Sakura berjalan sempoyongan keluar dari kamarnya. Ia telah mengenakan seragam sekolah pagi ini, telah siap untuk menimba ilmu di sekolahnya tercinta. Tapi niat baiknya itu terasa percuma ketika ia merasakan nyeri di daerah perutnya. Langkah kakinya terasa melemah, dengan susah payah ia meraih sandaran kursi jati yang disusun tak jauh dari pintu kamarnya.

"Aduuuh, perutku kenapa ya?" keluh Sakura sambil menekan-nekan perutnya. Berusaha mengurangi rasa melilit yang makin menjadi-jadi.
Peluh dingin mulai timbul di pelipisnya, membuat poni merah jambunya melepet karena basah. Kekuatan Sakura sudah sepenuhnya lenyap. Dengan usaha sangat keras, ia pun berteriak. "MAMAAA! PAPAAA! KAKAAAK! SAKIT PERUUUTT!"

Ketiga manusia yang dipanggil gadis bermata jade ini pun segera datang tatkala mendengar teriakan tuan putri kesayangan mereka.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Tuan Haruno sambil mengangkat tubuh mungil Sang Buah Hati, lalu mendudukkannya di atas kursi.

"Perutkuh ... hhmmhh ... sakiiitt," jawab Sakura di tengah sulitnya bernapas.

"Kamu ada makan yang aneh-aneh?" kini giliran Nyonya Haruno yang bertanya. Mata kebiruannya menatap putrinya ini dengan penuh khawatir.

Sakura menggeleng sangat pelan. "Enggak kok."

"Trus kenapa bisa sakit begini?" Nyonya Haruno bertanya lagi.

"Gak tau ... akuhh... enggak tau ... mah..."

"Ya sudah. Hari ini kamu gak usah sekolah dulu," ujar Tuan Haruno serius. "Papa bawa kamu ke rumah sakit sekarang, ya?" Sakura hanya menjawabnya dengan anggukan pelan lagi."Sasori," panggilnya, Si Anak langsung menatap Sang Ayah. "Kamu buatin surat keterangan sakit, ya."

"Siap, Pa!" Sasori pun segera berlari ke kamarnya; membongkar tasnya untuk menemukan alat tulisnya. Hendak menuliskan surat keterangan sakit Sakura. "Aduuuh! Pen gue pada ke mana lagi niiih?" gerutunya kesal karena kesulitan menemukan pen yang ia butuhkan. Akhirnya setelah mengeluarkan semua isi tasnya dan menghamburkannya di atas meja, ia pun menemukan pen yang ia cari. "Nahh! Akhirnya lo muncul juga!" Dengan cekatan Sasori menuliskan surat tersebut. Tak sampai sepuluh menit, surat itu sudah jadi.

Sembari membereskan perlengkapan sekolahnya yang berantakan, Sasori mulai merasakan keganjilan. "Sakura kan selalu diajarin mama buat gak jajan sembarangan," gumamnya sambil memasang pose ala berpikir serius, "kok bisa sampe sakit perut begitu sih?" jari telunjuk kanannya mulai mengetuk-ngetuk pelan pelipisnya. "AHA!" TADA! Bola lampu berwarna kuning terang seketika menyala di atas kepalanya. "Ini pasti gara-gara si Uchiha sok kegantengan itu! Berani banget dia gangguin adek gue!" Sasori mulai naik pitam. "Awas lo ya!"

Nomor Hape Gue!

Naruto belongs to Masashi Kishimoto

This story is MINE!

Humor/Romance

Warning: AU, OOC tingkat tinggi dan…. Gila tidak ditanggung.

Summary: Nomor hape Sasuke—cowok terganteng abad ini tersebar di sekolah! Gimana nasibnya?

.

.

Draft #4 – Sakura Sakit

.

