Teneesee Line part 1 of 2
Katekyo Hitman Reborn belongs to Amano-Sensei
Rating : T
Genre(s) : Friendship, Hurt/Comfort, Romance
Pair : 2786, 2795 a little bit R86 as a hint ^^;
Warning: OOC, AU, Lebay, boring, typo, tidak berbobot dan sejuta kenistaan lainnya.
Lagu pemberi inspirasi: Teneesee Line - DAUGHTRY(sampe dipake buat judul XD) & T.A.T.U - Gomenasai
Rya's note : yah, sebenarnya ini fic yang saya jadikan bornday present fic buat Shii-chan yang hari ini ultah(cek tanggal publish deh), niatnya sih oneshot. Tapi setelah ngeliat mc. Word saya yang rada 'ngeh' ga bisa nulis panjang-panjang karena pasti bakal ada huruf-huruf yang hilang. Saya putuskan buat ini jadi 2 bagian toh saya langsung publish plus-plus.
Maaf, sis lagi ultah aku malah buat fic hancur nan ga jelas maknanya, gomen T^T.
Yang lapar…yang lapar… Buruan minta tarktir sama Shii…Ayo! Ga usah ragu-ragu! Saya dukung dengan sepenuh hati dan jiwa* runs*
-o-
-You can choose to be happy or sad and whichever you choose that is what you get. No one is really responsible to make someone else happy, no matter what most people have been taught and accept as true.-
~86 PoV~
Di luar begitu mendung, birunya langit kini tertutupi oleh gelapnya awan, Kuperhatikan langit mendung itu terus mengeluarkan tetesan air dari perutnya. Tidak tertinggal pula angin sejuk yang menemani derasnya hujan. Membuat tubuhku semakin mengigil. Jelas saja baju yang kupakai telah basah karena aku pergi tanpa memakai payung meski aku memakai jaket berwarna biru muda ku.
Aku terus memandangi pemandangan tersebut dari jendela estalase café yang ku kunjungi. Banyak orang yang berlalu-lalang di luar sana. Entah yang sedang berlari terburu-buru karena kehujanan atau yang sekedar berteduh di pinggiran toko-toko di wilayah sekitar.
Hiruk pikuk asap mengalihkan pandanganku dari moment itu, kulihat seorang waiter berjalan menghadapiku, tersenyum, lalu meletakan 2 cangkir cappuccino dan 2 piring berisi chocolate roll cake. "Selamat menikmati." Kata waiter itu ramah yang kubalas dengan anggukan, pelayan itupun pergi meninggalkan mejaku sedang aku mengalihkan pandanganku kembali ke luar.
"Kau tidak memakan kuemu…Haru?" Seorang bayi dengan topi fedoranya berkata. Ah, aku baru ingat bahwa aku kemari bersama Reborn-Chan. Kuperhatikan ia menegguk sedikit Cappucino yang aku pesan tadi. Kusadari mata bulat hitam legam itu berbalas pandang padaku. Aku membalasnya dengan sebuah senyuman…Meski aku bisa merasakan senyum ku saat itu bukanlah suatu senyuman yang wajar. Senyum yang seketika berubah menjadi muram, muram karena mengingat kembali kejadian yang baru saja terjadi. Bisa kurasakan butiran air mata pilu yang hangat membasahi pipiku.
"Sebenarnya…"
~Flashback : Beberapa jam sebelum Haru berada di cafe~
"Aku menyukaimu Tsuna-san!" Ucapku lantang, sambil memejamkan kedua mataku dan menundukan kepalaku untuk menahan rasa malu. Bahkan bisa kurasakan bahwa wajahku memerah saat itu. Parahnya aku 'menembaknya' tepat di depan teras rumahnya. Ya, rumah seseorang yang sangat aku dambakan. Sawada Tsunayoshi.
Aku ingin Tsuna-san tahu dan mengerti bahwa segala ocehanku tentang dirinya entah itu 'calon suami Haru dimasa depan' atau 'Tsuna dan Haru adalah pasangan serasi' bukanlah sekedar canda gurauan belaka. Aku ingin Tsuna-san mengerti bahwa perasaanku ini nyata. Aku ingin ia memandangku bukan sekedar teman biasa. Aku ingin menjadi orang yang teramat sangat penting untuknya.
