Hai mina... jangan ketipu ini apdetan... XD

Sebenernya ini cuma editan aja, terus kusa bagi dua biar satu chappy ga terlalu panjang

Okay... I had warned you... okay... (^w^)

Disclaimer: BLEACH punya Tite Kubo

Ketika waktu Telah Habis

Chapter: 2

Ichigo menatap teman-temannya, yang berlari di bawah terik matahari, dari bawah pohon yang rindang. Ia bersandar di batangnya yang kokoh dan menikmati angin yang berhembus perlahan dan begitu sejuk. Lalu tiba-tiba ia merasakan seseorang duduk di sebelahnya.

Kemudian sang remaja berambut orange itu menolehkan wajahnya dan bertatapan dengan senyuman lembut Toushiro. Sang gadis berambut putih duduk di sebelah dengan kedua lututnya ia lipat ke dadanya, "Hai..." sapa Ichigo sambil tersenyum kepada sang gadis berambut putih. Matanya berbinar senang.

"Hai Ichigo..." jawab Toushiro dengan suara lembut dan manis.

Wajah Ichigo merona. Gadis di hadapannya sangat cantik. Ia merasa sangat beruntung bisa bertemu dan melihat sang gadis berambut putih tersebut. Lalu tatapan Ichigo kembali ke lapangan basket mencoba mengalihkan tatapan sang gadis bermata emerald dari wajahnya yang merona ke lapangan.

Sang remaja berambut orange mendapati Renji mempassing bola kepada Uryu yang kemudian di potong oleh Chad. Kemudian Chad mengopernya kepada Hisagi yang kemudian melakukan shoot. Sayangnya tembakannya gagal dan di rebut oleh Izuru.

Untuk sementara waktu, mereka duduk berdua di bawah pohon itu tanpa berkata apapun sampai akhirnya Ichigo membuka pembicaraan, "Hei Toushiro, apa kau benar-benar bukan manusia?" tanya Ichigo masih penasaran dengan idenditas gadis misterius itu.

Toushiro menganggukan kepalanya.

"Apa kau sejenis makhluk halus?" tanya Ichigo lagi sambil menatap Toushiro dengan tatapan penasaran. Toushiro mengangkat sebelah alisnya kepada Ichigo.

"Yah... mungkin bisa dikatakan seperti itu." jawab Toushiro sambil menyandarkan pundaknya pada pundak sang remaja berambut orange. Wajah Ichigo kembali merona. Tetapi ia membiarkan Toushiro bersandar di pundaknya. Untuk sementara waktu mereka kembali terdiam sambil menonton teman-teman sang remaja berambut orange berlatih.

"Sejak kecil aku ingin tahu. Ketika manusia meninggal... Kira-kira kemana mereka pergi ya?" gumam Ichigo pelan. Tetapi cukup keras untuk Toushiro dengar.

Toushiro mengangkat kepalanya dari pundak Ichigo dan menatap mata Ichigo dengan tatapan sedih, "Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya Toushiro sedih.

"Ibuku meninggal ketika aku masih kecil. Aku ingin tahu, kira-kira ke mana ia pergi setelah ia meninggal." Jelas sang remaja berambut orange.

Toushiro terdiam, tetapi kemudian ia tersenyum lembut, "Yang pasti ia pergi ke suatu tempat yang tenang dan damai." Jawab Toushiro.

Setelah hari itu, setiap hari Toushiro datang menemui Ichigo untuk mengobrol atau menonton Renji dan yang lainnya berlatih bersama-sama. Semakin sering mereka bertemu, Ichigo semakin menyukai gadis berambut putih itu, tak peduli sang gadis bukan manusia atau makhluk apapun. Ia merasa sangat nyaman berada di dekat sang gadis berambut putih..

~H~

Dua hari sebelum pertandingan perempat final...

"Ichigo... hei tukang tidur! Ayo cepat bangun!" kata Renji sambil menjepit hidung Ichigo yang sedang tertidur dengan lelap dengan dua jarinya.

Sekarang ini ia berasama tim basket SMA Karakura sedang berada di dalam bus menuju kota Tokyo –kota tempat pertandingan perempat final kejuaran basket nasional berlangsung. Tak lama lagi mereka akan sampai di penginapan tempat mereka menginap selama di Tokyo. Dan sejak di tengah perjalanan tadi, sang remaja berambut orange terus tertidur sangat lelap.

