Author's: Saya ingin membuat sebuah percobaan kecil dengan cerita ini. Yaitu sebuah gaya penulisan yang sama sekali lain dan berbeda dari gaya penulisan saya yang biasanya. Mungkin tema yang diusung cerita ini akan sedikit berat, namun saya akan berusaha semampu saya untuk membuat cerita ini jelas di setiap kalimatnya untuk memudahkan pembaca mengerti akan ceritanya.
Genre: Mysteri/Criminal/Sci Fi
Note: Cerita ini dibagi menjadi beberapa bagian (phase). Alurnya akan bergerak maju dan mundur di sepanjang cerita berlangsung. Tapi tenang saja, saya membuatnya dengan keterangan yang sangat jelas untuk memudahkan pembaca memahami inti dari cerita ini. Dan tentu saja untuk menikmatinya.
Setting: Setting dimulai dari keadaan dimana Light mengalami 'lupa ingatan' terhadap death note. No chain
Please enjoy.
-29-
Chapter One: The Beginning
PHASE NORMAL
Phase One: Debate
[24:54 Head Quarter]
Yagami Ligh menghembuskan napasnya perlahan-lahan.
Ia melakukannya lagi.
Ia perlu melakukannya lagi untuk menenangkan dirinya.
Apakah ia harus melakukannya lagi? Rasanya cukup. Jangan terlalu berlebihan, pikirnya.
Huh, ini semua karena satu hal.
Light melirik ke kanan.
Orang itu.
Orang itu yang menyebabkan hal ini terjadi.
Sebenarnya bukan hal yang penting.
Tapi ini hal yang sangat memuakkan.
Dia selalu saja memulai pertengkaran yang sama.
Light selalu mengabaikan ocehannya yang tidak masuk diakal itu.
Tapi.
Light tahu bahwa orang itu memang tidak boleh diremehkan.
"Sudah selesai, Ryuzaki?" tanya Light. Nada normal.
Ryuzaki menelengkan kepalanya ke arah langit-langit.
"Apanya yang sudah selesai, Light-kun?"
"Sudah puas tuduhannya?"
Ryuzaki tidak menjawab. Ia mengaduk kopi di depannya dengan bunyi yang berisik.
"Aku sudah bosan mengatakan bahwa aku-aku-bukan Kira."
Ryuzaki mendekatkan cangkir kopi ke wajahnya. Ia menutup sebelah matanya dan dengan mata satunya ia menatap ke dalam cairan kental yang ada di dalam cangkir yang digenggamnya. Ekspresi wajahnya menyiratkan bahwa ia sedang berpikir keras tentang cangkir itu. Ia seperti ingin berkata; 'berapa harga cangkir ini?' atau 'mengapa aku minum kopi?' atau 'berapa berat massa dalam cairan hitam ini?'.
Ryuzaki tidak merespon Light.
Itu intinya.
"Light-kun itu Kira. Aku yakin seratus persen."
"Aku-bukan-Kira. Aku-bukan-Kira."
"Light-kun itu Kira."
"Aku-bukan-Kira. Aku akan meladenimu sampai semalaman sekalipun."
Ryuzaki kini melirik Light. Matanya mendelik.
Light melipat tangan di dada.
Ryuzaki menatapnya. Ia mengedipkan mata satu kali.
Dua kali.
"Sebaiknya kita bekerja." Light membetulkan posisi duduknya.
Ia mengambil berkas-berkas di meja kemudian bangkit berdiri.
Light berjalan ke arah sofa dan duduk di sana.
"Kenapa kau bisa melakukan akting sehebat ini, Light-kun..." Ryuzaki bergumam.
Light mendengarnya tapi ia tidak merespon.
"Kau tunggu saja disana. Aku akan menemukan bukti nyatanya." Ryuzaki kembali bergumam. Egois.
"Silahkan." kali ini Light menjawab.
Selalu saja seperti ini.
Setiap hari akan ada sebuah perdebatan.
Apa dia tidak lelah?
Tapi ada yang aneh disini.
Memang ada yang aneh.
Ryuzaki yang notabene adalah L, yang katanya adalah seorang detektif tersohor itu, memberikan sebuah pernyataan. Light, dirinya, adalah Kira.
Lalu, kenapa Ryzuaki-L-bisa berkata seperti itu?
Pasti ada alasan yang kuat, pikir Light.
Kalau benar ia adalah Kira, pertanyaannya adalah, mengapa dirinya tidak mengingat sedikitpun tentang fakta-fakta tersebut?
Ia masih normal, kan?
Ryuzaki juga masih normal, kan?
Kan?
Atau?
Sudahlah, semakin ia memikirkan ini, ia semakin sakit kepala.
Yang jelas ia tidak merasa melakukan hal yang tidak benar. Walau ada satu hal dalam bagian hidupnya yang memang diakuinya sangat aneh.
Hilang ingatan.
Ia tidak ingat kenapa ia bisa mengenal gadis bernama Amane itu.
Ia tidak ingat mengapa Amane jatuh cinta padanya.
Ia tidak ingat mengapa ia bisa berada di dalam penjara bawah tanah Ryuzaki.
Ia tidak mengingat apapun.
Apakah ia terkena sebuah penyakit?
Light mengernyitkan dahi. Ia merasa marah.
Kenapa keadaan ini tidak menguntungkan dia?
Padahal ia ingin membantu tim penyidik dimana ayahnya terlibat di dalamnya.
Tapi ia tidak menyangka kalau akan selalu diperlakukan seperti kriminal oleh sang 'ketua kelompok'.
Light tahu persis posisinya di tempat ini.
Jika Ryuzaki hanya menganggap dia sebagai seorang pelaku, maka hanya ada satu cara agar Ryuzaki menghentikan intimidasinya itu.
Light harus menangkap Kira yang asli.
.
Phase Two: Murder
[07:25 Light's Home]
Pagi hari di sekitar Light.
Ini hari sabtu. Kuliah libur. Dan Light siap berangkat menuju HQ.
Hari libur selalu digunakan Light dengan maksimal. Mengingat ia kuliah di hari biasa, Light menggunakan hari libur untuk bekerja lebih maksimal dari hari-hari biasanya.
Ia selalu berangkat di pagi hari.
Walau ia sangat ingin menangkap Kira, tapi ia tidak boleh melalaikan kuliahnya. Ia tetap saja hanyalah seorang mahasiswa sembilan belas tahun yang normal.
Ia harus mempunyai kehidupan.
Kira memang nomor satu, tapi masa depannya juga tidak boleh diabaikan.
Light keluar kamar dan menuruni tangga.
Ia memasuki dapur.
Ibunya membelakanginya. Sepertinya sedang sibuk dengan timun dan salad.
Light menatap sandwich di atas meja dapur.
Ia mengambilnya satu dan langsung memakannya.
Ibunya menyadari kehadirannya dan menoleh sedikit.
"Light, hari ini jaketmu sudah kembali dari laundry..." katanya seraya mengupas timun.
