"Nenek... kenapa? Apa yang nenek lakukan padaku?".

"Maafkan nenek, Sasori.. nenek terpaksa!" Chio memeluk Sasori kecil yang sedang menangis meronta.

"Kenapa nenek membuat perjanjian dengan iblis ini? Uh uhk...".

"Ini demi keluarga kita, keluarga kita miskin dan iblis itu dapat merubah kehidupan kita!".

"Lalu, kenapa harus Sasori yang menanggung semuanya? Kenapa Sasori yang jadi tumbal, Nek?".

"Karena, sejak dalam kandungan ibumu, iblis ini sudah mengincar dan memilihmu,".

Sasori kecil melepas paksa pelukan Chio dan meninggalkannya, ia berlari sambil terus berteriak, "AKU BENCI NENEK, AKU BENCIIII...".

"Sasori... kamu mau kemana nak? Sasoriii..."

Bluk

"Akh!" Sasori mengerjab-ngerjabkan matanya, sesaat setelah terlonjak dari posisi terlungkup di atas meja.

"Berani sekali kamu tidur di jam pelajaranku?" kata Zetsu-sensei, guru biologi ter-killer di asrama.

"Saya..." Sasori berusaha mencari alasan.

"Sudah, berdiri dilapangan sampai jam pelajaran selesai!" bentak Zetsu.

Sasori tak bisa menolak, ia pun bangun dari kursinya.

"Gomen, Sasori..." gumam Deidara dengan nada penuh sesal saat wajah mereka bertemu.

xxXxXxx xxXxXxx

Blood, chapter 2...

Disclaimer by Masashi Kishimoto.

Rate: T + (ngaco).

Warning: OOC, AU, Typo, shonen ai, gaje. Enjoy all...

xxXxXxx xxXxXxx

Jam istirahat baru saja dimulai, Sasori yang berdiri hampir 4 jam itu mulai terlihat lelah...

"Sasori!..." teriak Deidara sambil berjalan mendekati pemuda itu.

Si-empunya nama mengangkat kepalanya yang sedaritadi tertunduk.

Tes

"Eh?" Sasori merasakan sesuatu mengucur dari hidungnya. "Da-rah?" gumam Sasori saat mengetahui jika ia mimisan.

Nyuut.

Rasa sakit dikepala Sasori kembali mendera.

"Sas, kamu mimisan?" Deidara yang mendekati kawannya itu menjadi terkejut.

Sasori menatap Deidara, tapi bukan dengan mata-nya yang biasa, tapi dengan mata merah menyala. Deidara terdiam melihat keadaan Sasori yang aneh. Tapi, sorot mata kebencian itu hanya muncul sebentar saja.

"Enng..." Sasori meringis kesakitan sebelum tubuh itu limbung dalam dekapan Deidara yang sigap menangkapnya.

.

.

.

.

.

"Kenapa kau kembali?" tanya Sasori pada iblis yang berada dalam dirinya.

"Kita ini satu Sasori, kau... tidak akan pernah lepas dariku sampai kau mati..." iblis itu menatap tajam ke arah Sasori.

Sasori menelan ludah, berusaha menyembunyikan ketakutannya.

"Harusnya, kau tidak muncul lagi, perjanjianmu dengan nenek sudah berakhir sejak nenek meninggal! Pergi dari diriku iblis terkutuk!".

"GYAAAHAHA, bagus juga perkataanmu bocah, tapi... ada yang harus kau ketahui, perjanjianku dengan nenek tua waktu itu adalah dirimu... Kau harus memuaskanku, menyerahkan jiwa dan ragamu padaku!" kata iblis itu.

"Aku tidak mau! Dan aku tidak peduli padamu!" sergah Sasori dengan mata berkaca-kaca.

"Nenek tua itu mati karena menyegel diriku jauh dalam dirimu, tapi karena kebodohanmu, nafsuku untuk meminum darah kembali. Jadi, siapkan dirimu untuk membantuku menghisap darah manusia, Sasori!" iblis itu tersenyum menyeringai.

