Disclaimer : Bleach © Tite Kubo

Rate : M

Genre(s) : Romance, Drama, Hurt/Comfort, Friendship, Humor, Angst

Pairing(s) : Ichigo x Hitsugaya

Summary : Perkataan Nelliel kepada Ichigo akhirnya menyadarkan pemuda itu. Shawlong yang memberi tahu rahasia Grimmjow selama ini kepada Hitsugaya. Serta alasan kenapa Grimmjow menghancurkan hubungan Ichigo dan Hitsugaya. Grimmjow akhirnya mundur dari permainannya sendiri.

Warning(s) : Alternate Universe (AU), Out Of Characters—maybe, Slash—maleXmale, Shounen-ai, Yaoi, Slight Crack Het, Typo(s), DON'T LIKE DON'T READ!

.

A/N :

Fic sekuel dari "First Kiss". Serta sebuah permintaan dari Mimi Hinamori dan Haruno Arina. Enjoy, sister's! :D

Chapter terakhir. Konflik selesai! Beware, kalian akan dikejutkan oleh beberapa crack-pair disini!

And the last, happy birthday Kurosaki Ichigo! :D

.


Chapter sebelumnya…

"Ichigo dan Grimmjow, sama-sama membutuhkan kehadiran elo untuk berada di samping mereka," ucap Renji dan Nelliel bersamaan.

Keputusan yang sulit.

Jika dirinya salah mengambil keputusan. Akan mengakibatkan satu terbelenggu kesepian. Sementara yang satu terbebas dari kesepian.

Ichigo yang cinta pertamanya… atau Grimmjow, orang ke tiga—yang telah membuat rasa sayang itu perlahan mulai tumbuh?

Benar-benar—sulit.


.

.

First Love

©Jeanne-jaques San

.

.

Chapter 11

Hitsugaya menundukkan kepalanya dalam-dalam. Bingung. Ia tidak tahu harus mengambil keputusan yang mana.

Ketiganya terdiam di tempat mereka. Hening. Yang terdengar hanya dedauan yang bergerak di tiup angin siang itu. Diam-diam Nelliel menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Gadis itu menoleh ke arah Renji. Renji balas menoleh.

Baru saja bibir Nelliel terbuka untuk mengatakan sesuatu pada Renji, langkah kaki seseorang yang melangkah ke arah ketiganya membuat Renji, Nelliel dan Hitsugaya seketika menoleh.

"Shawlong?" kening Nelliel mengerut. Tidak biasanya pemuda—yang merupakan teman dekat Grimmjow—ini datang kemari sendiri, kecuali ada keperluan penting. Renji yang melihat kedatangan Shawlong, tanpa sadar bersikap waspada. Karena mungkin kedatangan Shawlong kemari untuk membawa paksa Hitsugaya ke hadapan Grimmjow—lagi.

Shawlong menatap ketiganya secara bergiliran. Kedua matanya akhirnya berhenti ke arah pemuda mungil—yang tengah terduduk di kursi kayu panjang itu. Ditatapnya Hitsugaya lurus-lurus. Membuat Hitsugaya sedikit berjengit.

"Boleh gue bicara sama elo?" tanya Shawlong pada Hitsugaya. "Berdua."

"Lo mau apa sama dia?" Renji balas bertanya.

"Hanya bicara," Shawlong berhenti sejenak. Sadar kalau Renji menyangka dirinya akan membawa pemuda mungil itu kepada Grimmjow. "Gue hanya mau bicara sama dia. Nggak ada maksud untuk membawanya ke Grimmjow. Gue berani bersumpah," lanjutnya dengan nada serius.

Nelliel dan Renji kembali berpandangan. Kemudian menatap Hitsugaya. Dipandangi seperti itu, diam-diam Hitsugaya menarik napas panjang. Kedua bola mata hijau zambrud-nya menatap Shawlong. Tidak terlihat kalau pemuda itu ada maksud buruk kepadanya.

"Baiklah."

Shawlong tersenyum singkat, kemudian menoleh ke arah Nelliel—memberitahukan bahwa dia butuh waktu berdua untuk bicara dengan Hitsugaya empat mata. Mengerti dengan sorot mata Shawlong, Nelliel menarik lengan kanan Renji dan berjalan meninggalkan tempat itu.

"Gue pegang sumpah elo itu, Shawlong," kata Renji, sebelum Nelliel membawanya pergi dari tempat itu.

Begitu keduanya sudah menghilang di balik tembok, Shawlong kembali menatap Hitsugaya.

"Bisa kita bicara diluar kampus?"

Hitsugaya mengangguk. Meski sedikit ragu.

.

.

.

"Bagaimana keadaan Ichigo?" tanya Nelliel, begitu keduanya berjalan beriringan di koridor kampus. Renji menoleh.

"Lumayan…"

"Dimana Ichigo sekarang?"