Light bergumam tanda mengerti. Ia memang memakai jaketnya.
Ia menghabiskan sandwich dan kemudian mengambil segelas susu putih.
Light menerawang. Ia menatap televisi di ujung ruangan. Sebuah berita tengah berlangsung.
Suaranya berdengung lembut.
'Perekonomian... jangka waktu ke depan... Tokyo di tahun ini mengalami kenaikan surplus bunga pada sejumlah perusahaan kredit...'
Perekonomian rupanya.
Light memberikan tatapan bosan. Ia menerawangkan pandangannya ke ruang depan.
Setelah menghabiskan susu dalam tegukan yang cepat, ia melangkah ke ruang depan.
Light memakai sepatu, mengambil tasnya dari lantai dan kemudian membuka pintu depan.
"Light, jangan lupa hari ini untuk pulang... kau jangan terus menerus menginap di tempat itu..."
Suara ibunya berdengung dari jauh. Kemudian menghilang.
"Aku pergi..." kata Light bergumam. Ia bahkan tidak peduli apakah ibunya mendengarnya atau tidak.
Namun, suara televisi yang lembut mengejarnya sebelum ia menutup pintu depan rumahnya.
'Kejadian ini berlangung empat hari yang lalu... dilaporkan di daerah Kanagawa, sebuah tanda-tanda badai matahari berlangsung... kejadian ini menimbulkan sejumlah kerugian di bidang teknologi pada pemerintah setempat... berlangsung selama sekitar lima menit...'
Pintu depan tertutup.
.
[08:10 Head Quarter]
"Pagi semua..." Light lansung menuju meja kerja.
Melewati wajah-wajah lelah yang memenuhi sofa dan sekitar ruang tengah.
Light melirik Ryuzaki sekilas dan kemudian duduk di sebelahnya.
"Ada berita baru, Ryuzaki?"
"Tidak ada, Light-kun."
"Apakah—"
Light tidak melanjutkan pertanyaannya, karena sebuah panggilan online masuk ke komputer Ryuzaki.
Sebuah huruf 'W' dalam font Old English.
"Ryuzaki."
Suara yang disamarkan.
Tapi semua orang tahu itu siapa.
Anggota tim menyeruak ke belakang Light dan Ryuzaki.
Mengambil bagian dalam keingintahuan sebuah hal yang akan disampaikan sang pembawa pesan.
"Aku disini, Watari."
Suara L.
"Sebuah kasus memanggil L. Dari kepolisian pusat. Saya lampirkan berkas-berkasnya."
Screen komputer berubah. Sebuah thumbnail mengisi sebuah window di layar komputer.
Ryuzaki membuka folder tersebut.
Seketika beberapa dokumen dan sebuah file foto terpampang di daftar
Ryuzaki membuka salah satu berkas dokumen dan kemudian ia mengklik file foto.
"Nama kasus: pembunuhan. Nomor: 251. Spesifikasi: untuk sementara kepolisian menyebutnya sebuah motif yang random, namun tergantung dari keadaan selanjutnya. Bila kita menemukan kasus yang sama, maka hal ini akan berubah nama menjadi kasus berantai. Waktu terjadinya kemarin sekitar tengah malam. Tempat terjadinya berada di sebuah losmen sederhana di perfektur Kanto, di daerah sekitar kanagawa. Saksi: nihil. Bukti: sedang dalam penyidikan. Korban: sedang dilacak. Pelaku: sedang dilacak. Jika kau bertanya apakah ini berhubungan dengan Kira, kepolisian pesimis bahwa hal ini bisa dikaitkan dengan sang maestro kita itu. Untuk lebih jelasnya kau bisa melihat foto yang kulampirkan." Watari melaporkan.
File terbuka dalam sekejap setelah Ryuzaki mengkliknya.
Desahan tertahan muncul seketika.
Foto dalam komputer memperlihatkan sebuah TKP beserta seorang korban berada di dalamnya.
Seorang anak kecil berusia sekitar delapan sampai sepuluh tahun. Terbaring telentang. Tubuhnya diselimuti oleh lautan darahnya -luka besar yang mengerikan tampak pada sekujur tubuhnya. Bagian dadanya jelas-jelas area utama tempat luka yang menyebabkan kematian berada. Namun, seolah si pelakunya kurang puas, ia masih menghujamkan tusukan-tusukan kejam di sekitar tubuhnya. Juga daerah tenggorokan di sekitar leher di dekat tulang selangka. Sebuah luka menganga mengerikan dari sana.
"Apa alasan mereka memanggilku bila hal ini tidak ada hubungannya dengan Kira, Watari?" tanya Ryuzaki pelan. Matanya masih mengawasi foto mengerikan di depannya intens.
Ada sebuah jeda sebelum Watari menjawabnya. "Bukti –bukti yang lain akan menyusul, Ryuzaki."
Ryuzaki mengubah air mukanya. Light dapat melihat bahwa adrenalin detektif di sebelahnya menggelegak karena sebuah misteri yang akan dihadapinya.
Light dapat merasakan ada yang tak beres di dalam suara Watari.
Sejak beberapa menit yang lalu Watari berbicara pada semua orang si ruangan ini, walau ia menguunakan kata 'kau' yang ditujukan pada Ryuzaki. Namun, Light tahu persis bahwa kalimat terakhir itu hanya ditujukan kepada Ryuzaki. Kepada L.
Mengapa demikian? Mengapa seolah-olah alasan kasus ini tidak boleh diketahui oleh semua orang selain L?
Light menyimpan pertanyaan itu di dalam hatinya.
"Baik. Lalu, apa yang diinginkan kepolisian?" tanya Ryuzaki lagi.
"Kau diharapkan melihat TKP. Dan beberapa prosedur lainnya. Seperti biasa."
"Tentu. Katakan kepada mereka L akan mengirimkan orangnya untuk melihat ke sana."
"Mode darurat. Baik."
Light tahu apa itu 'mode darurat'.
Istilah itu merujuk pada pengutusan kaki tangan L menuju lokasi perkara. Dan hal itu sangat-sangat jarang terjadi. Jadi bisa dikatakan bila L melakukan mode darurat, maka kasus tersebut adalah kasus tingkat tinggi. Tentu saja dengan fakta bahwa L tertarik pada kasus tersebut.
Light berdehem.
"Siapa yang akan kau kirim, Ryuzaki?" tanya Light.
Tanpa menatap Light, Ryuzaki bergumam, "Orangku yang sangat kupercaya, Light-kun."
"Aku akan memberikan jawaban kepada kepolisian. Tolong sebutkan waktunya, Ryuzaki." kata Watari.
"Hari ini. Pukul sebelas tepat. L akan mengutus orangnya. Tolong ingatkan mereka untuk menjalankan prosedur yang biasanya, Watari. Aku tidak bisa mengambil resiko sedikitpun. Bila terjadi sesuatu, maka L akan segera pergi dari kasus."
"Aku mengerti."
Prosedur yang biasanya.