Sekian menit aku memejamkan mata, tidak ada jawaban ataupun tanggapan. Hanya ada rasa sepi dan sunyi, bahkan tidak ada suara orang-orang yang berlalu lalang. Padahal saat itu masih siang. Akhirnya aku mencoba untuk membuka kedua mataku dan bertemu dengan mata caramel yang sangat kusukai itu. Seakan lewat mata itulah aku menyampaikan bahwa aku benar-benar serius.
Tsuna-san memandangku seakan tidak percaya dengan apa yang kukatakan. Ia sedikit memundurkan langkah kakinya mundur, wajahnya sedikit bersemu merah.
Manis…pikirku…
Kami terus terdiam di tempat, kulihat ia sedikit gelagapan, menghela nafas lalu mulai membungkukan badannya.
"Maaf Haru….Tapi aku…"
Kalau kuingat-ingat kembali saat itu pula cuaca terik menjadi mendung seketika.
-o-
Gemuruh petir terasa menggetarkan hatiku. Aku tidak peduli dengan derasnya hujan yang kian membasahi sekujur tubuhku. Rasa amarah bercampur sedih mengalir berkecambuk di dalam diriku. Hingga jejakku berhenti tepat di depan rumahnya. Di rumah sahabat yang selama ini kuanggap bahkan bagaikan saudaraku sendiri. Oh! Sungguh waktu yang tepat melihat ia berada di luar rumah, membawa sebuah payung. Bertanda ia ingin pergi ke suatu tempat. Ia kaget melihatku di depan rumahnya, mungkin karena penampilanku yang saat ini terlihat basah kuyup. Ia pun segera berlari ke arahku. "Haru-chan! Kau basah kuyup!" Katanya dengan nada cemas, " Tadi aku berniat untuk pergi membeli kue lalu bermain ke rumahmu. Tapi tidak kusangka kau kemari." Tambahnya sambil mengelap kepalaku dengan sapu tangannya. Huh! Sungguh perhatian yang manis, tapi aku tidak butuh ini! Rasa amarah menggeluti diriku, membutakan pandanganku, sekejap aku mengayunkan tangan kananku, melewati hempasan angin.
PLAK!
"KAU JAHAT KYOKO-CHAN!"
Ya, aku menampar wajah sahabatku sendiri. Aku benar-benar mengerahkan seluruh tenagaku. Nafasku terengah-engah, rasa ingin menangis pun kutahan. Kulihat ia menatapku dengan pandangan shock Mungkin tatapan mataku tampak seperti orang gila saat itu.
"Ha-Haru-chan..?" Kembali ia memanggilku, ia mungkin ingin memastikan mengapa aku berbuat demikian. Entah mengapa aku merasa muak mendengar dirinya memanggil namaku. Sungguh membuatku murka.
"Kenapa…Kenapa…Kyoko-chan…Kenapa kau tidak pernahmengatakan hal itu sebelumnya…" ucapku mencoba menahan tekanan suaraku.
"Me-mengatakan apa?" Balasnya seakan tiada dosa, aku benar-benar muak mendengar jawabannya, kau pura-pura tidak tahu? Dasar Munafik!
"Jangan pura-pura tidak mengerti Kyoko-chan…Aku tahu semuanya, Kenapa kau tidak pernah mengatakan apapun tentang hubunganmu dengan Tsuna-san…pada Haru… KENAPA? PADAHAL KAU TAHU HARU MENYUKAI TSUNA-SAN KAN? BUKANKAH KITA INI SAHABAT! KENAPA KAU DIAM-DIAM SAJA SELAMA INI? KAU SENANG MELIHAT HARU MENDERITA?" Ucapku berteriak, hingga kurasakan tenggorokanku yang terasa sakit. Aku terisak, dan rasa tangis yang kutahan akhirnya jatuh juga.
Kyoko-chan membelalakan matanya padaku, pandangan yang nampak seperti seorang tersangka yang ketahuan biang keladinya. Tunggu! Ibarat itu sungguh pantas untuknya. Bisa kubaca pikirannya saat ini, dari mana aku tahu? Siapa? Bagaimana? Padahal selama ini aku mati-matian menyembunyikan hubunganku dengan Tsuna tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. Ya, pasti Kyoko-chan berpikir demikian.