"Tidak, aku tidak mau! Pergi dari tubuhku iblis!".

"GYAAHAHA, seperti apapun kau meminta dan menolak, aku tidak akan pernah melepaskanmu!" ucap iblis itu sebelum mendekati soul Sasori dan berusaha membuat jiwanya dan Sasori bersatu.

Tentu saja, jiwa Sasori berusaha agar mereka tidak bersatu, tapi gagal... dia tidak bisa. Iblis itu jauh lebih kuat darinya, sambil menangis jiwa Sasori yang kehabisan tenaga akhirnya membiarkan iblis itu bersatu dengannya...

.

.

.

.

.

Pik

"Hah?" Sasori membuka matanya.

"Kamu udah sadar?" Deidara yang duduk disebelah ranjang Sasori terlonjak gembira sampai memeluknya.

Sasori tidak berkata apa-apa. Dia masih ingat jelas apa yang telah terjadi padanya barusan, juga semua kata-kata iblis itu.

"Itu, bukan mimpi... bahkan, aku dapat merasakan iblis itu telah menyatu dengan diriku," pikir Sasori yang masih dalam dekapan Deidara. "Apa yang harus aku lakukan?" air mata yang sedaritadi menggenang dipelupuk mata akhirnya jatuh juga.

"Sas, kamu?..." Deidara gagal melepaskan dekapannya, karena Sasori memeluknya lebih erat. "...kamu, baik-baik saja 'kan?" tanya Deidara.
Sasori tidak menjawab, ia hanya tidak mau Deidara mendengar suara tangisnya, atau melihatnya menitikan air mata. Sasori tidak mau Deidara melihat sisi lemahnya itu.

xxXxXxx xxXxXxx

"Kita balik ke kamar yuk Sas, ruang kesehatan dimalam hari bikin merinding," ajak Deidara sambil membantu Sasori berdiri.

"Aku, bisa jalan sendiri..." kata Sasori saat Deidara akan membantunya berjalan.

"I-iya...".

Sesampainya di dalam kamar, Deidara langsung menuju ke kamar mandi mengganti seragamnya menjadi piyama, sedang Sasori lebih memilih langsung merebahkan tubuhnya di kasur.

"Sasori..."

"Hn?"

"Apa ada masalah?" tanya Deidara yang kini sedang berbaring diatas kasur miliknya.

"Akhir-akhir ini, kamu agak aneh..." kata anak yang kini sudah berhadapan dengan Sasori yang sedang berbaring diseberang ranjangnya. "Mata Sasori tadi, sebelum pingsan, aku melihat bola matamu menjadi warna merah..." kata Deidara dengan hati-hati.

Mata Sasori terbelalak, tapi pemuda itu masih bisa bersikap normal, "Mungkin kamu salah lihat".

Deidara diam sejenak, lalu, "Bisa jadi sih, tapi aku bersyukur karena kamu tidak apa-apa," Deidara menghela nafas lega.

"Maaf ya sudah membuatmu khawatir," Sasori tersenyum.

"Kalau begitu, aku tidur dulu ya.. Oyasuminasai..." Deidara menarik selimutnya dan mulai memejamkan mata.

Sementara Sasori masih setia dengan posisinya. Setelah sesaat memperhatikan wajah polos Deidara yang sedang tidur, pemuda itu balik badan dan tidur dengan posisi terlentang. Lalu, kenangan masa lalunya kembali berputar dalam otaknya...

Flash back on...

"Hanya ada satu cara agar iblis dalam dirimu tidak bangkit lagi, kau jangan sampai melihat darah, meskipun itu darahmu sendiri...".

"Kalau aku sampai melihatnya bagaimana?" tanya Sasori kecil pada Ebizo.

"Tentu saja iblis itu akan berusaha mengusaimu lagi. Maka dari itu, aku akan memasukkanmu ke asrama,".

"Kenapa harus di asrama?".

