"...Lalu bagaimana caranya aku menjadi dua orang dalam satu tubuh?"

OKAMA'S REPORT

Chapter 3: I'll Bring Your Order in A Moment

Disclaimer: Naruto (c) Masashi Kishimoto aniki :D

Warning: Heavy OOC, AU, slight sho-ai, okamas everywhere~

"Naruko-chan! Di sini!"

Naruto menoleh ke arah gadis berambut pink yang melambai ke arahnya. Sosok gadis itu tertutup sebagian oleh kerumunan orang di taman, tapi Naruto dapat melihat wajah gadis itu dengan jelas. Dengan senyum mengembang ia berlari menghampiri gadis itu.

"Sakura-chan..."

Tiba-tiba ia merasakan wignya jatuh terlepas dari kepalanya begitu ia tiba di tempat gadis bernama Sakura itu. Rasa panik menyelimuti tubuhnya saat ia melihat wignya terlepas begitu saja dari kepalanya ke dekat kakinya, apalagi saat ia melihat ekspresi kaget di wajah Sakura yang menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

"K-kau—Kau bukan Naruko!" kata Sakura marah sambil menunjuk ke arah Naruto, wajahnya merah padam karena merasa telah dibohongi.

"Tunggu, Sakura-chan, aku bisa menjelaskannya—"

"Aku benci pada pria, apalagi dengan pria yang gemar crossdressing sepertimu!"

Tanpa bisa menghentikannya, Naruto melihat Sakura berlari menjauhinya. Kakinya tak bisa digerakkan saat ia berusaha mengejar sosok gadis itu, dan kerumunan orang-orang semakin ramai berlalu ke arahnya.

"SAKURA-CHAN, TUNGGU—"

BYUUURR

"Puah!"

Naruto terbangun dari mimpinya dan mendapati dirinya di atas tempat tidurnya yang basah. Jadi hanya mimpi, pikirnya lega.

Tiba-tiba ia tersadar akan suatu hal dan langsung menoleh ke sebelahnya. Di sebelahnya berdiri Sasuke yang sedang mengangkat ember kosong di atas kepalanya, jelas-jelas terlihat habis menyiramkan seluruh isi ember ke tempat tidur Naruto. Naruto menggerutu marah dan menyerbu Sasuke seperti predator yang melihat mangsanya.

"Heii! Teme! Apa yang kau lakukan?! Aku baru mengganti selimut futonku kemarin! Dan lagi, kenapa kau bisa masuk ke kamarku?!"

Sasuke memandang Naruto dengan tatapan acuh, "Kau lupa mengunci kamar apartemenmu, baka yarou. Untung aku yang masuk ke sini, bukannya pencuri."

"Kalau pun seandainya ada pencuri di sini, apa yang mau dia ambil dariku?" tanya Naruto datar.

Sasuke tampak berpikir sejenak, "Ah, benar juga." Ia baru teringat bahwa apartemen bobrok mereka hanya diisi oleh orang-orang yang berkehidupan pas-pasan dan nyaris di setiap kamar penyewa apartemen tidak ada barang berharga sama sekali. Kalaupun berharga hanya berupa kulkas murah atau peralatan masak yang dibeli saat ada diskon besar-besaran.

Menyedihkan (tapi Sasuke sama sekali tidak mau mengakui keadaannya saat itu).

"Aku tadi mendengar suara orang menangis. Kukira di dalam kamarmu ada apa, ternyata menangisi seorang gadis dalam mimpi. Pfft," Sasuke mendengus menahan tawa.

"Daripada kau, memangnya kapan kau memimpikan seorang wanita? Jangan-jangan kau ini homo, ya?"

"Apa?! Jangan sembarangan!"

"KALIAN BERISIK SEKALI, INI MASIH PAGI! KALAU MAU BERTENGKAR DI LUAR SAJA SANA!"

Suara pemilik apartemen yang menggelegar langsung membuat keduanya tutup mulut dan memilih untuk saling mengirimkan death glare ke satu sama lain.