Light juga tahu apa itu.
Prosedur ketat tentang penjagaan identitas kaki tangan L di depan tim penyidik kasus umum. L tidak memberikan sebuah kelonggaran tentang bocornya identitas orang-orang yang diutusnya. Maka kepolisian harus menjalankan prosedur tentang penjagaan identitas kaki tangan L. Apalagi bila FBI ikut campur dalam kasus.
L akan mengutus orang kepercayaannya dan kemudian ikut menyelidiki TKP. Kepolisian akan tahu bahwa itu adalah kaki tangan L, namun mereka tidak boleh mengganggap bahwa itu adalah kaki tangan L.
Bahasa simpelnya adalah, mereka semua harus pintar ber-akting.
Tentu saja orang kepercayaan itu akan mengaku dari sebuah institusi lain.
Prosedur itu harus dilakukan dengan ketat bila kepolisian memanggil L. Tentu saja pemanggilannya pun dilakukan secara rahasia.
'Kepolisian' itu hanyalah istilah. Sesungguhnya yang bisa melakukan pemanggilan itu hanyalah pemimpin tertinggi kepolisian dan beberapa orang federal di tingkat atas. Mungkin juga satu dua orang di Interpol.
"Kau mau segera ke TKP, Ryuzaki? Cepat sekali." Light membuat pernyataan yang berbahaya.
"Mereka membutuhkan kita..."
"Mereka membutuhkanmu..." Light mengulang.
"Kasus itu tidak ada hubungannya dengan Kira, tapi kupikir itu menarik..." suara Matsuda terdengar.
"Ini mengerikan... siapa yang tega melakukan itu kepada seorang bocah?" kemudian Mogi menyusul.
"Baiklah, semuanya... kalian diminta untuk terus bekerja pada kasus kita. Aku akan pergi sebentar dari kasus yang kita hadapi untuk merefresh otot-ototku..." kata Ryuzaki datar.
Ia kemudian membuat isyarat agar semua orang pergi dari belakang punggungnya. Setelah semua orang kembali ke pekerjaan mereka, Ryuzaki membuka semua dokumen yang tadi dikirim oleh Watari.
Light melirik sekilas pada data-data tersebut.
"Ryuzaki... mengapa kau mau mengambil kasus ini?"
"Jangan tanya, Light-kun. Aku tidak bisa menjawabnya, karena aku pun belum mengetahui jawabannya."
"Aku hanya mengingatkanmu, bahwa ada kasus yang lebih penting disini, bila kau mulai lupa."
"Aku tidak akan pernah melupakan tentang Kira, Light-kun."
"Baguslah kalau begitu."
"Anggap saja ini sebagai sebuah selingan. Siapa tahu ini ada kaitannya dengan Kira."
"Aku tidak berpikir begitu. Kira tidak ada urusan dengan seorang bocah."
"Bagaimana jika bocah tersebut membawa kehancurannya?"
Light diam sambil terkejut menatap Ryuzaki.
"Tentu saja, Kira akan memburunya."
"Kita punya pikiran yang sama."
"Siapa orang yang akan kau utus, Ryuzaki?"
Ryuzaki menoleh ke arah Light. "Kau akan pergi bersama orang itu, Light-kun. Ayahmu ada di dalam kasus ini."
.
[11:20 TKP]
Losmen itu terletak di tepi kota yang padat. Terkubur dari pandangan orang-orang yang sibuk lalu lalang antara stasiun dan pusat perbelanjaan.
Tempat penginapan murah yang tidak menarik bangunannya. Gedungnya terlihat hampir runtuh dan semua catnya terkelupas. Sepertinya sebentar lagi tempat ini akan bangkrut dan menjadi tempat persembunyian bagi pengedar narkotika dan juga bisnis prostitusi.
Tidak aneh jika sebuah kasus mengerikan terjadi di tempat seperti ini.
Tempatnya sudah mendukung.
Light dan 'orang L' datang tepat pukul sebelas. Mereka langsung memasuki TKP.
TKP adalah sebuah kamar bernomor 8 di lantai dua. Kamar paling ujung di lantai tersebut.
Sungguh, keadaan losmen ini benar-benar kumuh.
Ruangan losmen berisi layaknya sebuah losmen murah pada umumnya. Ada tiga bagian ruangan. Ruang depan yang sempit, kemudian ruang tengah yang berisi sofa tua dan televisi kecil, kemudian dapur kecil yang juga tampak kotor. Kamar tidurnya hanya satu. Begitu juga dengan toiletnya.
TKP adalah ruang tengah.
Sang korban masih berada pada posisi. Karena mereka memanggil L, mereka tahu bahwa L menginginkan sesuatu yang masih 'fresh from the oven'.
L tidak menerima kasus bila korban sudah dipindahkan atau keadaan TKP telah 'dibereskan'.
Anak itu terbaring di dekat kaki sofa yang berdekatan dengan televisi. Tirai jendela tertutup. Begitu juga dengan daunnya. Lampu ruangan telah jatuh terguling dari tempat ia berdiri di malam sebelumnya. Keadaan benda-benda lainnya tampak normal.
Kecuali bahwa semuanya itu adalah segerombolan saksi bisu yang mengawasi perkara berdarah kemarin malam.
Light memperhatikan korban dengan tatapan sedikit jijik sekaligus ngeri.
Ia memfokuskan tatapannya pada bocah berusia sekitar sepuluh tahun yang terbaring dengan pose yang menyakitkan itu.
Bocah itu berambut merah kecoklatan. Darah di sekitar pelipis dan wajah atasnya yang telah mengering membaur dengan warna rambutnya yang tergerai liar di sekeliling kepalanya yang tampak menyamping.
Tangan kanannya tergeletak diam di sebelah tubuhnya, sedangkan yang sebelah kirinya berada di sekitar dekat kepalanya.
Kakinya tertekuk menyamping.
Light memberanikan diri untuk melihat lebih dekat.
Anak itu berkulit tipe orang-orang Eropa. Putih pucat yang dingin.
Matanya terpejam. Tidak ada emosi apapun yang tereksplor dari wajahnya. Ia tampak seperti sedang tertidur. Hanya saja tanpa bernapas.
Dadanya dipenuhi bercak kehitaman yang mengental dan membanjir keluar mengaliri tubuhnya. Ada luka besar yang menganga di tengah-tengahnya.
Diafragmanya pun tercabik mengerikan. Si pelaku seakan-akan menusuknya berkali-kali.
Dan kemudian tenggorokannya.
Ada sebuah luka bebentuk bulat di tengah-tengah tenggorokannya, di antara tulang selangka.
Light mendengus. Orang yang melakukan ini pasti sudah gila.
Seseorang di samping Light membungkuk dan melakukan sesuatu, namun Light tidak fokus padanya karena masih terpaku pada tenggorokan si anak.