"Karena, kemungkinan agar kau tidak melihat darah jauh lebih besar, daripada kau tinggal dan bersekolah ditempat yang biasa...".

"Ow... aku mengerti Kek," Sasori mengangguk paham.

Flash back end...

"Kakek, maafkan aku, aku sudah melanggar persyaratan itu... Sekarang, apa yang harus aku perbuat? Aku bingung, kek?" pikir Sasori sambil menutup mata. "Darah, aku tidak mau melihatnya, dan aku tidak mau memuaskan nafsumu iblis sialan. Dan, aku juga tidak mau kau membuat orang-orang yang ada didekatku terluka," Sasori bertekad dalam hati.

xxXxXxx xxXxXxx

Seminggu kemudian...

"Cih, ternyata mencangkok itu susah juga ya?" keluh Hidan sambil menyayat-nyayat batang pohon mangga.

"Sini, biar aku saja!" Tobi merebut paksa pisau yang berada ditangan Hidan.

Set

"Aduh!" seru anak berambut perak itu saat tidak sengaja, pisau yang ia gunakan, menyayat jari telunjuknya hingga mengeluarkan darah.

"Aah, maaf!".

Sasori yang satu kelompok dengan dua orang itu menatap kosong ke arah darah yang menyeruak keluar dari jari pemuda itu. 'Merah, lezat,' setidaknya begitu kata si iblis.

Deg Deg Deg

Iblis itu berusaha menguasai jiwa dan raga Sasori, tapi soul Sasori yang sebenarnya sekuat tenaga mencegah hal itu terjadi. Merasa gejolak dalam dirinya, Sasori berdiri dan berlari ke tempat sepi.

Deidara melihat dari jauh Sasori yang pergi dengan terburu-buru, "Sasori kenapa?" pikir Deidara ingin tau.

xxXxXxx xxXxXxx

Didalam toilet, Sasori mengguyur seluruh badannya dengan air, membiarkan air dingin itu membuatnya sadar, hingga sang iblis tidak dapat menguasainya.

"Hentikan iblis! Aku..." soul Sasori bersihkeras mencegah iblis itu menyatu dengan dirinya.

"Kau, tidak akan bisa mencegahku!" iblis itu tersenyum menyeringai. Soul Sasori masih berusaha agar iblis biadap itu tidak menggunakan dirinya sebagai alat pembunuh. Namun...

Srrrr

Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi sebelah. Mendengar suara itu, Sasori langsung keluar tempatnya berada.

Tap Tap Tap
Grep

"Akh.. Apa yang..." Sasori meraih kerah baju pemuda itu. Dihantamkannya tubuh si pemuda ke tembok, sebelum mencengkram pundaknya dengan erat. Lalu, Sasori menjulurkan kepalanya mendekati leher pemuda yang tak tau apa-apa itu. Mata merah milik sang iblis menatap penuh nafsu ke leher orang itu. Si pemuda berusaha melepaskan diri, tapi gagal.

"Le...lepaskan!..." rintih pemuda itu. Sang iblis tak peduli. Taring-taring tajamnya mulai menusuk tepat di nadi orang itu. Teguk demi teguk dihisapnya darah si korban. Hanya dalam hitungan menit, pemuda itu meregang nyawa. Sang iblis menyeringai puas saat melihat korbannya tergeletak.

Syuut

Mata merah sang iblis mulai menghilang dan digantikan oleh bola mata coklat Sasori. Sasori tak sadarkan diri, setelah iblis itu kembali bersemayam dalam dirinya. Si Akasuna jatuh diatas tubuh pemuda yang sudah kering kerontang karena kehabisan darah. Jauh dalam diri Sasori, sang iblis terlihat senang karena telah memakai tubuh anak itu sebagai alat pemuas nafsunya.

xxXxXxx

TBC

xxXxXxx
Apa senpai bingung dengan alur cerita ini? Kalo begitu sama *ditendang*.. Oke deh, pokoknya wajib review, 'kan udah baca nih fanfic...