Pairing: Spade x Giotto

Disclaimer: KHR punya Amano Akira

perpindahan POV tanpa peringatan. tapi pembaca pasti mengerti kok :) ini hanyalah two-shots yang biasa saja.

Enjoy! :)


Chapter 1: The Challenge


.

Dia tegar

Dia kuat

Dia kokoh

Dia tak ada tandingannya

Dia gagah

Dia tampan

Dia rupawan

Dia menawan

Dia… yang terkasih.

Dia… yang terpenting.

Dia… yang segala-galanya

Bagi semua orang. Bagi rekan. Bagi keluarga. Bagi sahabat. Dan bagiku.

Di hati ini rasanya aku ingin menorehkan namanya. Agar aku tak lupa akan dirinya. Agar kenangan tentangnya tak pupus.

Agar dirinya ada di dalam diriku…

Vongola… Primo…

Giotto del Vongola…

-000-

Apa yang ada dalam pikiranmu pertama kali jika kuperintahkan 'jangan pikirkan apel.'? Sudah tentu dalam hitungan kurang dari sepersekian detik, otakmu merefleksikan gambar apel bukan? Seberapa besar pun niatmu kalau mau tidak memikirkan apel disaat kukatakan 'jangan pikirkan apel.' Itu tidak mungkin terjadi, kecuali disaat kamu sedang bengong. Disaat kamu tidak memfokuskan pikiranmu terhadap kata-kataku.

Sayangnya aku bukanlah seorang yang bisa tidak fokus akan suatu hal. Sebaliknya. Di dalam pikiranku, otakku, aku sama sekali tidak pernah membiarkannya kosong. Dalam otakku selalu penuh berbagai macam pikiran. Baik dan buruk. Keduanya sama saja bagiku.

Pertanyaannya adalah, mengapa?

Mengapa aku tidak pernah berhenti berpikir?
mengapa aku tidak pernah membiarkan otakku beristirahat?

Aku sendiri tidak tahu jawabannya.

Tapi belakangan ini aku semakin tenggelam dalam pikiranku menyangkut tentang seseorang.

Sejak dia muncul di hadapanku.

Sejak dia berbicara padaku.

Sejak dia menatap mataku…

"Apakah kamu yang disebut dengan Daemon Spade?"

Mata kami yang bertemu membuat keadaan hening sesaat. Aku belum pernah bertemu dengan lelaki ini sebelumnya. Dia seorang yang asing bagiku, luar maupun dalam. Tatapannya yang hangat dan senyumannya yang menyilaukan hatiku. Tapi segera kutepis pikiran itu. Tak 'kan kubiarkan seorang yang baru kutemui memasuki hatiku. Pikiranku. Hidupku…

"Benar. Dan siapa kamu sendiri?"

Seandainya waktu itu kami tak beremu. Tidak, seandainya waktu itu aku tidak membalas perkataan dia. Apakah dia akan mengejarku, memintaku menjadi salah satu Guardiannya? Apakah dia akan memaksa, atau menyerah? Aku tidak tahu…

"Terima kasih karena kamu sudah menerima tawaranku, Daemon."

"Jangan panggil aku seakrab itu."

Dia sedikit tertegun. Tapi lalu mengumbarkan senyumannya, "Baiklah. Spade. Terima kasih karena kamu mau menjadi Guardianku. Aku betul-betul menghargai itu."

Aku membalas senyumnya. Sayangnya bukan senyuman manis seperti yang dilontarkannya. Tetapi senyuman yang licik. "Aku bersedia menjadi Guardianmu jika kamu memberikanku kenikmatan yang sesuai sebagai balasannya."

"Dan kenikmatan itu adalah?"

Masih dengan senyum yang sama, aku berjalan mendekatinya. Selangkah. Dua langkah. Tiga langkah. Stop.

Jarak yang membatasi kami nyaris terhapuskan. Aku begitu dekat dengannya. Wajah kami hanya terpisahkan beberapa sentimeter. Tanganku terangkat naik, kemudian secara perlahan, tanpa mengurangi tenagaku, aku mencengkram kerah bajunya. Dia sedikit merintih. Kudekatkan bibirku ke telinganya, kubisikkan sepotong kalimat di telinga mungil itu.

"Kenikmatan membunuh, Vongola Primo."