"Di kost Chad," jawab Renji singkat.

"Antarin gue kesana. Gue mau bicara sama Ichigo."

Renji menghembuskan napas kuat-kuat. "Lo yakin dia mau bicara sama elo?"

"Yakin!" sambar Nelliel. Renji menatap gadis disampingnya itu.

"Baiklah."

Keduanya berjalan menuju tempat parkiran mobil. Menuju mobil CRV berwarna merah tua. Setelah membuka pintu samping, Renji mempersilahkan gadis berambut hijau muda panjang itu untuk masuk. Dinyalakan mobilnya, dan membawa mobil itu keluar dari area kampus. Menuju tempat kost Chad—yang tidak jauh dari kampus.

Mobil Renji berhenti di depan sebuah rumah bertingkat dua. Keduanya turun dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam pekarangan rumah itu. Tiga orang pemuda yang tengah duduk di teras—sambil mengobrol sesuatu—membuat Renji menoleh.

"Kalian nggak ikut kuliah hari ini?" tanya Renji, setelah dirinya dan Nelliel sampai di hadapan ketiga temannya itu.

Yumichika meringis. "Males."

"Sama," sahut Hisagi dan Ikakku bersamaan. Renji geleng-geleng kepala.

Cklek!

Pintu rumah itu terbuka dari dalam, dan sosok Chad berjalan keluar sambil menenteng empat botol minuman dingin. Pemuda bertubuh besar itu agak kaget dengan kedatangan Renji dan Nelliel.

"Ichigo mana?" tanya Renji kepada Chad.

"Di kamar. Masuk saja," Chad mempersilahkan Renji dan Nelliel masuk ke dalam rumah.

"Tenang saja, Nel. Pemilik kost ini om-om yang baik sama tamu cewek kok," ucap Yumichika.

"Tapi om-om itu mesum!" timpal Ikakku—yang duduk di samping Yumichika. "Jadi hati-hati kalo dia nanya macam-macam."

Renji dan Hisagi yang mendengar itu hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum geli. Sedangkan Ikkaku dan Yumichika mulai heboh sendiri begitu membicarakan pemilik kost.

"Ayo, Nel. Nggak usah dipikirkan omongan dua orang itu," kata Renji, sembari berjalan lebih dulu ke dalam. Nelliel mengekor dibelakang dengan senyum tipis. Dia memang sudah tahu tentang pemilik kost disini. Bagaimana nggak tahu, kalo pemilik kost ini sering tebar pesona di depan kampusnya setiap pagi-pagi buta—untuk menyapa teman-teman gadis di kampusnya.

Keduanya menaiki satu per satu tangga ke lantai dua. Menuju kamar Chad yang berada di paling ujung kanan. Renji dan Nelliel berhenti di depan sebuah pintu. Sejenak keduanya terdiam. Renji mengetuk pintu kamar itu.

Tok tok tok!

Tidak ada sahutan. Renji mencoba mengetuk pintu kamar itu lagi. Kali ini terdengar sahutan dari dalam.

"Gue masuk duluan," bisiknya. Nelliel mengangguk.

Pemuda berambut merah itu berjalan masuk ke dalam kamar, dan menutup pintu itu dari dalam. Nelliel menunggu. Sayup sayup bisa di dengarnya pembicaraan Ichigo dan Renji di dalam kamar itu. Tak lama kemudian, Renji keluar dari dalam kamar.

"Masuklah," ujar Renji pelan. Nelliel mengangguk. Setelah menarik napas panjang-panjang, ia berjalan masuk ke dalam kamar dan menutup pintu itu dari dalam.

Tertegun. Saat dilihatnya Ichigo duduk di samping tempat tidur—dengan kedua tangan menopang di atas tempat tidur sambil memunggunginya. Ada asap rokok. Nelliel menegang di tempatnya berdiri. Ichigo merokok?

"Lo mau bicara apa, Nel?" Ichigo bertanya, tanpa menoleh. Pandangannya tertuju lurus ke balkon di depannya.

Agak terkejut, Nelliel menatap pemuda berambut orange itu dalam diam. Masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya. Ichigo merokok—lagi. Pertama kali ia bertemu dengan Ichigo dulu waktu mereka masih jadi calon mahasiswa, Ichigo tidak bisa lepas dari rokok. Setiap bertemu dengan Ichigo, ia selalu melihat rokok terselip di bibir pemuda berambut orange itu. Nelliel akhirnya tersenyum bahagia begitu Ichigo berhenti merokok—entah karena apa. Mungkinkah—

Nelliel tersadar. Kemudian menghampiri sosok Ichigo—yang masih terduduk di samping tempat tidur—lalu duduk di samping pemuda berambut orange itu.