Sambil memejamkan matanya, Uchiha Sasuke Si Wakil Ketua OSIS sekolah tengah asik menikmati alunan lagu favoritnya melalu headset-yang terhubung langsung dengan ponsel bermerk Novia kesayangannya. Saking sukanya ia pada lagu ini, sesekali Sasuke pun ikut menyanyikan bagian lirik yang paling ia hapal. "You know me so weeelll~ Girl I need you girl I love yoouuu~." Ahh, betapa kerennya Sasuke ketika menyanyikan lagu ini. Ia begitu tenggelam dalam irama musik mendayu tersebut, hingga ia tak menyadari kedatangan lelaki yang tampaknya sedang dalam kondisi siap meledak.

"Mengapa hatiku cenat-cenut tiap ada kamu~." Sasuke me-replay kembali lagu tersebut. Membuat lelaki pendatang merasa gerah dengan tingkahnya yang jadi seperti orang idiot.

"Oi! Nyadar woy!" bentaknya pada Sasuke. "Berisik banget sih!"

Merasa ada suara aneh menyusup saraf-saraf pendengarannya, Sasuke pun membuka perlahan matanya dan langsung disambut tatapan horor lelaki bermata hazel di depannya. "Eh buset!" Sasuke kaget. "Ngapain muka lo deket-deket ke muka gue?" tanya Sasuke ketus. "Sana-sana! Ntar lo naksir lagi sama gue!" usirnya.

Yang diusir hanya mengangkat sebelah alisnya sambil menatap enek pada lawan bicaranya. "Naksir lo bilang? Sorry yah, mendingan juga sama Deidara, biar pun cowok tapi dia cantik. Ga kayak elo."

Suasana memanas. "Sana pergi gak usah gangguin gue. Gue mau denger lagu!" perintah Sasuke sambil mengeraskan volume suara music player-nya. "Gee gee gee gee, baby baby baby!" sudah ganti lagu rupanya.

Kesal karena tak diperdulikan, lelaki yang telah diusir dua kali oleh Sasuke ini pun nekat menarik headset yang digunakan Sasuke hingga lepas dari telinga si empunya.

"Sial! Apa-apaan sih lo!" Sasuke mengamuk. "NTAR RUSAK, BEGO!"

"Siapa suruh lo nyuekin gue?"

Kening Sasuke mengerut sempurna. Ada gelombang kerutan kulit di sana. Trus mau lo mau lo apaan sih, Sas?!" Sasuke mulai tak kuasa menahan emosinya. "Sasori yang dikenal kalem, tch, kalem dari Hongkong! Pagi-pagi begini udah nyari ribut sama cowok ganteng kayak gue!"

"Oke, stop ngocehnya!" Sasori mulai jengah melihat kenarsisan Sasuke yang tiada habisnya. "Gue cuma mau nanya satu hal sama lo. Cuma SATU!"

"Ya udah cepetan ngomong!" Sasuke tak sabaran. "Cuma SATU doang yah."

"Ekhm," Sasori berdehem sambil berpose jantan di hadapan Sasuke. Melipat dua tangannya lalu di sandarkan di dada. "Elo abis apain adek gue, heh?" Suaranya terdengar serius. Sasuke hendak membuka mulutnya, tapi terhenti ketika Sasori kembali berbicara. "Elo kan yang kemaren bawa dia lari? Elo kasih dia makan apa sampe sakit perut begitu? Elo kasih racun, heh? Karena elo benci sama gue jadi elo nyerang gue lewat adek gue gitu? Kok lo diem? Jawab dong!"

Sasuke memasang tampang pokerface-nya. "Lo tuh ngeselin yah! Gimana gue bisa jawab kalo dari tadi elo gak berhenti nyerocos panjang kali lebar kali alas kali tinggi!"

"Tuh udah gue kasih waktu. Jawab!"

