"Apa impianmu?"
"Gaun pernikahan."
"Gaun pernikahan...?"
"Gaun pernikahan untuk semua sahabatku...
...dan pasangannya."
xoxoxoxox
"Wedding Dress"
Naruto owned by Masashi Kishimoto
SasuSaku
AU
Kebahagiaanmu, atau kebahagiaan cintamu.
xoxoxoxox
"Matamu! Panda!" seorang gadis dengan rambut pirang berseru ke arah gadis satunya.
Gadis dengan rambut merah muda; warna yang cukup mencolok untuk mahkota kepala. Gadis dengan rambut merah muda yang terlihat sangat lelah. Gadis itu hanya melihat si gadis pirang dan bergumam sesuatu yang tak terdengar.
"Aku sudah bilang, Sakura. Jangan bekerja sampai larut malam... Deadline gaunku kan masih 3 bulan lagi..!" si gadis pirang kembali berkata dengan nada seru.
"Sudahlah, Ino.. Aku tidak apa-apa," gadis yang berambut merah muda menjawab lemas,
"Lagipula aku tahu kau sebenarnya sangat ingin gaunmu cepat selesai 'kan..?"
"Tapi Sakura...," gadis yang dipanggil Ino seperti mencari bantahan, tapi dipotong oleh kibasan tangan 'Sakura'.
"Aku tidak apa-apa, sungguh. Sebaiknya kau fokus pada persiapan pernikahanmu saja..."
Ino memandang khawatir gadis di hadapannya. Si pirang itu hanya bisa menggelengkan kepala dan menghela nafas.
xoxoxoxox
Haruno. Begitulah nama yang tergrafir di samping pagar pintu rumah seorang gadis. Rumah itu sendiri cukup besar. Tetapi tetap sederhana dengan cat putih pada panel-panel kayunya dan beratap coklat muda. Tamannya dipenuhi bunga-bunga berwarna putih, dan ada jalan setapak yang menyusur dari pagar sampai ke pintu masuk.
Yang tidak biasa adalah satu ruangan di dalam rumah sederhana itu.
Begitu masuk, lorong dengan parquet coklat terang yang terkesan hangan akan menyambut. Dan pintu besar di sebelah kiri lorong itu membawa para tamu ke inti dari Rumah Haruno.
Sebuah ruangan yang cukup lega dengan banyak torso mannequin yang digantungi gaun-gaun putih khas pernikahan. Ya, Rumah Haruno adalah sebuah butik yang menerima pesanan gaun pengantin. Rak penuh dengan renda dan bahan chiffon terletak di dua sisi ruangan. Rapi, dengan warna putih yang menimbulkan kesan tenang. Di sisi satunya terletak lemari kaca, tembus pandang memperlihatkan gaun-gaun pengiring pengantin yang digantung rapi sesuai roda warna. Di sebelah lemari itu ada tirai yang memisahkan ruangan kecil dengan tiga cermin, untuk para gadis yang bahagia mencoba gaun impian mereka. Tiga mesih jahit ada di tengah ruangan, pusat kehidupan ruangan itu.
Dinding pastel, parquet coklat terang, dan dominasi putih. Cukup untuk mewujudkan impian seorang gadis yang akan segera menjadi wanita.
Di ruangan itu juga terletak sofa panjang yang menghadap ke ruang ganti.
Tempat Nona Haruno tertidur tanpa sadar karena lelah bekerja.
*beep beep beep~
Haruno muda mengerjapkan mata, terbangun akan suara dari ponselnya. Dengan lemas ia menekan layar di mana tulisan 'Accept' berkedip-kedip.
"Halo..?" Sakura berkata pelan.
"Sakura-chan?" suara seorang pria terdengar di seberang sambungan.
"Ya, Naruto..?" Sakura melepas kacamata yang tidak sengaja ia bawa tidur.
"Sakura-chan, kau ketiduran lagi ya?" 'Naruto' yang berada di ujung sambungan bertanya.
Sakura menghela nafas dan mengusap matanya pelan, "Ya.. Aku rasa. Ada apa, Naruto?"
"Ini sudah hampir jam 10 pagi, Sakura-chan..! Aku sudah mengingatkan Sasuke-teme akan pulang hari ini kan? Jangan bilang kau lupa?"
Dengan kaget Sakura melihat jam di pergelangan tanggannya, 9.42 pagi. Ia ketiduran sebegitu lama. Pasti ia sangat kelelahan.