Seiring waktu, aku memang melaksanakan tugasku sebagaimana seorang Mist Guardian yang diinginkan Vongola. Tapi dibalik itu pula, aku merasa ketidakpuasan akan peranku itu. Rasanya ada yang salah. Ada yang tidak sepaham dengan pikiranku dan Vongola Primo. Ada yang tidak sejalan denganku dan anggota Famiglia Vongola yang lain. Jauh di dalam hatiku, aku tahu apa perasaan ganjil itu. Tapi entah kenapa, disaat aku mau mengutarakan hal itu, aku merasa berat. Tak bisa langsung bertindak nekat.

Disaat aku mau memberitahu Giotto, dia akan selalu bertanya dengan senyumannya yang sama, "Ada apa, Daemon?"

Dan detik berikutnya, lidahku langsung kelu. Otakku terbius untuk tidak berbicara sama sekali. Jantungku berdegup kencang. Tubuhku nyaris gemetar. Wajahku terasa panas.

Dan aku hanya bisa berkata, "Bukan apa-apa, Primo."

Diluar dugaan, dia tidak bertanya lebih lanjut atau menyuruhku mengingat-ingat hal yang ingin kukatakan itu. Dia malah berkata,

"Kalau kamu ada masalah atau hal yang mengganjal pikiranmu, bisa langsung kamu ceritakan padaku kok. Aku akan menghargai hal itu."

Dan lagi-lagi, aku akan terbawa alur dengan senyumannya.

Otak dan pikiranku tak henti-hentinya menggambarkan wajahnya.

Mataku tak henti-hentinya mencari dan melihat keberadaannya.

Telingaku tak henti-hentinya mendengungkan suaranya.

Hidungku tak henti-hentinya mencium aroma tubuhnya.

Bibirku tak henti-hentinya mengucapkan dan memanggil namanya.

Kulitku tak henti-hentinya menjerit menginginkan sentuhan darinya.

Dia. Dia. Dia. Dia. Dia! Dia! Dia! Dia! Dan Dia!

Seluruh hidupku dipenuhi dengan Dia! Seluruh hidupku mulai dikuasai oleh Dia! Bukan secara bentuk fisik ataupun emosi, tapi dari diriku sendiri yang mengontrolku untuk mengubah kehidupanku menjadi miliknya! Milik dia!

Vongola Primo…

Seorang yang tanpa melakukan apapun dapat membuat orang lain tertarik dan mengikutinya…

Seram.

Dia… menyeramkan…


"Daemon, ada apa?" Tanya Giotto pada Mist Guardiannya itu.

Sudah sedari tadi pria berambut biru itu diam saja. Termenung menatap Bossnya di ruang kerja sang Boss. Tatapan Giotto sedari tadi hanya menyiratkan rasa khawatir yang tak ada habisnya ketika melihat Spade. Sementara Spade, sedari tadi dia juga hanya melihat Giotto, wajah dan gerak-geriknya. Tapi tanpa ada rasa kesal, benci atau yang lainnya.

Kosong. Tapi… bernafsu. Berhasrat.

"Daemon, kamu tidak apa-apa…?"

Masih tidak membuka mulutnya, Spade mulai menyentuh pipi Giotto. Mengelusnya dengan penuh perhatian. Giotto yang tidak mengerti apa-apa bingung apa yang mesti diucapkannya. Menyuruhnya berhenti? Lho, memang apa yang dilakukan Spade? Mengelus pipinya saja kan. Tapi entah kenapa tatapan matanya… tatapan matanya terasa ganjil. Seakan-akan bola mata itu dipenuhi dengan awan hasrat yang gelap dan dalam. Apakah hasrat itu sudah tersimpan begitu lama di dalam bola mata Spade?

Berapa lama?

Disaat Giotto mau bertanya apa yang tengah dilakukan Spade, tanpa diduganya, tiba-tiba saja bibir Spade menyerangnya. Mendarat dengan sempurna di bibir merah Giotto yang mungil. Giotto terkejut bukan main, tapi sesaat badannya terasa kaku, tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Sementara Spade masih saja menempelkan bibirnya di bibir sang Boss.

Disaat akhirnya Giotto mau mendorong Spade dengan tangannya, Spade berhasil menyadari itu lebih dulu dan menangkap gerakan tersebut. Spade mendorong tubuh Giotto menghimpit dinding. Giotto merintih kecil, rasanya secara tak sengaja tadi Spade menggigit bibirnya, terbukalah mulut Giotto, lidah Spade dengan cepat langsung memasuki terowongan gelap yang basah itu.