***RED***

Saat Naruto menjalani shiftnya di pagi hari, ia mendapati Neji yang berwajah pucat sedang menyandar di kounter dekat dapur. Tubuh pria berusia 19 itu tampak cocok dibalut cheongsam berwarna merah tua yang memiliki potongan memanjang hingga ke pahanya, menampakkan kakinya yang ramping tapi berotot—seperti yang dimiliki pria pada umumnya (Naruto tahu bahwa Neji pasti baru bercukur pagi tadi karena pahanya benar-benar mulus). Rambutnya yang panjang alami dan dibiarkan tergerai membuatnya tampak benar-benar seperti seorang wanita. Kalau saja suaranya tidak rendah, pasti banyak pria yang sudah mengajaknya kencan dari dulu (dan karena itu dia dipekerjakan sebagai pelayan yang mengantarkan makanan karena suaranya yang terlalu rendah).

Neji mendesah panjang saat Naruto berjalan di hadapannya, menarik perhatian pemuda berambut blonde itu.

"Kau kenapa, Neji? Ada sesuatu?"

Neji tersentak dari lamunannya dan tampak tergagap sesaat, "Bukan apa-apa. Memangnya kenapa kau bertanya begitu?"

"Kau tampak berbeda dari biasanya. Padahal biasanya kau memasang wajah galak, lebih galak dari Sasuke. Tapi sepertinya hari ini aku melihatmu mendesah terus seperti itu."

"Bukan apa-apa! Pokoknya sesuatu yang merupakan masalahku bukan urusanmu, oke? Sekarang pergi dariku!" usir Neji sambil menendang tubuh Naruto menjauh darinya.

Naruto menggerutu marah tapi dia memilih untuk menuruti kemauan Neji sebelum pemuda itu semakin menyakitinya.

Bel tanda pengunjung berbunyi dan Naruto langsung mengampiri pintu masuk sambil membungkukkan tubuhnya, "Moshi, moshi—"

Ia melihat sosok Hinata bergaun satin warna putih dengan rok mengembang dan renda-renda di sana sini berdiri di depan pintu masuk dengan sikap tersipu-sipu, persis seperti saat Naruto bertemu dengannya pertama kali.

"Kau mau duduk di mana?" tanya Naruto ramah dan hati-hati saat Hinata tetap terdiam di tempatnya, mengamati sekeliling cafe seperti sedang mencari-cari sesuatu. Uh-oh. Tiba-tiba Naruto menyesal untuk setuju melayani gadis itu, di saat beberapa saat lalu Hinata nyaris mengenali identitasnya.

"Jadi, adakah yang ingin kau pesan?"

"U-umm, apakah di sini ada pekerja yang bernama Hyuuga Neji?"

"Eh?"

Naruto menoleh sedikit ke belakang bahunya dan melihat Neji sudah membalikkan tubuhnya, berusaha kabur dengan sikap canggung yang justru terlihat mencurigakan. Sesaat Neji melirik ke arahnya dan meletakkan jari telunjuknya ke mulut, menyuruh Naruto tutup mulut.

Itu karma karena kau sudah menendangku, sialan! Tapi Naruto mengurungkan niatnya untuk membalas dendam pada Neji dan hanya tersenyum gugup pada Hinata, "Err, sepertinya itu nama cowok, ya? Umm di cafe ini hanya ada perempuan—ya, perempuan."

"B-begitu," kata Hinata, membuat Naruto langsung merasa bersalah telah berbohong. "Kalau begitu aku mau duduk di dekat jendela saja. N-nanti akan ada temanku datang ke sini, umm, Sakura. Kalian saling kenal, kan?"

Senyuman cerah mengembang di wajah Naruto, "Oh, tentu saja! Baiklah silahkan duduk!"

Naruto berjalan untuk mengambil daftar menu saat sebuah tangan menyambut pergelangan tangannya. Ternyata tangan Sasuke.

"Biar aku saja yang melayani pesanannya." Kata Sasuke datar. Naruto memandanginya dengan wajah bingung, dan Sasuke menjelaskan, "Kurasa lebih baik kau tidak terlalu sering muncul di hadapan gadis itu. Dia mulai mengetahui identitas Neji. Bisa saja dia juga mengenalimu sebagai pria yang beberapa hari lalu ia minta namanya."

"Lho? Kalau kau sendiri? Waktu kita bertemu Hinata kan kau juga bersamaku!"

"Ck, mana mungkin dia mengenaliku. Dia kan takut padaku. Seberapapun besar ketajaman firasat seorang cewek, mereka tak akan mampu mengenaliku, huahaha," tawa pemuda berambut raven itu dengan nada datar.

Naruto hanya mengangkat bahu dan membiarkan Sasuke mengambilkan menu untuk Hinata.

