Disclaimer: I own nothing here. All names and characters, places, all of them, belong to JK Rowling, Warner Bros company, Electronic Arts, and many others. I just own the plot. There's no money making here.


"Bagaimana denganmu?"

"Apa maksudmu?"

"Kamu tetap tinggal, atau bagaimana?"

"Aku..."

Ekspresi Hermione tampak berantakan, sangat tidak seperti ekspresi yang biasa Harry ingat dipancarkan olehnya. Sekali lihat saja sudah sangat jelas bahwa dia sedang tak dalam kondisi yang memungkinkannya untuk berpikir jernih. Satu pertanyaan dari Ron telah mengguncang dirinya, meretakkan seluruh fondasi persahabatan mereka bertiga yang telah berdiri selama enam tahun lebih.

"Bagaimana?" tanya Ron keras kepada Hermione. Dia berusaha bergerak mendekati Hermione, namun mantra perisai masih terpasang, menghalanginya untuk bergerak maju. Hermione berjengit, matanya berpindah-pindah antara Ron ke Harry, dan dari Harry ke Ron.

"Kalau kamu tak mau menjawab, oke. Tapi aku pergi sekarang!" seru Ron, berbalik badan.

"TIDAK! JANGAN!" seru Hermione, mengayunkan tongkatnya dengan kecepatan tinggi, menghilangkan perisai yang merintangi mereka bertiga. Dia berlari, dan menubruk Ron, memeluknya erat-erat, terisak di bahunya.

"Tidak... Ron, jangan... Jangan meninggalkanku lagi..." isak Hermione.

Ron, dengan segala pengetahuan yang telah didapatkannya dari membaca buku mengenai gadis-gadis yang dimilikinya tersebut, memeluk Hermione dengan gestur yang sangat baik. Dia bahkan mengelus punggung Hermione dengan lembut, seraya bergumam, "Ssshh... Tenang, Hermione, tenang..."

"J-jangan tinggalkan aku..." isak Hermione lagi.

"Tak akan... Tenanglah..." bisik Ron. Dia mendorong Hermione sedikit, dan menatapnya lurus di mata. "Aku tak akan meninggalkanmu, kamu tahu itu."

Hermione tertawa pelan, tawa yang bercampur dengan isakan tangisnya. Sangat tidak wajar bagi dirinya.

"Tapi aku akan pergi... Kamu masih bisa ikut bersamaku, Hermione..."

Dan saat itulah Harry sadar.

Saat itulah Harry tersadar, bagaikan baru saja disambar oleh petir yang sangat kuat. Dia akhirnya tersadar akan satu hal, satu hal yang benar-benar jelas ada namun tak pernah mau diakuinya.

Dia adalah orang ketiga. Dia akan selalu menjadi orang ketiga dalam trio mereka tersebut. Dia akan selalu menjadi yang tersingkir, akan selalu menjadi yang terpinggirkan. Hermione dan Ron menyukai satu sama lain, dan tak ada alasan bagi mereka untuk tetap bersama dirinya. Sejak awal. Sejak lama. Tak ada hal yang bisa dikatakannya untuk melarang mereka pergi.

Menahan mereka untuk terus bersama dirinya hanyalah keegoisan besar, ego nya sendiri.

Karena dia tak bisa berbuat banyak tanpa bantuan mereka berdua. Dia selalu menyadarinya, namun tak pernah mengakuinya.

Karena dia tak akan bisa menyelesaikan ini tanpa mereka.

Bahkan Dumbledore mengetahui hal tersebut.

Harry hanya bisa menonton, ketika Ron menggumamkan kata-kata lagi kepada Hermione. Hermione terisak lagi, namun Ron memeluknya lebih erat dan pasti, membuatnya menjadi yakin. Kemudian mereka berciuman.

Dan bergerak ke arah pintu tenda, keluar, tanpa sekali pun menoleh ke belakang lagi.

Mereka berdua pergi. Pergi begitu saja meninggalkannya.