"Mau bicara apa?" Ichigo mengulang kembali pertanyaannya, tanpa menoleh. Kembali dihisapnya rokok yang berada di tangan kanannya, kemudian menghembuskan asap rokok itu keluar dari bibirnya.

"Lo merokok—lagi…" kata Nelliel lirih. "Kenapa, Ichigo…?"

Ichigo tidak segera menjawab. Kembali dihisapnya rokok itu, lalu menghembuskan asapnya.

"Lo kemari hanya untuk bertanya kenapa gue merokok?" ucap Ichigo dingin.

Nelliel terdiam. Nada dingin itu seperti membuatnya berada di tempat jauh dari Ichigo. Padahal pemuda itu tepat berada di sampingnya. Sedekat ini.

"Gue hanya kaget, karena elo merokok lagi, Ichigo," balas Nelliel. Ichigo tergelak, kemudian tertawa sinis. Kali ini ditatapnya gadis yang duduk di sampingnya itu.

"Lo kayak nggak pernah lihat kaum adam merokok saja!" Ichigo geleng-geleng kepala, prihatin sekaligus mengejek.

Nelliel mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Membalas tatapan mengejek Ichigo. "Kebiasaan merokok elo muncul lagi karena pemuda bernama Hitsugaya itu tidak berada lagi di samping elo 'kan!" seru Nelliel dengan nada meninggi.

Dan sederetan kalimat yang diucapkan Nelliel itu jelas menancap tepat di hati Ichigo. Kena telak! Menyentuh titik terawan Ichigo, hingga pemuda itu akhirnya bungkam. Tidak berani membalas ucapan itu. Tidak bisa mengelak lagi.

"—Sial…" rutuk Ichigo dengan suara serak. Rokok yang terselip di antara kedua jari tangannya terlepas. Jatuh di lantai dingin di bawahnya.

"Kenapa… kenapa elo tidak berusaha meraih kembali pemuda mungil itu," kata Nelliel dengan nada suara sedikit bergetar. "Kalo memang dia penting untuk elo. Kenapa dilepas semudah itu jika Grimmjow merebutnya. Apa pemuda mungil itu tidak penting? Dia yang merubah kebiasaan elo sampai seperti ini, kan? Dia yang menarik elo dari rasa kesepian itu, kan?"

Ichigo tertegun. Kembali terputar di memori otaknya kejadian-kejadian dulu. Saat dia pertama kali bertemu dengan pemuda mungil itu. Wajah Hitsugaya saat tertawa, menangis, cemberut, dan semua kenangan manis saat mereka bersama itu, membuatnya akhirnya tersadar.

Nelliel tersenyum hangat begitu akhirnya ia bisa meruntuhkan dinding kokoh yang diciptakan Ichigo untuk merentangkan jaraknya dengan pemuda mungil itu.

"Dia sangat penting untuk Ichigo, kan?"

Ichigo mengangkat wajahnya. Menatap gadis di sampingnya itu dalam-dalam. "Ya. Sangat penting."

Senyuman di bibir Nelliel mengembang. Ingin sekali dipeluknya pemuda berambut orange ini. Namun, hal itu jelas tidak bisa. Dia tidak ada hak apa-apa.

Ichigo menarik napas panjang-panjang dan menghembuskannya kuat-kuat. Pembicaraan ini akhirnya melepas sesak di dadanya. Tanpa sadar tangan Ichigo terulur dan mengelus puncak kepala Nelliel. Menarik kepala Nelliel ke arahnya, dan diciumnya puncak kepala gadis berambut hijau muda panjang itu.

"Terima kasih," bisik Ichigo, tulus. Nelliel terpana. Tidak menyangka Ichigo akan melakukan hal itu.

.

.

.

Sementara itu…

Sebuah mobil Toyota Avanza berwarna silver berhenti di depan pintu pagar rumah Hitsugaya. Hitsugaya melompat turun dari dalam mobil itu. Kemudian mengucapkan terima kasih kepada pemilik mobil, Shawlong.

"Pikirkanlah baik-baik," ucap Shawlong sambil tersenyum tipis.

"Ya." Hitsugaya mengangguk kecil.

Shawlong akhirnya pamit untuk pergi. Meninggalkan Hitsugaya yang masih berdiri di depan pintu pagar rumahnya, hingga mobil itu menghilang di tikungan.

Hitsugaya berjalan masuk ke dalam pekarangan rumahnya—menuju pintu rumahnya. Baru saja tangan kanannya terulur untuk membuka pintu itu, seseorang lebih dulu membukanya dari dalam.

"Eh, Shiro-chan!" Hinamori terkejut. "Kok baru pulang jam segini?"

Hitsugaya memutar kedua bola matanya. Tumben banget kakak perempuannya ini-sok-perhatian. Kesambet apaan dia?