Merasakan sulit bernafas, dengan spontan Ichigo terbangun dan menyingkirkan tangan Renji yang menjepit hidungnya. Ichigo mengirim death glare kepada Renji yang sedang menyengir kepadanya, "Akhirnya bangun juga. Setiap ada kesempatan kau selalu saja tidur. Dasar putri tidur!" Kata Renji sambil mengacak-acak rambut orange Ichigo yang sudah berantakan sebelumnya.

"Berisik..." kata Ichigo sambil menyingkirkan tangan Renji dengan tangan kanannya dari kepalanya.

"Wai...! Ichigo-kun jadi putri tidur sekarang," teriak Orihime tiba-tiba muncul dari bangku di depan Ichigo dengan nada bersemangat sambil mengakat kedua tangannya ke udara. Sama seperti Rukia, Inoue Orihime adalah manager tim basket SMA Karakura.

"Benar sekali! kemarin ia dihukum berdiri di koridor karena tertidur saat jam pelajaran," kata Uryu sambil menatap Ichigo dari sudut kaca matanya, "Yang ajaibnya, ternyata di koridor pun ia tertidur."

Mendengar perkataan Uryu, seluruh anggota tim yang berada di dalam bis itu tertawa terbahak-bahak. Ichigo mengirim death glare kepada Uryu, tetapi ia tidak berkata apa-apa kepadanya. Belakangan sang remaja berambut orange itu menjadi lebih pendiam dan juga kikuk dari sebelumnya. Semua pekerjaan yang dilakukannya selalu saja salah atau berakhir mengenaskan.

Akhirnya bis yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah penginapan yang cukup besar. Lalu seluruh anggota tim basket segera mengambil bawaan mereka dan keluar dengan bersemangat dari dalam bus.

Perlahan Ichigo bangkit dan mengambil barang bawanya yang tidak terlalu banyak. Lalu dengan perlahan dan lunglai ia berjalan keluar dari dalam bus mengikuti teman-temannya yang berjalan di depannya. Ichigo tersenyum ironis. Pada hal dulu ia yang selalu yang paling bersemangat turun dari bus dan berjalan di hadapan teman-temannya. Menyedihkan sekali... sejak kapan ia jadi selambat ini...

~H~

"Hei... Ichigo, ayo cepat! Kalau tidak kau akan kami tinggal," teriak Renji yang sudah lebih dahulu berjalan di depannya bersama dengan anggota tim yang lainnya.

Masih ada satu hari lagi sebelum pertandingan perempat final dimulai. Mereka sudah berlatih dengan keras, oleh karena itu mereka mengisi kesempatan yang ada dengan bersantai dan berjalan-jalan mengelilingi kota Tokyo. Tidak sering mereka datang ke kota Tokyo seperti ini.

"Hai...!" jawab Ichigo sambil berusaha mempercepat langkahnya untuk mengejar teman-temannya yang sudah jauh di depannya. Lalu ketika ia melihat atap gedung olah raga di sisi lain jalan, langkah sang remaja berambut orange terhenti. Kemudian ia menyuruh teman-temannya untuk pergi terlebih dahulu dan menuju gedung olah raga itu.

Ichigo memasuki gedung olah raga yang merupakan tempat akan berlangsungnya pertandingan perempat final dan final yang akan datang. Lalu ia berjalan ke tengah lapangan basket dan terdiam tepat di tengah lapangan itu. Setiap tahun hingga tahun lalu ia masih bertanding di tempat itu.

Ia ingat pernah melompat dan mengangkat tangannya setinggi-tingginya hanya demi meraih sebuah benda bulat berwarna orange yang melambung di atas kepalanya bagaikan ingin meraih matahari. Ketika ia mendapatkan 'matahari' itu, ia langsung mengopernya kepada Renji yang kemudian segera berlari dengan bersemangat bagai menyongsong masa depan. Setelah itu para penonton dan suporter akan bersorak-sorak memberi semangat kepada mereka. Sang remaja berambut orange masih mengingat suara orang-orang berteriak memberi semangat kepadanya menggema di gedung yang luas itu bahkan hingga keluar gedung.

