Minna…..*trerak dari atas pohon* masiah adakah yang setia menunggu datangnya fic gaje ini? Nyehehehehehe…. Hontou ni gomenasai karena saia gak bisa cepet update. Buat undine-yaha, Merai Alixya Kudo, shirayuki nao, diangel, AeonFlux15, Enji86, Lionel Sanchez Afellay, Nasaka, Iin cka you-nii, Yuiki Nagi-chan, Levinanana, dan Icha yukina Clyne, makasih banyak rippiunya ya…. Udah dibales lewat PM, terus buat yang gak log in,

DarkAngelYouichi: wkwkwkwkwkwk…. Soalnya kalo tbc nanti gak nyambung sama judulnya, nyehehehehehehe…. Ini epilognya ya… makasih :D

DEVIL 'D: kekekekekeke… yeah, manusia setengah setan dan setengah malaikat bertambah lagi. Sora?hihihihihi… cerita tentang dia kita intip bareng-bareng di side story-nya aja ya, yupz! Makasih banyak

Zee rasetsu: nyehehehehe…..gomen ne lama banget selesainya ni epilog, thanks for rippiu~ XD

Chiuzue Shirayuki: hehehehehe… makasih banyak ya.. :D ok deh XD

Luminous: heee? Hontou ni gomenasai…. Emang harus tamat, tapi cerita soal keluarga Hiruma gak berakhir sampe sini koq. Hehehehehehe….Hiruma gak bisa buang kata-kata itu sih, tapi kalo di fic saia satu lagi panggilnya ibu dan gak pake kata "sialan" tapi "cerewet" XD makasaih banyak ya….

Sweetiramisu: saia juga bahagiaaa…. Siap! Makasih banyak:D

TheCido000: Makasih MAX… ahahahahaha. Arigatou gozaimasu*bungkuk-bungkuk*

Mayraa: makasiiiiiih banyaaaakk…. Iya,ini udah update

Ochibi: iya, nyehehehehehe… karena begitulah cara mereka menyampaikan kasih sayang^_^ fave? Arigatou….

Ichaa Hatake Youichi ga login: hehehehehehe… kalo chap-nya ampe berpuluh-puluh bisa-bisa ceritanya ngaco kayak sinetron XD makasih banyak. Ini epilognya ya…

Micchhhiiieekkoo: iya…. Siaaaaaaapppp ini dia ceritanya…

Michu: Yeaaah… tebakan kamu bener*ikutan treak-treak* XD Cuma judul yang ini aja koq tamat, cerita sebenernya masih berlanjut… ^_^

Dakochan tumbuhgigi: cewe apa cowo bisa diliat di sini..^_^ yupz, epilog udah datang

Artwing san: iya memang harus owari. Tapi bisa diliat di sini anaknya cewe apa cowo:D ini lanjutannyaa…

Yupz.. tak perlu lama-lama menggaje, kita mulai aja cerita akhir dari fic ini…


Disclaimer: Riichiro Inagaki & Yusuke Murata

By: Mayou Fietry

Sequel Devil Babysitter

"Kalau di masa depan nanti aku punya keluarga. Aku tidak mau anak-anakku merasakan hal yang sama sepertiku. Aku mau mereka tumbuh dalam keluarga yang sempurna….."

WAKARERU?

genre: family, drama, dengan sedikit humor

warning: OC, OOC, jelek, ancur, gagal, typo, sisanya bisa kalian nilai sendiri

OMAKE

New Baby


Sembilan bulan kemudian

"Istri sialan, dimana kunci mobilnya?"

"Ibu, dimana serealnya?"

"Ibu, kau menyembunyikan revolver punyaku kan?"

"Kalian bertiga ini berisik sekali!" Mamori melotot tajam kearah tiga orang yang sejak tadi merecokinya itu. Youichi, Izumi dan Sora langsung diam di tempat. Malaikat kesayangan mereka itu memang jadi sering emosian sejak sembilan bulan lalu, dan mereka, bahkan Youichi jadi langsung diam kalau Mamori sudah mulai mengomel.

"Tch," sang akuma berdecak kecil.

"Kunci mobil, ada di atas meja, You. Kau sendiri yang menaruhnya di sana semalam, sereal ada di lemari dan ibu bukannya menyembunyikan benda itu, Sora-kun. Kau memang belum berhak memilikinya. Kau yang membiarkan Sora bermain dengan senjata kan, You? Tidak akan kubiarkan!" Mamori mengakhiri kalimatnya dengan mendelik galak pada Youichi yang hanya dibalas cibiran dari sang suami.

"Semakin hari kau ini semakin cerewet, istri sialan. Biar bagaimanapun, bocah itu anakku. Aku akan mengajarkan dia untuk menjadi sepertiku," jawab Youichi. Ia meraih kunci mobilnya kemudian beranjak menghampiri Mamori.

"Kau juga seharusnya ingat, Sora-kun anakku juga, tidak akan aku biarkan dia jadi sepertimu," jawab Mamori tak mau kalah.

Sementara Sora hanya menggeleng pelan melihat tingkah orang tuanya. "Kalau kau tidak berangkat sekarang kau akan telat ayah," ungkapnya seraya meninggalkan dua orang itu.

Youichi memandang putranya sebentar, kemudian kembali menatap Mamori. "Bocah itu benar, aku harus berangkat sekarang istri sialan," ucap Youichi. Ia menghampiri istri tercintanya untuk memberikan kecupan ringan pada wanita itu dan sang calon bayi.

Mamori tersenyum simpul menyambut sikap Youichi. "Sebentar lagi aku dan anak-anak juga akan ke stadion," ungkapnya.

"Heh… memangnya kau yakin akan baik-baik saja nanti? Pikirkan calon bayi sialan ini, bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya?" Youichi bertanya, meski raut wajahnya tampak biasa, namun Mamori bisa menangkap rasa khawatir dari ucapan suaminya.