Baru saja bibir Hitsugaya terbuka untuk membalas pertanyaan kakaknya, sosok seseorang yang berjalan keluar dari belakang Hinamori, membuatnya terkejut. Pemuda berambut kuning panjang itu tersenyum tipis ke arahnya.

Ini 'kan temannya Grimmjow. Kalo nggak salah namanya Yylfodt, batin Hitsugaya dalam hati. Kalau teman Grimmjow ada disini. Berarti—

Hitsugaya langsung was-was. Untuk hari ini saja, ia tidak ingin bertemu dengan Grimmjow. Karena beberapa jam yang lalu dirinya baru saja mendengar rahasia Grimmjow dari salah satu temannya, Shawlong.

"Grimmjow nggak ada disini. Tenang aja," ucap Yylfordt. Berusaha menahan senyum gelinya begitu melihat sikap Hitsugaya yang kelihatan was-was.

Hitsugaya menghela napas lega. Syukurlah Grimmjow tidak ada.

"Kalo gitu gue pamit ya, Momo," kata Yylfodt. Hinamori mengangguk dengan senyum manis di bibirnya.

Hitsugaya yang melihat tingkah kakak perempuannya itu kontan mengerut heran. Hinamori mengantar Yylfordt sampai di pintu pagar depan rumahnya. Begitu taksi yang membawa Yylfordt pergi, Hinamori berbalik dan berjalan masuk.

"Ada apa?" kedua alis Hinamori terangkat begitu melihat Hitsugaya menatapnya heran.

"Ngapain tadi dia disini?" tanya Hitsugaya. Penasaran. Apalagi kakaknya ini sedikit berbeda.

Hinamori meringis. "Ya bertamulah. Masa jualan."

"Tumben banget dia bertamu ke sini," ucap Hitsugaya heran.

"Ya iyalah. Hari ini 'kan gue baru jadian sama dia," balas Hinamori enteng. Kemudian melejit masuk ke dalam rumah.

"WHAT? Lo baru jadian sama dia?" pekik Hitsugaya. Ini jelas saja surprise!

"He-eh!" Hinamori mengangguk. "Harusnya lo senang dong karena kakak elo ini sudah nggak jomblo lagi."

"Amit-amit!" celetuk Hitsugaya, kemudian menuju tangga ke lantai dua kamarnya.

Cklek!

Hitsugaya membuka pintu kamarnya dan menutupnya dari dalam. Dilangkahkan kakinya ke arah tempat tidurnya. Kemudian menghempaskan tubuhnya di kasur yang empuk itu. Kelopak mata Hitsugaya perlahan tertutup. Dan pembicaraannya dengan Shawlong tadi kembali terbayang di benaknya.

Shawlong, yang sudah mengenal Grimmjow dari SMA, jelas tahu rahasia apa yang disimpan Grimmjow sampai hari ini. Rasa kehilangan seorang sahabat paling dekat. Awalnya Grimmjow menganggap 'orang itu' sebagai penganggu. Tukang bikin heboh, berisik, bodoh. Namun, seiring berjalan waktu, entah kenapa 'orang itu' mulai meruntuhkan dinding Grimmjow. Grimmjow yang tadinya malas berurusan dengan 'orang itu' akhirnya jadi tertarik dengan segala daya tarik 'orang itu'.

Dan semuanya dengan cepat berubah. Grimmjow sadar bahwa dirinya ternyata sangat membutuhkan 'orang itu'. Rasa kesepian yang selalu membelenggu Grimmjow perlahan menghilang karena kehadiran 'orang itu'. Kehebohan yang selalu dibuat 'orang itu' tanpa sadar membuat Grimmjow juga mengikutinya. Alur permainan berjalan teratur. Dan selalu ada gelak tawa di antara Grimmjow dan 'orang itu', jika mereka berhasil membuat kehebohan di manapun mereka berada.

Rantai kasat mata yang terhubung antara Grimmjow dan 'orang itu' semakin bertambah erat. Dimana ada 'orang itu', disitu ada Grimmjow. Begitu pula sebaliknya. Namun, takdir berbicara lain. Di saat Grimmjow dan 'orang itu' beranjak naik ke kelas akhir, peristiwa itu kembali menjerumuskan Grimmjow ke dasar jurang kesepian paling akhir.

Kecelakaan 'orang itu' merenggut semuanya. Dan yang tersisa hanya kenangan bersama 'orang itu' dan kalung berukir macan—yang sebenarnya akan diberikan 'orang itu' kepada Grimmjow langsung, jika saja kecelakaan itu tidak pernah terjadi.

Tubuh Grimmjow membeku, begitu dengan kedua matanya sendiri ia melihat 'orang itu' terbujur kaku di atas ranjang. Kelopak mata itu tertutup rapat. Dan tidak akan terbuka lagi walau sekeras apapun Grimmjow berteriak memanggil.