Ichigo masih mengingat jelas saat ia berjuang mendribel bola melewati Ulquiorra Schiffer, kapten tim Espada yang sangat berbakat dan berlevel internasional. Juga berusaha merebut bola dari Grimmjow, salah satu pemain kuat di tim Espada. Ia ingin melakukannya sekali lagi... berlari di lapangan itu dan berjuang bersama teman-temannya untuk mengalahkan tim Espada. Ia ingin merasakan perasaan mendebaran juga meluap-luap seperti saat itu lagi. Ia ingin. Hanya saja... dengan tubuhnya saat ini... itu hanya terdengar seperti impian mustahil anak kecil...

Ichigo melihat sebuah bola basket di pinggir lapangan. Lalu ia menghampiri dan mengambil bola itu. Perlahan sang remaja berambut orange memantulkan bola itu ke lantai dan berlari mendribelnya ke tengah lapangan menuju ring. Tetapi kemudian ia kehilangan keseimbangannya dan terjatuh telengkup di tengah lapangan. Kemudian berguling hingga ia telentang dan meletakkan kedua tangannya di wajahnya dengan frustasi.

Lalu ketika ia menyingkirkan tangannya dari wajahnya, Ichigo melihat Toushiro berdiri di sampingnya, menatap dirinya sambil tersenyum lembut.

Hanya dengan melihat wajah sang gadis bermabut putih, perasaan frustasi Ichigo hilang. Kemudian ia ersenyum kepada gadis berambut putih itu dan segera bangkit, "Hai... Toushiro, tak kusangka kau akan mengikutiku hingga ke Tokyo." kata Ichigo sambil membersihkan debu yang menempel di bajunya.

"Ya... begitulah." kata Toushiro sambil berjalan mengambil bola basket tadi dan mendribelnya kearah Ichigo. Kemudian ia melempar bola itu kepada Ichigo yang segera menerimanya dan mebawanya ke daerah two point. Dari situ ia menembakkan bola ke arah ring, sayangnya bola itu meleset dari sasaranya.

Ichigo menatap telapak tangannya yang gemetar, "Aneh sekali, pada hal sebelumnya aku selalu bisa memasukkannya dari jarak sedekat ini." kata Ichigo sambil mengepalkan tangannya kesal.

Toushiro mengambil bola itu kembali, "Coba lagi..." kata Toushiro sambil melemparnya kepada Ichigo.

Sang remaja berambut orang itu dengan spontan mengangkat tangan kanannya dan menahan laju bola itu. Tetapi kemudian ia membiarkan bola itu mematul di lantai dan hanya menatapnya dengan mata coklatnya yang membesar.

~H~

Ichigo menatap Toushiro yang mendarat di hadapanya dengan sangat anggun, "Maaf Toushiro, apa kau sudah menemukan penginapannya?" tanya Ichigo kepada Toushiro.

Sang gadis berambut putih menganggukan kepalanya dan tersenyum kepada sang remaja berambut orange.

"Maaf, Toushiro! Aku tidak ingat di mana penginapan itu dan membuatmu mencarinya. Aku juga lupa membawa handphoneku, jadi aku tidak bisa menelepon Renji memintanya menjemputku." Kata Ichigo dengan wajah merona. Akhir-akhir ini ia menjadi sangat pelupa.

Toushiro menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa, aku senang bisa membantumu." Kata sang gadis berambut salju sambil menggandenga tangan kanan Ichigo. Toushiro tersenyum lembut kepada Ichigo lalu ia menghantar sang remaja berambut orange kembali ke penginapannya.

Sesampainya di penginapan, Ichigo di sambut oleh orang yang terduga –ayah dan kedua adik kembarnya. Rupanya mereka mengikuti Ichigo ke Tokyo dan menyewa ruangan di penginapan yang sama dengan sang remaja berambut orange.

"Ichigo...!" kata Isshin sambil melompat memeluk Ichigo. Lalu kemudian sang remaja menyingkarkan wajah ayahnya dengan tangan kanannya. Kemudian ayahnya pun melepaskanya dan menangis sambil menatap foto seorang wanita cantik dalam dompetnya, "Masaki... putra kita tidak sayang padaku!" gumam Isshin.

Ichigo ingin sekali memukul ayahnya karena kelakuannya yang kekanak-kanakan itu. Tetapi sayangnya ia malas melakukannya. Kemudian ia pun mengalihkan perhatiannya kepada kedua adik kembarnya, "Karin, Yuzu... kenapa kalian ada di sini?" tanya Ichigo.

