagaimana ini…? Aku yang menyebabkan dia jadi seperti itu…' Rasa bersalahku semakin menjadi-jadi kalau memikirkan penyebabnya adalah aku. Sudahlah membuat Skye sakit, ditambah lagi merepotkan Cliff dan Kai.

'Aku harus melakukan sesuatu untuknya!' Aku langsung menatap ketiga temanku ini dengan sigap, kemudian menepuk bahu Kai dan Ann.

"Teman-teman! Aku perlu bantuan kalian!"


-Ruang ganti cewek lantai satu, Normal POV-

"Hei, Ann. Kamu yakin cara ini benar-benar bakal berhasil?"

"Ahhh! Kamu tenang saja, Claire! Serahkan semuanya padaku~"

Kai mengerutkan dahinya ketika mendengarkan pembicaraan kedua cewek tersebut. Dia menyandarkan punggungnya di samping pintu ruang ganti tersebut. "Mereka sedang apa sih?" gerutunya sambil memegang kepalanya yang tanpa bandana ungunya. "Pakai ngambil bandanaku segala."

Cliff menaikkan bahunya. "Entahlah? Ann juga meminjam seragamku tadi," balas Cliff yang masih memakai baju olahraga. Mereka menunggu kedua cewek itu di luar ruang ganti tersebut dengan sabar.

"…"

"…"

"…"

"… Kai…"

"… Ada apa?"

"…"

"…"

"… Jangan mengintip…"

"NGGAK AKAAAAAN!"

Sunyi sebentar, dan akhirnya terdengar suara teriakan dari dalam ruang ganti tersebut.

"KYAAAAA! APA INI, AAAAAAANNNNNN?!"

"Jangan protes! Hanya ini satu-satunya cara supaya kamu bisa memasuki asrama cowok! Ayo keluar sana!" Ann keluar dari ruang ganti tersebut sambil menarik paksa… Claire?

"Uph!" Kai berusaha menahan tawa melihat penampilan Claire. Akhirnya, tawanya pun meledak.

"BWAHAHAHAHAHA! APA-APAAN PENAMPILANMU ITU?!" ledek Kai sambil menunjuk pada penampilan Claire yang sudah didandani oleh Ann.

Rambut Claire diikat dan dimasukkan ke dalam bandana milik Kai dan memakai kemeja seragam milik Cliff plus rompi bermotif loreng harimau. Dia memakai bedak berwarna gelap di wajahnya lalu menorehkan semacam bekas luka jahitan di pipinya. Menebalkan alisnya dengan pensil alis, dan ditambah dengan kacamata hitam yang besar. Sempurnalah semua penampilannya sebagai remaja berandalan dalam masa pemberontakan! *silakan gunakan imajinasi masing-masing untuk membayangkannya! XD*

"Bagaimana? Tampak sebagai cowok beneran kan?!" tanya Ann dengan bangganya. Sumpah, wajah Claire memucat melihat penampilannya sendiri yang mengerikan itu. Kai tertawa berguling-guling di lantai, dan Cliff berusaha menahan agar tidak tertawa. Tidak ada yang bisa mengomentari 'karya' Ann itu.

"A-anu…" Akhirnya, ada yang berani untuk berbicara, Cliff. "E-ehem. Memang sih, penampilannya sudah cukup meyakinkan sebagai cowok, tapi…" Cliff masih berusaha untuk menahan tawanya. "Menurutku, kalau penampilannya seperti itu, nanti malah diusir langsung karena mencurigakan?"

Claire, tanpa menunggu-nunggu lagi, langsung menjitak Ann. "Tuh kan! Lakukan dengan normal saja kenapa sih?!" protes Claire dengan gaya yang benar-benar mirip mafia.

"Baiklah.. baiklah…" Ann terkekeh sambil mendorong Claire kembali ke dalam ruang ganti.


"… cewek tuh lama ya, kalau berdandan…," omel Kai yang sudah tidak sabaran.

"Maaf menunggu! Claire sudah siap!" teriak Ann sambil membuka pintu dan mempersilakan Claire keluar. Claire dengan sedikit canggung, keluar memperlihatkan sosoknya sebagai 'cowok'.

Dan sekejap, Kai dan Cliff melotot tidak percaya atas penampilan gadis itu. Gadis itu memakai wig belah samping pendek yang berwarna sama dengan rambut aslinya, dan dandanan yang sedikit mempertegas garis-garis wajahnya. Bandana Kai dijadikan scarf dan dililitkan di lehernya, dan berbalutkan seragam musim semi lengkap milik Cliff. Sekejap, dia tampak seperti bishounen yang mampu meluluhkan hati gadis-gadis.

"E-eee, bagaimana menurut kalian?" tanya Claire pada kedua cowok yang terbengong-bengong dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan.

"Eh? Sudah bagus kok! Bagus sekali malah!" puji Kai dan ikuti dengan anggukan Cliff.

Ann tersenyum puas, lalu merangkul Claire. "Claire, kau berutang besar padaku kali ini…"


Kai, Cliff, dan Claire menuju ke gerbang asrama cowok yang dijaga oleh para kurcaci penjaga asrama cowok. Claire merasa deg-degan, sambil menarik baju Cliff dan Kai dari belakang. Berabelah sudah kalau sampai ketahuan, pikirnya.

"Jangan ngomong apa-apa sewaktu melewati gerbang. Bersikaplah biasa saja," perintah Kai dengan bisik-bisik sambil berjalan. "Dan lepaskan baju kami, kau malah akan terlihat mencurigakan kalau bersembunyi di belakang kami." Dan Claire pun langsung melepaskan baju mereka.

"Jangan khawatir. Kalau sudah berhasil melewati pos security, kita sudah aman. Para kurcaci hanya akan ronda dalam asrama pada malam dan pagi hari." Cliff berkata padanya yang masih grogi. Meski bilangnya begitu, kalau sampai ketahuan, habislah sudah mengingat hukuman yang akan dia dapatkan kalau memasuki area asrama pria. Tahu-tahu, mereka sudah di dekat pos penjagaan. "Cukup tundukkan kepala untuk memberi salam saja," suruh Cliff.

Ada tiga kurcaci yang tengah berjaga di sana. Ada yang tengah minum teh, ada yang sedang baca koran, dan satunya lagi sedang bermain-main dengan tepung. Kai mengangkat sedikit tangannya sambil memamerkan giginya, dan Cliff menunduk sedikit dan diikuti oleh Claire, lalu mereka dengan langkah santai memasuki area asrama cowok.

Mereka bertiga langsung menghela nafas dengan lega selepas dari pos penjaga itu, kemudian langsung memasuki gedung asrama yang sedang sepi. Tetapi mereka tidak tahu, ini hanyalah stage one dari cobaan mereka…

"Hei! Cliff! Kai!"

DEG!

Mereka langsung terhenti ketika mendengarkan suara seseorang yang sumpah-sekarang-ini-Claire-tidak-mau-bertemu-denga nnya. 'Kakak kenapa ada di asrama jam segini?! Bukankah kakak sedang ada urusan di pihak universitas?!' teriak Claire panik dalam hati. MMS ini luas, kenapa dia harus muncul di tempat yang salah pada waktu yang salah?!