"Ya ampun, Naruto. Aku benar-benar lupa. Kapan pesawatnya mendarat?" Sakura segera bangkit dan berjalan. Satu tangan berusaha menyeimbangkan badannya yang masih terasa berat.
"Jam 12 nanti. Kalau kau mau ikut, aku dan Hinata-chan akan menjemputmu jam 11. Tapi kalau kau lelah-"
"Aku ikut. Jam 11 jemput aku, ya?" Sakura memotong cepat perkataan Naruto.
Naruto mengiyakan. Dan dengan itu telefon ditutup.
Sakura berjalan ke arah dapur. Ia merasa sangat lapar. Seingatnya, teakhir ia makan adalah jam 7 tadi malam. Itu pun hanya makan sup kalengan karena ia sibuk menumpukkan layer demi layer chiffon pada gaun pernikahan Ino, sahabatnya. Sekarang ia lapar, dan di kulkasnya hanya ada apel dan sebotol susu kedelai. Gadis itu mendengus lelah. Nafsu makannya hilang.
Dan pikiran itu muncul.
Entah darimana. Pikiran itu muncul. Mungkin karena mengingat ia akan menjemput 'sahabat'nya sejak kecil yang tiba-tiba menghilang dengan alasan kuliah, dan baru kembali lagi sekarang. Uchiha Sasuke. Ya, anak dari seorang pengusaha terkenal di bawah naungan nama besar Uchiha. Sahabat Sakura dan Naruto. Tanpa sadar Sakura tersenyum miris dan menggelengkan kepala saat membayangkan kata 'sahabat'. Haha. Apa orang yang sudah 6 tahun tidak bicara denganmu itu masih bisa disebut sahabat?
Siang ini, ia akan tahu.
xoxoxoxox
Sakura duduk di salah satu kursi ruang tunggu bandara. Ia memakai T-shirt putih, celana jeans, dan blazer turquoise yang senada dengan warna matanya. Tangannya sibuk menggambar desain kamisol di sebuah sketchbook kecil. Bahkan di saat ia akan bertemu dengan sahabat masa kecilnya yang sudah lama 'hilang', ia masih harus bekerja. Bekerja mewujudkan mimpi sahabat-sahabatnya.
"Kau tahu, kau harus berhenti sekali-sekali," Naruto duduk di samping Sakura. Di sebelahnya duduk Hinata, istri Naruto yang sedang hamil 2 bulan.
Sakura menoleh untuk melihat Naruto sesaat. Ia menjawab, "Mimpi tidak akan menunggu, Naruto."
Pria dengan mata biru di sampingnya hanya bisa tertawa kecil dan menggelengkan kepala.
Hal berikutnya yang terjadi adalah perubahan pada papan jadwal keberangkatan dan kedatangan. Menunjukan pesawat yang membawa sahabat Sakura dan Naruto sudah sampai dan akan segera menurunkan penumpang.
"Ayo, Sakura-chan! Itu pesawat Sasuke-teme," Naruto berdiri dan membantu Hinata bangkit.
Sakura meletakkan pensilnya dan melihat sebuah pesawat di luar jendela yang sedang menurunkan penumpang. Ia mengangguk, "Ayo."
Sakura, Naruto, dan Hinata berdiri di antara para penjemput lainnya. Satu demi satu penumpang pesawat keluar dari sebuah pintu. Beberapa segera berjalan ke arah penjemput, sisanya keluar dengan terburu-buru dan terlihat berjalan sendirian.
Sakura berusaha mengingat bagaimana Sasuke terlihat saat terakhir mereka bertemu.
Prom SMA. Sasuke memakai jas biru gelap. Samar memang yang Sakura ingat, tapi pasti ia akan mengenali penerus perusahaan besar Uchiha itu.
"Teme..!"
Sakura menoleh ke arah yang dimaksud Naruto.
Dan di situlah ia. Berjalan dengan pasti. Rambutnya yang rancung di belakang, matanya yang sayu, dan senyum sinisnya yang khas ketika melihat lambaian penuh semangat dari Naruto.
Uchiha Sasuke.
xoxoxoxox
"Kau benar-benar beruntung, teme! Kakakmu yang jenius itu malah memilih bidang grafik desain, kau ini seperti mendadak kaya!" Naruto berucap penuh semangat sambil tetap berkonsentarasi menyetir mobil.
Yang dituju hanya tersenyum kecil dan menjawab dengan sindiran, "Tidak sesederhana itu, dobe. Tapi sudahlah. Kau tak akan mengerti dunia bisnis."