Harry tak berbuat apa-apa sama sekali. Dia masih dalam kondisi shock atas apa yang baru saja terjadi. Tak ada sejam yang lalu mereka masih ribut mengenai ikan yang dimasak oleh Hermione, mendengarkan Goblin berbicara, hingga mengetahui mengenai Pedang Gryffindor. Sekarang tiga telah menjadi satu.

Dia menutup matanya, berdiri diam mendengarkan deru hujan.

XXXXXXX

Saat Harry terbangun di hari berikutnya, butuh beberapa detik sebelum dia bisa mengingat apa yang terjadi semalam.

Kemudian, dengan segala mati rasanya sudah lenyap setelah semalaman penuh, pikirannya mulai dipenuhi oleh emosi. Dia berharap semua itu hanyalah mimpi, bahwa Ron dan Hermione masih bersamanya dan tidak pergi. Namun bahkan dari posisi tidurnya, dia bisa melihat bahwa tempat tidur mereka berdua benar-benar kosong.

Untuk pertama kalinya sejak lama sekali, dia menangis. Bukan karena kesedihan ditinggalkan, namun karena kesepian. Karena perasaan kosong yang lagi-lagi mendekap di sekelilingnya, kekosongan yang sama yang telah menyelimutinya selama hidupnya di Keluarga Dursley.

Setelah air matanya mengering, berbagai emosi berkelebat di kepalanya. Dia merasa marah, menyesal, panik, dan keinginan besar untuk bersama mereka kembali.

Hal tersebut tak berlangsung lama.

Setelah sarapan selesai, dia menyadari bahwa semuanya memang mengarah ke sini. Semuanya. Seperti semalam, dia kembali sadar bahwa sejak awal memang seperti ini. Yang ada hanyalah Ron dan Hermione, dengan Harry mengikuti mereka. Dia sadar, dia bahkan nyaris tak memiliki teman lain di luar mereka berdua. Neville dan Luna, walaupun mereka akrab dengannya, tak bisa dikatakan sebagai benar-benar teman, karena mereka jarang bertukar kalimat selepas tahun kelima selesai.

Ginny hanyalah pelariannya. Jangkarnya, sesuatu yang membuatnya merasa normal - hal yang sangat diinginkannya sejak lama. Kenormalan.

Namun mereka telah pergi, pikir Harry. Hermione dan Ron telah pergi. Dan itu mungkin benar-benar keputusan yang sangat bijaksana, mengingat apa yang mereka hadapi. Dan mereka tak akan bisa menemukan dirinya kembali, tidak dengan mantra-mantra perlindungan yang dia ketahui dan dia pasang setiap malam.

Ini adalah pertarunganku, peperanganku, sejak awal... Detik aku dilahirkan ke dunia ini aku sudah mendapatkan takdir ini. Aku tak akan bisa menghindar...

.

Setelah selesai sarapan dan membersihkan dirinya, Harry membereskan barang-barang. Dia menyadari bahwa Hermione meninggalkan seluruh buku-buku yang dibawanya di dalam tenda. Namun dia menyadari satu hal lagi, satu hal fatal:

Hermione membawa tas yang telah disihir untuk bisa menampung berpuluh barang. Tas yang sudah disihir dengan mantra-perluasan-tak-terdeteksi agar bisa menampung tenda dan banyak barang lainnya, termasuk obat-obatan.

Yang berarti Harry tak akan bisa membawa banyak barang, termasuk tenda.

Harry tak sepintar Hermione, namun dia bisa melakukan mantra-mantra Transfigurasi dan Mantra dengan baik. Dia mendapatkan Exceed Expectations dalam kedua bidang tersebut. Jadi, dengan pengetahuan yang dimilikinya, dia mengumpulkan baju-baju Ron dan Hermione yang mereka tinggalkan. Melihat baju-baju tersebut membuatnya merasa sedih lagi, namun dia tahu bukan saatnya untuk bersedih.