Claire seketika itu panik dan tidak berani menghadap kakaknya. "Gimana nih?!" bisik Claire yang serasa ingin kabur dari tempat itu.

"A-ah! Jack-senpai! Ada apa?" sahut Kai dengan gagap.

"Kalian sudah selesai melihat-lihat pameran klub? Apa kalian melihat anak berambut putih itu?" tanya Jack mengindikasikan Skye, lalu memandang heran pada sosok asing berambut pirang yang membelakanginya. "Ng? Siapa dia?"

'Habislah aku!' teriak Claire dalam hati. Jack mendekat padanya. Kai dan Cliff berusaha keras memikirkan cara untuk menyingkirkan Jack.

"Kamu murid kelas satu juga?" tanya Jack yang berniat menepuk bahu Claire. Dan sebelum itu terjadi, Kai merangkul bahu Jack.

"Jack-senpai! Aku ingin berkonsultasi padamu!" kata Kai dengan tiba-tiba.

"Hah?"

"Begini, aku tertarik dengan klub renang, klub sepak bola, klub baseball, klub atletik, dan masih banyak lagi lainnya! Tapi, kita hanya boleh memilih salah satu saja dan aku tidak tahu apa yang bagus! Bagaimana kalau senpai menemaniku mengunjungi klub-klub yang kupertimbangkan sambil menjelaskan tentang mereka?!" Kai nyerocos dengan cepat sekali sambil menyeret Jack yang masih belum menangkap apa yang dikatakan Kai. Tangan kiri Kai diayun-ayunkan mengisyaratkan mereka untuk pergi.

'Terima kasih, Kai!' Kemudian mereka menuju ke kamar Skye.


-Kamar Skye, Cliff, dan Kai, Normal POV-

"Uh…"

Skye membuka matanya sedikit dan melihat sekelilingnya yang terasa tidak asing baginya. Meski dia tidak bisa melihat dengan baik, tapi dia tahu kalau dia berada di dalam kamarnya. Tapi, dia tidak bisa mengingat kenapa dia terbaring di sana, lalu mencoba mengingat kembali apa yang terjadi.

'Oh iya…,' pikirnya. 'Sepertinya tadi aku pingsan ditengah pertandinganku dengan Cliff…'

Dia bisa mengingat kembali saat-saat dia sudah hampir mengalahkan Cliff tadi. Tinggal sedikit lagi, malah ambruk seketika. Tapi, dia tidak mempermasalahkan hasil pertandingan itu, kepalanya terlalu sakit untuk memikirkannya. Dia hanya bisa menatap kosong langit-langit sambil mendengarkan suara jarum jam yang memecah keheningan. Terdengar bunyi lonceng jam sekolah yang menunjukkan pukul satu siang.

Tidak lama setelah itu, Skye mendengar suara seseorang berbicara di luar kamar.

"Ini kamar kami. Aku akan berjaga di sekitar sini kalau-kalau ada orang lain. Kalau perlu sesuatu, panggil saja, ya?"

Skye melirik kearah pintu. Dia mengenal baik suara itu, suara Cliff. 'Tapi, dia sedang berbicara dengan siapa di luar sana?' tanyanya dalam hati. Seseorang yang terlihat setengah asing baginya masuk ke kamar dengan wajah khawatir.

"… Siapa?" tanya Skye dengan lemas pada orang itu. Orang itu langsung melepaskan scarf ungu serta rambut palsunya tanpa mengatakan apa-apa, menampakkan sosok seorang gadis yang sangat dikenal Skye.

"Claire? Sedang apa kamu di sini?" kata Skye tidak percaya dan berusaha bangun, tapi tidak sanggup. Claire mendekat padanya.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Claire kembali dengan mengabaikan pertanyaan Skye. Dengan sedikit memaksa, Skye mencoba tersenyum nakal padanya.

"Hehe, tentu saja… still fine, alive and kickin'…," candanya sambil nyengir seperti biasanya. Skye berharap jawabannya itu akan membuat gadis itu lega, tapi gadis itu malah mengerutkan dahinya dan mengeluarkan reaksi sebaliknya.

"'Baik-baik saja'?! Apanya yang 'baik-baik saja'?!" bentak Claire tiba-tiba dan membuat Skye terkejut. "Kamu tahu berapa orang yang mengkhawatirkanmu saat kamu pingsan tadi?! Kalau memang sejak semula tidak kuat, kenapa kamu memaksakan diri untuk bertanding?! Kalau sampai terjadi apa-apa, bagaimana?! DASAR BODOH!"

Skye terhenyak melihat gadis itu membalas tidak sesuai dengan bayangannya. Gadis itu jelas-jelas sedang marah padanya. Tapi sekilas, Skye tersenyum tipis, senang karena amarah gadis itu berarti dia peduli dan mengkhawatirkannya. Apa yang dilakukan gadis itu, selalu saja di luar dugaan Skye.

"Maaf, jangan marah lagi ya…?" bujuk Skye yang akhirnya mengalah. Claire pun menghela nafas, lega setelah sedikit memarahinya, lalu berlutut di samping tempat tidur Skye.

"Jadi, bagaimana perasaanmu?" tanyanya kembali dengan nada yang sedikit rendah.

"Kepalaku pusing, badanku lemas, agak susah bernafas," jawab Skye seakan-akan Claire itu seorang dokter. Claire meletakkan tangannya di dahi Skye.

"… Demammu tinggi sekali…" Dia berdiri lagi untuk mengambil kotak obat-obatan dan meletakkannya di lantai agar mudah dijangkau.

"Kai dan Cliff mana…? Mereka yang membawamu kemari?" tanya Skye untuk mengisi pembicaraan. Claire masih mencari-cari termometer sambil melihat obat dari dokter.

"Kai 'mengajak' kakakku jalan-jalan ke pameran klub. Kalau Cliff, dia sedang berjaga di luar agar tidak ada yang masuk ke dalam sini. Kai, Cliff, dan Ann yang membantuku." Claire menemukan alat pengukur suhu itu lalu menyalakannya. "Ayo, buka mulutmu. Aaaah…"

Skye sedikit tergelitik melihat tindakan polos gadis itu, yang menganggapnya seperti anak kecil. Meski awalnya ingin menolak, tapi dipikirnya, tidak ada salahnya bermanja-manja sedikit untuk hanya hari ini saja.

"Aaaaah…" Skye membuka mulutnya dengan pasrah. Claire langsung memasukkan termometer itu, sambil menunggu, dia mengeluarkan kain kompres dari kotak obat. Dia membasahinya dengan air dingin lalu menempelkannya di dahinya.

PIP!

Claire mengambil pengukur suhu badan itu lalu melihatnya. "Tiga puluh sembilan koma dua. Tuh, kamu sedang demam tinggi," katanya sambil menyimpan kembali termometer itu. "Sebaiknya kamu dirawat di ruang kesehatan saja ya? Bahaya kalau demammu setinggi ini…"

Skye menghela nafas dengan lesu lalu melirik ke arah tembok. "Nggak mau…"

Claire terdiam, lalu kali ini, dialah yang menghela nafas. Dia tahu sekali bagaimana keras kepalanya Skye itu sekali sudah menolak. Bagaimana pun, sedikit banyak dia harus bertanggung jawab kalau Skye sampai ambruk begini. Merawatnya adalah satu-satunya cara yang bisa dia lakukan.