"Tenang saja, tidak akan terjadi apa pun. Lagi pula, anak-anak sudah menunggu lama untuk bisa nonton pertandinganmu secara langsung kan?" Mamori kembali tersenyum seraya merangkul lengan Youichi. "Sudahlah, sekarang lebih baik kau cepat berangkat, tidak lucu kan kalau kapten datang terlambat," lanjut Mamori.

"Hm…." Youichi menjawab seadanya, ia melirik putra-putrinya yang tengah sarapan, seulas senyuman kecil nampak di sudut bibir setan penguasa Jepang itu.

"Kalau begitu sampai ketemu di stadion, istri sialan," sekali lagi Youichi mengecup kening Mamori sebelum beranjak. "Bocah-bocah sialan. Jaga ibu kalian," perintahnya pada Sora dan Izumi.

Dua bocah kecil itu menoleh kearah Youichi. "Roger kapten!" jawab keduanya kompak.

Youichi menyeringai lebar sebelum ia melangkah keluar rumah.

~wakareru?~

"TOUCH DOWN!"

"YA-HA…!"

Sora, Izumi dan Yutaro berteriak kompak saat untuk kesekian kalinya tim milik ayah mereka merebut skor. Tiga anak itu berlompatan kecil sambil meneriakan kata-kata penyemangat pada ayah mereka dan anggota tim yang lain.

Sementara Mamori yang duduk tak jauh dari mereka bersama Suzuna hanya tersenyum kecil melihat tingkah anak-anak itu.

"Mereka semangat sekali," ucap Suzuna sambil tersenyum.

"Benar, kalau sudah besar nanti Sora dan Yutaro pasti akan jadi seperti ayah mereka," Mamori menanggapi.

"Haaa…. Ayahku memang paling hebat, dia sudah tiga kali mencetak touch down," kata Yutaro dengan bangganya.

"Benar, ayahmu hebat Yutaro-kun. Tapi ayahku jauh lebih hebat," jawab Izumi sambil tersenyum kearah Yutaro.

Yutaro melirik Izumi sekilas. "Bagaimana mungkin ayahmu lebih hebat? Dia saja belum mencetak touch down," tanya Yutaro.

"Keh, dasar cebol sialan. Posisi ayahku itu quaterback, tugasnya bukan mencetak touch down, tapi mengendalikan permainan. Ayahmu bisa mencetak banyak touch down karena taktik yang dipikirkan ayahku, dan lagi harusnya kau ingat kalau bukan karena ayahku, ayahmu tidak mungkin mendapat julukan Eyeshield 21," tutur Sora dengan gaya yang amat sangat tenang. Benar-benar membuatnya terlihat mirip dengan Youichi.

Izumi melirik kearah Yutaro yang langsung diam mendengar kata-kata Sora. "Tidak usah dipikirkan, ayahmu memang hebat kok Yutaro-kun," Izumi mengusap bahu Yutaro seraya tersenyum manis.

Pria di sebelahnya itu menoleh dan membalas senyuman Izumi. Ada debaran kecil di hatinya dan tampak semburat merah di pipi pria kecil itu, membuat Sora berdecak kesal. Ia tahu, ada yang salah dengan temannya itu.

"Kalau bayi sialan itu sudah lahir, aku akan mengajaknya bertanding amefuto untuk membuktikan siapa yang lebih hebat," kata Sora yang berusaha mengalihkan perhatian adiknya.

"Apa maksudmu main amefuto? Adik harus jadi gadis manis seperti aku dan ibu," jawab Izumi sambil menatap Sora dengan pandangan tajam.

"Bagaimana kalau bayi itu laki-laki?"

"Kalau begitu dia akan jadi pria baik, tidak seperti kau. Kau sendiri, bagaimana kalau adik kita nanti perempuan? Kau tetap mau bermain amefuto dengannya?"

"Bayi sialan itu laki-laki,"

"Dari mana kau tahu. Tidak mungkin, adik pasti perempuan!" Izumi menyilangkan tangannya di depan dada, seolah tengah menantang Sora.

Sebuah seringai muncul di wajah Sora melihat tingkah Izumi. "Kalau kubilang laki-laki ya laki-laki. Kau mau taruhan?"

"Taruhan?" bola mata Izumi berputar mendengar usul kakaknya.

"Kalau adik sialan itu perempuan, aku akan menuruti satu permintaanmu. Tapi kalau adik sialan itu laki-laki, kau jadi budakku selamanya, bagaimana?" seringai jahil yang sama persis dengan milik Youichi terlihat jelas di wajah tampan pria kecil itu.

"Taruhan itu tidak baik, Sora-kun. Tapi-"

"Kya….. Mamo-nee, kau baik-baik saja?"

Sora, Izumi dan Yutaro langsung menoleh kearah suara. Tampak Suzuna dan beberapa orang di sekitarnya tengah mengerubungi Mamori.

"Ibu…..!" teriak Sora dan Izumi bersamaan. Dua bocah itu melompat dengan cekatan menghampiri ibu mereka.

"Apa yang kau lakukan pada ibuku, tante sialan?" bentak Sora pada Suzuna. Tampak kilat kemarahan pada mata birunya.

"Hentikan Sora-kun, kau tidak sopan!" Izumi menatap Sora tajam sambil mendekati ibunya. Gadis kecil itu kemudian mengalihkan pandangannya pada sang ibu. Ia menatap Mamori yang terlihat menahan sakit. "Ibu, kau baik-baik saja?" tanyanya pelan.

"Sepertinya, ini sudah waktunya," kata Suzuna pelan. "Kalian berdua beritahu ayah kalian, aku akan membawa Mamo-nee ke rumah sakit secepatnya."

"Tapi bagaimana caranya memberitahu ayah? Dia kan sedang bertanding," tanya Izumi.