"Apa? Kau ini-,"
Dan perdebatan itu berlanjut seraya mobil terus menyusuri jalan menuju kota kecil yang menjadi tempat tinggal para dewasa muda yang sedang berdebat tadi.
Naruto terlihat gembira. Ia mengobrol diselingi dengan tawa kecil istrinya.
Bahkan Uchiha Sasuke terlihat senang.
Hanya Sakura yang memandang ke arah luar jendela dengan pucat.
"Sakura-san, apa kau tidak apa-apa..?" Hinata, istri Naruto yang duduk di samping Sakura bertanya khawatir.
Sakura menoleh pelan, "Hah? Apa? Ya ya, aku tidak apa-apa..."
Hinata semakin khawatir setelah melihat wajah Sakura yang memucat.
"Kau yakin? Mukamu pucat sekali..."
"Oh ya? Hahaha...," Sakura mengusap pelipisnya, "Memang sedikit terasa pusing sih..."
"Kenapa, Hinata-chan?" Naruto yang akhirnya mendengar pembicaraan dua wanita di bagian belakang mobil bertanya.
"Ini... Sakura-san terlihat sangat pucat... Aku rasa dia sa-"
"Hanya sedikit pusing saja, Naruto. Aku tidak apa-apa," Sakura menyela dan berusaha tersenyum menyembunyikan mukanya yang pucat dan terlihat sangat lemas.
"Hee? Kau yakin, Sakura-chan?" Naruto melihat pantulan Sakura dari spion mobil.
Sakura mengangguk.
"Ya, bertahanlah, Sakura-chan! Mungkin kau hanya kepanasan, hari ini panas sekali...," Naruto mengerutkan dahi saat menoleh ke atas langit.
Langit bulan Juli memang sedang terang-terangnya. Matahari begitu terik, membuat luar ruangan ber-AC terasa sekali panasnya. Sakura melihat ke luar lagi, ya mungkin ia memang kepanasan. Ditambah lagi tadi pagi ia tidak memakan apa-apa untuk sarapannya. Wajar kalau badannya sekarang lemas begini.
"Di depan ada minimarket, beli saja jus dingin dan cemilan untuk menambah energi," Sasuke angkat bicara. Sesuatu yang jarang ia lakukan; ikut mengkhawatirkan 'orang lain'.
Dengan perkataan Sasuke tadi, Naruto membelokkan kemudi ke arah minimarket dengan lahan parkir yang dipenuhi mobil. Semua orang sepertinya memutuskan untuk berhenti berteduh daripada menerjang panasnya hari ini; meskipun dengan mobil ber-AC.
"Tunggu di mobil, aku turun sebentar," Naruto membuka pintu di sisinya, "Hinata-chan! Awasi Sakura-chan ya!"
Sang istri mengangguk mematuhi perintah.
Sakura membuka blazer yang ia kenakan. Bahkan gerakan sederhana seperti itu saja sudah membuat kepalanya terasa sakit sekali. Ia mengempaskan badannya ke jok, bersandar berusaha mengatur nafasnya yang mulai tidak beraturan. Ia tidak boleh sakit. Tidak selama ia harus menyelesaikan gaun pernikahan sahabatnya. Badannya bereaksi dengan buruk. Persendiannya sakit, keringatnya mengucur, penglihatannya berkunang-kunang. Sekarang mulutnya terasa tidak enak.
"Uhk!" Sakura terbatuk dan menutup mulutnya dengan satu tangan.
"Sakura-san!," Hinata menahan pundak Sakura yang condong ke depan, "Kau mual ya? Ingin dimuntahkan?"
Sakura masih berusaha mengontrol diri. Ia menggeleng.
"Tapi...," Hinata mulai terlihat panik.
"Hinata-san, susul Naruto. Minta ia beli obat untuk mual," Sasuke berkata seraya membuka pintu dan keluar dari mobil.
Seketika itu pemuda yang sudah melepas jas dan melinting lengan kemejanya itu membuka pintu mobil di sisi Sakura duduk. Ia seperti tidak memedulikan panas di luar mobil. Dengan cepat ia menuntun Sakura keluar mobil ke salah satu sudut minimarket yang teduh.
"Muntahkan saja," Sasuke berkata dengan gerakan lengan agar Sakura membungkuk.
Sakura menggeleng lagi. Mulutnya masih ia tutupi dengan sebelah tangan.
Sasuke melihatnya dengan aneh. Lalu ia sadar.
"Kau belum makan ya?"
Kali ini Sakura mengangguk.