"Penyebab kematian adalah tusukan pada dada. Tapi bisa juga luka pada tenggorokannya. Kita hanya harus mencari mana yang lebih dulu dilakukan oleh si pelaku. Alat yang digunakan sejenis alat tajam seperti pisau... tapi kami belum mendapatkan apa yang menyebabkan tenggorokannya seperti itu. Kedua alat itu masih belum ditemukan. Saat ini kami masih bekerja mengejar pelaku. Lumayan sulit, karena tidak ada saksi. Jalan stasiun dan lapangan udara telah diawasi dengan ketat. Begitu juga dengan otopsi yang segera akan dilakukan..." seseorang bicara di belakang Light.
Light menoleh dan mendapati seseorang dengan tubuh yang tinggi besar.
Sang Komisaris polisi.
"... tentu saja jika kau mengijinkan kami membawa jenasah ini..." lanjut sang Komisaris.
Light menoleh pada orang di sampingnya.
"Tentu saja... kami tidak ingin memperpanjang penderitaannya. Kami pun sudah cukup melihat-lihat disini..." kata orang di samping Light.
Sang Komisaris menatap orang di samping Light dengan tajam. Ia tampak tengah berpikir.
"Geofrey Tisdale." kata orang di samping Light.
"Ya, aku tahu kau siapa." bisik Komisaris.
"Terima kasih karena kau menjalankan prosedurnya, Pak Komisaris." lanjut Geofrey.
Komisaris mengangguk kecil.
"Siapa yang menemukannya?" tanya Geofrey.
"Seorang pelayan kamar. Pintunya tidak terkunci. Ia mengetuk tapi tidak ada yang membukakan, kemudian ia masuk ke dalam."
Ia menatap Geofrey sebelum kemudian menjauh.
"Bagaimana menurutmu Tisdale?" tanya Light mengejek.
"Menurutku, Light-kun... si pelaku benar-benar sangat marah ketika melakukan ini..."
"Seorang ayah?"
"Mungkin, Light-kun."
"Perekonomian yang menghimpit bisa menjadi alasan yang bagus buat motif."
"Terlalu dangkal, Light-kun..."
"Aku kan hanya mengutarakan pendapat saya, Ryuzaki."
Geofrey menoleh ke arah Light.
"Lihat tenggorokannya..." sambung Light.
"Menurutku ada semacam motif 'balas dendam' disini, Light-kun."
"Kita punya banyak spekulasi..."
"Selain seorang ayah yang pemabuk dan menjadi gila, apalagi tebakanmu?"
"Mungkin sebuah balas dendam? Penculikan? Pemerasan?"
"Terlalu banyak. Dan umum."
"Apa yang kau harapkan? Vampir?" Light tertawa kecil.
"Vampir tentu tidak. Buktinya banyak darah disini..."
"Aku hanya bercanda, Ryuzaki..."
Tentu saja itu Ryuzaki.
'Orang kepercayaan L' adalah dirinya sendiri.
Apalagi kasus ini bernilai tinggi dimata L.
Light sudah bisa menebak siapa itu 'orang kepercayaan L'.
Namun di lain kesempatan di masa lampau, L benar-benar pernah mengutus seseorang.
Namun untuk kasus yang bernilai tinggi, ia akan menjalani perannya seorang diri.
"Light..." seseorang memanggil.
Light dan Ryuzaki menoleh.
"Kau baru tiba?" tanya orang itu.
"Setengah jam yang lalu... aku tahu ayah masuk ke dalam tim ini..." kata Light.
"Ya... aku yang meminta komisaris memanggil L, Light..."
Light terkejut.
Soichiro menatap Ryuzaki dan mengangguk.
"Mengapa?" tanya Light.
"Ada beberapa fakta yang menarik... coba, aku ingin dengar pendapatmu, Light." kata Soichiro.
"Aku hanya bisa menebak secara sementara. Bukti-bukti belum terkuak... aku belum bisa mengatakan banyak hal."
"Menurutmu... apakah ada kaitannya dengan Kira?"
"Ayah sendiri?"
"Aku bertanya padamu."
"Aku tidak tahu..."
Beberapa orang mengucapkan maaf untuk interupsinya. Mereka kemudian mengangkat korban dari tempatnya dan memindahkannya ke mobil Ambulan.
Seorang polisi mengatakan sesuatu pada Soichiro.
Soichiro menoleh ke arah Light dan berbisik, "Tolong kau awasi kasus ini, Light... aku punya perasaan yang tidak baik terhadap hal ini..."
Kemudian ia menjauh.
.
Light mengelilingi ruangan losmen itu.
Pertama ia memperhatikan kamar. Tidak ada yang tampak aneh selain dari fakta bahwa kamar tersebut sehabis dipakai oleh seseorang.
Sepreinya berantakan.
Kemudian Light menuju dapur. Ia benar-benar hanya melirik sekilas saja karena tidak tahan akan baunya.
Light kemudian menuju toilet.
Sebuah cermin besar yang permukaannya sebagian besar telah dimakan oleh karat bertengger di dinding di atas wastafel. Sebuah handuk yang penampilannya tampak sangat mengenaskan menggantung pada pipa di dekat bathub.
Light menatap dirinya sendiri di depan cermin.
Ia tertarik dengan sebuah noda pada permukaan cermin tersebut.
Noda halus memanjang yang cukup lebar.
Apakah ada sesuatu disana?
Tidak ada.
Itu hanyalah sebuah bukti kemalasan dari pihak pengelola losmen.
Light menatap cermin dengan tatapan bosan dan kemudian keluar toilet.
.
[Head Quarter 23:10]
Light tampak termenung di sofa.
Ryuzaki duduk di kursinya di tempat favoritnya yang biasa.
"Aku tidak mengerti, Ryuzaki..." kata Light. Tangannya memegang beberapa berkas.
Berkas tentang kasus yang ia lihat tadi siang.
"Apa yang tidak kau mengerti, Light-kun?"
"Mengapa ayahku meminta kau untuk mengusut kasus remeh ini?"
"Ini bukan kasus remeh, Light-kun. Memang tampaknya mirip seperti kasus umum. Seorang ayah yang mungkin mabuk dan membunuh anaknya... tapi tidak, ini bukan kasus seperti itu, Light-kun. Ada yang lebih jahat disini. Aku bisa mengendusnya."
"Ia tidak mau memberitahukan kepadaku. Kau juga kan?"
Light melirik Ryuzaki.
Ryuzaki masih membelakanginya, Ia tidak bereaksi.
Light tahu bahwa ada yang tidak beres.
"Apakah hasil otopsi sudah tiba?" Light menyambung pertanyaan dengan topik lain.
"Belum. Jika sudah, kita segera akan diberitahu."
Light makin tercenung.
Ia kemudian bangkit berdiri.
"Mau kemana, Light-kun?"
"Aku ingin istirahat sejenak. Aku gunakan kamar yang biasa."
"Kau tidak pulang?"
"Tidak. Aku tidak bisa pulang dalam keadaan seperti ini."
Pintu tertutup dengan bunyi berdebam lembut.
.