Yuzu tersenyum sedih kepada Ichigo, sedangkan Karin dengan keras kepala melipat kedua tangannya di depan dadanya, "Kami juga ingin bersenang-senang ." kata Karin, "Curang kalau hanya Ichi-nii sendirian saja yang jalan-jalan ke Tokyo dan menginap di penginapan!" kata Karin dengan keras kepala. Tetapi suaranya terdengar sedih.

Toushiro tersenyum melihat pemandangan Ichigo dan keluarganya yang begitu dekat, "Keluargamu menyenangkan sekali ya." kata Toushiro kepada Ichigo. Lalu Ichigo tersenyum kepada Toushiro dan menganggukan kepalanya. Ya... ia sangat mencinti keluarganya...

~H~

Saat waktu makan malam, mata Ichigo berdenyit-denyit kesal sekaligus malu dengan 'keantikan' ayahnya yang menari-nari karena mabuk.

Sementara Itu teman-temanya yang lain dan Toushiro yang duduk di pojok ruangan tertawa-tawa melihat keantikan ayahnya. Ichigo tersenyum melihat wajah Toushiro yang tertawa manis. Ia merasa beruntung bisa melihat tawa gadis berambut salju yang mempesona itu karena tak ada satu pun orang yang bisa melihat sang gadis berambut salju itu selain dirinya.

"Ichigo!" panggil Rukia dengan suara panik. Lalu perhatiaannya beralih dari Toushiro kepada gadis berambut hitam yang menatapnya dengan tatapan khawatir, "Darah!" kata Rukia sambil menunjuk wajah Ichigo.

Barulah Ichigo menyadari sesuatu mengalir keluar dari hidungnya. Lalu ichigo mengelapnya dengan tangan kanannya. Saat ia melihat darah di tangannya, sang remaja berambut orange tampak tidak terkejut, "Tenang saja Rukia! ini hanya mimisan biasa." kata Ichigo sambil mengahadapkan kepalanya ke atas agar darahnya berhenti dan mengelap hidungnya dengan tisu pemberian Rukia.

Walaupun dalam keadaan mabuk, insting orang tua Isshin muncul ketika melihat darah mengalir dari hidung putranya. Lalu ia mengahampiri Ichigo dan berlutut di hadapannya, "Coba ku lihat." Kata Isshin memeriksa keadaan Ichigo. Walaupun Isshin yang terlihat seperti orang bodoh yang suka berbuat aneh, sebenarnya ia adalah seorang dokter yang handal.

Isshin meletakkan tangannya di pundak putranya, membantu Ichigo berdiri dan membawanya keluar ruangan, "Oya-jii... mau kemana?" tanya Ichigo masih dibantu berjalan oleh Isshin.

"Rumah sakit!" jawab Isshin singkat. Terdengar rasa khawatir dalam suara Isshin.

Ichigo berhenti, "Tidak, aku tidak pergi ke sana!" kata Ichigo sambil melepaskan diri dari isshin.

"Ichigo...!" kata Isshin khawatir.

"Oya-jii... aku ingin melihat teman-temanku bertanding." kata Ichigo menyandarkan punggungnya di dinding. Darahnya tidak lagi mengalir dari hidungnya, "Kalau aku tidak melihatnya sekarang, maka aku tidak akan pernah melihatnya selamanya."

"Tetapi... dengan keadaanmu sekarang..."

"Oya-jii... aku sangat mengerti keadaanku saat ini. Jadi... ku mohon tolong mengertilah!" kata Ichigo sambil menundukkan kepalanya. Ia tidak bisa menatap wajah ayahnya yang mengkhawatirkanya karena itu akan membuat hatinya terluka.

"Aku... lalu bagaimana dengan perasaanku sebagai orang tuamu?" tanya Isshin dengan suara lirih sambil menutup wajahnya dengan telapak tangannya.

~H~

Pertandingan perempat final berakhir dengan kemenangan di pihak tim Ichigo. Dengan ini tim mereka berhak bertanding di final melawan tim Espada seminggu kemudian.

Semakin hari, tanpa sepengetahuan teman-temannya keadaan Ichigo memburuk. Ia mulai tidak bisa menggerakkan tangan kirinya secara total dan kesulitan berjalan juga menggerakan beberapa anggota tubuhnya. Ia bahkan mulai tertukar menyebut nama temannya sendiri.

