Author's Note : ini fic pertama saya di fandom Naruto, harap bantuannya para senpai. Maaf bila ada kesamaan cerita, ini asli dari pemikiran saya sendiri. Selamat membaca.. ^-^

Cerita ini sama sekali tak berhubungan dengan cerita Naruto pada aslinya… ^-^

Disclaimer: Masashi Kishimoto, terimakasih telah membuat cerita sekeren Naruto.

Rate : T

Pairing : SasuNaru

FUGITIVE

Chapter 1 = The Real Dream

Sebuah rapat besar, semua petinggi berkumpul disana. Membicarakan sesuatu yang tak terduga. Bahkan kau pun akan terkejut. Keputusan yang membingungkan, memojokan, dan mengerikan.

"Ya. Semua sudah dipastikan." seorang lelaki berumur sekitar 30 tahunan Menopang dagunya dengan kedua tangannya yang disatukan.

"Benar, jika kita tak melakukannya, kita semua dalam bahaya." Salah seorang membenarkan, dengan wajah yang hendak marah.

"Monster itu, bisa keluar kapan saja." Seorang lelaki tua berujar.

"Aku setuju, jika tetap dibiarkan, selamanya warga Konoha dalam bahaya." Kata seorang wanita penuh semangat, seakan dia mendukung penuh atas keputusan yang baru saja dibuat.

"Ini keputusan yang berat, memang. Tapi kita tak bisa lakukan apa-apa lagi. Ini semua hanya demi Konoha." Seorang pemimpin rapat hanya bisa menghela napas.

"Baiklah, semua sudah sepakat."

"Kita bunuh Naruto."

Dua kilometer dari tempat itu, seseorang berambut durian terbangun dengan kaget.

.

.

YK

.

.

Badannya terlentang. Napasnya terengah-engah seperti habis berlari, dadanya naik turun tak beraturan, keringat disana-sini, berulang-ulang ia mengusap keringat yang tak berhenti mengalir tersebut.

Ia memegang kepalanya, berpikir dengan keras dan mencoba menenangkan dirinya dari mimpi yang terasa nyata.

'tenang… tenang.. itu hanya mimpi.. tapi mengapa hatiku merasa tak enak?' batin Naruto.

Ia mencoba bangkit untuk duduk. Naruto terdiam sejenak. Naruto mencoba mengingat-ngingat kembali mimpinya tadi, mimpinya terasa sangat nyata.. sebuah pertemuan, hokage ke tiga dengan para anak buahnya… Naruto mengerutkan keningnya, berkonsentrasi dengan keras, berusaha untuk mengingat..

Orang-orang disana berkomat-kamit… Naruto tak dapat mengingat jelas saat itu, yang terdengar jelas adalah kata terakhir.. "Kita bunuh Naruto."

Keringat Naruto kembali bercucuran, Naruto bangkit berdiri, berjalan menghadap cermin. Disana ada dirinya, sebuah refleksi yang terlihat sangat… menyedihkan.

Tangan Naruto bergerak menyentuh cermin itu, refleksi dirinya pun sama, hingga akhirnya mereka saling bersentuhan tangan.

Naruto hendak membuka mulutnya, "Apakah kau tahu, apakah yang tadi kau impikan adalah nyata?" Naruto bertanya, walau tahu dia tak akan mendapatkan jawaban walau tahu, semua akan bilang dia sedang gila.

Naruto terlalu sudah berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah mimpi, dan tak akan terjadi pada dirinya, tapi hatinya masih resah.

Naruto melangkahkan kakinya ke sebuah jendela. Disana ia bisa melihat seluruh desa Konoha. Konoha terlihat seperti yang diharapkan, semua sangat nyaman. Semua gorden tertutup sejauh Naruto bisa melihat di kegelapan. tak ada seorang pun diluar sana, bahkan seekor kucing pun tak menunjukan ekornya. Apa yang salah?

Naruto melihat sebuah ikat kepalanya yang ia simpan dengan baik, namun, ikat kepala itu begitu tampak asing. Bukan hanya ikat kepala itu saja, tempat tidurnya, lemari bajunya, meja beserta kursinya terlihat begitu asing. Tidak, itu masih belum cukup, ternyata setelah Naruto melihat kembali ke arah jendela, dimana Konoha tampak begitu jelas. Naruto mulai tahu, semuanya begitu asing.

Benarkah ini Konoha yang pernah aku tinggali selama empat belas tahun?

.

.

YK

.

.

Hari itu seharusnya menjadi hari yang indah bagi Naruto, Naruto bersama ninja-ninja lainnya sedang makan bersama. Hampir setiap waktu tawa meledak disana.