Pemuda blonde itu memutuskan untuk menemui Neji yang sedang sembunyi-sembunyi memperhatikan Hinata di balik kounter dapur, dengan sangaaat hati-hati agar Hinata tidak melihatnya.

"Aku tahu alasan moodmu sangat jelek hari ini. Jangan-jangan Hinata hampir mengetahui identitasmu, ya?"

"Bagaimana kau bisa tahu, huh?!" Neji terloncat kaget.

"...soalnya memang ketahuan dari kelakuanmu hari ini."

Neji mendesah panjang, "Aku berniat mencuci seragam kerjaku di rumah. Dan kemarin pagi, saat aku hendak menjemurnya diam-diam, Hinata menemukan cheongsam milikku di dekat tempat aku mencuci baju! Dia bertanya itu milik siapa, tapi mana mungkin aku mengatakannya, kan? Kalau begini lain kali aku lebih memilih Deidara untuk mencucikan bajuku! Meski kemungkinannya dia malah akan memakainya berminggu minggu sebelum mengembalikannya padaku!" pemuda itu meremas rambutnya dengan frustasi, "Lalu Hinata mulai menemukan alat make up di tasku tadi siang. Bukannya aku menjelaskan atau mencari alasan, aku langsung kabur dari rumah!"

"Memang benar kata Sasuke, cewek memiliki insting yang tajam," Naruto termangguk-mangguk mendengarkan cerita Neji.

"Kalau sampai pamanku tahu aku crossdressing, bisa-bisa dia mengusirku dari rumah! Kau tahu, kan, bagaimana keluargaku?" Neji kembali menjelaskan saat ia melihat Naruto menggeleng, "Keluarga itu menjunjung kehormatan! Kalau sampai ia mengetahui keponakannya crossdressing, itu sama saja menghancurkan nama keluarga Hyuuga! Bekerja sebagai maid? Yang benar saja! Hidupku sudah berakhir! Aku tidak punya siapapun lagi selain keluargaku..."

Neji mulai terlihat panik dan was was, terlihat seperti orang terkena paranoia. Naruto khawatir apakah lebih baik ia memanggil psikiater untuk berbicara dengan Neji agar bisa membantunya memecahkan masalah pria itu. Padahal menurutnya dia tidak perlu sekhawatir itu apabila identitas dirinya ketahuan oleh adiknya, pengecualian untuk Naruto yang tidak ingin identitasnya diketahui oleh Sakura.

"Ngomong-ngomong, Naruto," kata Neji sambil menarik lengan Naruto tanpa diduganya, "Lebih baik kau yang melayani Hinata. Aku tidak bisa menemuinya saat ini dengan penampilan seperti ini, tapi kurasa Sasuke membuatnya ketakutan dengan memandanginya seperti itu."

Naruto melirik ke arah Sasuke dan Hinata, di mana Hinata menundukkan kepalanya sambil beberapa kali berusaha bicara—sepertinya menyebutkan pesanan yang ia inginkan—sementara Sasuke mengawasinya dengan tatapan mengintimidasi. Gadis itu sepertinya benar-benar tidak mengangkat kepalanya karena takut pada Sasuke, pikir Naruto simpati.

"Baiklah..."

Naruto menghampiri Sasuke tetapi tepat saat pemuda itu selesai melayani Hinata.

"Tenang saja," kata Sasuke seolah-olah membaca pikiran Naruto, "Dia belum tahu—ya, belum tahu, identitas Neji yang sebenarnya. Bahkan dia juga sepertinya tidak mengenaliku sama sekali. Lebih baik kita jangan terlalu banyak berinteraksi dengannya. Apalagi beberapa hari lalu dia nyaris mengenalimu sebagai pria bernama Uzumaki Naruto."

Sang pemuda blonde yang namanya disebutkan itu mengerucutkan mulutnya, "Tapi sepertinya pandanganmu itu sudah berinteraksi dengan intim dengannya. Kau mengintimidasi gadis malang itu, bukannya mengawasinya."

Sasuke mengangkat bahu dengan tidak peduli dan berjalan ke kounter sambil menyebutkan dan menempelkan pesanan Hinata.

Tak berapa lama kemudian, ia mendengar suara cekcok di antara Neji dan Sasuke. Neji mengomeli Sasuke karena bersikap tidak sopan pada adiknya sementara Sasuke hanya menanggapi dengan dingin.

Naruto baru menyadari bahwa Neji mengidap sister complex yang sangat parah terhadap Hinata hari itu juga.