"Nnggh… Uuuhh…" desah Giotto ditengah-tengah ciuman paksa Spade.

Tangannya yang dicengkram Spade dikunci oleh pria itu di atas kepala sang Sky Guardian. Sebetulnya bisa saja Giotto menendang kaki Spade, tapi kenapa hatinya terasa berat kalau memikirkan kemungkinan itu?

Lidah Spade dan Giotto saling bertemu. Menyadari permainan Spade dengan lidahnya, Giotto bingung harus membalas atau tidak. Tapi tunggu. Dari mana Spade mempunyai keahlian memainkan lidah seperti ini? Giotto sama sekali tidak tahu. Meskipun mereka jarang berbicara, tapi Giotto tidak pernah melihat tindakan Spade yang seganas ini. Seliar ini. Selama ini Spade hanya menunjukkan kebuasannya dalam kata-kata pada Giotto. Dia tidak pernah sekalipun menyakiti Giotto. Giotto tidak mengerti. Dia tidak tahu dengan siapa sesungguhnya dia berhadapan.

Betulkah ini Daemon, Mist Guardianku? Apa yang mendasarinya menciumku? Kenapa? Untuk apa?

Tapi Giotto tidak melawan. Dia membiarkan dirinya terbawa alur dengan ciuman Spade yang berirama, yang terasa manis… dan nikmat.

"Mmh…" desah Giotto.

Spade yang mendengar desahan itu, tahu kalau Giotto sudah tidak akan melawannya. Dilepaskannya tangan yang mencengkram Giotto. Kemudian beralih ke kepala Giotto untuk mendorong ciumannya agar lebih dalam. Sedangkan Giotto… tangannya sendiri melingkar di leher Spade, tanpa dia sadari…

Dan tanpa Giotto sadari, ciuman berhasrat itu telah tergantikan dengan ciuman lain. Ciuman yang halus. Ciuman yang lembut… yang seakan menerbangkannya dari kepenatan di bumi ini… hanya ada dia. Dan dia. Spade, dan Giotto. Berdua…


"Sesungguhnya aku ingin melakukan hal yang lebih dari sekedar ciuman bersamamu." Ucapku sambil menatap mata biru langitnya yang bercahaya.

Dia terdiam sambil menatapku, "Seperti bercinta maksudmu?"

Aku mengangguk.

Dan sesaat kemudian, Giotto tertawa, "Kenapa kamu begitu jujur?"

"Karena aku ingin memilikimu. Karena bagiku, kamulah segalanya."

Dan tawanya pun berhenti. Kini kami saling bertatapan serius. Keraguan dan kebingungan masih memenuhi matanya, tapi aku tak peduli lagi. Aku ingin dia tahu perasaanku.

"…jangan." Kata Giotto. "Aku tidak mau."

"Eeng, maksudku," ucap Giotto cepat-cepat, "tidak sekarang. Aku belum… siap."

Aku melebarkan mataku karena tidak percaya dengan apa yang diucapkan Giotto. Kalimat seperti itu keluar dari mulutnya dengan ekspresi muka yang merona, dia tidak berani menatap mataku.

Baiklah. Aku mengerti.

"Kalau begitu bersiaplah. Persiapkan dirimu kapan saja. Karena aku akan melahapmu tergantung mood-ku." Kataku.

"Apa! Bagaimana bisa begitu? Daemon, kau—"

"Kalau kamu tidak melakukan sesuatu yang membuatku tertarik padamu, atau setidaknya merasa kamu manis, aku tidak akan melakukan hal yang tak kamu inginkan." Aku menginterupsinya sambil membuka pintu ruang kerja itu.

"Tapi kamu tidak bisa—" protes Giotto.

"Aku bisa. Karena kamu Boss-ku. Orang yang paling menarik perhatianku." Kataku sambil menatapnya.

"Kau—… baiklah. Kita lihat saja."

"Hm. Kuterima tantanganmu, Giotto del Vongola."


.

Oke. Ini akan menjadi two-shots. chapter 2 nya ditunggu ya. hehe. Kepikiran tiba-tiba aja di otakku, makanya buru-buru kuketik. Maaf kalau ada typo.

Dan lagi ini pertama kalinya aku buat SpadexGiotto. Jadi aku ngga tau apakah sesuai dengan sifat mereka atau ngga. Semoga sesuai. Hahaha.

Yang pasti, terima kasih karena sudah baca. Di-review yaa biar aku tau kekurangannya dimana :)

Makasiihh~