"Cebol, larimu kan cepat. Kau beritahu ayahku soal keadaan ibuku. Aku mau ikut ke rumah sakit," kata Sora tegas. Ia menatap Suzuna diakhir kalimatnya.

"Iya, aku juga," Izumi menanggapi.

"Tapi-"

"Yutaro-kun, kau bisa beritahu You-ojisan dan ayah kan?" Suzuna tersenyum lembut pada putranya. Memberikan semangat.

Kobayakawa junior itu menelan ludahnya dan mengangguk pasti. "Baiklah," jawabnya.

"Ya sudah, ayo berangkat," kata Suzuna sembari membantu Mamori berdiri dan menuntunnya menuju mobil milik Suzuna.

Izumi dan Sora tak bisa menyembunyikan raut cemas di wajah mereka. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, keduanya terus mengamati ibu mereka. Tak dipungkiri, bahkan Sora merasakan kecemasan luar biasa. Ia takut, jika sesuatu yang buruk menimpa ibu dan calon adik mereka.

Pria kecil itu memejamkan matanya sebentar kemudian menarik nafas. Ia melirik adiknya yang juga menunjukan ekspresi cemas bercampur takut. Dengan memasang poker face yang ia pelajari dari sang ayah, Sora memamerkan sebuah seringai.

"Bagaimana dengan taruhan kita, adik sialan?" tanyanya berusaha mencairkan rasa takut dalam hatinya dan sang adik.

"Kenapa kau masih memikirkan taruhan, Sora-kun? Kau tidak khawatir pada ibu ya?" tanya Izumi marah.

"Memangnya kenapa. Kita juga tidak bisa membantu calon bayi sialan itu keluar dari perut ibu kan? Kalau kau memasang wajah jelek seperti itu terus, bayi sialan itu pasti tidak mau keluar!" jawab Sora sekenanya.

Izumi terdiam sebentar. "Sora-kun," panggilnya kemudian.

Pria di sampingnya itu menoleh tanpa mengatakan apa pun.

"Ngomong-ngomong, bagaimana caranya adik ada di dalam perut ibu? Siapa yang menaruhnya disana?" tanya Izumi dengan tampang paling polos yang ia punya.

Sora menaikan sebelah alisnya. "Kekekekekekekeke…." suara tawa yang amat mirip dengan milik Youichi Hiruma itu mulai terdengar. Sora memagangi perutnya menahan geli. Ia merasa adiknya yang selalu ia jaga dari semua hal berbau dewasa itu kelewat polos. Bahkan hal seperti itu saja masih ditanyakan.

Sementara Suzuna yang duduk di belakang kemudi hanya bisa sweatdrop. Bagaimana bisa anak seumuran putranya bisa bertanya hal-hal seperti itu. Padahal Yutaro saja tidak pernah menanyakan hal seperti itu. Benar-benar turunan setan dan malaikat yang jenius, pikirnya.

"Kau mau tahu dari mana dan bagaimana cara bayi sialan itu bisa ada di dalam perut ibu, heh. Adik sialan?" tanya Sora sambil mendekatkan wajahnya pada Izumi.

Sang adik mengangguk antusias. "Bagaimana?" tanyanya.

"Begini-"

"Tidak!" potong Suzuna cepat. Entah kenapa ia punya firasat kalau Sora akan menyampaikan hal yang aneh-aneh pada Izumi. "Kau akan tahu sendiri nanti saat kau masuk SMA, Izumi-chan," ungkapnya cepat.

"Tante sialan itu benar, adik sialan. Kau akan tahu dengan sendirinya nanti," Sora menanggapi.

"Akh…!"

"IBU?" Sora dan Izumi hampir beteriak bersamaan saat mendengar Mamori menjerit. Rasa cemas yang tengah mereka coba lawan kembali muncul di hati mereka. Keduanya menatap wajah Mamori yang nampak pucat. Izumi bisa merasakan jantungnya berdegup dengan kecepatan yang tidak normal.

"Tante Suzu, bisa lebih cepat tidak?" tanya Izumi sambil menatap Suzuna.

"I.. Iya baiklah," jawab Suzuna yang juga mulai ikutan tegang. Ia menghela nafas kecil sebelum menginjak gas.

"Ibu, kau baik-baik saja kan?" tanya Izumi cemas. Ia berusaha melihat wajah ibunya yang duduk di bangku depan.

Mamori menangguk dengan sisa tenaganya. Keringat dingin mengaliri wajah mulus wanita itu. Membuat putri kecilnya semakin cemas.

"Tidak akan terjadi apa pun pada ibu. Tenang saja," Sora berbisik kecil di telinga Izumi seraya merangkul bahu adiknya itu. Mencoba menenangkan.

Izumi mengangguk pelan. Berkali-kali ia menarik nafas dan menghembuskannya perlahan hanya untuk menghilangkan ketegangan yang melandanya.

"Ayo turun anak-anak," kata Suzuna yang baru saja memberhentikan mobilnya di depan rumah sakit Jakomachi.

Sora dan Izumi dengan cekatan keluar dari mobil itu lalu segera membantu ibu mereka.

"kalian berdua cepat panggil suster!" perintah Suzuna yang juga membantu Mamori keluar.

Dua anak itu pun segera mengangguk dan lantas berlari menuju loby rumah sakit dan menemui resepsionis.

"Selamat sore dik, ada apa?"

"Suster sialan, cepat panggilkan dokter sialan. Kalau tidak, aku akan menghancurkan rumah sakit sialan ini!" perintah Sora seraya memamerkan sebuah granat yang entah ia dapat dari mana.

Raut sang suster resepsionis itu mendadak pucat. Setangah hati ia menganggap ancaman Sora adalah sebuah guyonan dan sebelah hatinya menganggap serius. Ia sempat mundur beberapa langkah menghindari tatapan mata tajam milik Sora yang seolah ingin menerkam dan mencabiknya. Tatapan mata yang sepertinya mirip dengan milik seseorang yang paling ditakuti di Jepang.