***RED***

"Naru-chan!"

"Sakura-chan!"

Naruto tidak menyangka bahwa hari itu juga ia melihat Sakura datang lagi ke cafe. Sepertinya gadis itu janjian dengan Hinata. Biasa, rutinitas anak perempuan jalan-jalan dengan sesamanya dan membicarakan sesuatu yang menurut mereka menarik.

Sakura duduk di sebelah Hinata dan memesan minuman berupa coke float.

"Kau mau ikut jalan-jalan setelah ini bersama kami, Naru-chan?" tanya Sakura saat pemuda itu membawakannya coke float pesanannya.

"Eh? Tapi aku pasti akan mengganggu jadinya. Lagipula kalian pasti berjanji untuk jalan berdua, kan?" Apalagi aku juga harus banyak menghindar berinteraksi dengan Hinata, kalau kalau dia mulai menyadari sesuatu.

Naruto melirik sesaat ke arah Hinata yang ternyata juga sedang meliriknya dengan sangat penasaran.

"Tidak juga, kok! Lagi pula semakin banyak cewek semakin seru untuk pergi shopping! Bukankah begitu, Hinata?"

Hinata langsung menggerakkan kepalanya ke arah Sakura, "Eh-oh, i-iya. Tentu saja. L-lagipula Ino tidak ada bersama dengan kita hari ini."

"Tuh, kan! Ayolah, Naru-chan, pergi berbelanja bersama kami!" seru Sakura setengah memohon sambil mengatupkan kedua tangannya.

Naruto berusaha menahan diri untuk tidak merasa silau dengan mata berbinar-binar milik Sakura, berusaha agar ia dan Hinata tidak semakin sering berinteraksi, "..u-uh... b-baiklah..."

Akhirnya ia pun kalah karena tidak kuat melihat Sakura memohon padanya.

***RED***

"Kau mau ke mana? Shiftmu kan belum selesai, Dobe!" omel Sasuke melihat Naruto sudah berbenah dan mengganti bajunya tanpa melepaskan wignya.

"Err—"

Sasuke menoleh ke arah ruangan cafe, "Oh begitu rupanya. Ada cewek yang kau suka di sana. Tapi kau tahu kan kalau ada Hinata juga di sana?! Kau bodoh atau bagaimana sampai membiarkan dirimu pergi bertiga dengan anak-anak cewek?! Kau mau identitasmu ketahuan apa?! Kalau sampai ketahuan cafe ini bisa bubar!"

Naruto mengatupkan tangan di depan wajahnya sambil bermohon-mohon di hadapan Sasuke, "Maafkan aku, Teme! Tapi hari ini Sakura-chan mengajakku pergi berbelanja bertiga! Ini kesempatanku satu-satunya untuk mendekatinya! Sakura-chan begitu membenci cowok sehingga tidak mungkin aku mendekatinya sebagai seorang cowok, kan?"

"Dia... suka dengan sesamanya? Haha, beruntung kau Naruto."

"Bukan! Pokoknya sekali ini saja, bilang pada Kakashi-san kalau aku ada keperluan lain! Ja ne!" seru Naruto sambil berlalu meninggalkan ruang staff.

"Baka! Tunggu dulu!" Sasuke tidak dapat mengejar Naruto karena pemuda itu sudah berlari mengejar Sakura dan Hinata. Sambil menggerutu, pemuda itu bergumam, "Awas saja kau, kalau sampai identitasmu ketahuan, aku akan menertawaimu nanti. Ah, kalau sampai hal itu terjadi berarti aku harus mencari pekerjaan lain."

***RED***

Naruto tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya lama-lama saat ia berjalan berduaan dengan Sakura (bertiga dengan Hinata). Membosankan memang, hanya melihat-lihat kaca etalase toko yang memajang berbagai macam benda, lalu keluar masuk toko yang menurut kedua gadis itu menarik, dan membeli barang-barang yang menurut Naruto terlalu mubazir untuk dibeli.

Tapi saat ia melihat Sakura mencoba berbagai macam baju (bahkan pakaian dalam), Naruto mengucapkan syukur yang tak terkira. Ia benar-benar tak menyangka bisa melihat Sakura tampil manis dengan berbagai busana. Pemuda blonde itu nyaris mimisan saat Sakura mengajaknya masuk untuk membantunya memasangkan tali bra (betapa bahagianya ia saat itu!).