Seketika tubuh Grimmjow terhuyung ke belakang. Menabrak dinding dengan punggungnya. Tubuhnya meluruh lunglai. Tenaganya seolah terhisap keluar. Dan itulah hari terakhir, Shawlong dan keempat temannya melihat Grimmjow kembali berubah total. Berubah menjadi tertutup seperti dulu. Karena rasa kesepian itu kembali membelenggunya.

Tidak akan ada lagi kehebohan yang dibuat 'orang itu' dan Grimmjow. Tidak akan ada lagi gelak tawa antara 'orang itu' dan Grimmjow. Tidak ada. Semuanya sudah terkubur bersama 'orang itu'.

Rantai kasat mata yang terhubung antara Grimmjow dan 'orang itu' putus. Berusaha seperti apapun rantai kasat mata itu tidak akan tersambung lagi. Selesai sudah. Hanya kalung berukir macan itu satu-satunya benda yang selalu berada di dekat Grimmjow. Hidup disampingnya meski hanya dalam wujud sebuah kalung besi biasa.

Rasa penasaran Hitsugaya terhadap orang yang dianggap Grimmjow sangat penting itu terjawab. Selembar foto 'orang itu' dan Grimmjow, membuat Hitsugaya terpana. Hanya sebuah foto sederhana, dimana dalam foto itu Grimmjow dan 'orang itu' saling berangkulan sambil duduk di atas sebuah kap mobil. Senyum Grimmjow di foto itu jelas menunjukkan bahwa ia terlihat sangat bahagia bersama 'orang itu'. Hitsugaya sampai tidak berkedip begitu melihat siapa orang penting untuk Grimmjow itu. Orang di samping Grimmjow itu wajahnya sangat mirip dengan Ichigo!

Sangat mirip. Yang membedakan hanya warna rambut 'orang itu'. Warna rambut 'orang itu' berwarna hitam. Kaien Shiba, itulah nama orang penting bagi Grimmjow itu. Hitsugaya akhirnya tahu sekarang kenapa Grimmjow suka mencari masalah dengan Ichigo. Karena sosok Ichigo jelas saja sangat mirip dengan sosok 'orang itu'. Dan alasan kenapa Grimmjow menghancurkan hubungan Hitsugaya dengan Ichigo, karena Ichigo seperti tidak terjangkau lagi oleh Grimmjow. Kehadiran Hitsugaya di samping Ichigo, jelas saja membuat Ichigo tidak lagi melayani semua ajakan bermasalah dari Grimmjow.

Rencana Grimmjow berjalan lancar. Begitu Ichigo melepas Hitsugaya hari itu, semuanya kembali ke semula. Jika Grimmjow tidak bisa meraih Ichigo untuk membuat pemuda berambut orange itu seperti 'orang itu', maka jalan terbaik adalah dengan membuat Ichigo sama-sama merasakan kembali rasa kesendirian sebelum ia bertemu Hitsugaya. Tadinya, Grimmjow tidak mau peduli lagi pada Hitsugaya, karena rencananya sudah selesai. Tapi—rasa cinta itu muncul tiba-tiba. Grimmjow sadar mengapa Ichigo bisa bahagia bersama pemuda mungil itu. Karena Hitsugaya bisa membuat siapapun merasa nyaman jika bersama dia.

Rasa nyaman itu membuat hati siapa saja yang sudah lama membeku perlahan mencair. Hingga Grimmjow tidak bisa menahan dirinya untuk mengatakan perasaannya terhadap Hitsugaya.

Perlahan kelopak mata Hitsugaya terbuka. Menunjukkan iris mata berwarna hijau zambrud. Semua keraguan yang dirasakannya menghilang. Digantikan oleh satu keputusan bulat yang tidak bisa digantikan lagi. Dia butuh orang itu. Mulai hari ini dan untuk selamanya.

"Kaulah cinta pertama dan terakhirkuuu…"

What the? Hitsugaya mengedipkan matanya. Suara cempreng itu siapa lagi kalau bukan kakaknya, Hinamori.

"Pffh—!" Hitsugaya hanya bisa menahan tawanya begitu kedua telinganya kembali menangkap suara kakaknya yang tengah menyanyikan lagu Sherina Munaf itu dengan penuh penghayatan. Dan suara Hinamori sayup-sayup menghilang begitu ia menuruni tangga ke lantai bawah.

Hitsugaya bergerak bangun dari tempat tidurnya. Kemudian duduk di samping tempat tidur. Menarik napas panjang-panjang, lalu menghembuskannya kuat-kuat. Well, besok ia harus menemui kedua orang itu. Memberi tahu siapa yang lebih penting untuknya.

Hitsugaya berdiri dari tempat tidur. Menutup jendela kamarnya—karena matahari sudah tenggelam di ufuk barat, kemudian melangkah menuju pintu kamarnya. Mungkin dengan menggoda kakaknya yang baru saja jadian dengan Yylfordt akan membuat pikirannya fresh. Sudah lama juga nggak menggoda dia. Hitsugaya tersenyum jahil.