Selama itu, Toushiro terus menemaninya dan selalu berada di dekatnya. Ialah satu-satunya orangnya yang tidak ia lupakan, bahkan ketika ia mulai lupa dengan nama adiknya sendiri.

Dua hari sebelum pertandingan final, Ichigo mencapai batasnya.

Setelah darah mengalir dari hidungnya untuk ke dua kalinya, sang remaja berambut orange pingsan. Dan ketika ia tersadar, Ichigo sudah tidak bisa menggerakkan kakinya secara total dan kesulitan berbicara.

Dari situ, Isshin memberti tahu teman-temannya Ichigo alasan sang remaja berambut orange menjadi lamban dan kikuk. Mereka menyesal karena sudah menertawakan sang remaja berambut orange selama ini setelah akhirnya mereka mengetahui bahwa Ichigo terserang kangker otak stadium akhir dan waktunya tinggal sedikit.

Ia sudah tidak mungkin untuk dioperasi atau sembuh karena kangker yang menyerang otak sang remaja berambut orange adalah jenis kangker yang sangat ganas yang dengan cepat memakan sel-sel otak Ichigo yang membuatnya perlahan kehilangan kemampuannya melakukan kegiatan sehari-hari hingga pada akhirnya ia akan meninggal.

Selama Ichigo terbaring di rumah sakit, Toushiro, teman-teman dan keluarganya selalu berada di sisinya, menemani setiap hembus nafasnya yang tersisa. Walaupun keadaanya sangat lemah, sang remaja berambut orange selalu tersenyum dan dengan susah payah mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

Ichigo sudah lama tahu bahwa dirinya tidak akan hidup lama. Oleh karena itu ia tidak merasa khawatir ataupun takut menjalani tiap detik yang tersisa. Selama hidupnya ia telah melalui dan menemui banyak hal menyenangkan yang membuatnya bahagia. Tak ada yang ia sesali dari hidupnya.

Walau hanya sesaat, ia bersyukur bahwa dirinya pernah hidup. Dengan begitu ia bisa merasakan kebahagiaan memiliki keluarga yang selalu peduli padanya, bertemu dengan teman-teman yang memiliki impian yang sama dengannya, bermain basket bersama Renji, berlari, terjatuh, menangis dan tertawa bersama. Dan walau tak lebih dari dua minggu, Ia bahagia bisa bertemu dan jatuh cinta pada Toushiro. Semuanya itu... ia sangat mensyukurinya...

Hari pertandingan final pun tiba...

Sejak Ichigo membuka matanya dan merasa sedikit sedih karena ia tidak melihat Toushiro. Pada hal setiap ia membuka matanya, sang gadis berambut salju selalu ada di sampingnya dan memegang tangannya. Walaupun begitu Ichigo yakin sang gadis berambut salju pasti akan kembali menemuinya.

Beberapa jam sebelum pertandingan dimulai, Renji masih duduk di sisi ranjang tempat Ichigo berbaring. Sejak ia mengtahui hidup sahabatnya tidak akan lama lagi, sang remaja berambut merah tidak pernah pergi dari sisi sahabatnya sesaat pun. Ia takut, ketika ia pergi sahabatnya akan menghilang dan tidak pernah bisa melihatnya lagi selamanya. Dan dengan keadaan Ichigo yang seperti ini, itu bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi.

Uryu mendekati Renji yang sedang menatap sahabatnya yang terbaring lemah dengan tatapan kosong.

Sebenarnya dalam hati Uryu tidak ingin mengganggu Renji. Ia pun sebenarnya ingin terus berada di sisi Ichigo dan menemaninya hingga akhir. Tapi...

"Renji... jika kita tidak pergi sekarang, kita akan terlambat datang ke pertandingan." Kata Uryu sambil menepuk pundak Renji, memecah lamunan sang remaja berambut merah menyala itu.

Renji menatap Uryu lalu kembali pada Ichigo. Kemudian ia menundukkan kepalanya, "Aku... tidak ingin meninggalkan Ichigo." kata Renji pelan.

Uryu terdiam, ia tidak bisa memaksa Renji untuk pergi saat ini. Ia sangat mengerti perasaan Renji. Di antara teman-temannya yang lain, Renji lah yang paling lama mengenal dan paling akrab dengan sang remaja berambut orange. Dengan keadaan Ichigo yang seperti ini, wajar jika di saat seperti ini ia menolak pergi dari sisi Ichigo. Bisa jadi saat ia kembali, ia tidak bisa melihat Ichigo lagi.