Phase Three: Message
[Head Quarter 04:50]
Light merasa dirinya mendengar sesuatu.
Di kejauhan.
Mirip seperti suara kereta kuda yang bergerak mendekat.
"Light."
Light membuka matanya. Ia menyadari bahwa dirinya berada di tempat tidur.
Oh iya, aku terbagun.
"Light."
Seseorang mengetuk pintu kamarnya dari luar.
Light meremas tengkuknya dan berjalan ke arah pintu.
Ia menatap jam dinding.
04:51
Ia membuka pintu dan melihat wajah ayahnya yang lelah.
"Ayah?" kata Light agak terkejut.
"Apakah ada sesuatu terjadi?" sambung Light.
Ayahnya menatapi Light sejenak. Kecemasan didalam matanya tercampur dengan dilema yang misterius.
"Light... aku ingin bertanya... apakah kau ingin mengatakan sesuatu padaku?"
Light tampak bingung.
"Apa maksudnya?"
"Apakah ada sesuatu yang... ingin kau ungkapkan, Light?"
"Ha?" Light jelas-jelas heran.
"Baik, Light..." Soichiro menarik napas keras.
Matanya tampak sedih.
"Ada apa, ayah? Katakan saja."
"Light... maukah kau datang bersamaku? Tolong bantu aku, Light. Ini memang sulit, tapi kau harus bekerjasama dengan kami."
Light merasa matanya melebar.
Tangannya refleks membuka pintu kamarnya lebar-lebar.
Sejumlah polisi (orang-orang yang tidak dikenal Light) memenuhi ruangan di depan kamarnya. Mereka semua berseragam resmi dan memegang senjata api.
Senjata-senjata itu tepat diarahkan ke arah Light.
Light mengerutkan dahi. Perutnya tiba-tiba lemas.
"Ada apa ini?" suara Light tenang. Namun, wajahnya telah berubah menjadi sangat dingin. Buas.
Light menatap Ryuzaki di belakang para pengepungnya.
Matanya tidak ramah.
"Apa lagi ini, Ryuzaki?" Light bertanya dingin.
"Kau menahanku karena telah menemukan bukti bahwa aku adalah Kira?" lanjut Light.
"Tidak, Light." Soichiro yang menjawab.
"Permainan apa ini, ayah?" kini Light tampak sedikit panik. Namun, ia tetap tenang.
"Light... ini bukan tetang Kira... maksudku... ini mungkin berhubungan dengan Kira... tapi kami akan menyelidiki lebih lanjut jika memang kasus pembunuhan itu ada kaitannya dengan Kira atau tidak. Tapi, tidak, sekarang ini bukan tentang Kira, Light."
"Pembunuhan? Maksudmu tentang kasus kemarin?"
"Ya."
"Ayah, ada apa ini? Tentang apa ini semua?"
"Light, aku juga terkejut dengan fakta ini... tapi ini semua adalah bukti nyata... kau tahu kan bahwa polisi bekerja berdasarkan bukti-bukti nyata. Maka kami hanya menjalankan tugas kami saja. Maafkan aku, Light."
Light menciptakan pose awas. "Tolong, bisakah kau memperjelas perkataanmu, ayah?"
"Kau mengalami amnesia kan, Light? Waktu itu berhubungan dengan kasus Kira. Kau sendiri yang membuktikannya. Kau tidak mengingat satu pun tentang fakta-faktanya. Dan kupikir... itu terjadi lagi, Light..."
Hening.
Soichiro menelan liurnya.
"Kau melakukannya lagi, Light."
"Apa-"
"Aku tidak tahu... maksudku apakah kau benar-benar menderita sebuah penyakit atau tidak... kau tahu tentang 'short term memory'? sebuah penyakit yang berhubungan dengan itu, namun dalam kasusmu itu sangat random. Kau seperti menderita penyakit ini dengan alur yang sangat acak. Short term memory biasanya mempunyai sebuah pola dalam pelaksanaannya. Bisa lima detik, lima menit, lima jam, atau sehari. Tapi kau sepertinya kau mengalaminya secara acak. Tidak mengindahkan ketentuan yang sudah umum. Tapi, Light, yang ingin kukatakan disini adalah, aku tidak yakin kau menderita penyakit itu atau tidak... tapi yang jelas... kau telah melakukan sesuatu yang tidak kau sadari..."
Light menatap ayahnya dengan pandangan tidak percaya.
"Ayah... aku tidak menderita penyakit apapun... amnesiaku waktu itu memang misterius... tapi kau tahu kan bahwa aku tidak melakukan hal yang tidak benar?"
"Tidak, Light... aku tidak tahu..."
"Apa maksudmu, ayah?"
"Light..." Soichiro menyentuh lengan Light. Light menepisnya dengan kasar.
"Light... apakah kau tidak pergi ke sebuah tempat kemarin malam?"
Light mendengus.
"Apa ini?" intonasi yang tajam. "Kau sedang menginterogasiku, ayah?"
"Light... tolong jawablah..."
Light melihat peluh di kepala ayahnya.
"Kau bisa tanyakan itu kepada Ryuzaki..."
Ryuzaki tidak bergeming.
"Light... aku bertanya padamu..."
"Tidak. Aku tidak pergi kemanapun, ayah..."
"Kau pulang ke rumah kan?"
"Ya. Aku pulang. Ibu melihatku pulang ke rumah."
"Tengah malam."
"Tidak. Aku pulang sekitar pukul lima pagi."
"Mengapa kau pulang, Light?"
Light menatap ayahnya dengan dingin.
"Aku perlu pakaian ganti, ayah..." Light mendengus geli.
"Baik! Aku muak dengan basa basi yang menjengkelkan ini! Katakan saja intinya!" Light berseru.
"Baik, Light. Kau memang harus tahu lambat laun."
Soichiro mengeluarkan sebuah amplop berwarna cokelat dari saku jaketnya.
Ia benar-benar tampak lelah dan penat. Wajahnya menyiratkan bahwa ia sedang memikul beban yang sangat berat.
"Ada yang kami rahasiakan darimu, Light... ingat kan bahwa aku yang memanggil L?"
"Aku sudah tahu, ayah... kau dan L menyembunyikan sesuatu dariku..."
Light menatap Ryuzaki.
"Nah... sebenarnya ada satu fakta yang tidak kau ketahui, Light... fakta di losmen itu..."
"Tunggu sebentar... jadi ini benar-benar tentang kasus itu?"
"Ya. Ini tentang kasus pembunuhan anak kecil itu."
"Oke. Lanjutkan."
"Kami telah menghapus satu bukti dari TKP. Kami menyembunyikan fakta ini darimu, Light."
"Bagus. Pasti ada alasan yang bagus untuk itu, kan?"
"Ya."
"Dan, apakah itu?"
"Aku mengundangmu untuk melihat reaksimu, light... " Soichiro berbisik pada Light.
Soichiro tampak menunggu sesuatu dari Light. Namun anaknya itu tidak bergeming.
Soichiro menarik napas. Wajahnya semakin frustasi.