Sementara Hinata melihat-lihat beberapa baju yang dipajang, sesekali Naruto memergoki gadis berambut panjang lavender itu mengawasi dirinya. "U-umm, Hinata-chan? A-ada apa?"

Hinata buru-buru memalingkan wajah saat Naruto menyadari bahwa dirinya sedang menatapnya, "B-bukan apa-apa."

Pasti ada apa-apa.

Di saat yang bersamaan Sakura keluar dari fitting room sambil membawa baju yang tadi dicobanya. Naruto bisa mendengar suara Hinata menarik napas lega, membuatnya semakin khawatir kalau-kalau Hinata sebenarnya mengetahui identitasnya.

"Oh, iya, Naru-chan," kata Sakura, "Kemarin aku bertemu dengan saudaramu."

"O-oh, ya?" sahut Naruto pura-pura terkejut, tapi Hinata semakin menatapnya dengan penasaran.

"Dia tahu namaku entah dari mana—"

"P-pasti itu aku! Aku bercerita padanya kalau aku berteman dengan seorang anak perempuan bernama Sakura!"

Hinata mengerutkan dahinya, membuat Naruto mulai merasa tegang.

"Dia menyelamatkanku saat aku diganggu oleh kawanan pria berandal. Dia benar-benar mirip sekali denganmu!" kata-kata 'mirip' membuat Hinata semakin mengerutkan dahinya ke arah Naruto. "Dia juga berambut blonde dan memiliki wajah yang sama persis denganmu!"

"I-itu soalnya... k-kami kembar... begitulah..."

"Oh, ya? Siapa namanya?"

Oh, kami-sama... Naruto menatap sekilas ke arah Hinata yang dari tadi diam hanya menatapnya dengan pandangan 'awas' dan menelan ludahnya, "U-Uzumaki Naruto. Namanya sama persis denganku, bukan?"

"Ah, begitu rupanya, ternyata kalian memang kembar," Sakura mengangguk mengiyakan.

"A-aku..." Hinata berhenti di belakang keduanya, membuat Naruto dan Sakura sama-sama menoleh ke arahnya.

"Hinata, ada apa?"

Hinata menarik lengan jaket Naruto, "A-aku ingin bertemu dengannya. Dengan saudaramu itu, Naru-chan."

Nani?!

"A-anu Hinata... maksudmu? Bertemu dengan... um, Naruto? K-kurasa itu tidak mungkin..." sahut Naruto terbata-bata. Kenapa Hinata ingin bertemu dengan dirinya?

"Hinata? Kau mengenal saudara Naru-chan?" tanya Sakura bingung.

Dengan wajah memerah, Hinata menatap Sakura dan Naruto bergantian dengan wajah malu-malu. "Kurasa aku jatuh cinta pandangan pertama dengannya."

"HEE?" seru Naruto dan Sakura berbarengan.

H-Hinata menyukaiku?!

***RED***

Sasuke menyapukan peluh di dahinya dan menarik napas panjang. Ia menepuk-nepukkan tangannya pada celemek maid yang sedang dikenakannya dan melihat halaman depan cafe yang sudah ia bersihkan dari sampah dedaunan. Puas dengan hasil kerjanya, Sasuke mengembangkan tersenyum sedikit.

KLONTANG

"Apa yang kau lakukan?! Jangan membuang sampah sembarangan! Kau tidak bisa menghargai kerja keras orang, huh?!" serunya marah saat melihat seorang pelanggan membuang sampah kaleng coca cola sembarangan di hadapannya. Mentang-mentang mereka membeli kaleng itu di cafe, bukan berarti mereka bisa seenaknya membuang sampah kaleng sembarangan!

Pelanggan pria yang mengenakan bandana di kepalanya Sasuke kenali sebagai salah seorang pelanggan setia yang selalu datang ke cafe. Namanya kalau tidak salah Genma atau siapalah, ia tak peduli.

Genma menoleh ke arahnya dan tersenyum salah tingkah, "Ah, Sasuna-chan. Maaf, maaf. Aku sedang terburu-buru sekarang, tolong jangan marah. Lain kali aku tidak akan buang sembarangan lagi."

Sasuke tersentak dan menyadari bahwa dirinya masih mengenakan pakaian maid berwarna hitam kebiruan dengan apron berenda-renda ditambah wig berwarna hitam yang dikenakannya saat menjadi 'Sasuna'. Buru-buru Sasuke langsung mengubah sikapnya, "Ano, goshuujin-sama, tapi aku sudah susah payah membersihkan halaman cafe dan sekarang kau mengotorinya..." Sasuke memasang wajah sedih sambil meletakkan tangannya di atas dada, "Kau sama sekali tidak menghargai kerja kerasku..."