"Baiklah. Tapi, kalau misalnya sampai jam delapan malam nanti demammu belum turun, maka mau tidak mau, aku akan memaksamu untuk dirawat di sana, oke?"

Skye tersenyum. "Oke…"

Claire beranjak dari tempatnya sambil mengembalikan kotak obat-obatan di atas meja. "Aku masakkan sesuatu dulu supaya kamu bisa minum obat dan beristirahat. Kamu mau makan apa?"

Spontan, Skye menjawab, "Kare…"

Claire langsung menoleh pada Skye. "Kare?! Sedang sakit begitu masih mau makan kare?!"

'Lho? Tadinya nanya aku mau makan apa…?' pikir Skye sambil sweatdrop kecil.

Claire berpikir sejenak untuk memikirkan menu Skye, yang terpikir hanyalah menu paling hambar dan umum untuk orang sakit. Menu yang tidak memerlukan kreatifitas. "Aku buatkan bubur saja!"

Skye terlihat tidak puas dengan menu itu, lalu membalas. "Aku nggak suka bubur…"

"Sudah umur segini masih pilih-pilih! Bubur saja!"

"Nggak mau…"

"Nasi sama sup?"

"… Risotto…"

Oke, Claire kalah dan menyanggupinya. Tepatnya, dia mengalah pada pasien satu itu. Sudahlah sakit, banyak mintanya pula! Tapi, daripada dia merajuk dan tidak mau makan nantinya, lebih baik turuti saja selagi permintaannya masih wajar.

"Aku akan segera kembali. Tidurlah dulu sebentar sampai aku membangunkanmu nanti," kata Claire lalu keluar dari kamar itu.

Begitu Claire keluar dari kamar itu, Skye tersenyum kecil sambil berpikir,

'Sudah lama tidak ada yang mengkhawatirkanku seperti ini…'


Claire meminjam dapur asrama cowok mumpung sedang tidak ada orang selain dia. Dia menuangkan isi panci ke dalam sebuah tiga buah mangkuk yang sudah dia sediakan, lalu meletakannya di tiga buah nampan yang sudah terisi segelas jus wortel campur jeruk dan apel.

"Claire, aku sudah selesai mengganti kompresnya," ucap Cliff dengan suara pelan agar tidak ada yang mendengar. "Mau kubantu?"

"Terima kasih. Tidak usah, aku sudah selesai," balas Claire. "Oh iya, kamu pasti belum makan siang kan? Aku juga sudah menyediakan bagian untukmu dan Kai. Tapi, maaf ya. Aku tidak sempat memasakkan yang lain. Mungkin rasanya juga sedikit tawar karena aku sesuaikan untuk Skye…"

Cliff tersenyum. "Tidak apa-apa… tapi, sama seperti Ann dan Kai. Kamu juga berutang budi padaku," katanya sambil bercanda. "Bawalah makanannya Skye. Aku akan lanjut menjaga."

"Kapan-kapan akan kubuatkan sesuatu untuk kalian bertiga." Claire membawa nampannya dan kembali ke kamar. "Terima kasih, Cliff," katanya lalu menuju ke kamar.

Claire mengetuk pintu pelan-pelan lalu masuk tanpa minta izin dari Skye, berpikir kalau dia sedang tidur. Dia melihat Skye sedang tidur dengan nafas yang sedikit terengah-engah.

"Skye, ini kubawakan makanan," ujar Claire sambil menutup pintu.

Skye menatap isi piringnya dengan lemas dan pura-pura kecewa. "… Bukan kare…?" Claire siap menjotosnya. "Wah, susternya galak…," canda Skye.

"Dasar…" Claire menurunkan kepalan tangannya. 'Kalau masih bisa bercanda begini, berarti dia baik-baik saja…,' pikirnya dengan lega. Claire mengambil posisi di samping tempat tidur Skye dan memangku nampannya.

"Ayo, makan dulu mumpung masih hangat," suruhnya sambil menyendok sedikit, meniupnya lalu menyodorkannya ada Skye. Skye pun disuapi tanpa menolak sama sekali, membuat Claire sedikit terkejut. Saat itu, Skye terlihat seperti anak-anak.

-Claire's POV-

Skye memakannya saat kusuap, tanpa sadar, aku sampai berpikir kalau Skye itu anak kecil. Dia jadi terlihat imuuuuuut banget!

"Milady?" panggil Skye padaku yang sedang bengong.

"Eh? Hah? Oh iya!" kataku dengan latah, lalu menyuapinya lagi. Dia mengunyah dengan pelan dan tampak kurang berselera untuk makan. Entah kenapa, suasananya jadi aneh sekali karena sunyi. Mana ruangan itu hanya ada aku dan dia.

"Bagaimana rasanya?" tanyaku basa-basi karena mencari topik pembicaraan dengan asal, lalu menyuapinya lagi. Mana mungkin dia bisa merasakan apa-apa selagi sakit begitu?! Jelas tawar semua rasanya!

"Enak kok…," jawabnya juga dengan basa-basi, tapi dia menolak ketika disuap lagi.

'Makannya sedikit sekali…' Aku menghitung jumlah suapan yang masuk ke dalam mulutnya, hanya tiga, terlalu sedikit. "Ayo, Skye. Dua sendok lagi, dan sisanya tidak usah dimakan, ya?" pintaku sambil menyodorkan sesendok lagi.

Meski terlihat sedikit terpaksa, Skye tetap menuruti keinginanku untuk makan sedikit lagi. Aku tersenyum puas dan membereskan piringnya. Aku membantunya meminum sedikit jus untuk membantu menelan makanannya.

Aku meletakkan piring yang isinya masih tersisa separuh di nampan. Lalu, aku menuju ke meja untuk mengambil obatnya. Aku membaca petunjuknya sambil mengeluarkan obatnya, tiga butir kaplet dan kapsul, lalu mengambil sendok obat untuk sirupnya. "Ayo minum obat," suruhku sambil menyodorkan obatnya.

Mendengar kata 'obat', wajah Skye langsung berubah seketika, seakan-akan melihat sesuatu yang tidak dia sukai. "Tidak mau," tolaknya sambil berbaring dan menutupi diri dengan selimutnya. "Aku nggak suka minum obat…"

Lagi-lagi, Skye terlihat seperti anak kecil. Sudah umur segini, tapi menolak minum obat. 'Duh, repot nih...,' pikirku dengan bingung dan mencoba membujuknya. "Ayo diminum, kalau tidak diminum, nanti tidak sembuh loh..."

Aku menggoyang-goyangkan bahunya pelan-pelan. "Hei… Jangan menutup diri dengan selimut begitu, Skye. Nanti sakitmu makin parah..." Dia tetap terdiam sambil menyembunyikan diri di dalam selimut.

Aku mencoba mencari akal untuk membuatnya keluar dari selimut dan meminum obat. Sepertinya aku harus memakai cara paling ampuh untuk menghadapi anak kecil.

"Skye, kamu masih ingat taruhan kita kemarin? Aku kalah dan aku akan mengabulkan satu keinginanmu. Ingat?" tanyaku sambil mendekatkan wajahku sedikit.