"Kenapa kau memperlihatkan wajah bodoh seperti itu-?"

"Suster cepat tolong ibu kami!" Izumi hampir berteriak memotong ucapan Sora yang sungguh tidak pantas diucapkan anak seumurannya.

Suster itu menatap Izumi. Menatap bola mata hijau emerald milik Izumi yang tampak sedih. Untuk beberapa detik ia juga bisa melihat warna mata itu juga mirip dengan seseorang. "A.. Apa yang terjadi pada ibu kalian?" akhirnya dia bertanya.

"Ibuku akan melahirkan," jawab izumi.

"Dan kalau kau tidak juga membantunya aku akan benar-benar menghancurkan rumah sakit sialan ini!" sambung Sora.

Tanpa berlama-lama lagi, suster itu segera berlari keluar. Saat ia bertemu Suzuna, dengan segera sang suster mengangsurkan kursi roda pada Mamori. Dengan kerja cepat dan cekatan ia sudah membawa Mamori ke ruang bersalin. Tentu saja setelah itu ia kembali ke meja resepsionis dan membiarkan dokter beserta para staf-nya bekerja.

Sementara itu Sora, Izumi dan Suzuna hanya bisa menunggu dengan harap-harap cemas. Izumi duduk di samping Sora yang tampak tenang dengan wajah pucat, sementara Suzuna malah mondar-mandir tidak jelas. Sesekali ia menatap kearah pintu ruang bersalin dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan.

"Kenapa Yuta lama sekali," ia bergumam pelan.

"Ibu….!"

Baru saja Suzuna menghentikan kalimatnya. Telinganya sudah mendengar kalimat itu yang kemudian disusul suara langkah-langkah kaki yang tidak beraturan. Suzuna menoleh cepat dan menangkap sosok Yutaro yang tengah berlari kearahnya bersama Youichi, Sena, dan semua anggota Amefuto Jepang lainnya. Bahkan tampak juga Karin, Julie dan Wakana.

"Bagaimana kondisi Mamori-chan?" tanya Karin pada Suzuna.

"Entahlah, Mamo-nee masih di dalam," Suzuna menjawab seadanya. Ia melirik Sena yang tampak cemas.

Sementara Youichi dengan raut wajah yang tenang berkat poker face miliknya menghampiri dua anaknya. Ia berjongkok di depan mereka dan memberikan pandangan datar. "Kenapa wajah kalian berdua jelek begitu?" tanyanya sarkastis.

Sora dan Izumi saling pandang kemudian menatap ayah mereka. Begitu juga anggota tim lainnya. Mata mereka semua terpaku pada sosok Youichi.

Selama bertahun-tahun mereka mengenal komandan neraka itu, baru kali ini mereka menyaksikan Youichi berada diantara putra-putrinya. Setan itu tampak berbeda. Ia tampak lembut dibalik topeng akuma-nya.

"Ibu akan baik-baik saja kan, ayah?" tanya Izumi.

Youichi menangguk. "Dia pernah mengalami ini sebelumnya dan aku yakin kalau dia juga bisa melewati yang sekarang," jawabnya. "Kalian pasti tidak menghubungi nenek sialan kalian?"

Sora dan Izumi menggeleng kompak.

"Tch," Youichi berdecak kesal kemudian beranjak dari tempatnya. "Cebol sialan, hubungi orang tua istri sialanku," perintahnya pada Sena sembari melempar sebuah handphone yang langsung ditangkap Taka yang kebetulan berdiri di dekat Sena.

"I.. Iya," jawab Sena segera menghubungi Mami Anezaki setelah menerima handphone dari Taka.

"Kau tenang sekali," Yamato berjalan mendekati Youichi. "Apa kau tidak takut terjadi sesuatu pada istrimu?"

"Memangnya aku harus ngapain? Aku cemas juga tidak bisa membantu bayi sialan itu keluar dari perut istri sialan. Istri sialanku pasti bisa melakukannya dengan mudah, karena dia bukan wanita biasa," Youichi menyeringai diakhir kalimatnya.

"Yah, wanita yang berhasil hidup bersamamu selama bertahun-tahun tentu saja bukan wanita biasa," sahut Taka kalem sambil duduk di samping Sora dan Izumi. Ia kemudian membuka buku yang ia bawa. Mengabaikan tatapn Youichi yang menusuknya.

"Itu benar," sambung Yamato. "Kita memang tidak boleh terlalu cemas," ia melanjutkan dengan senyuman absolut-nya.

"Tuan Hiruma,"

Semua yang berada di sana menoleh mendengar suara itu. Seorang pria dengan stelan baju putih tampak berdiri di depan pintu ruang bersalin.

"Ya," jawab Youichi singkat dan tegas. "Ada apa dokter sialan?" ia berjalan mendekati pria itu. Youichi bisa melihat raut wajah pucat dokter yang kini tepat berada di depannya itu. Tapi ia tahu, ekspresi itu bukan karena terjadi sesuatu pada Mamori, melainkan rasa ketakutan sang dokter pada aura gelap miliknya.

"Se.. Selamat," ucapnya agak gugup.

Youichi menaikan sebelah alisnya yang entah mengapa membuat dokter itu tambah gemetar.

"Berhenti menakut-nakutinya, Ayah. Aku ingin dengar apa yang akan dia katakan!" kata Sora agak kesal sembari berjalan menuju ayahnya. Izumi mengikutinya dari belakang.

Youichi menoleh sebentar kearah Sora kemudian kembali menatap dokter di depannya. "Bagaimana kondisi istriku, dokter sialan?" tanyanya.

"Selamat, bayi anda…" dokter itu menelan ludahnya sebentar. Rasanya baru kali ini ia merasa takut pada keluarga pasiennya.

"Adikku sudah lahir?" pekik Izumi kegirangan.