"Jadi, kau tetap tidak ingin mengatakan apapun tentang hal ini, Light?" tanya Soichiro.
"Ayah. Tolong."
Soichiro menatap Light dengan was-was.
Kemudian ia menyerahkan amplop cokelat itu ke tangan Light.
Light membuka tutupnya yang tidak tersegel dan menarik dari dalamnya sebuah lembaran foto.
Seketika Light terbelalak.
Ia terkejut bukan main.
Foto itu memperlihatkan salah satu bagian dalam losmen yang kemarin siang dilihat Light.
Ya, ia telah melihatnya. Dan ia tahu ada yang tidak beres di dalamnya, tapi ia tidak menyadarinya.
Toilet di kamar losmen.
Foto itu memperlihatkan sebuah cermin yang menggantung di dinding toilet di atas wastafel.
Segalanya tampak persis sama seperti yang dilihat Light kemarin siang.
Kecuali satu hal.
Sebuah tulisan di permukaan cermin.
Tentu saja!
Light merasakan bulu kuduknya meremang.
Ia tahu bahwa ada sesuatu di cermin itu dan ia berpikir bahwa seseorang telah menghapusnya.
Tapi ia tidak berpikir bahwa polisi lah yang telah menghapusnya.
Semua hal di TKP harus seperti sebelumnya untuk L. Tapi jika L sudah diberitahukan tentang fakta itu, maka tidak masalah menghapus bukti tersebut.
Untuk memancing seseorang.
Dan seseorang itu adalah Light.
Dirinya sendiri.
Dari awal ia tahu bahwa ada yang disembunyikan darinya.
Dan kini ia tahu bahwa ia benar.
L-Ryuzaki-membohonginya.
Ayahnya membohonginya.
Pasti ada yang tidak beres.
Dan sekarang... di genggamannya yang bergetar, Light mengetahui alasan dari semuanya itu.
Sebuah tulisan pada cermin toilet.
Tulisan itu bukanlah diciptakan dari alat tulis atau apapun.
Itu adalah sebuah teknik klasik yang sangat cerdas.
Jika cermin itu dipenuhi dengan embun yang dihasilkan oleh air hangat, maka kau bisa menulis sesuatu pada permukaannya tanpa kau merasa khawatir orang lain bisa melihatnya bila embunnya telah menghilang.
Satu-satunya cara untuk melihatnya adalah dengan mengembuninya kembali.
Maka kau akan melihat sebuah tulisan disana.
Itulah bukti yang dihapus dan disembunyikan dari Light.
Dan kini Light mengetahui mengapa mereka semua menyembunyikan hal itu dari dirinya.
Karena tulisan itu menyebut-nyebut tentang dirinya;
'CARI YAGAMI LIGHT'
.
"Ini benar-benar tidak masuk akal..." Light merasa tubuhnya berguncang.
"Selain itu, Light... kami memiliki bukti lainnya..."
Light menatap ayahnya dengan panik.
"Ini benar-benar menjijikan... bagaimana dengan fakta bahwa aku telah difitnah?" Light mempertahankan suaranya tidak bergetar.
"Light... di salah satu bagian tubuh korban... terdapat sidik jarimu..."
"Tidak mungkin!"
Kini Light mendorong ayahnya kasar dan mundur satu langkah. Wajahnya dipenuhi emosi yang menggelegak.
Light menusuk Ryuzaki dengan tatapannya.
Tidak! L tidak akan melakukan cara sekotor ini hanya untuk membuatku dipenjara!
Atau?
"Light, aku tahu ini tidak mudah... aku pun tidak mengerti..."
Light tidak menjawab perkataan ayahnya. Light melihat wajah ayahnya tepat dimatanya.
"Aku berada di tempat ini kemarin malam. Kalian tahu itu."
"Aku tahu, Light. Aku tahu."
Light menunduk dan menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa percuma melawan.
Polisi bekerja melalui bukti.
Kini bukti itu telah mengancam dirinya.
Ia tahu pasti semuanya akan terkuak. Tapi ia harus bersabar.
"Bawa dia..."
Suara Soichiro tercekat.
Dua orang polisi mendekati Light dan memborgol tangannya.
Saat berjalan melewati Ryuzaki, Light berhenti sejenak.
Ia menatap tajam mata detektif itu.
"Kau tidak mengingat momen yang sama dengan saat ini sebelumnya, Light-kun?"
Light tidak menjawab.
Ia memberikan tatapan terakhirnya yang penuh dengan jutaan makna.
Kemudian ia pun berlalu.
.
Phase Four: Break away
[Kepolisian Pusat 23:50]
Light melewati satu hari penuh dengan melakukan interogasi.
Statusnya masih sebagai 'saksi'.
Namun, ia tahu cepat atau lambat itu akan berubah menjadi 'tersangka'.
Bagian penginterogasi melakukan tugasnya dengan profesional. Ia tidak segan-segan walau yang diinterogasi adalah anak sang kepala polisi.
Light pun melakukan bagiannya dengan baik.
Ia tenang dan dingin.
Ia terbiasa bersikap tenang. Sementara otaknya yang brilian itu terus berputar mencari solusi.
Sesungguhnya hanya ada dua fakta yang memberatkannya dalam kasus misterius ini.
Tulisan di cermin dan sidik jari.
Walau tulisan itu benar-benar sebuah fakta yang tidak kuat, tapi itu tetap merupakan bukti terpenting.
Jika kau mempunyai waktu untuk menuliskan sebuah pesan kematian, kau pasti akan menulisnya dengan sangat jelas.
Dalam kasus ini sepertinya sang korban telah lama menuliskan pesan itu sebelum akhirnya ia dihabisi oleh sang pelaku.
Namun tetap saja seharusnya ia bisa menambahkan detil seperti 'Yagami Light akan membunuhku' atau sejenisnya. Tapi itu tidak dilakukannya.
Alih-alih menuliskan sesuatu yang jelas, ia malah memilih untuk menuliskan sebuah teka-teki.
Sebuah poin yang harus diselidiki lebih jauh lagi.
Light masih bisa bernapas lega di sini.
Namun, masalah sidik jari itu adalah masalah yang cukup mengkhawatirkan.
Light benar-benar tidak punya ide kenapa sidik jarinya bisa ada di tubuh sang korban.
Ia tidak mengenal siapa bocah itu.
Demi Tuhan!
Mengapa ia bisa meninggalkan sidik jarinya pada tubuh bocah itu?
Apakah ia tidak secara sengaja bertemu dengan anak itu dan kemudian menyentuhnya?
Tapi itu tidak masuk akal.
Mereka mengatakan bahwa sidik jarinya berada di daerah leher sang korban.
Satu-satunya.
Dan itu sangat kecil. Hanya sebagian kecil dari sidik jari seseorang yang tertempel di sana.
Jadi, apakah ia pernah bertemu dengan bocah itu di suatu tempat dan kemudian secara tidak sengaja Light menyentuh lehernya?