Pria berbandana itu langsung tersentak kaget dan buru-buru memungut kaleng coca cola yang tadi dibuangnya, lalu menghampiri Sasuke dan menepuk-nepuk bahu gadis (pemuda) yang sedang (pura-pura) menangis itu. "Sasuna-chan! Maafkan aku! Lihat, aku sudah membuangnya! Aku memang jahat sudah membiarkan gadis sepertimu menangis, apalagi mengotori lingkungan cafe ini! Aku sungguh pria memalukan!"

"Arigatou, goshuujin-sama, aku harap lain kali kau jangan pernah mengulanginya lagi. Bahkan di mana pun kau berada aku harap kau jangan bersikap jorok seperti itu," Sasuke tersenyum pada Genma. Lihat saja, kalau kau mengulanginya lagi aku akan memasukkan kepalamu ke kaleng itu.

Tidak membaca pikiran Sasuke, Genma langsung memerah sambil memasang wajah senang luar biasa. Dengan malu-malu ia menganggukkan kepalanya sekencang-kencangnya dan langsung berlari meninggalkan Sasuke.

Sasuke memasang wajah ngeri melihat pemandangan itu. Sialan, aku malah membuat pria lain menyukai 'Sasuna'.

Menoleh, ia mendapati Naruto memandanginya dengan mulut menganga lebar di dekat persimpangan jalan sambil menunjuk ke arahnya.

"Ternyata kau memang..."

"T-tunggu! Kau salah paham!" kata Sasuke panik, berusaha menerangkan, "Aku—"

"Tak perlu menjelaskannya, Teme. Aku punya masalah yang lebih berat dari pada masalah yang sedang kau alami," Naruto merangkul bahu Sasuke.

"Dengar, aku bukan—"

"Hinata. Dia bukannya mengetahui identitasku," potong Naruto sambil memasang wajah serius, "Ternyata dia menyukaiku."

Sasuke menatap Naruto dengan tatapan aneh, terkejut, tidak percaya—lalu kembali memasang wajah dinginnya yang seperti biasa. "Oke, aku memang sudah menyadari kalau dia sepertinya tertarik padamu. Tapi kalau kenyataannya dia memang menyukaimu... itu..."

"Dan dia memintaku untuk menemuinya di Santa Maria Gakuen besok. Jam 5."

Sasuke memasang wajah kaget, "HAH?!"

Di dekat tempat parkir cafe, sesosok pria berkulit pucat dan berambut hitam mengawasi mereka—atau tepatnya mengawasi Naruto. Kehadirannya tidak disadari oleh mereka dan pria itu pun tampak enggan untuk memberitahukan keberadaanya pada orang yang sedang diawasinya.

"Jadi dia rupanya, teman Sakura."

***RED***

Sakura meregangkan tubuhnya, berusaha mengusir kepenatan sejenak yang ia rasakan setelah pergi berbelanja dengan Hinata dan Naruko. Hari ini ia banyak bersenang-senang bersama keduanya, meskipun Ino tidak ada bersama mereka. Sahabatnya yang berambut pirang pucat dan selalu diikat ekor kuda itu beralasan bahwa ia tidak bisa ikut karena ada urusan penting.

Mengenai Naruko, entah kenapa, padahal baru beberapa saat ia mengenal gadis itu, Sakura bisa akrab dengannya. Padahal mereka tidak satu sekolah dan bukan teman yang saling lama mengenal. Tapi Naruko benar-benar sudah seperti sahabatnya sendiri. Meski awalnya Sakuralah yang berapi-api untuk berteman dengan Naruko, tapi tampaknya Naruko juga sangat senang bisa bersahabat dengannya. Gadis berkuncir dua itu tidak pernah menolak saat Sakura mengajaknya pergi berbelanja atau kemana pun.

Hampir setiap Sakura merasakan kesepian, semenjak kelas 3 SMA ia pergi ke cafe Maid d'Latte's Cafe atas rekomendasi teman sekelasnya, dan menemukan tempat duduk favoritnya yang menghadap ke arah pantai. Ia selalu melihat Naruko bekerja di sana, bersama dengan para maid lainnya. Tapi entah kenapa, Sakura tertarik untuk mengenal gadis berambut pirang itu. Bukan karena ia membenci pria dan mulai menyeleweng ke arah sana, tapi ia kagum dengan Naruko yang selalu memasang wajah gembira dan ramah—bahkan lebih ramah daripada pelayan cafe lainnya di cafe itu—meskipun beberapa kali ia digoda oleh pengunjung yang genit.