Dokter itu mengangguk cepat. "Bayi anda laki-laki," akhirnya ia mengakhiri kalimatnya.

Sudut bibir Youichi terangkat membentuk sebuah seringai bangga. Teman-teman di sekitarnya langsung memberinya ucapan selamat secara bergantian.

"Aku menang adik sialan," bisik Sora di telinga izumi. "Sesuai peraturan kau jadi budakku seumur hidup."

"Kita bicarakan itu nanti saja Sora-kun," sanggah izumi yang terlalu larut dalam kesenangan bersama orang-orang di sekitarnya.

"Kapan aku bisa bertemu istri dan bayi sialanku, dokter sialan?" tanya Youichi.

"Ehm.. Itu, sebenarnya nyonya Hiruma masih belum bisa ditemui-"

"Begitukah?" potong Youichi. Ia memamerkan deretan gigi runcing miliknya. Seolah siap menerkam dokter itu kapan pun ia mau.

"Tapi, anda bisa menengoknya sebentar," kata sang dokter akhirnya.

"Bagaimana dengan kami?" tanya Sora ikut-ikutan.

"Tentu saja kalian ikut bocah-bocah sialan," kata Youichi menatap dua buah hatinya. "Bukan begitu, dokter sialan?" kali ini bola mata berwarna hijau itu menatap sang dokter.

"Te.. Tentu saja," dokter itu mengagguk gugup.

Youichi menyeringai sambil menatap dua anaknya. "Ayo anak-anak," katanya kemudian berjalan memasuki ruangan itu. Ia berrhenti sejenak menatap wanita cantik yang terbaring di tempat tidur tak jauh dari tempatnya berdiri. Sora dan izumi juga mengikuti arah pandangan ayah mereka.

"Ibu-"

"Diam," tegur Youichi dalam sebuah bisikan.

Izumi segera saja membungkam mulutnya kemudian mengangguk. Ia dan Sora kemudian mengikuti langkah ayah mereka yang mendekati tempat tidur dimana ibu mereka berbaring.

Tangan panjang milik Youichi membelai lembut rambut Mamori, membuat wanita itu menoleh kearahnya.

"You," ucapnya pelan dan parau.

"Hm," Youichi menjawab singkat. Ia kemudian memberikan kecupan ringan di kening istri tercintanya. "Anak kita laki-laki," ia berbisik. Mamori mengangguk lemas.

"Apa ibu baik-baik saja?" tanya Izumi.

Mamori menoleh kearah putrinya dan membelai rambut Izumi lembut. "Ya sayang, ibu baik-baik saja," ia tersenyum.

"Ibu harus banyak istirahat," sambung Sora dengan wajah datar. Mamori kembali mengangguk.

"Kami akan segera kembali," Youichi mengecup kening Mamori lagi sebelum ia memberikan komando pada putra-putrinya untuk keluar kamar dan membiarkan malaikat kesayangan mereka itu istirahat.

~Wakareru?~

Setelah Mamori dipindahkan ke kamar rawat. Barulah keluarga Hiruma dan teman-temannya diizinkan menengok Mamori dan putra kecilnya. Sora, Izumi dan bahkan Yutaro tidak bisa menyembunyikan ekspresi bahagia mereka. Izumi berkali-kali mengecup adik kecilnya yang tengah berada dalam gendongan sang ayah.

"Lucu sekali ya," ucap Yutaro. "Aku juga jadi ingin punya adik," ia melanjutkan.

"Minta saja pada orang tuamu cebol sialan," Sora menanggapi sambil menyeringai lebar. "Bagaimana taruhannya?" ia kemudian melirik Izumi.

"Kau ini cerewet sekali ya Sora-kun!" omel Izumi melihat tingkah saudaranya itu.

"Kekekekekeke….. Kau sudah berani membentakku ternyata," Sora menyeringai, ia kemudian mengeluarkan buku hitam dan mulai mencatat sesuatu.

"Dasar!" Izumi menggerutu kecil. Lalu menoleh kearah Yutaro. "Sora-kun benar. Kalau kau mau adik, minta pada ayah dan ibumu saja," kata Izumi.

Yutaro mengangguk kemudian menolehkan kepalanya, mencari keberadaan orang tuanya. Tapi, entah sejak kapan pasangan Kobayakawa itu sudah tidak ada di sana.

"Mana ayah dan ibu?" ia bertanya.

Sora dan Izumi juga ikut memandangi seluruh ruangan. Tapi tak menemukan orang tua teman mereka.

"Mungkin mereka di luar," kata Izumi.

Yutaro diam sebentar kemudian berlalu ke pintu keluar. Tapi kemudian langkahnya terhenti melihat Suzuna dan Sena yang sepertinya sedang bertengkar.

"Bu.. Bukan begitu Suzuna-chan, hanya saja-"

"Ahh… Sena, kau selalu saja begitu. Menyebalkan!"

Yutaro diam. Ia tak beranjak sedikit pun dari tempatnya. Ia bahkan tak berkedip. Selama ini ia belum pernah melihat orang tuanya bertangkar.

"Ada apa Yutaro-" Izumi menghentikan kalimatnya dan mengikuti arah pandangan Yutaro. "Eh..?" ia memekik pelan.

Sora yang juga mengikuti langkah mereka memperhatikan tingkah dua orang itu. Ia menyeringai. "Cebol sialan, sepertinya yang akan bercerai itu orang tua sialanmu, bukan orang tuaku," ujarnya dengan suara yang amat pelan.

"HIEEE…..!" Yutaro hampir berteriak.

"Sora-kun jangan ngaco!" Izumi memarahi.

Sementara Sora hanya terkekeh melihat tampang dua orang itu. Yutaro terdiam lalu beranjak pergi meninggalkan Sora dan Izumi.