"Pertama, gue ga bawa lari adek lo. Gue bawa dia pake JALAN. Kalo lari ya capeklah!" jawab Sasuke santai. "Trus ... soal ngeracunin adek lo karena gue benci ama lo ... Hahaha!" Sasuke menampilkan tawa hambar yang dibuat-buat. "Ngapain gue mesti repot-repot ngeracunin orang yang ga bersalah! Kalo emang niat ngeracun, ya gue bakalan langsung ngeracun lo aja lah!"

Sasori tampak menghela napasnya sambil membersihkan cipratan-cipratan basah di wajahnya. "Tapi semuanya udah kejadian kok. Sakura masuk rumah sakit tadi pagi. Kalo sampe dia kenapa-napa ... lo harus tanggung jawab!"

"Tanggung jawab apaan sih! Lagian kenapa harus gue coba?"

"Kan elo yang nyulik dia dua hari lalu!" tuduh Sasori. "Untung aja lo baru bawa adek gue ke taman kota. Kalo sampe lo bawa dia ke hotel—"

"Kok lo makin ngaco aja sih!" Sasuke pun mulai risau dengan ocehan tak masuk akal Sasori. "Mending udahin aja dulu perdebatan ga jelas ini," saran Sasuke sambil memasukkan ponsel dan headset-nya ke dalam tas. Sebagai gantinya, ia mengeluarkan dua buah buku dan sebuah pensil. "Gue mau fokus bikin contekan fisika buat ulangan hari ini."

DUAARR!

"FISIKA?" Sasori kaget bukan main, bahkan mulutnya sampai menganga lebar hanya karena mendengar satu kata itu. Sementara itu Sasuke hanya memberinya tatapan 'lebay lo'. "Serius fisika? Bukannya kimia?"

"Kimia itu besok kaleee," jawab Sasuke ogah-ogahan.

"Dafuq! Gue salah buat contekan! Gawat nih!" Sasori mulai panik. "Oke, soal Sakura kita lupain dulu. Ntar kita sambung lagi!" Sasori lalu meninggalkan Sasuke dan menuju bangkunya yang berada di dekat jendela.

Melihat tingkah Sasori yang panik bukan main, Sasuke malah menyeringai seksi. 'Mampus lo. Hari ini kan matematika. Siapa suruh ngajakin ribut duluan.'

.

.

.

Suasana sunyi menyelimuti salah satu ruangan yang ditempati Sakura. Kasur empuk berspreikan warna putih menjadi singgasana tubuhnya, ditambah bantal dan selimut yang warnanya senada dengan sprei. Hari sudah menujukkan pukul tiga sore. Nyonya Haruno izin pulang sebentar untuk mengambil pakaian ganti Sakura yang tadi lupa dibawa. Awalnya ia tak berniat meninggalkan putrinya sendirian di sini, tapi Sakura malah meyakinkannya bahwa dia akan baik-baik saja meski tak ditemani olehnya. Alhasil Nyonya Haruno pamit pulang dan berjanji akan segera kembali.

Sakura merasakan bosan yang bukan main. Tak ada hal seru yang bisa ia lakukan. Ingin menonton televisi, tapi ia tak tahu acara tv apa yang bagus di jam segini. Ingin menelfon Ino ... tapi Sakura tak ingin menganggu sahabatnya itu yang mungkin sedang sibuk bersama kekasihnya.

Atau ... short message service...

Wajah Sakura berubah cerah. Ia segera meraih ponselnya yang terletak di atas meja. Satu nama langsung terlintas di benaknya ketika mendengar kata 'sms'.
Segera saja ia mengetikkan pesannya dan mengirimkannya.

.

To: Kak Sasuke

Selamat siang, Kak.
Aku lagi bosen nih :(

.

Sakura menunggu dengan harap-harap cemas pesan balasan dari Sasuke. Ia berkilah: tak terlalu berharap balasan sms dari Sang Idola. Tapi ia tak dapat menyembunyikan rasa gelisah saat tak kunjung juga mendapat balasan setelah tiga puluh menit berlalu. Suasana hatinya mendadak galau. Sakura meletakkan kembali ponselnya di atas meja. "Aku memang ga spesial buat Kak Sasuke." Ia lalu menghela napas panjang; menenangkan dirinya. "Andai aja Kak Sasuke tahu kalo aku lagi sakit. Trus dia jenguk aku ... pasti aku bisa langsung sembuh! Hihihi!"