Selimutnya tersingkap sedikit sampai ke atas hidungnya. Wajahnya tampak memelas. Sepertinya pembicaraan ini berhasil menarik perhatiannya. Saat sakit begini, Skye jadi tampak manja seperti anak kecil.

Aku memiringkan kepalaku sedikit sambil tersenyum lembut, taktik untuk menghadapi anak kecil. "Nah, kamu mau apa? Akan kukabulkan sesuai janjiku..."

Dia menyingkapkan selimutnya lagi sampai ke bawah dagunya. "Beneran?" tanyanya dengan sedikit nada harap seperti anak kecil menginginkan sebuah mainan. Aku mengangguk kecil padanya. "... Aku ingin pergi ke taman bermain..."

Aku mengedipkan mataku. Ternyata permintaannya sederhana sekali, dan dia melanjutkan kata-katanya, yang membuatku sedikit terkejut.

"... Aku belum pernah pergi ke taman bermain..."

'Tidak pernah pergi ke taman bermain?' pikirku heran. Perkataannya tidak wajar karena taman bermain merupakan tempat hiburan umum yang bisa dikunjungi kapan saja. Tapi, melihat matanya yang terlihat sedikit sedih, sepertinya dia tidak berbohong. Aku penasaran, tapi membuatnya meminum obat adalah prioritas utama sekarang ini.

"Tapi, kamu harus minum obatnya dulu, baru akan kutemani ke taman bermain. Bagaimana?" tawarku sambil memperlihatkan obatnya yang jumlahnya agak banyak itu.

Aku terus memandanginya sementara dia terlihat mempertimbangkan tawaranku itu.

"... Janji ya...?" tanyanya memastikan. Aku tertawa kecil melihat tingkahnya, dia benar-benar seperti anak kecil. "Aku juga mau dibuatkan bekal untuk kita piknik di sana…"

"Iya, janji," jawabku lalu menyodorkan obatnya beserta segelas air. "Ayo diminum obatnyaaaa..."

Dengan sedikit keberatan, dia meminum obatnya dan aku menyuapkan sirupnya. Aku tersenyum lega padanya.

"Anak baik...," kataku padanya. Dia juga membalas senyumanku dan terlelap karena pengaruh obat.


Aku memeriksa kembali suhu tubuh Skye dengan termometer sambil mengganti kompres yang dipakainya. Aku masih menemani Skye sejak dia beristirahat setelah meminum obat. Aku mengambil termometer yang kuletakkan di mulutnya dengan pelan agar tidak membangunkannya.

"Tiga puluh sembilan koma tujuh…" Aku berbisik sambil membaca hasilnya. Demamnya bertambah tinggi sejak kuukur terakhir kalinya sejam yang lalu. "Bagaimana ini...?" Aku mulai sedikit panik karena demamnya yang tidak kunjung turun.

"Ngggh…"

Skye terlihat sedang mengigau di tengah tidurnya, wajahnya tampak tidak tenang dan gelisah. Dia membisikkan sesuatu yang bersifat penolakan dari tadi.

'Apa dia mimpi buruk?' pikirku dengan khawatir. Kepalanya juga masih terasa panas setelah dikompres dengan air. 'Bisa berbahaya kalau demamnya tidak turun juga. Mungkin dia akan merasa lebih nyaman kalau dikompres saja dengan es…'

'Minta tolong Cliff saja?' Aku mengambil kantong kompres yang tersedia dan keluar untuk mengambil air dan es, meninggalkan Skye sendirian.


-Skye's POV-

Dimana ini…?

Gelap, kepalaku pusing sekali. Aku tidak bisa melihat sekelilingku. Samar-samar, aku mendengar bisikan suara orang sedang bertengkar yang semakin lama semakin keras. Aku terbelalak melihat sebuah pemandangan yang sudah tidak ingin kuingat lagi.

PRANG!

"Hei, kalian tahu? Katanya, anak itu punya kekuatan iblis!"

"Pergi sana! Aku muak melihatmu!"

"Dasar anak iblis! Pergi kau dari rumah ini!"

"Kau hanya ada harganya karena kekuatanmu, Skye. Tanpa itu, kau sama sekali tidak berharga…"

"Tidak berharga…"

Jangan…

Hentikan semua ini!

Aku berusaha melawan konflik batinku ini. Aku tidak ingin mengingat semua ini! Semua yang kulihat adalah masa laluku!

Yang terakhir kudengar dari suara-suara itu, mengatakan...

"Kau sebatang kara di dunia ini, ingat itu…"

-Normal POV-

Skye terlonjak bangun dari tidurnya dan langsung dalam posisi duduk saking kagetnya. Kepalanya menoleh sana-sini dengan cepat dan terengah-engah.

'Mi-mimpi,' pikirnya lega begitu sadar bahwa dia masih berada di dalam kamar sendiri. Perhatiannya segera teralih oleh sebuah lagu yang berhasil membuatnya terbangun dari mimpinya.

kanashimi ga anata ubatte mo… Hanarete yuku sayonara nado koko ni wa nai to itte…

Skye menoleh pada ponselnya yang memainkan lagu 'SHIVER', menandakan adanya panggilan masuk. Dia meraihnya dan melihat layarnya yang tertera nama 'Ms. Yamato Nadeshiko' dan segera menekan 'answer'.

"Halo, selamat siang."

"Skye," sahut penelepon itu dengan suara lembut. "Kudengar kamu tumbang tadi. Bagaimana keadaanmu?"

"Ah, iya... Aku sudah sedikit baikan," kata Skye bohong. Jelas-jelas dia merasa lebih buruk daripada tadi.

"Nah, kamu kurang jujur," balas penelepon itu. "Pasti baru terbangun dari mimpi buruk, kan?"

Skye tidak bisa membantah. Tapi dia hanya bisa mengakuinya secara tidak lanngsung dengan berkata, "… Tidak ada kebohongan yang bisa lolos darimu dan 'kaisar'…"

"Aku tersanjung," balasnya lagi. "Oh iya, tadi aku mengirimkan sesuatu untukmu dan kutitipkan pada anak laki-laki SMA berambut coklat yang seumuran denganmu. Sebagai hadiah selamatan yang terlambat karena kamu berhasil diterima di sekolah ini, dariku dan 'kaisar'. Semoga kamu akan menyukainya," balasnya dengan memakai julukan yang hanya dimengerti Skye.

"Terima kasih…," jawab Skye. "Aku berutang budi pada kalian."

"Jangan berkata seperti itu." Penelepon itu melanjutkan lagi. "Sudah ya. Semoga kamu bisa menikmati hadiahnya bersama teman-teman barumu. Kapan-kapan aku dan 'kaisar' akan mengunjungimu. Sampai nanti."

"Iya. Sampai nanti…" Skye memutuskan teleponnya. Diletakkannya kembali ponsel berwarna hitam itu dan membaringkan diri dengan asal. Dia memukul-mukul dahinya dengan kepalannya karena sakit kepalanya menjadi-jadi.

'Claire di mana?' pikir Skye yang baru sadar gadis pirang itu sudah tidak ada di sana. Rambut palsunya masih ada, menandakan kalau dia masih di asrama cowok. 'Apa ada di luar?' Lalu dia mencoba berdiri meski merasa lemas untuk mencarinya.