"Yutaro-kun!" panggil Izumi. Tapi pria kecil itu mengabaikannya. "Sora-kun, apa yang lakukan? Kau membuat Yutaro-kun bersedih!" tuntut Izumi seraya mendelik tajam kearah Sora.

"Aku tidak melakukan apa pun kan, aku cuma bilang kalau mungkin saja yang akan bercerai itu orang tuanya," jawab Sora santai.

"Tapi kau membuatnya sedih!"

"Itu juga yang dia lakukan padamu kan?"

Mata hijau milik Izumi menatap Sora lekat-lekat, namun tak mampu mengucapkan apa pun. Ia membiarkan Sora pergi dari hadapannya.

~Wakareru?~

"Suzuna-chan, kita tidak perlu membicarakan itu di sini kan?" tanya Sena pada istrinya yang masih ngambek.

"Tapi aku juga ingin memberikan adik buat Yuta. Pokoknya kau harus mau, aku harus hamil."

"HIEEE…..!" Sena memekik. Wajahnya yang masih tampak imut-imut memerah mendengar keinginan istrinya. "Jangan bicarakan hal ini di sini Suzuna-chan…" ungkapnya yang mungkin malu.

"Baiklah, tapi setelah sampai rumah kita akan bahas itu lagi!" kata Suzuna kemudian berlalu meninggalkan Sena.

~Wakareru?~

Matahari sudah mulai menyembunyikan dirinya dalam naungan malam. Kini, kamar rawat Mamori sudah mulai sepi. Hnaya menyisakan Youichi dan anak-anaknya yang masih menemani Mamori.

"Ayah, adik akan kita beri nama siapa?" tanya Izumi seraya menatap ayahnya yang tengah sibuk dengan laptop tercintanya.

Youichi melirik putrinya itu sekilas. Ia menutup laptopnya dan berjalan menghampiri Izumi, Sora dan Mamori.

"Benar You, kau ingin menamainya siapa?" kali ini giliran Mamori yang bertanya.

"Yuya" ucap Youichi pelan.

"Eh?" Mamori memutar bola matanya. Sementara Izumi dan Sora saling pandang. "Sepertinya, aku pernah dengar nama itu," ungkap Mamori. "Tapi dimana, dan siapa yang mengucapkannya, aku lupa."

Youichi tak mengatakan apa pun. Ia menatap Mamori sebentar kemudian memutar tubuhnya, melangkah menuju pintu keluar meninggalkan tiga orang itu. Mamori memandangi punggung suaminya sampai menghilang di balik pintu.

"Ada apa dengannya?" tanya Sora yang merasa aneh dengan sikap ayahnya.

"Entahlah, tapi ayah terlihat murung," Izumi berasumsi.

"Tidak usah memikirkannya anak-anak, ayah kalian akan baik-baik saja," ungkap Mamori seraya memberikan senyuman malaikat andalannya pada dua buah hatinya itu.

Izumi mengangguk kemudian membetulkan letak selimut Mamori. "Jadi, nama adik kita Yuya? Yuya Hiruma?" tanyanya.

Mamori tersenyum kemudian mengangguk.

"Aku pergi dulu sebentar," Sora melompat turun dari kursinya lalu setangah berlari keluar dari kamar.

~Wakareru?~

Mata hijau emerald yang menawan milik Youichi Hiruma masih tak berkedip memandangi sosok bayi mungil dalam ruangan yang tepat berada di depannya. Begitu banyak bayi mungil yang terlelap di sana, dan satu bayi miliknya itu mampu membuat setan ini terus mengawasinya. Seolah bayi kecil itu akan lenyap jika ia mengalihkan pandangannya sebentar saja. Mulutnya sibuk membuat balon dari permen karet dalam mulutnya. Wajahnya tampak datar.

Kenapa kalian begitu mirip? Hati kecilnya bicara. Masih terus memandangi sosok putranya yang tengah terlelap dalam box bayi yang dan selimut biru yang hangat.

"Ayah,"

Youichi menoleh keasal suara saat ia mendengar panggilan itu. Matanya membulat melihat Sora yang entah sejak kapan ada di sampingnya.

"Apa, bocah sialan?" tanyanya ketus.

"Kau kenapa?" Sora malah balik bertanya. Ia mengikuti arah pandangan ayahnya. "Bukankah bayi itu menggemaskan," ungkapnya jujur.

"Keh, kenapa bicaramu jadi mirip ibu sialanmu, heh?" Youichi mengalihkan pembicaraan.

"Kalau tidak mirip harus dipertanyakan aku ini anak siapa," celetuk Sora yang sempat membuat Youichi menaikan sedikit alisnya.

"Kekekekekeke…" manusia setengah iblis itu malah tertawa.

"Nama adik sialanku itu Yuya?" tanya Sora. "Sepertinya aku pernah bertemu seorang paman yang namanya sama dengan nama itu. Dia terus memperhatikan aku dan adik sialan waktu itu."

"Dimana kau bertemu dengannya?" tanya Youichi yang langsung menatap mata biru milik putranya.

"Di jalan. Saat aku dan Izumi pulang sekolah. Dia membelikan cream puff buat kami."

Youichi diam dan terus menatap putranya. Dia bisa merasakan jantungnya berdegup sedikit lebih cepat dari biasanya.

"Tapi bohong!" celetuk Sora yang kemudian menjulurkan lidahnya meledek sang ayah.

Muncul tiga sudut siku-siku di dahi Youichi begitu mendengar pengakuan anak itu. "Bocah sialan. Beraninya kau!"

"Kekekekekekekeke….." Sora malah terkekeh. "Yuya itu nama kakekku kan?" tanyanya tiba-tiba yang sejujurnya membuat Youichi terkejut. Namun berkat keahliannya, ia bisa menutupi perasaannya.

"Dari mana kau tahu?"

"Sama seperti caramu mencari tahu rahasia orang lain," jawab Sora kalem.