"Tapi…Mengapa…Haru-chan…" Kembali ia berkata mencoba untuk bertanya padaku. Kini semburat air mata mengalir menghiasi di kedua matanya, bahkan ia tidak sadar payung yang sedari tadi ia pakai terjatuh di tanah.
"Aku 'menembak' Tsuna-san." Ucapku, cukup dengan satu kata itu maka Kyoko-chan akan mendapat seluruh jawaban dan mengerti dari seluruh pertanyaan yang memenuhi pikirannya.
"Be-begitukah…?" Isaknya, kulihat ia meremas kemeja orangenya erat. Seluruh tubuhnya bergetar. "Me-mengertilah Haru…Aku takut… Kau akan marah begitu tahu hal yang sebenarnya…Ka-karena aku…" Kyoko-chan menghentikan ucapaannya, tidak melanjutkan perkatannya. Ia mengigit erat bibirnya.
Begitu sajakah? Sudah berapa lama ia menyembunyikan hal ini dariku? Tidakkah ia mengerti betapa sakitnya aku begitu tahu kebenaran itu? Tidakkah ia mengerti seberapa perihnya hatiku ketika Tsuna-san menolakku? Namun diantara semua itu yang paling ingin kutanyakan adalah Mengapa kau tidak jujur padaku? Apakah Karena takut aku sakit hati? Lebih baik aku sakit hati, lebih baik aku menangis sebelum kalah berperang daripada menangis setelah mengetahui segala kebenaran ini.
Aku pun mengalihkan tubuhku, memunggungi sosok Kyoko-chan yang tengah menangis itu. "Aku pergi…" Ucapku dingin lalu mulai kembali berlari meninggalkan tempat itu. Sayup-sayup kudengar suara Kyoko-chan yang meneriakan, memanggil namaku. Namun aku tidak peduli. Aku terus menerobos rintihan hujan.
Entah sudah berapa lama aku berlari, begitu aku yakin tenagaku telah habis, aku hanya bisa membungkukan seluruh badanku, berjongkok, memejamkan dan membenamkan wajahku di balik pahaku. Yang aku tahu begitu aku tersadar, rasa sakit dan dinginnya hujan yang menghantam tubuhku lenyap seketika, sesaat aku mengadahkan wajahku ke atas yang kulihat bukanlah langit yang sedang menangis sesuatu menghalangi penglihatanku kutolehkan wajahku ke kanan dan, kulihat seorang bayi yang berdiri di sebelahku.
"Reborn-chan…" Ucapku, menyadari sosok bayi tersebut memegang payung berwarnakan ungu violet. Melindungiku dari guyuran hujan.
"Ciaosu…Haru…"
~End Flashback~
"Begitukah?"
Aku mengangguk.
"Lalu, Haru ingin segalanya berakhir seperti ini?"
Aku menggeleng.
"Jadi apa yang kau inginkan?"
Aku terdiam. Memandangi lantai dengan pandangan hampa akan tujuan. Sejujurnya aku bingung, bingung dengan apa yang kuinginkan? Apa yang sebaiknya ku lakukan? Aku terus membelai-belai pinggiran cangkir cappuccino tersebut yang mulai mendingin.
"Apa yang akan kau lakukan Haru?" Ucapnya setelah memakan potongan terakhir cakenya.
"Aku bingung Reborn-chan…" Balasku, mengamati kudapanku yang masih utuh membandingkan dengan milik Reborn yang sudah habis.
"Hidup itu penuh dengan pilihan Haru…"
"Eh?"
"Semua orang punya jalan pikirannya masing-masing, semua orang punya berbagai macam jalur yang mereka renungkan, tinggal memilih jalur mana yang kau betul-betul ingin kau tempuh."
Aku masih membisu, mencoba untuk mencerna kata-kata yang diucapkan bayi itu.
"Intinya, segala yang kau inginkan tergantung dari jalur yang kau pilih. Segala keputusan ada pada dirimu. Apa kau hanya mau diam dan menangis atau kau ingin segalanya berakhir dengan penyelesaian?"