Dia harus bisa fokus.

Harry melepas semua jahitan di baju-baju tersebut, sehingga di depannya terhampar bagian-bagian baju tanpa jahitan. Kemudian, dengan transfigurasi, dia menyihir seluruh kain tersebut untuk menjadi kain yang lebih tebal dan kuat. Dia membutuhkan bahan yang kuat. Kemudian, dengan satu mantra lagi, dia menyusun kain-kain tersebut, mentransfigurasinya. Di depannya, tergeletak sebuah tas ransel dengan ukuran besar, lebih besar dibandingkan tas ranselnya yang lama. Dia mengangkatnya, dan mendapati bahwa ransel tersebut berat.

Tak apa. Dia sudah memanggul beban dunia di pundaknya sejak lahir.

Dia mencopotnya lagi, dan mengumpulkan buku-buku yang ditinggalkan oleh Hermione. Dia membutuhkannya sebagai sesuatu untuk mengisi kekosongannya... Dan mungkin untuk belajar juga.

Setelah memasukkan dua buku, dia melihat satu buku tergeletak di bawah meja, ketinggalan. Dia mengayunkan tongkatnya, memanggilnya dengan satu mantra panggil. Buku tersebut bersampul tua, dan Harry langsung mengenalinya. Buku yang dibaca Hermione berkali-kali setiap malam. Kisah Beedle Si Juru Cerita...

Dumbledore meninggalkannya untuk Hermione, yang berarti mungkin buku tersebut memiliki suatu pesan khusus yang mana hanya Hermione yang dapat memecahkannya.

Tak ada gunanya membawa buku cerita anak-anak.

Namun sebelum Harry melemparkannya ke bawah meja lagi, wajah Hermione yang membaca buku tersebut dengan serius, setiap malam, muncul di kepalanya. Wajah yang telah meninggalkannya... Wajah salah seorang mantan sahabat terbaiknya...

Dan wajah Dumbledore, yang meninggalkan buku tersebut. Wajah Dumbledore yang tewas, terbaring di atas rumput...

"Oke, tambahan beberapa gram tak apalah," gumam Harry.

Harry memasukkan buku tersebut ke dalam tasnya.

Setelah memasukkan semua yang dia rasa penting ke dalam tasnya, dia berdiri dan menggendongnya. Berat, namun dia tak mengeluh.

Dia mengambil kalung Horcrux dari atas sofa. Sejenak, dia berpikir untuk mengenakannya, namun berpikir bahwa itu bukanlah hal yang bagus. Horcrux tersebut berefek buruk bagi siapapun yang mengenakannya. Jadi, dengan keputusan mantap, dia membuka saku jaketnya, memasukkannya ke dalam sana, dan menutupnya.

Benda itu akan aman di dalam sana.

.

Saat dia keluar dari tenda, dia mendapati bahwa arus sungai semakin deras, kemungkinan karena badai semalam. Setiap saat, sungai akan meluap dan membanjiri posisinya berada.

Dia menoleh memandang tenda, sisa-sisa perjalanan Trio Emas yang masyhur. Semua kenangan, semua memori akan dua sahabatnya, seluruhnya ada di dalam sana. Bagaikan film, semuanya terputar di depan matanya: Bertemu mereka pertama kali, menyelamatkan Hermione dari Troll, naik mobil terbang bersama Ron, memeluk Hermione erat-erat di akhir tahun kedua, tahun ketiga yang penuh petualangan, menyelamatkan Sirius, Hermione, dan dirinya sendiri dengan Patronus, Turnamen Triwizard, Laskar Dumbledore, pertempuran di Kementrian Sihir...

"Incendio," ujar Harry.

Semuanya dia bakar, dengan tangannya sendiri. Trio Emas sudah tiada, menjadi abu. Persahabatan, semua kepolosan yang ada... Semuanya berakhir di sini.

Kisah Harry Potter, kisahnya sendiri, akan dimulai sekarang.