Selama sepersekian detik Youichi terdiam, tapi kemudian ia menyeringai. Ia tidak pernah membayangkan kalau putranya sudah sangat jenius diusia yang masih muda.

"Sudah ya.. Ayah sialan, aku mau menemui ibu dan adik sialan," Sora pergi begitu saja meninggalkan Youichi yang masih berkutat dengan pikirannya sendiri.

"Bahkan Mamori saja belum tentu tahu siapa itu Yuya," ia bergumam. "Kau memang hebat, Sora Hiruma," sekali lagi, setan itu menyeringai memperlihatkan gigi-giginya yang tajam dan runcing.

~Wakareru?~

"Dari mana saja kau?"

Youichi menghentikan langkahnya sebentar saat mendengar suara itu. Ia menatap sosok istrinya yang tengah terbaring di tempat tidur seraya menatapnya. Youichi menutup pintu di belakangnya kemudian menghampiri istrinya.

"Aku hanya jalan-jalan sebentar," jawabnya. Ia mengedarkan pandangannya. Mencari putra-putrinya. "Mana bocah-bocah sialan itu?" tanyanya.

"Tadi mereka pulang bersama Ibu," jawab Mamori. "You, kau baik-baik saja?" tanyanya sambil menatap Youichi.

Suaminya itu menarik sebuah kursi dan duduk di samping tempat tidur Mamori. "Kapan ibu sialanmu datang?"

"Jangan mengalihkan pembicaraan!" protes Mamori. " Ibu tadi datang tidak lama setelah kau keluar."

Youichi mengangguk.

"Yuya Hiruma itu, nama ayahmu kan?"

Youichi menoleh kearah Mamori mendengar pertanyaan itu. "Kata siapa, istri sialan?"

"Aku ingat, waktu Christmas Bowl aku pernah melihatnya. Dan waktu Rice Bowl juga dia datang menonton kan?"

"Tch, kejadian yang sudah lama begitu, masih saja kau ingat. Dasar mantan manajer sialan," cibir Youichi.

"Sepertinya, ayah selalu mengawasimu, dia seolah selalu menjagamu, dia juga selalu mendukungmu kan?" Mamori menatap Youichi lekat.

"Entahlah," Youichi menjawab cuek.

"Kau menyayanginya kan?"

"Aku membenci-"

"Kau ingin membencinya, tapi nalurimu sebagai seorang anak tidak bisa melakukan itu," Mamori memotong ucapan Youichi dengan cepat.

Youichi mengangkat kepalanya dan menatap mata istrinya. Ia beranjak mendekati Mamori dan memberikan kecupan ringan di keningnya. "Kau tidurlah," ucapnya.

"Suatu saat nanti aku berharap kau akan menceritakan padaku tentang keluargamu," kata Mamori. Tapi sama sekali tak digubris Youichi. Wanita itu terus memperhatikan suaminya yang malah mulai sibuk dengan laptop. Ia menghela nafas pelan. "Minggu depan Sora dan Izumi ulang tahun," ia mengalihkan pembicaraan.

"Aku ingat," jawab Youichi tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

Sekali lagi Mamori memperhatikan Youichi. Ia bisa melihat wajah suaminya tampak lelah. Mamori tersenyum kecil kemudian merapatkan selimutnya dan mulai mencoba untuk tidur.

~Wakareru?~

Setelah empat hari Mamori istirahat total di rumah sakit. Akhirnya ia bisa pulang ke rumah. Hari-hari keluarga kecil itu jadi tampak berbeda sejak kehadiran bayi mungil yang kini resmi bernama Yuya Hiruma. Yuya memiliki fisik yang lebih mirip dengan Youichi, rambutnya hitam pekat dan bola mata hijau tosca. Mungkin gigi-gigi Yuya juga akan seperti Youichi, runcing dan tajam. Sayang hal itu belum bisa dipastikan.

"Ayo, Yuya sayang… bilang otanjoubi omedetou nee-chan," kata Izumi pada adiknya yang tengah tiduran di box bayi. Hari ini ia dan Sora tepat berumur tujuh tahun, dan keduanya menganggap kehadiran Yuya adalah kado terindah yang mereka dapatkan.

Sora tersenyum kecil di samping izumi sambil terus memandangi adiknya. Sementara Yuya kecil itu hanya tertawa sambil menggeliat pelan. Matanya yang hampir sama dengan Izumi membulat memperhatikan kakak-kakaknya

"Kau juga kalau sudah besar mau jadi seperti ayah, heh. Adik sialan?" tanya Sora sembari menyeringai.

"Sora-kun jangan panggil dia seperti itu!" izumi menegurnya.

"Suka-suka aku, adik jelek. Kau itu kalah taruhan, sekarang jadi budak abadiku! Kekekekekeke"

"Dasar akuma," cibir Izumi pelan.

Tak jauh dari mereka tampak Mamori dan Youichi tengah mengawasi anak-anak itu. Mamori tersenyum kecil sementara Youichi sok cuek sambil mengunyah permen karet favorite-nya. Satu tangannya merangkul bahu Mamori.

"Melihat mereka aku jadi ingat sesuatu," kata Mamori memulai pembicaraan.

"Apa?" tanya Youichi malas.

"Kau ingat tidak, waktu Ken masih kecil dan kita berdua merawatnya, lalu-"

"Lupa," Youichi memotong ucapan Mamori dengan santainya. Ia membuang muka dan terus sibuk dengan permen karetnya.

"Mou.. Kau ini!" kata Mamori sebal sambil memukul ringan lengan suaminya.

TING TONG

Mamori menoleh sebentar mendengar suara itu. Ia kemudian beranjak dari tempatnya menuju pintu depan. Mamori membukanya dan mendapati seorang pria yang mungkin berumur sekitar lima puluhan. Ia memperhatiakan pria itu dengan seksama. Wajahnya nampak tidak asing.