Kali ini aku mengangkat wajahku, memandang bayi tersebut. Kugigit bibirku erat, mencoba untuk menahan isak tangis.
"Aku tidak ingin…tidak mau terus seperti ini, bertengkar dengan Kyoko-chan, aku bahkan tidak tahu apa bisa bertatap wajah dengan Tsuna-san nanti…" Jawabku lirih.
" Aku tahu ini memang menyakitkan, tapi tetap saja hal ini tidak akan berakhir dengan penyelesaian jika kau terus-terusan diam, menangis tanpa melakukan sesuatu, bukankah begitu?"
"…" Aku termenung mendengar ucapan itu.
"Tidak segalanya bisa sesuai dengan apa yang kau inginkan. Ada kalanya kau harus merelakan sesuatu yang ingin kau pertahankan demi kebaikan, kau harus merelakan salah satunya demi dirimu dan demi orang-orang yang berada di sekitarmu. Atau segalanya…Hanya akan berakhir dengan kehampaan."
Aku diam, menghayati segala kalimat demi kalimat. Jadi akulah yang pada akhirnya memutuskan jalur mana yang kutuju… begitukah?
"Jadi Haru…Apa kau mau terus-terusan menjalani hidup ini dengan beban kebimbangan? Atau kau mau mencoba menghadapi dan melenyapkan kenyataan pahit ini dan melangkah ke depan? Semuanya tergantung dari ucapan hatimu."
Aku tertegun. Memang ini bukanlah lagi masalah siapa yang benar ataupun siapa yang salah, selama rasa saling menyayangi itu ada, aku tidak ingin kehilangan apa yang aku hargai…
Benar, aku marah, aku kesal dengan sikap sahabatku itu, tapi meski seberapa besarnya amarahku, tetap aku tetap tidak bisa membencinya. Bagaimanapun Kyoko-chan adalah sahabatku yang selalu mau dan ada di sampingku tiap aku butuh tempat untuk mengadu.
Memang ia melakukan kesalahan kali ini. Tapi apakah ini benar? Apakah persahabatan kami akan hancur karena hal ini? Jelas aku tidak mau. Aku ingin segalanya kembali seperti biasanya. Kembali bersama ke saat-saat itu. Tertawa maupun menangis bersama Kyoko-chan.
Aku mengelap buih-buih air mataku, lalu beranjak dari tempatku duduk. "Sekarang Haru mengerti…" Kataku sambil tersenyum kecil.
"Mengerti apa?" Tanya Reborn-chan yang membalas senyumku.
"Mengerti dengan perasaan Haru desu!" Lontarku sambil berlari keluar dari café. Aku berhenti sejenak lalu kembali ke tempat duduk, lokasi dimana aku dan Reborn-chan duduk bersama. "Terima kasih sudah menemaniku seharian ini ya Reborn-chan!" Ucapku berterima kasih lalu kembali beranjak pergi. Sedikit bisa kudengar perkataan Reborn-chan saat aku mulai pergi meninggalkannya.
"Dasar masa muda."
Tapi aku tidak peduli.
Kembali aku mengitari jalan yang aku lewati sebelumnya, berlari secepat mungkin agar aku bisa sampai ke rumah Kyoko-chan. Sedikit kutatap layar jam tangan yang kupakai. Yang menunjukan pukul 9 malam.
"Hahi? Aku membuang waktu terlalu banyak ya…desu!" Ujarku kesal.
Sekejap aku mengalihkan pandanganku ke depan. Mempercepat langkahku agar bisa secepat mungkin sampai di rumahnya. Andai saat itu aku bisa menahan rasa tergesa-gesa dan ketidak sabaranku. Andai saat itu akulebih memerhatikan keadaan di sekitarku. Andai saat itu aku bisa lebih berhati-hati. Semua ini tidak akan terjadi.
Dan yang terakhir ku ingat adalah teriakan beberapa orang yang ada di sekitarku dan semburat cahaya yang menyilaukan pandanganku.
CKIT!
BRAK!
Apakah jalurku terputus sampai disini?