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dan knop pintu yang dibuka. Spontan Sakura menoleh ke arah sana. Jantungnya berdegup kencang. 'Jangan-jangan itu ...,' Seluruh tubuhnya mulai bersemangat, "Kak Sas—" masuklah sosok lelaki tampan, "—ori?" tubuhnya kembali melemah.

"Hai, Adikku sayaaangg," sapa Sang Kakak dengan manisnya. Lelaki berambut merah darah tersebut masuk dan menutup kembali pintu yang tadi dibukanya. "Kok cemberut sih?" tanya Sasori sambil meletakkan tasnya di atas meja.

"Aku ga papa kok, Kak," bantah Sakura.

"Iiihhh~ adikku ini ngemesin banget sih!" ucap Sasori sambil menyubit pelan kedua pipi Sakura. "Jangan cemberut gitu dong. Ntar cantiknya ilang."

Sakura tersenyum. "Aku jelek. Yang cantik itu Kakak! Hahaha!"

Sasori mendengus sebal. "Enak aja! Emangnya Kakak maho ya! No! Kakak ini rupawaaann~."

"Hihihi!" Sakura terkikik geli melihat respon Sang Kakak. "Bercanda kok. Kakakku ini cowok paling ganteng di dunia!"

"Heh, dasar adik nyebelin."

.

.

.

Sasuke berdiri di depan gerbang sekolah ditemani perasaan gusar. Saat ini ia sedang menunggu sahabatnya—tapi tak diakuinya sebagai sahabat—yang bernama Uzumaki Naruto. Sudah lebih dari sejam ia menunggu lelaki berambut kuning terang tersebut, namun yang ditunggu belum juga menampakkan batang hidungnya.

"Tch, Si Dobe itu ngapain aja sih toilet?! Lama banget," keluh Sasuke. Ia melirik ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Tuh kan, udah mau jam empat. Bisa-bisa ga sempat nih!" Sasuke mengacak rambut biru gelapnya karena begitu kesal dengan ketidaktepatan Naruto. Janjinya cuma lima belas menit, tapi malah telat tiga kali lipat.

"Kalo dalam hitungan ketiga dia belum muncul juga, gue tinggal pergi deh!" ancam Sasuke entah pada siapa. "Satu ... Dua ... Ti—"

"Teme!"

Pekikan cempreng terdengar dari arah timur. Sasuke menoleh dan langsung disambut sesosok lelaki muda berlari sambil melambai-lambaikan tangannya. "Hah, hah, sorry ya, hah, gue kelamaan, hah," ucap Naruto sambil ngos-ngosan.

"Lo abis ngapain aja sih di toilet? Buang hajat lama amat," protes Sasuke sambil masuk ke dalam mobilnya. Naruto baru menjawab pertanyaan Sasuke ketika keduanya sudah sama-sama berada di dalam mobil.

"Lo kayak ga tau gue aja. Kalo ke toilet pasti lama."

"Terserah deh." Sasuke sudah malas untuk berdebat dengan makhluk banyak bicara satu ini. "Ngomong-ngomong, lo beneran tau di mana tempatnya kan?"
Naruto mengangguk. "Yo'i!"

"Awas aja kalo sampe salah. Gue jadiin rendang lo."

.

.

.

"Aduh! Hape kakak ketinggalan di mobil nih!" ucap Sasori ketika menyadari ponsel kesayangannya tak berada di saku celananya. "Kakak mau ambil hape dulu yah."

"Iya ambil aja." Sakura tengah sibuk mengupas buah jeruk favoritnya. "Jangan lama-lama ya, aku kesepian nanti. Hehehe."