"Ren... ji... pergi..." tiba-tiba Renji mendengar Ichigo berbicara terbata-bata. Mata coklatnya menatap Renji. Walaupun dalam keadaan seperti itu, mata ichigo tidak kehilangan cahayanya. Tetap terlihat begitu hidup seperti biasanya.

Lalu Renji mendekat ke sisi Ichigo, dan memegang tangannya, "Tidak... aku akan terus di sini, menemanimu." kata Renji dengan nada sedih.

"Ing... at... janji... kita?" tanya Ichigo.

Mendengar pertanyaan Ichigo, Renji kembali terkenang kenangan satu tahun yang lalu. Ketika mereka berdua gagal masuk ke final karena dikalahkan oleh tim Espada, di depan stadiun tempatnya akan bertanding hari ini, mereka berdua bersumpah akan mengalahkan tim Espada dan menjadi juara nasional.

Renji menundukkan kepalanya, lalu menganggukan kepalanya.

Ya... ia ingat janji mereka. Saat Ichigo berhenti bermain basket, ia berjanji bahwa ialah yang akan mengalahkan tim Espada untuk Ichigo yang tidak bisa bermain basket dan bertanding lagi.

"Aku... akan... me... lihat... mu," kata Ichigo lagi sambil menatap televisi yang terletak tak jauh dari ranjangnya.

Pertandingan hari ini akan disiarkan lewat televisi. Jadi walau Ichigo tidak bisa meninggalkan rumah sakit, ia masih bisa menonton pertandingan Renji dan teman-temannya melawan tim Espada lewat televisi.

Akhirnya dengan berat hati, Renji mengangguk mengerti dan segera bangkit. Sebelum pergi, ia bersumpah pada Ichigo, "Ichigo, lihatlah! Aku pasti akan mengalahkan tim Espada." Dengan itu Renji meninggalkan Ichigo bersama Isshin dan kedua adiknya, yang juga terus menemani Ichigo sejak ia ambruk.

~H~

Dengan pengelihatannya yang berkurang, Ichigo menonton pertandingan teman-temannya melawan tim Espada lewat televisi. Sedangkan ayahnya dan kedua adiknya duduk di sisi ranjangnya, menemaninya hingga akhir.

Dengan matanya yang semakin berat, Ichigo melihat Renji mendribel bola melewati Yami yang bertubuh besar dan melakukan slam dunk. Ia merasa mengantuk, tetapi ia tidak ingin melewati moment besar bagi sahabatnya ini.

Sisa waktu pertandingan yang tersisa tinggal beberapa menit lagi, sementara itu tim Renji masih tertinggal lima point dari tim Espada.

Ulquiorra dengan sangat cepat dan gesit mendribel bola menuju daerah lawan. Tetapi Renji menghadangnya yang membuat Ulquiorra terpaksa mengopernya pada Luppi yang kemudian dengan sukses Uryu potong. Setelah mendapatkan bola, Uryu langsung mengopernya pada Hisagi yang berada di daerah lawan dan melakukan serangan balasan cepat bersama Kira. Di daerah two point, tiba-tiba Yami menghadang Hisagi yang akan menembakkan bola. Dengan spontan Hisagi memantulkan bola kebelakang yang kemudian diterima oleh Uryu yang langsung melakukan shoot dari luar daerah two point begitu mendapatkannya.

Tim Ichigo bersorak bahagia ketika bola yang Uryu tembakan masuk. Tetapi kebahagian mereka hanya berlangsung sesaat karena mereka masih tertinggal dua point. Lalu mereka segera kembali ke daerah pertahanan mereka dan bersiap menghadapi serangan balasan dari tim Espada.

Ichigo merasakan hembus lembut di sisi kanannya. Lalu ia menolehkan kepalanya dan mendapati Toushiro menatapnya dengan tatapan sedih. Ichigo kemudian tersenyum lembut kepada sang gadis berambut salju, 'Aku senang akhirnya kau datang.' kata Ichigo dalam hati sambil menatap mata emerald Toushiro dengan tatapan lembut.

Sejak Ichigo kesulitan berbicara, ia bisa berkomunikasi dengan Toushiro dengan hanya bertatap mata.

Toushiro menggelengkan kepalanya, "Tidak... sebenarnya aku tidak ingin datang ke sini." Kata Toushiro sedih.