-o-
~95 PoV~
Aku berteriak, terus memanggil namanya mencoba untuk mengalahkan kerasnya suara hujan. Aku mencoba untuk mengejarnya namun aku tak mampu, sekujur tubuhku melemah, aku jatuh terduduk seluruh tubuhku basah karena hujan. Hingga oni-chan yang menyadari hal itu segera menyuruh ku masuk dan mandi untuk menghangatkan diri. Ia tidak mau aku sakit karena hujan. Sayang, siraman shower hangat sama sekali tidak membantu untuk menjernihkan pikiranku ataupun menyembuhkan rasa pilu dihatiku.
Sebenarnya aku ingin kembali menangis jika mengingat kejadian itu, namun entah mengapa air mataku tidak mampu keluar, mencurahkan rasa sedihku. Bagaikan film yang terbakar, aku terus merenung di kamar.
Segalanya terjadi begitu cepat, pikiranku masih melayang-layang. Aku terus berdiam diri, membenamkan wajahku tepat diatas bantalku yang empuk. Aku sengaja mengunci pnitu kamar. Agar oni-chan tidak bisa masuk. Aku yakin ia menghawatirkan keadaanku saat ini. Dan kemungkinan terburuk adalah jika ia masuk ke kamar dan melihatku menangis. Entah apa yang akan ia lakukan kelak.
Aku mencoba untuk kembali meratapi kejadian yang kualami. Aku memang sangat mencintai Tsuna-kun, tentulah aku sangat bahagia begitu ia menyatakan perasaannya padaku. Namun disisi lain aku juga merasa bersalah, aku tahu Haru-chan juga menyukai Tsuna-kun, bahkan bisa dibilang ia menyukai Tsuna-kun lebih dulu dariku. Aku ingin memberi tahu Haru akan hal ini, tapi aku takut, takut ia akan membenciku dan persahabatan kami putus. Sungguh aku tidak ingin hal itu terjadi. Namun…Sekarang segalanya menjadi hancur. Haru mengetahui segalanya. Entah apa yang akan terjadi setelah ini.
"Aku sungguh bodoh…Seharusnya aku bisa lebih berani dan jujur kepada Haru-chan…" Gumamku pada diriku sendiri. Apa dia mau memaafkanku? Apakah kami bisa kembali seperti dulu? Atau…Apakah semuanya akan berakhir disini?
"Mungkin memang sebaiknya…"
Aku tidak tahu. Sekejap pikiranku menjadi kosong setelah memikirkan kemungkinan terakhir itu. Kata-kata yang sama terus berputar-putar di kepalaku. Aku takut kehilangan sahabatku sendiri, namun aku juga tidak mau melepaskan Tsuna-kun. Aku tidak ingin persahabatanku hancur karena perkara ini.
Dalam benak itu aku terus membayangkan sosok wajahnya, aku ingin bertemu dan berbicara dengannya. Hanya inilah satu-satunya jalur yang bisa kupikirkan. Akupun menatap layar ponselku dan mulai menekan tuts angka yang yang tertera. "Harus…Harus bertemu dengannya sekarang…"
Karena Aku bingung, hingga keputusan yang paling aku tidak inginkan pun mendominasi seluruhan pilihan.
Tuut…
Tuut…
Tuut…
Cklek!
"Halo, Ada apa Kyoko-chan?"
Aku mulai menghirup dan menahan nafas, mencoba untuk menjawab panggilannya dengan suara setenang mungkin.
"Bisa kita berbicara sebentar Tsuna-kun?"
-o-
Disudut taman itu aku menunggu, kuperhatikan jam tanganku yang kini menunjukkan pukul 10:30, Ya aku berada disudut taman Namimori(1), suasana malam begitu dingin saat itu. Mungkin karena hujan deras yang baru saja berhenti. Aku mencoba untuk menggosok kedua telapak tanganku dan meniupkan udara hangat di sela-sela ruang lewat mulutku. Hal ini terus kulakukan hingga dirinya datang. Aku berharap aku bisa menyelesaikan hal ini tanpa tangisan.
"Kyoko-chan! Maaf lama menunggu…Tapi kenapa kau ingin bertemu disini? Ini kan sudah jam malam." Ucapnya. Aku hanya menundukan kepalaku. Aku harus siap. Siap akan segala resikonya.