"Bingkisan untuk Youichi," kata pria itu membuyarkan lamunan Mamori.

"Eh?" untuk beberapa detik Mamori tertegun. Ia menatap lagi pria itu sebelum menerima sebuah bingkisan yang lumayan besar. "Domou arigatou," ucapnya kemudian.

"Permisi,"pria yang berdiri di depannya itu kemudian pamit dan mulai melangkah meninggalkan Mamori.

"KAKEK!"

Mamori rasanya hampir mendapatkan serangan jantung mendadak mendengar teriakan itu. Ia bisa melihat putranya-Sora melompat dan berlari menuju pria itu. Dengan cepat ia memeluknya dari belakang.

"Sebentar saja, biarkan seperti ini sebentar saja. Kek," ucap pria kecil itu pelan.

"Kakek?"

Kali ini Izumi yang berbicara. Gadis itu melangkah mendekati Sora dan pria yang ia panggil kakek itu. Matanya berkaca-kaca dan dengan segera Izumi memeluknya.

"Kenapa kakek tidak pernah menemui kami?" tanyanya pelan.

"Kakek sibuk, maaf ya anak-anak," jawab pria itu seraya mengelus puncak kepala Izumi dengan lembut.

Mamori masih diam di tempatnya. Ia kembali menatap bingkisan di tangannya dan membaca kartu ucapan yang tertera di sana. "Yuya Hiruma," ia bergumam.

"Tch,"

Wanita itu menoleh dan mendapati Youichi sudah ada di sampingnya. Menatap pria yang tengah bersama dua anaknya itu dengan pandangan malas dan benci. Tapi, Mamori juga bisa melihat raut rindu dari wajah setan di sampingnya itu.

Youichi berbalik dan siap untuk pergi kalau saja Mamori tak menahan tangannya. Pria itu menoleh kearah Mamori. Tapi Mamori mengabaikan pandangan membunuh suaminya. Ia memilih untuk menemui pria tadi.

"Ayah," ucapnya pelan sambil tersenyum. "Masuklah dulu, akan kubuatkan teh," lanjutnya.

Pria itu-Yuya menatap Mamori. Menatap senyuman tulus milik malaikat itu. Kemudian menatap Youichi yang tengah membuang muka. Atau mungkin menghindari kontak mata dengannya.

Ia tersenyum dan kembali menatap Mamori. "Tidak perlu, terima kasih banyak ya," ia menyentuh pipi Mamori penuh kasih sayang. "Aku titip Youichi padamu."

"Tak perlu ikut campur tua bangka-"

Youichi tak sempat meneruskan kata-katanya karna Yuya-ayahnya dengan cepat memeluk Youichi. Erat.

Satu detik.

Youichi tak menolak dan membiarkan sang ayah memeluknya. Entahlah. Sepertinya ia merindukan saat seperti ini. Ia bahkan lupa, kapan orang tuanya memberikan pelukan padanya.

Di sampingnya, Mamori tersenyum. Perlahan ia melepaskan genggamannya di tangan Youichi. Membiarkan suaminya membalas pelukan itu.

Youichi masih diam dan membiarkan Yuya terus memeluknya. Sampai akhirnya, ia mengangkat tangannya dan membalas pelukan sang ayah.

"Terima kasih,"

Telinga runcing itu mampu mendengar dengan jelas desisan ayahnya yang terdengar tulus. Ia tak merespon. Detik berikutnya Youichi melepaskan pelukan itu. Tanpa bicara apa pun ia berlalu menuju rumahnya.

"Ayah, kalau kau mau datanglah setiap waktu ke sini," kata Mamori lembut.

"Benar, kakek bisa bermain di sini bersama kami," lanjut Izumi.

"Terima kasih anak-anak, kalau ada waktu luang, aku akan mampir."

"Ayah jangan lupa jaga kesehatan ya," ucap Mamori. Yuya tersenyum sambil menatap menantunya.

"Ya, sudah ya. Aku pulang dulu," ia kembali berpamitan.

"Hati-hati di jalan," pesan Mamori. Dalam hatinya ia bersyukur bisa melihat sosok ayah dari suaminya yang selama ini selalu menjadi misteri. "Ayo masuk anak-anak," ajaknya kemudian melangkah kembali ke rumahnya.

"You," ucap Mamori pelan seraya mengecup pipi suaminya saat ia menemui Youichi di ruang keluarga. "terima kasih sudah menjadi suami terbaik," lanjutnya.

Youichi menyeringai. "Ayah sialan itu bawa apa?"

"Hm.. Sepertinya baju untuk Yuya junior," jawab Mamori sambil membuka bingkisannya.

"Ini ulang tahun terbaik, terima kasih ayah, ibu," ungkap Izumi mengecup pipi kedua orang tuanya secara bergantian.

Sora hanya tersenyum kemudian kembali menuju adiknya. "Kau juga bahagia kan, adik sialan?" ia menyeringai.

Yuya junior itu hanya tertawa kecil melihat seringai kakaknya.

OWARI

Dengan gajenya


Nyahahahahahahahaha…

Saia pengen ngucapin makasiiiiiih banyaaaakk buat semuanya yang udah baca, review, dan menyempatkan diri buat kasih ide. Akhirnya nama yang dipake buat anak HiruMamo malah Yuya, saia kepikiran nama itu waktu baca ulang chapter-chapter sebelumnya fic ini. Gaje? masih banyak misteri yang belum terpecahkan? itu artinya cerita ini tetap bisa berlanjut#dor

O iya, saia mau minta maaf buat teman-temen yang request anak HiruMamo kembar lagi, gak bisa terlaksana, gomen sangat.

Nah, gimana kelanjutan cerita keluarga Kobayakawa? Nyehehehehehe akan kita bongkar bersama-sama nanti.

Terakhir Minna… silahkan review sebelum menekan tombol back

Arigatou Gozaimasu… sampai ketemu dicerita yang lain…..