'Kenapa?' tanya Ichigo.

Air mata Toushiro mulai mengalir di pipinya, "Karena aku... aku..."

Toushiro terdiam sesaat, lalu ia menghapus air matanya dan kembali membuka mulutnya, "Kurosaki Ichigo, lahir tanggal lima belas juli, delapan belas tahun," Toushiro kembali terdiam tetapi kemudian melanjutkan ucapannya, "kau akan meninggal hari ini, lima menit dari sekarang. Aku adalah shinigami yang bertugas menjemputmu."

Ichigo menatap mata emerald Toushiro. Matanya tampak tidak terkejut mengetahui Toushiro adalah shinigami, terlebih ia adalah shinigami yang bertugas menjemputnya, 'Eh... begitukah?' tanya Ichigo dengan nada datar, tak menunjukan perasaan terkejut sama sekali, seakan-akan ia sudah lama mengetahui hal itu.

"Kau tidak terkejut?" tanya Toushiro sambil mendekat ke sisi Ichigo. Lalu ia duduk di sisi tempat tidur Ichigo dan menyentuh wajah Ichigo.

Ichigo memejamkan matanya beberapa saat. Kemudian ia kembali membukanya dan menatap mata emerald Toushiro, 'Tentu saja aku terkejut,' jawab Ichigo, 'tetapi jika shinigami yang akan membawaku adalah dirimu, kurasa tidak apa-apa.'

Toushiro tersenyum lembut sambil mengelus pipi Ichigo dengan lembut, "Ichigo... apa kau ingat kau pernah bertanya kepadaku saat manusia meninggal, kemana mereka akan pergi." tanya Toushiro. Lalu Ichigo menganggukan kepalanya.

"Ichigo, saat manusia meninggal mereka akan dibawa ke suatu tempat bernama Soul Society oleh seorang shinigami." Jelas Toushiro, "Soul Society adalah tempat yang tenang dan damai, aku yakin kau akan menyukai tempat itu."

'Ya... asal bersamamu, kemana pun aku akan mengikutimu.' Kata Ichigo sambil tersenyum. Bahkan di menit-menit terakhirnya pun Ichigo masih bisa tersenyum.

"Kau tidak takut?" tanya Toushiro.

'kenapa? Aku akan pergi bersamamu, untuk apa aku merasa takut?' tanya Ichigo.

Toushiro menghela nafasnya, "Apa kau tidak merasa khawatir keluarga dan teman-temanmu akan sedih ketika kau meninggal?"

'Mereka merasa sedih itu pasti. Tapi itu mungkin hanya di awal saja. karena sepanjang mereka mengingatku, aku akan hidup di hati mereka.'

Toushiro tersenyum, lalu mencium kening Ichigo, "Kau memang manusia yang menarik." Lalu ia menatap jam di dinding, "Waktunya tiga menit lagi. Apa tidak apa-apa?"

'Ya... itu waktu yang lebih dari cukup,' kata Ichigo. Lalu matanya kembali menatap televisi.

~H~

'Satu menit lagi!' teriak Renji dalam hati.

Satu menit lagi pertandingan akan berakhir, tetapi mereka masih tertinggal dua point dari tim Espada.

'Maaf Ichigo, aku tidak bisa memenuhi janjiku,' kata Renji dalam hati patah semangat melihat waktu satu menit yang tersisa. Ketika ia kehilangan semangatnya seperti itu, tiba-tiba Renji samar-samar melihat bayangan Ichigo satu tahun yang lalu yang berlari di hadapannya.

'Teman-teman... ayo kita berjuang sampai akhir,' teriak Ichigo sambil mendribel bola ke arah ring. Ya... setahun yang lalu mereka menghadapi keadaan yang sama seperti saat ini. ketika yang lainnya kehilangan semangatnya, Ichigo lah yang memberi semangat kepada mereka agar tidak menyerah. Walaupun di akhir mereka gagal, mereka tidak menyesal karena mereka sudah berjuang hingga akhir.

Renji mengepalkan tangannya. Lalu berlari ke arah Ulquiorra yang mendribel bola ke arahnya, "Semua... jangan menyerah. Ichigo sedang melihat kita," teriak Renji. Lalu teman-temannya yang lain seperti bensin yang tersulut oleh api, mereka kembali bersemangat.