"Kau terlihat pucat Kyoko-chan…Apa kau sakit?" Kembali ia bertanya, memandangku dengan semburat pandangan khawatir. Membuat pendirianku kian menggoyah. Aku tidak boleh luluh dengan tatapan itu, aku bahkan tidak pantas menerimanya. Aku sudah sampai disini dan tidak akan mengubah keputusan ini.
"T-Tsuna…-kun?"
"Ya?"
"Apa Haru-chan…datang ke rumahmu, hari ini?" Tanyaku masih dalam posisi yang sama. Aku menundukan wajahku agar ia tidak melihat ekspresi wajahku yang tampak tidak wajar saat itu sambil menggenggam sisi kerah jaket yang kupakai dengan erat. Bisa kurasakan ia panik begitu mendengar pertanyaanku, lalu menjawab. "Hieeee! Ah..itu..aku…Be-Benar sih…iya, ia datang kerumahku…Tapi..itu…"
Aku tidak butuh mendengar sisa perkataannya, hingga aku memotong perkataannya. "Tsuna-kun…" Panggilku kembali memangil namanya. Ia terus menatapku khawatir.
"Apakah sebaiknya…" Aku berhenti berbicara sejenak, bibirku bergetar untuk mengatakan kalimat selanjutnya.
"Apakah sebaiknya kita akhiri saja hubungan kita ini?"
Kulihat dirinya terdiam, berdiri kaku, matanya terbelalak mendengar perkataanku. Tatapan yang nampak menggambarkan seorang anak yang baru saja ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya.
"T-Tunggu! Tapi…Tapi apa alasanmu Kyoko-chan?" Ucapnya, mata caramel yang biasanya selalu tampak lembut dan manis itu, kini terlihat pedih bercampur panik.
"Aku…Aku ga mau…Aku ga mau Haru benci padaku…" Ucapku lirih dan dingin.
"Eh?"
"Gara-gara aku… AKU TELAH BERLAKU JAHAT PADA HARU! AKU MENGHANCURKAN SEGALANYA! MENYAKITINYA! Gara-gara aku…Haru-chan…Haru-chan…" Aku berhenti berteriak, tertunduk lesu. Kubenamkan wajah tangisku di kedua telapak tanganku. Sedang Tsuna-kun menatapku dengan pandangan shock. Tidak beranjak atau berkata. Mungkin Tsuna-kun pasti marah padaku.
Biip…
Tersentak aku mendengar deringan ponselku. Ada telepon masuk. Sebenarnya aku tidak begitu ingin mengangkat atau merespon panggilan di situasi macam ini, tapi setelah kulihat layar ponsel yang menunjukan nama oni-chan akhirnya aku putuskan untuk merespon saluran tersebut.
"Halo?"
"Kyoko! Kau ada dimana sekarang?" Seru oni-chan dari seberang sana.
"A-ah…Aku sedang berada ditaman oni-chan bareng Tsuna-kun… Aku akan segera pulang sebentar lagi kok." Lontarku, mungkin oni-chan menghawatirkanku yang pergi di jam malam. Apalagi di jam-jam begini.
"Bukan begitu! Cepat segera datang ke rumah sakit Namimori! Bawa Tsuna sekalian!" Balasnya, oke! Ini terlihat sedikit aneh, karena suara oni-chan tampak seperti orang yang sedang terburu-buru. Apa oni-chan sedang sakit? Aku segera menghapus pikiran buruk itu. Aku yakin oni-chan baik-baik saja.
"Ke-kenapa oni-chan?" Kembali aku bertanya, mencoba menerka apa gerangan yang telah terjadi.
Sejenak ia membisu. Membuatku semakin heran. Hingga aku mendengar suatu hal yang tidak pernah ku duga sebelumnya.
"Haru mengalami kecelakaan…"
Seketika telingaku mendengung, tampaknya aku salah dengar.
- I was not weak, I did not cry. But it hurt me, more in a kind of refreshing, thrilling way, than a kind of pain that would cripple me and send me away crying. My fingernails dug into the palms of my hands, and my teeth bit into my lips, my knees were locked, but I could not faint.-
~1 of 2~
(1).Saya ambil latar yang ada di fic saya yang Two eagles and Us, buat yang pernah baca fic ini mungkin masih ada yang ingat?