Untuk apa?
Lagipula ia benar-benar tidak pernah bertemu dengan anak tersebut. Tentunya ia akan tahu jika ia pernah bertemu dengannya kan?
Light pasti akan mengenalinya.
Tapi ia sama sekali tidak tahu siapa anak itu.
Sebuah kesimpulan lain.
Yang lebih tidak masuk akal.
Apakah dirinya memang menderita short term memory?
Malam saat kejadian itu terjadi, ia berdebat dengan Ryuzaki. Kemudian ia beristirahat di kamar di HQ. Lalu pukul lima subuh ia pulang ke rumah.
Lalu, apakah di antara jam jam itu ia mengalami short term memory?
Ia pergi ke sebuah losmen setelah menculik seorang anak di jalan, dan kemudian menyiksa dan membunuhnya?
Ini benar-benar tidak masuk akal.
Atau ia sesungguhnya memiliki saudara kembar?
Light merasa ingin muntah.
Pemyidik memperbolehkan dirinya beristirahat setelah menjalani interogasi.
Light diantar ke sebuah kamar kecil. Petugas mengunci pintunya dari luar.
Dalam kesendiriannya itu, ia mengingat Ryuzaki.
'Kau tidak mengingat momen yang sama dengan saat ini sebelumnya, Light-kun?'
Oh iya.
Ia pernah mengalami amnesia.
Apakah seperti itu juga keadaannya saat Ryuzaki memenjarakan dirinya di penjaranya di bawah tanah?
Ia sama sekali tidak ingat.
Lalu, masalah Kira.
Bagaimana jika sesungguhnya ia adalah si kriminal sakit jiwa itu?
Semuanya itu adalah perbuatannya. Dan dilakukan secara tidak sadar?
Oh Tuhan.
Light merasa kepalanya berdenyut-denyut menyakitkan.
Ia tidak bisa berpikir rasional.
Saat selanjutnya yang ia ingat adalah tubuhnya yang terjatuh lemas di atas tempat tidur yang asing.
.
[00:11]
Ada yang membuka pintu kamar Light.
Ibu?
Light menunggu mendengar suara ibunya yang hangat membangunkannya dengan lembut.
Yagami Light...
Ibu?
Yagami Light...
Bukan, itu bukan suara ibunya.
"... Light..."
Light merasakan secercah cahaya memasuki kelopak matanya. Pintu terbuka dan cahaya yang temaram berhamburan masuk.
Light mengeluh kecil.
"Tuan Light, ada yang ingin bertemu anda."
Light menegakkan tubuhnya dan duduk di tempat tidur. Ia berusaha mengumpulkan fokus pandangannya kembali ke matanya dan mengabaikan perasaan galau di pikirannya.
"Ya?"
"Silakan ikut saya."
Light mengikuti orang di depannya menyusuri lorong. Ia tahu dimana ia berada. Ia telah sadar sepenuhnya.
Lorong itu berakhir pada sebuah pintu.
Ia melangkah masuk dan mengenali ruangan itu sebagai ruangan pertemuan untuk para tahanan.
Ia seorang tahanan, kan?
Light menatap seseorang di ujung meja.
"Kalian punya waktu lima belas menit. Asal kau tahu saja, jika ini bukan keinginan si detektif itu, kau tidak diperbolehkan menemui seseorang di waktu seperti ini."
Light tahu.
Orang itu meninggalkan Light dan seseorang di ujung meja.
Pintu berdentang tertutup.
Light masih berdiri diam menatap orang di ujung yang sedari tadi juga menatapnya secara tajam.
"Jadi... kau mau menyampaikan sesuatu yang tidak bisa kau sampaikan di HQ kemarin malam, Ryuzaki?" tanya Light. Suaranya dingin.
"Alibi. Kau bersamaku di malam itu, Light-kun. Aku yakin bahwa kau adalah Kira. Tapi, masalah yang sekarang sama sekali lain. Aku adalah orang yang profesional, Light-kun. Aku akan tetap mengawasimu sebagai tersangkaku, namun untuk kasus baru yang mengejutkan ini, aku bisa berkata bahwa aku tidak yakin kaulah yang melakukannya."
"Terima kasih." kata Light dingin.
"Aku tahu kau tidak mengalami penyakit apapun, Light-kun. Amnesia yang kukatakan yang berhubungan dengan Kira adalah satu-satunya dan tidak terjadi lagi padamu. Aku tahu bukan kau pelakunya."
"Aku tidak tahu." kata Light lelah.
"Jangan salah sangka terhadap ayahmu, Light-kun. Ia sangat mengkhawatirkanmu."
"Aku tidak bisa berpikir, Ryuzaki... jujur saja, aku malu sekali berpikir bahwa kau lah dalang dibalik semuanya ini... hanya untuk menjebloskanku ke penjara... sefrustasi itukah kau?"
"Kau benar, Light-kun. Kau harus malu. Aku tidak tahu menahu mengenai kasus ini."
"Bagimana dengan hal kau menyembunyikan fakta di cermin itu?"
"Maafkan aku, Light-kun. Aku hanya mengikuti saran ayahmu. Kami ingin melihat reaksimu, dan kemudian kami akan memikirkannya. Dan aku sampai pada keputusanku bahwa kau tidak melakukannya, namun... kau berhubungan dengan hal ini..."
"Aku memang ada hubungannya, Ryuzaki. Siapapun orang yang telah menyeretku ke dalam masalah ini tidak akan kubiarkan lolos."
"Aku tahu, Light-kun."
Hening.
"Baik. Aku mengenalmu, kau pun mengenalku, Light-kun. Aku tidak suka menunda-nunda. Ayo kita pergi."
"Apa?" Light terkejut.
"Kau mau tetap disini, Light-kun?" Ryuzaki menatap Light dengan pandangan penuh arti.
Light tersenyum lemah dan mengumpat.
"Sial... kenapa kau adalah detektif tersohor itu..."
"Waktu kita tidak banyak. Ayo, Light-kun."
Ryuzaki melangkah ke pintu dan berseru.
Pintu terbuka dan orang yang mengantar Light tadi muncul.
"Maaf, sir, apakah anda sudah menikah?" Ryuzaki tiba-tiba bertanya padanya.
Orang itu melihat Ryuzaki dengan kebingungan. "Apa-"
Ia tidak pernah menyelesaikan perkataannya.
Sedetik kemudian ia telah terkapar di lantai di ambang pintu berkat pukulan telak Ryuzaki.
"Lalu? Kau pikir kau bisa memukul semua polisi di tempat ini, Ryuzaki?" tanya Light setengah was-was.
"Ikut aku, Light-kun!"
Mereka menyusuri lorong dan berbelok di tikungan. Kemudian Ryuzaki berhenti.
"Daerah empat, lorong sepuluh, alfa tetha..." Ryuzaki tampak berbisik.
Namun, ia tidak berbisik kepada Light.
Ia berbisik pada sebuah headphone mungil yang tiba-tiba ia keluarkan dari saku celananya.