Mungkin karena ia ingin seperti Naruko, menjadi seperti dirinya yang dulu yang selalu tersenyum dengan riang...

Sakura terlepas dari pikirannya saat memasuki daerah perumahan elit. Refleks, Sakura melambaikan tangan pada seorang petugas polisi yang sedang mengendarai sepeda dan kebetulan lewat di hadapannya. Pria setengah baya dan berkacamata itu balas melambai padanya, mengetahui bahwa yang barusan menyapanya adalah putri seorang CEO perusahaan terkenal dan tuan tanah terkemuka di kawasan elit tersebut.

Mengingat kata CEO di ingatannya, Sakura langsung menunduk sedih. Ia mengingat-ingat alasan mengapa ia begitu membenci pria.

Pertama ayahnya, dan yang kedua... Sai.

Di pikirannya, pria adalah makhluk Tuhan yang hanya bisa menyakiti lawan jenisnya. Karena ayahnya, kini ibunyalah yang harus bekerja keras untuk meneruskan perusahaan, menggantikan ayahnya hingga jarang pulang ke rumah. Sekali pun ibunya pulang, gadis berambut pink itu tidak pernah sempat melihat ibunya. Ia merindukan keluarganya, merindukan rumahnya yang selalu diiringi suara tawa. Tapi ayahnya tidak pernah pulang semenjak 5 tahun lalu.

Sementara itu, Sai. Pria yang pernah mengobati kesedihannya dan memberikannya kebahagiaan. Sai adalah cinta pertama dan kekasih pertamanya. Sai yang tampan, pandai, putra seorang pelukis dan pemilik galeri yang terkenal, serba sempurna. Ia begitu mencintai pemuda itu sampai suatu hari ia mendapati Sai...

Sakura mengusap air mata yang tanpa ia sadari mengalir di pipinya.

Tak ada gunanya ia mengingat sekarang, karena sekarang ia sudah memilih untuk menganggap bahwa semua pria adalah sama.

"Ya, semua pria sama. Mereka sama saja. Datang dengan kata-kata manis, dan pergi meninggalkan duri," gumam Sakura pahit.

Tak terasa ia sudah tiba di depan pintu gerbang kediaman Haruno, yang terbuat dari besi dicat hitam dan dihiasi dengan ornamen besi dicat emas dan kaca transparan. Di dua sisi pagar terdapat pagar dari batu berwarna hitam yang diselimuti oleh tanaman rambat. Lambang keluarga Haruno berupa bunga Sakura dan spiral di tengahnya berdiri tepat di tengah-tengah pintu gerbang. Sebuah bel listrik dilengkapi kamera CCTV masing-masing terletak di pagar yang terbuat dari batu hitam, untuk memastikan tamu seperti apakah yang diperbolehkan masuk.

Saat Sakura menekan bel listrik, terdengar suara pria dari speaker dekat pintu gerbang, "Hime-sama? Silahkan masuk! Kami semua mencari Hime-sama dari tadi siang!"

"Maafkan aku Raidou, tapi aku merasa lebih baik kalau jalan-jalan dengan kaki," kata Sakura sambil tersenyum tipis.

Terdengar suara pintu pagar terbuka dan Sakura berjalan masuk ke dalamnya.

Tapi mungkin pemuda itu tidak... pikiran Sakura kembali beterbangan dalam benaknya saat ia melewati halaman rumahnya yang luas. Uzumaki Naruto? Mereka mirip sekali... Pantas mereka kembar. Sakura ingat saat Naruto menolongnya dari kumpulan pria berandalan yang menggodanya beberapa hari yang lalu. Tanpa sadar ia tersenyum membayangkan saat itu. Aneh, padahal pemuda itu tidak bisa menghadapi para berandalan. Tapi kenapa dia malah menolongku? Berpose aneh seperti itu pula... dia kelihatan seperti pria baik-baik. Bahkan Hinata juga...