Derap langkah kaki setengah berlari yang berjalan menuju ke arah kamarnya membuat kening Hitsugaya sedikit mengerut. Siapa? Kakaknya? Baguslah. Dengan begitu ia tidak perlu repot-repot ke lantai bawah untuk menggoda kakaknya. Hitsugaya menghentikan langkah kakinya. Menunggu. Tidak menduga kalau orang yang tengah berjalan menuju kamarnya itu bukan kakaknya.

Cklek! Dan pintu itu terbuka dari luar dengan sedikit kasar. Membuat kedua mata Hitsugaya membulat begitu tahu siapa yang berdiri di ambang pintu itu.

"—Ku-kurosaki…?"

Sebelum Hitsugaya sempat menduga, Ichigo melangkah lebar ke arahnya dan menariknya ke dalam pelukan.

Hitsugaya terpana.

"Maaf—" bisik Ichigo tepat di telinganya. Pelukan Ichigo bertambah erat. Sehingga tidak ada lagi jarak di antara keduanya. Hitsugaya bisa mendengar jantung Ichigo berdetak dengan sangat cepat. "Maaf kalau waktu itu aku melepaskanmu, Toushiro…"

Jantung Hitsugaya berdesir. Akhirnya ia bisa mendengar kembali suara Ichigo yang memanggil namanya. Juga pelukan yang sangat dirindukannya. Hanya pelukan dari orang ini, Kurosaki Ichigo.

"I love you," ucap Ichigo lembut, sembari merendahkan kepalanya dan mencium dahi Hitsugaya dengan penuh kelembutan.

"I love you too, Kurosaki…"

"Cieeeh…! Ada yang baru CLBK nih!" seru suara dari ambang pintu, Hinamori. Hitsugaya menoleh seketika. Raut wajahnya seketika berubah menjadi kesal. Bisa-bisanya monyet satu ini mengacaukan adegan romantis.

"Nee-san…" geram Hitsugaya.

"Apa?" Hinamori memasang wajah polosnya. "Owh!" seperti tersadar, Hinamori menepok jidatnya. "Godaan dari gue kurang, ya? Kalo begitu—" jeda sejenak, "—Cieeeh… cieeeh… cieeeh…! Jangan lupa traktir gue karena loe berdua sudah jadian lagi." Hinamori meringis.

Ichigo yang melihat itu hanya bisa menahan senyum gelinya sambil geleng-geleng kepala. Sudah lama juga ia tidak melihat pertengkaran kedua kakak-adik ini. Getaran di saku belakang celananya membuat Ichigo menoleh dan merogoh ponselnya. Sebuah pesan singkat. Terdiam sejenak, Ichigo akhirnya memencet tombol ponselnya untuk membalas pesan itu. Setelah pesan itu terkirim, Ichigo menepuk pundak Hitsugaya. Hitsugaya menoleh dan menatap pemuda di sampingnya itu.

"Ayo, ikut gue!"

Kening Hitsugaya mengerut. "Kemana?"

"Ke suatu tempat. Ayo!"

Tanpa menunggu jawaban Hitsugaya, pemuda berambut orange itu menariknya ke luar, sebelumnya berpamitan kepada Hinamori. Hitsugaya mengikuti tanpa bertanya lagi. Di bawa kemana pun sekarang dia sekarang oleh Ichigo nggak masalah. Senang malah!

Begitu keduanya keluar dari pekarangan rumah, Ichigo segera membawa Hitsugaya ke mobil Honda Accord Eropa yang berwarna hitam metalik—yang terparkir di depan pagar rumahnya. Membuka pintu samping, dan mempersilahkan pemuda mungil itu duduk. Setelah menutup pintu samping Hitsugaya, Ichigo segera berbalik ke pintu kemudinya. Memutar kunci mobilnya, kemudian melajukannya ke suatu tempat untuk memenuhi undangan yang tertera di pesan masuk tadi.

.

.

.

Ichigo menghentikan mobilnya di sebuah area parkir kosong yang terletak di belakang pertokoan. Di tempat parkir –yang jarang dilalui orang itu—ada sebuah mobil Toyota Fortuner yang terparkir tidak jauh dari mobil Ichigo. Kedua lampu depan mobil besar itu sengaja dinyalakan pemiliknya. Menerangi tempat parkir yang tampak remang-remang karena tiang lampu di tempat itu kayaknya sudah minta diganti.

Sosok seseorang yang tengah duduk di atas kap mobil besar itu membuat Hitsugaya menegang. Sedangkan Ichigo terlihat tenang.

"Ayo, turun…" Ichigo menepuk-nepuk pundak Hitsugaya. Serta merta Hitsugaya menoleh dengan raut wajah mulai tegang. Ichigo tertawa kecil melihat raut wajah Hitsugaya. "Ayo!"