Sebuah suara sintetik pelan meluncur dari bagian pendengarannya.
Light mengenali suara itu.
Ryuzaki adalah L.
Ia memiliki berbagai macam fasilitas nomor satu karena ia adalah detektif kepercayaan Interpol dan dunia.
Saat ini ia tengah memanfaatkan salah satunya.
Ia menyadap kamera pengintai dan denah terupdate dari gedung Kepolisian Pusat melalui pemindai satelit.
Seseorang di ujung sana yang menjadi mata ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh.
Ryuzaki bergerak setelah mendapatkan apa yang diinginkanya.
Mereka terus bergerak.
Semua tampak mulus, kecuali bahwa mereka menemui rintangan dua kali. Seorang petugas yang keheranan melihat mereka sebelum akhirnya Light memukulnya hingga pingsan dan seorang penjaga yang baru saja membuat kopi. Ryuzaki memukul tangannya dan kopinya mengenai wajahnya. Sebelum orang itu meraih radio, Light sudah memukul diafragmanya. Satelit pun tetap bisa mengalami error, kan?
Light menyadari bahwa mereka tidak menuju kebawah, ke pintu utama. Melainkan terus naik ke atap.
Setelah berhasil melewati lorong-lorong dengan selamat-berkat bantuan mata ketiga L-Light dan Ryuzaki tiba pada pintu atap.
Light membukanya dan mencium aroma malam yang pekat di baliknya.
"Baik... jadi mana talinya, Ryuzaki? Jangan katakan kita akan meluncur bebas dari sini..."
"Kalau kau mau meluncur bebas silahkan saja, Light-kun... aku ingin terbang..."
Seketika sebuah choper muncul dari bawah.
Choper itu mendekat ke atap dan medarat di atap.
Ryuzaki melangkah ke arah choper dengan cekatan, Light mengikutinya dibelakangnya.
Tiba-tiba sebuah sirine terdengar di kejauhan. Sirine yang berasal dari dalam gedung di bawah mereka.
Saat akhirnya Light menatap beberapa petugas polisi dengan senjata api di tangan mereka mengumpat dan berusaha menjatuhkan choper dengan menembakinya, Light tahu ia telah berada di langit malam yang bebas.
Terbang menuju kebebasannya yang liar.
.
Phase Five: Journey
[Somewhere 03:15]
Tempat itu berada di sebuah kawasan berpohon-pohon lebat.
Hutankah?
Light tidak tahu.
Mereka mendarat di sebuah tempat luas yang terpencil di tengah pepohonan-pepohonan.
Mereka turun dan kemudian choper itu pergi secepat kilat.
Ryuzaki membawa Light ke sebuah rumpun yang menyembunyikan sebuah Bentley hitam disana.
"Kau tidak salah memilih mobil, Ryuzaki?"
"Kita tidak akan berjalan di hutan, Light-kun."
Mereka memasuki Bentley dan Ryuzaki segera membawa mereka keluar dari tempat itu.
Benar saja, tidak lama mereka telah berada di sebuah jalan kecil yang sepi.
Keluar dari balik pepohonan yang mengurung mereka.
Jalan di kiri kanan mereka dihimpit oleh pepohonan yang lebat.
"Aku melakukan ini karena aku ingin tahu mengenai kasus misterius ini, Light-kun."
"Aku tahu itu, Ryuzaki. Kau kan tidak sebaik itu, ya kan?" ejek Light.
"Semua ini menarik. Aku bertanya-tanya apakah yang akan terjadi sehabis ini."
"Fotoku tersebar di pamflet-pamflet, seluruh media akan meneriakkan namaku dan jika ada seorang anak yang bertemu denganku, ia pasti akan menjerit karena melihat wajahku. Aku kan sudah menjadi psikopat yang suka menyiksa anak-anak sekarang."
"Jangan frustasi seperti itu, Light-kun. Aku tahu kau bisa melewati ini."
"Baik, tuan detektif, aku harus berterima kasih padamu, Ryuzaki..."
"Waktu kita tidak banyak, Light-kun. Kita akan segera mengusut kasus ini. Watari sudah menyiapkan segalanya."
"Apakah polisi tahu bahwa L yang telah melarikanku?"
"Ya. Mereka tahu."
"Kau... mengapa kau mengorbankan namamu?"
"Karena jika aku tidak bilang bahwa aku utusan L, maka aku tidak bisa masuk ke dalam sana, Light-kun."
Light menatap Ryuzaki tidak percaya.
"Kau mengorbankan namamu, demi aku?"
"Aku mengorbankan namaku, demi diriku sendiri, Light-kun. Aku ingin masuk ke dalam misteri ini. Dan aku harus memiliki clue. Satu-satunya clue yang kumiliki sedang ditahan oleh kepiolisian pusat, jadi apa boleh buat."
"Jujur saja, Ryuzaki... aku tidak punya clue apa-apa untukmu..." kata Light frustasi.
"Oh ya, kau punya. Sejak namamu terpampang di cermin itu, kau sudah memiliki clue, Light-kun. Semuanya berasal darimu. Semuanya berhubungan denganmu. Hanya saja kau belum tahu apa itu."
"Baik. Kalau begitu, boleh aku tahu apa rencana kita selanjutnya, detektif?"
"Kita akan pergi ke alamat ini, Light-kun."
Ryuzaki memberikan sebuah kertas pada Light.
Light membacanya.
Sebuah alamat tertera di kertas kecil itu. Light membelalakan matanya saat menatap nama kota di belakangnya.
'Kislovodsk'
"Ryuzaki... kau pikir kita bisa ke Rusia menggunakan Bentley?"
"Kita akan naik jet pribadi, Light-kun... kita hanya perlu mencapai hangar pribadiku saja. Hang on... tidak lama lagi."
Light terpaku sambil menatap detektif di sampingnya itu.
"Kau... aku sebenarnya tidak pernah mengakui bahwa kau benar-benar L, Ryuzaki... sampai saat ini tiba..."
"Terima kasih atas kejujurannya, Light-kun."
Bentley melaju menuju barat.
Membawa kedua penumpangnya ke sebuah petualangan mencari kebenaran yang mungkin mengerikan.
Dan tidak pernah mereka pikirkan bahkan di dalam mimpi-mimpi liar mereka sekalipun.
To Be Continue
Author's: Maaf, karena ternyata chapter ini panjang. Saya benar-benar tidak menduga kalau jadinya akan sepanjang ini.
Saya tidak akan mengatakan banyak hal mengenai cerita ini, karena saya tidak ingin mengacaukan misterinya.
Cerita ini akan saya selesaikan. Hanya saja mungkin tidak akan terlalu cepat dalam meng-update-nya. Tapi saya akan menyelesaikan cerita ini.
Diperkirakan cerita ini akan selesai dalam empat belas chapter.
Terima kasih buat yang sudah meluangkan waktunya membaca cerita tidak bermutu ini dan juga mereviewnya.
Thanx very much.