Skye terhenti sejenak dan berpikir untuk menggunakan invisibility-nya agar tidak ketahuan gadis itu kalau dia 'berjalan-jalan' sejenak. Setelah memastikan kalau dia tidak akan terlihat oleh siapapun, dia keluar dari kamar.


"Es?" Claire mengangguk pada Cliff yang sedang makan siang di dapur asrama.

"Iya, demam Skye tidak kunjung turun. Kupikir akan lebih baik kalau kita kompres dengan es."

"Seharusnya di dalam kulkas masih ada." Cliff langsung beranjak dari kursinya, kemudian membuka bagian freezer kulkas. "Ah, ada!" kata Cliff sambil mengeluarkan sebalok es. "Mau dihancurkan?"

Claire mengangguk. "Tolong ya!" katanya sambil menyiapkan baskom kecil untuk mengisi es. Cliff memecahkan esnya dengan pemecah es.

"Eh, Cliff," pangil Claire dan Cliff menoleh padanya. "Kai belum kembali?"

"Aaah, kurasa dia 'mengulur waktu' sebisa mungkin. Bisa jadi dia malah berkeliling ke semua klub yang ada," jawab Cliff.

"Mungkin juga dijadikan target klub panahan lagi oleh Ema-senpai," kata Claire prihatin memikirkan Kai kalau-kalau ditangkap lagi oleh bagian keamanan siswi MMS. Claire mengisi baskom dan kantong kompres yang sudah terisi es dengan air, lalu mengikat kompres itu.

"Oh ya, Claire," panggil pria berambut coklat itu sambil mengaduk-aduk isi lemari es lagi. "Kamu belum makan kan? Makan saja ini untuk sementara, ya?" kata Cliff sambil menawarkan sebungkus kecil coklat batangan rasa stroberi yang langsung diterima oleh Claire.

"Terima kasih! Kebetulan sekali aku sudah lapar!" Claire langsung membuka bungkus coklat itu dan menikmatinya. Senyumannya merekah. "Cliff, kamu baik sekali! Aku benar-benar beruntung bisa mengenalmu!"

Cliff, mendengar pujian dari gadis itu, langsung menolehkan wajahnya yang memerah. Mungkin sekarang dia lebih membutuhkan kompres itu daripada Skye untuk mendinginkan wajahnya.

"Sepertinya kalian sedang bersenang-senang ya?" kata Kai yang muncul tiba-tiba dari belakang Claire.

"Kai!" sapa Claire dan Cliff bersamaan karena kaget. Wajah Kai tampak masam dan berantakan. "Habis dari mana?" tanya Cliff penasaran.

"Habis dari klub memanah." Kai menggerutu kesal. Tanpa harus dikatakan pun, mereka tahu kalau Kai dijadikan 'sasaran' lagi. "Nanti masih harus pergi ke klub kasti bareng Jack-senpai. Ini saja karena ada sedikit waktu makanya aku kembali ke sini...," omel Kai dengan muka yang sangat masam.

"Maaf ya, Kai. Aku berutang budi pada kalian bertiga…" Claire menangkupkan kedua tangannya pada Kai. "Kapan-kapan kubuatkan kue deh! Oke?"

"Kue saja, mana cukup?! Ya kan Cliff?!" balas Kai yang sudah mulai tertawa lagi sambil merangkul Cliff. "Harus traktir besar-besaran dong!"

"Eeeeeh?!" keluh Claire. Kemudian mereka bertiga tertawa bersama-sama.

Mereka tidak mengetahui kalau seseorang sedang memerhatikan mereka…

Skye melangkah dengan gontai, setelah tadi menyeret di tembok untuk mejaga keseimbangannya. Sepi, atau tepatnya, tidak ada orang lain yang dilihatnya. Kalaupun ada, tidak akan ada orang yang sadar kalau dia berada di sana, berkeliling untuk mencari gadis itu selagi masih sanggup berdiri.

Gadis bodoh, itu yang dipikirkan Skye. Meskipun asrama ini sedang sepi-sepinya, tapi tetap saja tindakan gegabah untuk menyusup ke asrama laki-laki. Bagaimana kalau sampai terjadi apa-apa? Skye akan menyalahkan dirinya sendiri. Gadis itu sedikit ceroboh dan tidak sensitif, sulit baginya untuk mengetahui sesuatu yang aman untuk dilakukan atau tidak.

Tapi, meski begitu, Skye senang. Dia merasa beruntung karena berkat sakitnyalah, dia bisa mendapatkan sedikit banyak perhatian dari gadis itu. Bahkan, dia bisa sedikit bermanja-manja pada gadis itu, sesuatu yang tidak diperbolehkan bagi dirinya yang dulu. Sejak memasuki sekolah inilah, dia merasa dirinya mulai berubah. Dia juga mulai berbaur dengan teman-teman sekelasnya, sesuatu yang dulu tidak pernah dimilikinya.

Sesaat, dia mendengar suara obrolan dari arah dapur. Dia bisa langsung mengetahui kalau itu suara Claire. Dan dia melihat, Cliff dan Kai sedang bersamanya, tampak sedang bercanda tawa dengan akrab. Entah hanya perasaannya saja, mereka terasa jauh sekali, seakan-tembok antara mereka bertiga dengan Skye dan dia tidak bisa memasuki wilayah itu. Cemburu, iri hati, sedih menutupi hatinya.

Skye, yang masih menggunakan invinsibility, langsung menyandarkan diri di tembok. Suara-suara yang tadi terdengar, kembali terngiang-ngiang di dalam kepalanya.

"Kau sebatang kara di dunia ini, ingat itu…"

NYUT!

Lagi-lagi, sakit kepalanya kembali menyerang, dan kali ini lebih ingin melawan suara itu, tapi sakit kepalanya membuatnya sulit untuk berpikir jernih.

"Kau tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini…"

Tanpa melihat lebih jauh lagi, Skye berjalan kembali ke menuju kamarnya dalam keadaan setengah sadar.

...

"Aku kembali ke kamar kalian dulu." Claire permisi sambil membawa kompres dan baskom yang sudah terisi es. Cliff harus kembali ke klub basket untuk mendengar hasil pertandingannya dan Kai juga harus kembali mencari Jack untuk melanjutkan 'kencan'nya lagi.

'Gawat, aku sedikit terlalu lama…' pikir Claire sambil melihat jam tangannya. Dia menghabiskan waktu sekitar lima belas menit hanya untuk mengambil es. 'Semoga saja Skye masih tidur…'

"Eh, apa itu?" kata Claire bingung melihat sesuatu yang terlihat samar bersandar di lorong. Lama-lama, sosok itu terlihat lebih jelas.

"Skye!" teriak si pirang itu melihat si perak tampak sesak nafas dan langsung menghampirinya setelah meletakkan bawaannya di lantai. "Kenapa kamu keluar dari kamar?!" Gadis itu berniat memapah Skye, tapi tangannya langsung ditolak dengan kasar, membuatnya terkejut.

"Jangan sentuh…," kata Skye dengan dingin. Matanya hanya setengah terbuka dan kesadarannya sudah semakin menipis.