Ichigo lebih dulu keluar dari dalam mobilnya. Kemudian berdiri di depan mobilnya. Setelah berusaha menenangkan dirinya, Hitsugaya membuka pintu di sampingnya dan menghampiri Ichigo.

Udara malam berhembus dingin. Menciptakan keheningan total di area parkir yang sepi itu. Area parkir yang bersampingan dengan pengeringan pantai itu akan menjadi saksi bisu kejadian yang akan terjadi beberapa saat lagi.

Diam-diam Hitsugaya menarik napas begitu sosok yang masih duduk di atas kap mobil itu menatap ke arahnya dan Ichigo dalam diam. Kacamata hitam itu menutup kedua mata yang membuat Hitsugaya sedikit berjengit. Tiba-tiba sosok itu melompat turun dari atas kap mobilnya. Melangkah lebar ke arahnya dan Ichigo. Kemudian berhenti tepat di hadapan Ichigo dan Hitsugaya.

Hening. Tanpa sadar Hitsugaya merapatkan dirinya di samping Ichigo.

"Sudah dengar hal itu dari Shawlong, kan?" tanya orang itu, Grimmjow, sembari melepaskan kacamata hitamnya dan menatap Hitsugaya.

Glek! Hitsugaya menelan ludah susah payah. Pasti deh Shawlong sudah memberi tahu obrolan tadi siang itu.

"Jadi elo udah tau 'kan semua hal yang gue lakukan selama ini untuk tujuan apa," lanjut Grimmjow. Hitsugaya mengangguk. Ichigo mengikuti semua itu dalam diam. Jujur, dia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan Grimmjow. Karena yang dia tahu, ia memenuhi undangan Grimmjow kemari karena pesan singkat itu. Pesan yang mengatakan bahwa Grimmjow akan menyelesaikan masalah di antara mereka—bertiga.

Kali ini Grimmjow menatap Ichigo. Ada satu senyuman penuh makna yang tercetak di bibirnya.

"Permainan selesai. Aku mundur!" kata Grimmjow dengan kedua tangan terangkat.

Ichigo dan Hitsugaya kontan mengerut.

"Gue nggak bakal ganggu lagi hubungan kalian berdua…"

Hitsugaya tertegun. Dia nggak salah dengar, kan?

"Lo baru nyadar?" satu alis Ichigo terangkat. Grimmjow menoleh dan menyeringai.

"Lo juga 'kan baru nyadar karena omongan cewek itu," balas Grimmjow. Bibir Ichigo langsung mengatup rapat. Tepat sasaran!

"Gue nggak nyangka kalo kita berdua disadarkan oleh cewek itu." Grimmjow menggelengkan kepalanya.

Ichigo menghembuskan napas, "Ya. Elo benar."

Cewek siapa yang mereka berdua maksud? gumam Hitsugaya dalam hati. Tersadar oleh sesuatu, Hitsugaya meraih kalung yang dipakainya—karena di paksa oleh Grimmjow dulu—kemudian menyerahkannya kepada pemuda berambut biru muda yang berdiri di depannya.

"Ini. Gue kembalikan kalung lo yang sangat penting ini."

Ichigo dan Grimmjow kontan menoleh.

Grimmjow terdiam sejenak sebelum mengambil kembali kalung yang diserahkan Hitsugaya tersebut. Ditatapnya kalung yang sekarang berada di tangannya. Membuat Ichigo mengerut, bingung.

Ichigo menoleh dan menatap pemuda mungil disampingnya. "Kenapa kalung itu—"

"Dia memaksa gue agar memakai kalung itu," potong Hitsugaya cepat, sebelum Ichigo menyelesaikan pertanyaannya.

"Apa yang dia bilang benar. Gue yang maksa dia untuk pakai nih kalung," timpal Grimmjow. "Jadi, sekarang—" Grimmjow mendekati Ichigo dan berdiri tepat di hadapan pemuda itu. Keduanya saling berhadapan dengan jarak yang terpaut sangat dekat. "—Kalung ini gue kasih ke elo," sambungnya, sembari memakaikan kalung itu di leher Ichigo.

"Hah?" Ichigo ternganga. "Maksud lo?"

Grimmjow menyeringai, "Happy birthday, Strawberry!" ucapnya, kemudian dengan gerakan tiba-tiba ditariknya kerah depan Ichigo dan memberikan satu ciuman yang dalam. Tepat di bibir.

Kedua mata Hitsugaya terbelalak. Kaget. Tak ayal juga dengan Ichigo. Tidak menyangka bahwa Grimmjow akan melakukan ciuman itu. Ichigo sedikit terengah begitu Grimmjow melepas ciuman itu. Seringaian jahil tercetak di bibir Grimmjow.