Sakura penasaran. Mengapa Hinata ingin bertemu dengan saudara laki-laki Naruko? Bagaimana pertemuan pertama mereka sampai-sampai gadis itu langsung menyukainya? Memang pria itu terlihat seperti pria yang tidak ingin melihat seorang gadis disakiti, tapi masa hanya sekali bertemu Hinata langsung menyukainya?

"K-Kumohon Naruko-chan, a-aku ingin bertemu sekali lagi dengannya! A-aku ingin mengenalnya!"

"Uh-eh... b-baiklah, aku akan mengatakannya pada Naruto..."

"Kalau begitu, aku akan menunggunya di depan gerbang Santa Maria Gakuen jam 5."

Ya, ia benar-benar penasaran. Apakah Hinata mungkin akan langsung menyatakan cinta pada Naruto besok? Atau hanya ingin memintanya diperbolehkan untuk saling mengenal lebih dekat?

Tiba-tiba Sakura memiliki niatan untuk mengintai Hinata besok. Tapi setidaknya hari ini ia ingin tidur di kasurnya yang empuk tanpa seorang pelayan pun mengganggunya sampai waktu makan malam. Sayangnya pikirannya itu tidak terkabul saat seorang pelayan berpakaian maid berwarna hitam dan berkacamata dengan sikap sopan dan resmi membungkukkan tubuh di hadapannya dan berkata, "Maaf Hime-sama, bukannya saya bermaksud membuat Anda khawatir tapi—"

"Tapi apa, Shiho?"

"Ada mobil aneh parkir tepat di depan pintu gerbang dari tadi siang dan sampai sekarang masih belum bergerak juga. Kami melihatnya dari CCTV..."

Sakura bergegas turun ke lantai 1 dan memasuki sebuah ruangan yang berisi berbagai ukuran TV berbentuk slide. Salah satu TV menunjukkan sebuah mobil hitam bermerk Mercedes Benz sedang parkir di dekat pintu gerbang. Sakura hampir tidak menyadari keberadaan mobil itu saat ia pulang ke rumah sampai melihatnya sendiri. Saat gadis itu menyipitkan matanya ke TV, ia melihat kaca mobil sedikit diturunkan dan menampakan sesosok samar yang entah mengapa rasanya ia kenal.

Belum lama ia berusaha menerka-nerka sosok itu, kaca mobil bergerak menutup dan mobil meluncur menghilang dari layar.

"Apa jangan-jangan mereka penjahat ya? Atau mungkin gangster? Kalau tidak punya niat jahat, untuk apa berlama-lama di sana?" kata seorang pengawas kamera keamanan.

"Kalian tidak memanggil polisi?"

"Sebenarnya kami sudah memanggil polisi, tapi tepat sebelum polisi datang mobil itu menghilang dan kembali lagi."

Sakura mengerutkan dahinya.

Aneh.

***RED***

a/n: 2 tahun atau setahun saya meninggalkan fic ini, akhirnya saya update juga! Hahahaha! *dilempar reader ke sumur (lama banget hiatusnya!)* Maafin saya, soalnya semenjak SMA saya lagi kena WB parah banget, apalagi menjelang UN, jadinya saya males ngelanjutin fic ini. Dan tiap kali saya udah mau upload fic ini, keapus mulu. Jadinya saya buat plotnya ulang berkali kali ;w; Udah gitu saya bikin fic ini buru buru banget dan ga pake cek ulang, mungkin bakalan banyak typo haha -seneng habis selesaiin utang fic)

Pokoknya ini hadiah buat kalian yang setia membaca! Me luv u guys! Thanks to: Agung Moelyana, naruto lover, Namikaze Hendrix Ngawi, Aden L kazt, aster-bunny-bee,mako-chan, Mizu no Blue, celestial bronze, Guest, Satoshi 'Leo' Raiden, R4y F3rd1n4ns, Hime, The Name Fajar, MM, Terminator, Haruna Kei, Enceng, Sanyo, Matshusita, XG-Naru, Uchiha gamabunta, Myamoto musashi, Manc utd, chocovic-chu, .9, son, arisa kk, harunami56, Klay Asther, Ashura naruto sannin dan reviewer di chapter 1 ;_;

Sasuke: pokoknya gue bukan homo ye

Naruto: Kalau gay iya gitu?

Sasuke: *cekek Naruto*

Sakura: *sweatdrops* Pokoknya semoga chapter berikutnya ga lama diupdate ya! Karena semakin banyak misteri yang belum terungkap—begitu kata author ^^" Sampai jumpa di chapter selanjutnya!