"Ka-kamu kenapa, Skye?" tanya Claire lagi. Ada yang tidak beres dari cowok itu, wajahnya tampak sangat pucat dan keringatnya yang sebulir-bulir jagung mengalir deras. Nafasnya terdengar berbunyi khas asma dan tubuhnya gemetaran.

Skye tidak membalas pertanyaannya, tetapi malah mengatakan sesuatu yang di bawah kesadarannya. "Kenapa kau pura-pura peduli pada diriku? Kau, dan juga mereka…"

Claire mengernyitkan dahi, tidak memahami apa yang dikatakan Skye. Skye tidak bersikap seperti biasanya, bahkan, dia merasa tidak mengenal orang yang di hadapannya itu.

'Bicara apa aku ini…?!'

"Ternyata kalian juga sama saja, berpura-pura baik, lalu akan memanfaatkanku…"

Claire maju selangkah dan mulai membantah. "Kamu ngomong apa sih, Skye?! Apa maksudmu?!"

'Aku tidak tahu…' Skye merasa nafasnya semakin sesak dan pandangannya semakin buram. Dia tidak mengerti kenapa mulutnya berkata begitu.

"Munafik…"

PLAK!

Alhasil, Claire marah dan melayangkan tamparan pada wajah Skye dengan tangan kanannya. Berkat itu, Skye akhirnya sadar kalau dia sudah berkata sesuatu yang tidak pantas. Matanya terbelalak lebar sambil memegangi wajahnya dan menatapi gadis yang tampaknya seperti mau menangis.

"Bangun, Skye! Kamu tahu apa yang sudah kamu katakan?! Kenapa kamu menganggap kebaikan orang lain hanya kebohongan belaka?!"

'Aaah… dia marah…' Lagi wajah Claire terlihat buram olehnya, semakin dan semakin buram. Dia makin sulit mendengarkan apa yang diucapkan olehnya. Dadanya mengembang dan mengempis untuk mengambil nafas sedalam-dalamnya.

"Skye…?" panggil Claire yang melihat Skye semakin lama semakin membungkuk, dan…

BRUK!

"SKYE!"


"Ada apa sih dengannya?! Sakit begitu bukannya tiduran, malah keluyuran nggak jelas!" Kai menggerutu kesal setelah memapah Skye yang tumbang kembali ke tempat tidur. Claire meletakkan kompres di dahi Skye setelah menyemprotkan obat asma semprot pada Skye. *kalian tahu nggak namanya? Kalo iya, tolong diperbaiki bagian ini*

"Entahlah? Sepertinya dia hanya setengah sadar waktu aku menemukannya tadi. Mungkin dia meracau karena demam," jawab Claire tanpa menceritakan apa yang dikatakan Skye sebelumnya, takut untuk mengundang kesalahpahaman. "Maaf ya, Kai. Sudah merepotkanmu…"

Kai menggaruk kepalanya. "Bukan salahmu sih, kali ini awasi saja dia supaya tidak kemana-mana lagi, ya? Aku harus segera pergi, kalau tidak, kakakmu lah yang akan menyusul kemari."

Claire menganggukkan kepala dan Kai pun pergi, meninggalkan Claire dan Skye berdua di kamar. Sepeninggal Kai, Claire langsung menatap Skye yang dengan prihatin.

'Sebenarnya, kenapa tadi kamu berkata seperti itu…?' pikir Claire dalam hati. Bagaimana pun, apa yang sudah dikatakan Skye tidaklah seperti biasanya. Dingin dan kejam, tetapi juga terasa sedih pada saat bersamaan. Mau tidak mau, Claire menjadi sedikit kepikiran.

Claire melihat Skye yang merasa tidak nyaman dan gelisah, dan tidak sengaja menjatuhkan kantong kompresnya. Pasien berambut perak itu sedang berkeringat deras, bahkan kemeja seragamnya pun basah akibatnya.

'Keringatnya banyak sekali…,' pikir Claire sambil mengambil selembar handuk bersih dan mulai mengelap wajahnya pelan-pelan agar tidak membangunkannya. 'Mungkin bajunya juga sebaiknya diganti?'

Sebenarnya, Claire merasa tidak sangat enak untuk membuka lemari milik orang lain, apalagi milik lawan jenisnya. Bagaimanapun, setiap orang pasti memiliki privasi yang tidak ingin diketahui orang lain. Dan, tidak enak jika harus memanggil Cliff atau Kai lagi hanya untuk minta tolong atas masalah kecil ini, apalagi dia yang menawarkan diri untuk merawatnya. Claire berdoa agar tidak menyentuh atau menemukan yang aneh-aneh seperti majalah-majalah dewasa atau sebagainya.

Tidak seperti dugaan, ternyata isi lemari Skye sangat rapi, berbeda terhadap apa yang dia bayangkan terhadap anak cowok umumnya. Hal itu membuatnya kagum.

'Eh, bukan saatnya untuk itu. Kaosnya ada di mana ya?'

Claire mencari-cari selembar kaos yang berlengan pendek dari lemarinya. Tapi isinya semua berupa pakaian berlengan yang panjangnya sampai pergelangan tangan. Merasa tidak bisa memilih lagi, dia mengambil kemeja putih yang sedikit besar ukurannya.

'Maaf ya, Skye…' Claire meminta maaf padanya dalam hati sambil membuka kancing kemejanya satu persatu. Dia berusaha tidak melihatnya. Wajahnya sedikit memerah karena menurutnya, dia sedang melakukan sesuatu yang tidak senonoh pada orang sakit.

Ketika dia sudah melepaskan bajunya, Claire menggenggam erat handuk yang tadi dipakainya dan mulai membersihkan keringat Skye seadanya. Claire memegang bahunya dan berniat mengangkatnya sedikit untuk mengeringkan punggungnya, tapi tangannya terhenti ketika jarinya menyentuh sesuatu yang dalam di belakang bahunya. Spontan, Claire membuka matanya dan melihat sesuatu yang mengejutkan.

'A-apa ini?!'

Claire nyaris menjerit setelah melihat apa yang seharusnya tidak dilihatnya. Matanya terbelalak lebar melihat tubuh Skye, dipenuhi oleh bekas-bekas luka dan jahitan yang terukir sampai ke lengan dan belakang lehernya yang tertutup oleh rambutnya. Ada yang terlihat lebih parah, dan ada juga yang cukup lama maupun yang masih baru. Dia sampai sempat gemetar ketakutan melihat bekas-bekas lukanya yang mengerikan itu.

"… Claire…"

Claire terlonjak ketika mendengar panggilan Skye dan langsung merasa lega ketika tahu kalau itu hanya igauan. Setelah memberanikan kembali dirinya, dia memakaikan baju yang masih bersih pada Skye. Dia berlutut di samping tempat tidur Skye sambil menatapnya. Pikirannya masih terfokus pada penyebab bekas-bekas luka yang tertoreh pada sekujur tubuhnya. Dahi pria berambut perak itu berkeringat lagi sedikit, Claire menghapusnya langsung dengan tangannya.

Claire tiba-tiba teringat, kalau dia tidak mengetahui sedikit pun tentang Skye. Apa yang dia tahu tentangnya hanyalah Skye sempat putus sekolah selama setahun. Latar belakang lainnya sama sekali tidak jelas, Skye pun belum pernah menceritakannya. Sekarang, pria itu terlihat bagaikan sebuah misteri.