Sasori hanya tersenyum manis, lalu melangkah keluar dari ruangan.

Sakura menikmati sensasi asam manis dari buah berwarna oren tersebut. Sejenak ia bisa melupakan rasa kecewanya terhadap sms-nya yang tak kunjung dibalas Sang Pujaan.

Berhasil mengalihkan perhatiannya, Sakura malah dikagetkan oleh suara message tone dan getaran ponselnya di meja. Sambil meraih ponselnya, doa tulus Sakura panjatkan di dalam hatinya; semoga balasan sms dari Sang Pangeran.

1 message received.

.

from: Kak Sasuke

Sbb.
Bosen kenapa?
Kamu baik-baik aja 'kan?

.

Sakura tersenyum bahagia. Akhirnya dibalas juga.

.

To: Kak Sasuke

Aku lagi sakit :(

.

From: Kak Sasuke

Sakit apa?

.

To: Kak Sasuke

Cuma ga enak badan biasa.
Hehehe

.

From: Kak Sasuke

Udah minum obat?
Ga istirahat?

.

To: Kak Sasuke

Udah.
Sekarang lagi sendirian di rumah sakit.
Bosen.

.

From: Kak Sasuke

Pengen dijenguk?

.

Blush. Rona merah muncul di wajah Sakura. Ia memang menginginkan lelaki tampan itu datang dan mengkhawatirkannya. Ia memang ingin lelaki Uchiha itu datang dan mengisi rasa bosannya di sini. Jika lelaki itu memang datang, ia pasti akan sangat merasa bahagia. Namun sayangnya, bagaimana mungkin Sasuke bisa menjenguknya—sedangkan lelaki itu tak tau siapa dirinya sebenarnya.

.

To: Kak Sasuke

Eh, gausah deh kak.
Ntar ngerepotin.

.

Saat dadanya berdebar menanti balasan dari Sasuke, pintu tiba-tiba saja dibuka dari luar. Sakura tak merdulikannya, ia tetap fokus pada benda bersegi panjang di tangannya.

"Serius amat liatin hapenya," terdengar suara lelaki yang tak asing di telinga Sakura.

"Aku lagi nungguin—" eh tunggu! Suara ini ..., "Kak Naruto?!" seru Sakura tak percaya. Ia tak menyangka bahwa akan ada orang lain yang menjenguknya. Apalagi kakak kelas. "Kak Naruto kok bisa tau aku di sini ?"

"Oh itu. Tadi Sasori bilang adeknya masuk rumah sakit sini, jadinya dia bolos piket."

"Trus Kakak ke sini buat apa?"

"Ga seneng aku ke sini?" Naruto balik bertanya dengan nada seolah tersinggung.

"Eh bu-bukan begitu! Cuma ga nyangka aja kakak mau ke sini!"

Naruto tersenyum manis. "Aku ke sini cuma nemenin Si Teme. Dia khawatir sama kamu."

Alis Sakura bertaut, "Si Teme?"

"Maksudnya Sasuke."

"APAH!" teriak Sakura emeraldnya melebar dua kali lipat. "JADI KAK SASUKE JENGUKIN AKU JUGA?"

Naruto mengangguk.

'Gosh...'

"Ehm," seseorang berdehem dari arah pintu masuk. "Pada ngomongin gue yah?"

"Pede lo!" kilah Naruto.

Sasuke berjalan mendekat menuju ranjang yang ditempati Sakura. Setelah meletakkan bingkisan mini berisi buah-buahan di meja, onyx-nya lalu menatap mata Sakura, "Sorry udah bikin lo sakit."

"Eh? Kok Kakak bilang gitu?" ucap Sakura begitu terkejut.

"Kakak lo bilang, lo sakit gara-gara waktu itu lo jalan bareng gue." Sasuke memasang tampang sok cool-nya seperti biasa.