"Grimmjow—" Ichigo berusaha menahan geramnya. Namun Grimmjow hanya terkekeh geli.

"Jaga dia baik-baik," ucap Grimmjow sambil menunjuk Hitsugaya dengan dagunya.

"Tanpa lo suruh juga gue akan jaga dia," sambar Ichigo. Ada sedikit kelegaan yang dirasakan Ichigo begitu mendengar ucapan Grimmjow.

"Ya udah. Gue balik duluan. Jangan lupa besok traktir gue." Grimmjow berbalik dan menuju mobilnya.

"Jangan harap gue traktir karena lo nyium gue tadi," balas Ichigo, pura-pura sebal. Grimmjow menoleh.

"Woy! Masih syukur lo gue cium. Kalo lo gue telanjangin dan ceburin di pantai sana lo mau nggak?"

"Coba saja kalo lo berani!" tantang Ichigo.

"Oh—jadi nantang nih?" Grimmjow menutup kembali pintu mobilnya.

"SUDAAAH…! APA-APAAN SIH KALIAN BERDUA! SUDAH BERDAMAI MALAH BERANTEM LAGI!" teriak Hitsugaya saking kesalnya. Entah kesal karena melihat pertengkaran bodoh kedua orang ini atau karena Ichigo telah dicium oleh Grimmjow.

Ichigo dan Grimmjow saling berpandangan. Detik berikutnya tawa keduanya meledak. Hitsugaya hanya bisa mengepalkan tangannya erat-erat. Mencoba menahan emosinya—lagi. Tapi lega juga melihat Ichigo dan Grimmjow bisa akur lagi—seperti dulu.

"Hati-hati. Pemuda mungil itu bisa buat elo kewalahan menghadapinya," goda Grimmjow.

"Memang. Tapi gue tau cara untuk mengatasinya," sahut Ichigo dengan senyum di bibirnya.

"Okelah. Bye…" Grimmjow memutar kunci mobilnya, dan melajukan mobilnya pergi dari tempat itu.

"Trus, mana kado ulang tahun gue? Hm?" Ichigo menatap pemuda disampingnya begitu mobil Grimmjow sudah tidak terlihat.

"Mana sempat gue beliin kado. Gue aja baru nyadar kalo loe birthday hari ini."

Ichigo terdiam sejenak.

"Kalo gitu lo aja sebagai pengganti kado!" Ichigo menyeringai.

"Eh?"

"Nggak ada protes!" tandas Ichigo, sembari menarik Hitsugaya dan memberikan ciuman singkat di bibir mungil yang sudah lama tidak dirasakannya itu.

"Kurosaki…!" Hitsugaya menonjok pemuda berambut orange itu dengan semburat merah di kedua pipinya.

Tanpa Ichigo dan Hitsugaya sadari, ada dua orang yang mengawasi sejak mereka datang di tempat ini.

"Akhirnya masalah ini selesai juga," ucap Renji sambil menghela napas lega dan menyandarkan kedua tangannya di atas stir mobilnya. Disampingnya Nelliel menatap Ichigo dengan satu senyuman. Ikut bahagia begitu melihat pemuda berambut orange itu tersenyum penuh kebahagiaan.

"Syukurlah, Ichigo…" ujar Nelliel sedikit bergetar. Tidak bisa menahan air mata yang terkumpul di pelupuk matanya.

Renji menoleh. Tanpa sadar tangannya terulur dan mengelus-elus puncak kepala gadis itu. "Sebagai cewek, lo itu luar biasa karena bisa menyadarkan Ichigo dan Grimmjow."

Dan tangis Nelliel meledak. Membuat Renji yang berada di sampingnya menempatkan posisi sebagai teman yang siap membantu jika dibutuhkan. Atau mungkin lebih dari sekedar teman.

.

.

.


Fin


A/N :

Akhirnya perjuangan seharian untuk mengetik fic ini nggak sia-sia. Tamat dengan sangat melegakan. Saya jadi nggak tega liat Nelliel. Sabar Nel, ada Renji tuh yang siap jadi a shoulder #plak

Oh ya. Maaf saya nggak balas review dari kalian. Modem nggak bersahabat, makanya nggak bisa nge-balas semua. Tapi terima kasih atas review kalian :D Kemungkinan saya bakal buat special chapter untuk Lemon IchiHitsu. Tapi saya nggak janji. Baru kemungkinan...

Banyak yang menginginkan ending IchiHitsu, maka aku memutuskan untuk membuat ending mereka. Maaf Mimi-nee T_T #peyuk

Terima kasih bagi kalian yang telah membaca fic ini dari awal. Terima kasih karena sudah bersedia mereview, alert dan fave. Dengan tamatnya fic ini, maka saya siap fokus dengan fic multichap lain. Ada yang mengganjal di atas? Kasih tau saya di review ya :)