Renji merebut bola dari Ulquiorra dan berlari secepat yang kakinya mampu membawanya.

Di sisi lapangan, Rukia mendengar Orihime terpejat, "Ada apa Orihime?" tanya Rukia kepada gadis berambut coklat itu.

"Aku seperti melihat bayangan Ichigo setahun yang lalu berlari di belakang Renji!" jawab Orihime sambil menunjuk ke arah Renji.

Rukia mengangkat sebelah alisnya. Lalu mata violetnya kembali menatap ke lapangan, dan terbelalak. Orihime benar, ia pun melihat bayangan itu. Lalu Rukia melihat Renji melakukan shoot dari luar daerah two point sama seperti Ichigo setahun yang lalu.

Setahun yang lalu, bola yang Ichigo lempar meleset beberapa cm dari ring. Tapi sekarang bukanlah tahun lalu, bola yang Renji tembakan masuk tepat di tengah ring. Dengan ini mereka unggul satu point dari tim Espada.

Peluit tanda pertandingan berakhir berbunyi... mereka berhasi menjadi juara nasional di tahun terakhir mereka ini. Mereka berhasil memenuhi sumpah mereka. Mereka berhasil memenuhi janji mereka kepada Ichigo.

Stadiun bergemuruh oleh suara sorak-sorai hingga terdengar sampai keluar luar. Seluruh anggota berteriak meluapkan kebahagiaan mereka, begitu juga penonton yang datang.

Tak peduli dengan rasa lelahnya, Renji berlari meninggalkan stadiun menuju rumah sakit. Ia tidak sabar menyampaikan berita bahagia ini kepada Ichigo. Walaupun ia tahu Ichigo pasti sudah melihatnya lewat televisi, tetapi ia ingin menyampaikannya secara langsung... oleh mulutnya sendiri... bahwa mereka berhasil mencapai impian mereka sejak sekolah menengah pertama dan menengah atas. Menjadi juara tingkat nasional.

Ketika ia sampai, Renji melihat Isshin bersandar di tembok di luar ruangan Ichigo dengan telapak tangan menutup wajahnya. Ia menangis.

Melihat hal itu wajah bahagia Renji berubah horror. Tanpa memperdulikan Isshin, Renji masuk ke dalam ruang Ichigo dan mendapati Karin dan Yuzu sedang menangis di atas tubuh Ichigo yang di tutupi oleh selimut putih dari ujung kaki hingga kepalanya.

Renji jatuh berlutut. Kenapa? Kenapa ia pergi secepat ini?

Tidak... ini salahnya. Ini salahnya karena ia tidak berlari secepat mungkin.

Kenapa? Pada hal ia sudah berjuang keras, pada akhirnya ia tidak bisa menyampaikan berita kemenangannya langsung pada Ichigo. Pada hal ia ingin melihat Ichigo tersenyum...

Renji berteriak sejadi-jadinya memanggil nama Ichigo, meluapkan perasaan sedihnya...

"Renji!" panggil Isshin kepada remaja berambut merah, yang menangis sejadi-jadinya itu, dari luar ruangan, "Kau tidak perlu menyesalinya seperti itu. Ichigo... ia tersenyum di saat terakhirnya melihat kemenangan kalian. Ia bahagia sampai akhir hayatnya."

Mendengar perkataan Isshin, rasa penyesalan Renji berkurang. Tetapi ia tidak bisa menghentikan air matanya dan terus menangis. Tiba-tiba ia merasakan angin berhembus lembut di sampingnya. Lalu sayup-sayup ia mendengar suara Ichigo berbisik di telinganya, 'Arigatou Renji... sayonara...'

~H~

Toushiro melihat Ichigo dalam bentuk roh berlutut di samping sahabatnya dan berbisik sesuatu kepadanya. lalu kemudian ia bangkit dan tersenyum padanya.

"Kau siap?" tanya Toushiro.

"Ya... sangat siap," kata Ichigo sambil berjalan mendekati Toushiro. Lalu kemudian ia meraih tangan gadis berambut putih yang tersenyum lembut padanya itu dan menggenggamnnya dengan erat.

"Sekarang giliranku mengikuti kemanapun dirimu pergi, Toushiro."

~H~

"Ichigo... selamat datang di Soul Society"

~Ketika Waktu Telah Habis End~

Song theme: Good-bye days and Tomorrow's way by Yui

Mind to review?

-kusanagi-