"Enggak kok, bukan gara-gara kakak!" Sakura mencoba meyakinkan lelaki tersebut. "Mungkin akunya aja yang lemah dan mudah sakit. Jadi ini bukan salah Kakak!"

"Hn." Sasuke menganggkat bahunya. "Ya terserah deh," ucapnya.

Sakura bernapas lega. "Makasih ya kalian udah mau datang. Aku senang," ujar Sakura. Naruto mengangguk. Sasuke tak merespon apapun. "Hmm ... itu buahnya untuk aku kan?" tanya Sakura sambil menunjuk bingkisan yang tadi dibawakan oleh Sasuke.

"Bukan. Itu buat kakek lo," ujar Sasuke ketus. Melihat tampang Sakura yang bingung, Sasuke pun melanjutkan, "ya jelas buat lo lah! Emang buat siapa lagi sih!"

Sakura tertunduk lesu.

"Teme, lo apa-apaan sih? Sakura kan cuma nanya," tegur Naruto yang tak tega melihat raut sedih Sakura. "Ga bisa liat dia lagi sakit begitu?"

Sasuke pun mencuri pandang untuk melihat sedikit wajah Sakura. Rasa bersalah sedikit terbesit di hatinya. "Iya deh sorry, abisnya gitu aja pake nanya."

"Maaf, kak, aku ga niat buat Kakak jadi kesel."

Merasa suasana jadi melow, Sasuke segera mengalihkan pembicaraan. "Ah udahlah lupain. Jadinya lo mau makan buah yang mana? Sini gue ambilin."

"Aku mau apel merahnya deh, Kak," jawab Sakura.

"Hn." Sasuke mengambil buah apel merah dari bingkisan pemberiannya. Beruntung di atas meja sudah ada pisau kecil (yang sepertinya tadi digunakan Sakura untuk membuka buah yang dibelikan orang tuanya). Namun sebelum mengupas kulit Apel tersebut, Sasuke membawa buah tersebut ke kamar mandi, yang masih berada satu ruangan dengan kamar rawat Sakura, untuk mencucinya.

Telililit Telililit.

Suara ponsel berbunyi bersumber dari kantong celana Naruto. "Halo," jawab Naruto. Kemudian ia memberi isyarat pada Sakura untuk pamit kelur sebentar, agar bisa berbicara secara pribadi dengan seseorang yang menelfonnya di seberang sana.

.

.

.

Sasuke mencuci buah apel di tangannya dengan aliran air dari westafel. Matanya tertuju pada bayangan dirinya di cermin. "Sas, Sas, ngapain sih lo jadi sok baik gini sama tuh cewek?" tanyanya pada banyangannya. "Ntar kalo dia kepedean gimana?" lanjutnya. Sasuke lalu mengeringkan apel dan tangannya menggunakan tisu. "Gue ke sini ga ada maksud apa-apa. Cuma bertanggung jawab dan ngerasa kasian sama tuh anak."

Setelah kegiatannya selesai, Sasuke pun keluar dari kamar mandi.

Sampai ke tempat Sakura, ia tak melihat keberadaan Naruto. "Si Dobe mana?" tanya Sasuke.

"Maksudnya 'Kak Naruto'?"

"Hn."

"Tadi dia lagi terima telfon, keluar bentar deh."

Sasuke mengabaikan jawaban Sakura. Ia sibuk mengupas dan memotong buah apel tadi menjadi ukuran yang lebih kecil.

"Buka mulut," perintah Sasuke.

"Eh?"
"Cepetan dikit napa sih? Pegel nih!"

"Ka-Kakak mau ... nyuapin aku?" rasa kaget dan senang bergemuruh di dada Sakura.

"Hn. Cepetan buka mulutnya!"