Dahi Skye berkeringat lagi sedikit, Claire menghapusnya langsung dengan tangannya dengan wajah khawatir.

Skye merasakan sentuhan lembut di dahinya. Matanya terbuka sedikit dan melihat Claire yang menatapnya dengan cemas.

'Aaah, ini pasti mimpi… Dia pasti marah padaku setelah aku mengatakan hal-hal itu padanya,' pikirnya tidak percaya. Dia menganggap gadis yang di hadapannya hanyalah ilusi semata atau mimpi. Mana mungkin gadis itu masih mempedulikannya. Ironis, meski dalam mimpi pun, dia tetap ingin diperhatikan oleh gadis itu…

Skye tiba-tiba bertanya pada orang yang dianggapnya sebagai halusinasi itu, seakan-akan kalau halusinasinya itu akan menjawab pertanyaannya.

"… Apa kamu… dan yang lainnya… juga akan meninggalkanku…?"

Dan dia hanya menatap Skye dan menjawab. "… Kenapa kamu berkata seperti itu?"

"… Apa kamu… dan yang lainnya… juga akan meninggalkanku…?"

Claire sempat terdiam mendengarkan pertanyaan Skye itu. Apa yang harus dijawabnya atas pertanyaannya itu? Selain itu, dia bilang 'juga'. Berarti, apa dulu dia pernah ditinggalkan oleh orang lain? Tapi, bagaimana pun Claire ingin mengetahui alasan Skye berkata demikian.

"… Kenapa kamu berkata seperti itu?" Hanya itulah kalimat yang terpikir oleh Claire.

Mata Skye yang sudah tampak hampir tertidur, pengaruh obat asma yang tercampur bius itu sepertinya mulai bekerja dengan baik. Skye menjawabnya,

"Karena… aku takut sendirian…"

'Skye…' Claire menatapnya dengan sendu. Tak pernah dia bayangkan kalau seorang 'Skye', akan berkata seperti itu. Mungkin karena sakit, dia sedikit menampakkan sisinya yang satu lagi.

Claire tersadar dari pikirannya saat tangan Skye menggenggam tangan kanan Claire.

"Jangan… tinggalkan aku… sendirian…," bisiknya semakin pelan. Claire membalas genggaman tangan dingin Skye dengan tangan kirinya.

"Kami tidak akan meninggalkanmu…"

Skye setelah mendengarkan pernyataan Claire, tersenyum tipis dan tampak terlelap ke dalam tidur yang nyenyak. Mungkin, kali ini dia benar-benar boleh merasa lega. Claire membaringkan kepalanya di dekat tangannya yang digenggam, matanya mulai terasa berat.


(Two hours later~)

"Jack-senpai! Nanggung nih! Ayo kita pergi ke klub baseball sekarang!" teriak Kai tidak wajar sambil menghalang-halang kakak Claire yang berjalan menuju asrama. Jack mengerutkan alisnya kebingungan atas tingkah juniornya itu.

"Ah, aku hanya ada perlu sebentar dengan 'serangga pengganggu' itu. Sebentar saja kok," balasnya sambil meneruskan langkah kakinya. Kai masih tidak menyerah untuk menahan si kakak kelas itu. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau misalkan dia tahu, adiknya masuk ke asrama cowok untuk merawat Skye.

"Ta-tapi nanti keburu sore! Apalagi, dia sedang sakit! Nanti tertular loh!"

Jack semakin bingung. "Nah, asramanya saja sudah di depan mata. Toh hanya sebentar saja, cuma mau memberikan titipan dari orang universitas kok!" katanya sambil mengeluarkan sebuah amplop berwarna merah muda pucat.

"Ti-titipkan saja ke aku!" tawar Kai sambil tertawa perih dan Jack mulai mencurigainya.

"Hei, apa ada sesuatu yang kau sembunyikan?" tanyanya curiga. Bawah mata Kai langsung berdenyut, Jack menepuk kedua bahu Kai.

'Habislah sudah!' teriak Kai.

"Jangan-jangan, kalian menyembunyikan majalah atau poster dewasa di kamar kalian?"

GUBRAK!

Kai langsung terkapar karena prasangka yang tidak benar itu. Harus menjawab apa dia? Membantah salah, mengaku terfitnah. Tidak mungkin juga dia bilang kalau mereka menyembunyikan adik perempuannya di kamar mereka. Serba salah!

"Kalau nggak, kenapa takut? Toh aku juga mau melihat wajah sakit 'serangga pengganggu' itu!" kata Jack sambil memasuki area asrama lelaki. Kai dengan cepat, mengirim pesan singkat pada Claire.


DRRRRT! DRRRRT!

Claire mengambil ponselnya yang sudah dimatikan suaranya dan membuka pesan yang masuk itu. Matanya langsung terbelalak lebar setelah membaca pesan singkat yang didapatkannya.

'To: Claire

From: Kai

Cepat sembunyi! Kakakmu sedang menuju ke kamar!'

"APAAA?!" Claire refleks berteriak dan mulai panik. Dia harus segera bersembunyi, tapi dengan masalah, di mana dia harus bersembunyi? Di toilet, terlalu beresiko. Di lemari, Claire tidak mau masuk ke dalam tempat barang-barang cowok lagi. Kalau melompat dari jendela, akan langsung ketahuan. Sayup-sayup mendengar suara kasak-kusuk, Skye membuka matanya sedikit.

"Ada apa…?" tanya Skye lemas. Claire langsung menghadap dan menjawabnya.

"Ka-kakakku sedang menuju kemari!" kata Claire panik.

Skye, yang masih tidak bertenaga, langsung menarik tangan Claire dengan cepat.

"Eh?"

Jack dengan langkah santai melewati lorong asrama dan menuju ke kamar adik kelasnya. Kai hanya pasrah karena sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi, hanya bisa mengikutinya dari belakang.

'Selesailah sudah…!' teriak Kai dalam hati ketika Jack mengetuk pintu. Dia memejamkan matanya kuat-kuat, preparing for the worst.

Jack membuka dan langsung masuk tanpa basa-basi lagi, sambil celingukan melihat seisi kamarnya. "Oi, kamarmu tidak ada apa-apanya kok."

"Heh?"

Kai langsung masuk dan melihat sana-sini, mencari-cari sosok yang 'seharusnya-masih-ada-di-tempat'. 'Mungkin dia sudah langsung kabur atau sembunyi setelah membaca pesanku?' pikir Kai lega.

"Heee, kakak datang menjengukku, ya…?" kata Skye sambil senyum sedikit.

Jack berjalan mendekat Skye yang terbaring di tempat tidur. Selimut tebalnya menutupi sampai ke bawah dagunya. Jack membungkuk sedikit sambil melipat kedua tangannya.

"Ternyata kamu juga bisa sakit toh," ejek Jack sambil menyerahkan amplop merah muda pucat. "Nih."

Skye menerima amplop itu dan menyengir sedikit. "Surat cinta dari kakak ya…?" Jack langsung terlonjak kaget.