Pria di sampingnya menghela nafas. Tangannya meraih lengan Sakura. Panas.
"Kau demam. Ayo, sebaiknya kita kembali ke mobil- hei!"
Dan Nona Haruno terjatuh ke pelukan pemuda Uchiha.
xoxoxoxox
"Impianku adalah mendirikan sekolah di mana orang-orang yang tidak punya uang bisa bersekolah!"
Naruto...
"Aku sih, ingin menjadi seorang Ratu yang anggun!"
Ino...
"Impianku adalah hidup senang dengan suamiku dan punya 10 anak!"
Tenten...
"Impianku...- eh... Membangun se-sekolah..."
Hinata...
"Mengalahkan kakakku yang sok tahu. Tapi kurasa itu bukan impian."
Sasuke...
"Apa impianmu, Sakura?"
"Impianku...-"
xoxoxoxox
Mata Sakura perlahan terbuka setelah melihat kilasan-kilasan samar dari masa lalunya.
Mimpi...?
Matanya kini mengitari ruangan putih-putih itu.
Ini bukan kamarku...
Seorang pemuda terlihat duduk di sofa, sibuk mengetik pada laptop di pangkuannya.
Sasuke...?
Sakura mengerjapkan matanya beberapa kali. Mencoba mengingat dan menyusun kejadian terakhir yang ia alami. Tidak sarapan, menjemput Sasuke, tidak enak badan, lalu...
"Kau sudah bangun?"
Suara yang khas itu membuat Sakura beralih dari rekonstruksi kejadian dalam kepalanya. Ternyata memang Sasuke. Sekarang ia meletakkan laptopnya di meja kopi lalu bangkit dan menghampiri ranjang Sakura.
"Ya... Kurasa...," Sakura mencoba bangkit.
"Mau kuambilkan sesuatu?" Sasuke kembali bertanya seraya membantu Sakura duduk.
Dengan tatapan lurus Sakura menggelengkan kepala.
Hening. Sasuke hanya berdiri di samping ranjang. Kedua tangan masuk ke saku celana.
"Aku kenapa...?"
"Kelelahan," Sasuke menjawab singkat, "Aku sudah dengar dari Naruto."
"Apanya...?"
"Kebiasaan kerjamu yang buruk dalam hal waktu."
Sakura tertawa kecil, "Naruto berlebihan..."
"Oh ya? Kurasa tidak," Sasuke memberi isyarat ke arah tangan kiri Sakura.
Infus.
Kepala Sakura terempas ke sandaran ranjang. Sekarang ia diinfus. Berarti semakin lama ia harus menginap di rumah sakit. Dan semakin banyak waktu yang terbuang, waktu yang harusnya dipakai untuk menyusun chiffon pada gaun Ino dan menyulam renda di dalamnya. Bagus. Bagus sekali.
"Apakah ini harus?" Sakura mengangkat tangan kirinya, merasakan ngilu.
"Dokter memasangkannya. Jadi aku rasa ya, itu harus," Sasuke menjawab.
"Hebat...," Sakura menutup kedua matanya.
Sasuke hanya memandangi teman masa kecilnya itu. Sudah 6 tahun mereka tidak bertemu, tapi tidak banyak perubahan pada fisik Sakura. Hanya rambut merah mudanya yang memanjang, dan badannya terlihat lebih kurus. Kalau apa yang diceritakan Naruto soal Nona Haruno yang hobi bekerja paksa itu benar, berarti perubahan berat badan itu sangat wajar.
"Sakura."
Yang dipanggil membuka matanya, "Apa?"
"Ini," Sasuke menyerahkan sebuah saputangan yang membungkus sesuatu.
Sakura menerima dan membukanya.
Gelang korsase putih.
Tanpa sadar, mulut Sakura melengkungkan senyuman kecil, "Aku kira kau tidak menyimpannya..."
"Hn."
"Korsase pertamaku, kangen sekali rasanya...," Sakura merapikan kelopak-kelopak putih korsasenya.
"Aku ingin kau membuatnya lagi," Sasuke berkata tiba-tiba.
"Apa?"
"Hn."
"Membuatnya lagi...?" Sakura tertawa kecil, "Untuk apa?"
Sasuke memandang mata Sakura. Tatapan tegas.
"Untuk pernikahanku."
-to be continue-
-"Wedding Dress" chapter 01 finished-
xoxoxoxox
Fanfic pertama saya, mohon kritik dan saran dari para pembaca :)
Terima kasih. Tertanda, Viviane S.