Sakura pun melakukan apa yang diperintahkan Sasuke. Dengan bibir pinknya, Sakura menyambut potongan kecil apel yang disuapi oleh Sasuke. Ketika menguyah satu potongan tersebut, Sakura merasakan seolah ada jutaan kupu-kupu yang terbang dan menggelitik perutnya. Begitu luar biasa dan tak terbayangkan. Seorang lelaki tampan yang mulai disukainya, tengah menemaninya di sini, bahkan juga menbantunya menikmati buah apel. Belum lagi sentuhan hangat yang berasal dari jemari Sasuke, yang sesekali mengenai pada sudut bibirnya. Entah mengapa rasa apel jadi lebih manis daripada biasanya. Bagaikan cerita di dongeng-dongeng saja!

Kegiatan tersebut berlanjut hingga potongan buah apel terakhir.

"Gue cuci tangan dulu," ucap Sasuke. Sakura hanya mengangguk.

.

.

.

Setelah memastikan tangannya telah bersih dari getah apel, Sasuke segera membuka pintu untuk ke luar dari kamar mandi. Baru saja ia membuka sedikit pintunya, buru-buru ditutupnya lagi. "Mampus gue! Ada Sasori!"

Sasuke pun memutuskan untuk diam lebih lama di dalam kamar mandi. Menunggu sampai Sasori pergi, baru ia bisa leluasa ke luar dan segera pulang. Tapi sampai kapan Sasori akan berada di sana? Apalagi Naruto belum juga kembali. Apakah ia harus menetap di sini sampai beberapa menit ke depan? Mau tak mau Sasuke pun menunggu. Dari balik pintu yang sengaja ia buka sedikit, Sasuke bisa menguping penbicaraan dari sepasang Haruno tersebut.

"Lain kali kamu ga usah ikut pramuka lagi deh!" saran Sasori.

"Lho? Emangnya kenapa kak?" Sakura panik.

"Kakak ga mau kamu deket-deket sama si Uchiha Sasuke penipu itu. Dia berbahaya!"

"Bahaya?" Kening Sakura mengkerut. "Dia baik kok! Buktinya waktu itu dia mau nganterin aku pulang pas Kakak telat jemput!"

"Tapi ga jadi kan?" Sasori menyeringai.

"Iya sih. Abisnya kehabisan bensin ... tapi dia baik kok! Dia tau kalo aku kelaperan! Jadinya dia traktir aku jus melon sama burger di tepi jalan—"

"OH JADI DIA YANG BELIIN KAMU MAKANAN SEMBARANGAN?!" Sasori murka mendengar penjelasan Sakura. "Tuhkan bener, kamu sakit begini emang gara-gara tuh bocah nyebelin!"

"Enggak, Kak! Kak Sasuke kan gatau kalo aku gaboleh makan begituan! Niat dia itu baik biar aku ga sakit!" Sakura melakukan pembelaan.

"Tapi malah bikin kamu sakit kan?"

Sakura terdiam.

"See? Kamu bahkan gabisa ngebantah lagi kan?"

"Pokoknya yang aku tau Kak Sasuke itu niatnya baik ke aku!" seru Sakura.

"Kok kamu jadi ngebelain dia terus sih?" selidik Sasori. Rona kemerahan muncul di wajah adik satu-satunya itu. "Kamu suka ya sama Sasuke?"

DEG.

Jantung Sasuke (yang masih berada di balik pintu) berdebar ketika mendengar pertanyaan Sasori.

'Sakura ... suka sama gue?'

.

TBC?

.

yak, selesai ch 4, Aku mutusin aka melanjutkan fic ini. TAPI tetep ga sebagai prioritas utamaku.

mohon maaf kalo feel humornya berkurang dibanding dua tahun lalu. karena sedikit banyak penulisanku ada yg berubah kan?

Terima kasih sudah membaca.

Terima kasih buat yg udah review ch sebelumnya. maaf ga dibales, karena aku sendiri ga yakin apa pembaca/pereview dua tahun yg lalu ada yg nyadar kalo fic ini aku lanjutin?

Hehehehehe

Sila review jika berkenan.

salam penuh cinta~