"BUKAAAAAN! ITU TITIPAN DARI PIHAK UNIVERSITAAAAASSSSS!" teriak Jack yang langung kesal dan mengepalkan tangannya. "Kalau kamu nggak sakit, sudah pasti kuhajar kau sekarang ini! Sudah sana istirahat! Ayo, Kai!" ajak Jack dengan kesal dan diikuti oleh Kai.

Sekejap setelah mereka pergi, Skye membuka amplop yang sedikit tebal itu dan melihat isinya. Ada selembar surat, sejumlah tiket berwarna platinum yang tertulis 'MMS Theme Park', dan sebatang bunga nadeshiko. Dia mengambil surat itu dan membacanya.

'Skye,

Ini aku dan 'Kaisar' hadiahkan tiket untuk taman bermain yang 'Grand Opening'nya dua minggu lagi. Ajaklah teman-teman barumu untuk pergi bersamamu. Semoga kamu menyukai hadiah kecil dari kami ini.

P.S: Cepatlah sembuh dan kejarlah gadis itu! Perjalananmu masih jauh untuk mendapatkannya!

Salam hangat,

Q & F'


- Claire's POV-

'Hangatnya…'

Aku menggeliat di dalam kasur yang hangat. Nyaman sekali. Selimutnya pun lembut. Hanya saja, bantalnya kurang nyaman karena sedikit keras dan kaku.

… Tunggu…

Ada sesuatu yang salah…

Kasur? Selimut? Bantal?

'Memangnya sejak kapan aku kembali ke kamarku?!'

Aku langsung membelalakkan mataku dan membeku ketika melihat wajah Skye yang hampir tidak ada jaraknya denganku. Lengan kirinya di bawah kepalaku seperti bantal dan tangan kanannya melingkar di pinggangku, memelukku. Kami saling berhadapan satu sama lain. Skye membuka matanya sambil tersenyum nakal.

"Good morning, ho-ne-y~" Dan aku membatu…

"…"

"…"

"…"

"… ky…"

"KYAAAAAAAAAAAAAA!"

GRAK! GUBRAK! GUBRAK! GABRAK! !


~TO BE CONTINUED! XD~

...

P.S : Buat yang berpikiran mesum, baca omake berikut ya~~~


...

-Omake! XD-

"Princess sih. Hebat sekali bisa tertidur dalam situasi seperti itu…"

Skye dan Claire berjalan beriringan menuju ke asrama SMA untuk cewek yang jauh, kabur setelah Claire mengacaukan seisi kamar Skye, Cliff, dan Kai. Cliff dan Kai sedang menjelaskan situasi yang terjadi pada guru, dan Skye (yang sudah agak baikan) membawa Claire kabur dengan teleportation dan invisibility. Dan apa yang dikatakan Skye, berhasil membuat tokoh utama cewek kita malu dan kesal.

"Aku juga tidak menyangka kalau aku bakal tertidur…," Claire mengaku dengan kesal.

Okelah, mari kita lakukan kilas balik sedikit… XD

Skye yang tahu kalau sudah tidak ada waktu lagi menyembunyikan Claire karena Jack akan datang, langsung menarik Claire ke dalam tempat tidurnya dan menutupinya dengan selimut tebalnya. Tubuh mereka berdekatan sekali.

"He-hei! Skye?!" kata Claire bingung dan kaget.

"Diam dulu… kakakmu datang…"

Claire merasa sangat tegang. Tapi karena capek oleh kegiatannya dari tadi pagi sampai merawat Skye, apalagi karena kasurnya nyaman dan terasa hangat, akhirnya…

"Milady…?" panggil Skye sambil terbatuk setelah menyimpan suratnya. "Sudah aman… Kakakmu sudah pe-"

Skye langsung terdiam seketika setelah dia menyingkapkan selimutnya. Lalu terkekeh geli melihat Claire yang tertidur pulas di dekatnya. Skye juga tidur lagi setelah menyembunyikan Claire. Kai dan Cliff juga, menyangka Claire sudah pulang, juga tidak membangunkan Skye karena membiarkannya istirahat.

Tahu-tahu, di kamar tersebut, ada empat orang yang tidur sampai jam tiga pagi barusan… XD

"Tapi, bukan berarti kamu boleh tidur memelukku, dasar bodoh!" gerutu Claire yang frustasi kalau mengingat kebodohannya.

"Habis, dingin sih… Milady hangat pula, jadi kupeluk saja!"

Mereka terdiam. Suasananya sangat aneh. Claire masih penasaran dengan apa yang dilihatnya siang kemarin, mencoba bertanya.

"Ngggg, Skye?" panggilnya, dan Skye menjawabnya.

"Ada apa?"

Claire mencari kata-kata yang tepat untuk bertanya. "Sebenarnya…"

"-Kamu suka padaku?" sela Skye yang langsung dihadiahi oleh tonjokan penuh kasih sayang padanya.

Claire mendengus kesal. "Nggak jadi!" Dia berlari menuju asrama cewek, tanpa sempat dicegah Skye. "Aku kembali sendiri saja! Kamu juga segeralah kembali, nanti sakitmu kumat lagi…"

Claire berlari menuju asramanya sambil merenungkan pertanyaan yang dia batalkan itu…

'Skye, sebenarnya, apa yang terjadi padamu di masa lalu…?' pikirnya sambil membayangkan kembali bekas luka yang di tubuh Skye.

'Aku… penasaran…'

~TO BE CONTINUED~


Yuki: *jalan terhuyung2 kaya zombie, trus ambruk*

Holy: eh, kenapa Yuki? O.o Fatee! Yuki pingsaann! DX

Fate: apa? ada apa? O.o

Yuki: Zzz... nyem... nyem... *ngorok (?)*

Fate: itu mah tidur! DX

Holy: aah, jangan2 gara2 begadang sampe jam 5 buat kerja animasi itu ya? ^^'a

Fate: iya. Ahh, para author sibuk di dunia masing2 ==a update pun terlambat...

Holy: iya wkwkwk sekolah juga ngasih tugas banyak! DX sibuk!

Fate: tapi, tenang... XD kita tetap update kok! maju teruss~

Yuki: ... pantang munduurrr~ *ngigau*

Replies Review

Mayuzumi Hiroyuki

oh ya? hahaha tapi nasi sudah menjadi bubur~ (Yuki: dan jujur saya nggak punya ide buat humor2nya DX #plak menurutku udah bagus aja hahaha)

oke2, thankss XDD dan sama2

Tomoko Takami

Yeess, iya, akhirnya updatee~ *para author jg seneng(?)*

nih, para author jg kepingin ke sana kalo bisa wkwkwk XD

kalo nggak mesra nggak seru dong wkwkwk

(Yuki: dan bakalan lebih mesra lagiii~~ *diinjek claire*

Jack: NOOO! jangan kurung aku di kandangg! sdh bosan dikurung melulu! DDX

Holy: itu sudah takdirmu, jack! XD rasain~

Fate: kayax km bakalan masuk daftar hewan mistis baru di klub penelitian hewan mistis deh

Jack: TIDAAKKKK! *kabur*)

betul, para author saja nggak bisa menghentikan kemarahan Claire ==a


Gray Summergreen

Sex : Male

Age : 16

Birthday : 6 Desember

Ability : Pyrokinesis (Fire)


NEXT CHAPTER~ MMS THEME PARK! ! ! BY FATE

DON'T MISS IT! ! !