Kiba yang cerewet, Choji yang terus makan, Shikamaru yang hobi menguap, Shino yang hanya diam saja, Hinata yang terus menatap Naruto dengan wajah kau-tahu-bagaimana, Neji yang sama tenangnya dengan Shino, Lee yang terus bekerja sama dengan Kiba untuk membuat suasana menjadi ramai, Tenten yang hanya melihat keadaan di sekitarnya dengan cuek, Ino dan Sakura yang saling bertarung untuk memberikan Sasuke makanan, Sasuke yang cuek dan tak mempedulikan kedua wanita yang memperebutkannya. Semua sempurna, tapi tidak untuk Naruto.

Hari ini ia berbeda, bahkan teman-temannya pun merasa aneh.

"Naruto, ada apa denganmu?" Tanya Tenten yang mengetahui situasi yang tak seperti biasanya ini.

"Ah, tidak ada apa-apa." Jawab Naruto dengan senyum khasnya yang ceria, walau kali ini terlihat sedikit dipaksakan.

Semua saling memandang, memang ada yang aneh dengan Naruto. Sasuke terus melihat Naruto, Sasuke memandang Naruto seolah tak ingin pernah membiarkan Naruto lepas dari pandangannya.

"Kau yakin tidak ada apa-apa, Dobe?" Tanya Sasuke.

"EWW, Teme.. aku tidak apa-apa. Percayalah padaku." Naruto menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sedetik kemudian ia berdiri. "Aku harus pergi sekarang." Ujar Naruto hendak pergi.

Semua memandang kepergian Naruto, saling memandang dan mengangkat bahu.

"Ada apa dengan Naruto?" Hinata terlihat sangat khawatir akan hal itu. Begitu pun dengan Sasuke yang terlihat sedang berpikir keras.

.

.

YK

.

.

Naruto berjalan perlahan, menyusuri desa, memasuki hutan, berdiam diri sendirian. Hatinya masih resah, ia tak tahu mengapa. Hey, itu hanya mimpi, tapi, Naruto tetap tak bisa menjauhkan perasaan yang sedang melandanya saat ini.

Selain resah, ada perasaan lain yang menyakitinya, itu adalah perasaan takut. Ia takut Konoha akan membunuhnya. Ia takut semua teman-temannya akan mencoba untuk membunuhnya. Dari sejak lahir, ia tinggal di Konoha, Ia sudah cinta Konoha, di desa inilah ia mendapatkan teman, di desa inilah ia belajar menjadi ninja yang hebat, tapi jika semua orang Konoha membencinya, sebenarnya apa yang ia punya?

Ia hanya sendirian.

Bukan, bahkan sejak dari awal ia hanya sendirian. Selama ini, Naruto tak mau tahu tentang orang tuanya, karena bila itu dipikirkan itu malah akan membuatnya semakin menderita. Kedua orang tuanya sudah meninggal, dan meninggalkan naruto dalam kesendirian.

Dari sejak lahir, ia hanya sendirian.

Penjara kesepian. Itulah dimana ia berada.

Naruto menegadah ke atas, melihat langit yang ditutupi dauh-daun dari pohon yang rimbun, cahaya matahari menyilaukannya. Ia sedikit menyipitkan matanya. Lalu memandang sekitar.

Naruto dapat merasakannya, bukan hanya dia saja yang ada di hutan itu. Naruto mulai waspada untuk beberapa kemungkinan yang akan menimpa dirinya.

Sejurus kemudian, para ninja bertopeng atau anbu datang mengelilingi Naruto. Naruto tak mengerti mengapa.

"Ada apa ini?" Tanya Naruto.

"Kami dipertintahkan untuk membunuhmu, Uzumaki Naruto" ujar salah satu anbu.

Naruto terkaget, tak mungkin mimpinya menjadi nyata sepeti ini. Ia tak dapat menerimanya. Bahkan hanya mimpi saja, menyebabkan Naruto resah seharian. Apalagi ini, sebuah kenyataan.

Kenyataan yang pahit, dan menyakitkan. Bahkan sekarang hati Naruto merasakan kepahitan yang sama.

~TO BE CONTINUED~

Author's Note : huweee… TT-TT bagaimana ceritanya readers? Review please…. ^-^ jika ceritanya tak bagus saya tak akan melanjutkannya… saya membuat cerita ini atas permintaan Herlin Hibari.. terimakasih telah memotivasi saya untuk membuat Fanfiction untuk Naruto.. sebenarnya saya ingin sekali.. tapi saya takut.. DX karena saya belum membaca semua fic yang ada di fandom Naruto, oleh karena itu saya tak tahu bila ada cerita yang sama. tapi karena telah ada yang memotivasi saya, saya berani buat cerita di Fandom Naruto..

Mohon di review… ^-^