Ohayou! Konichiwa! Konbawa!

.

Mohon maaf untuk kesalahan di chapter sebelumnya. Hontou ni gomenasai… (_._)

Maaf untuk segala kekurangan, ketidaksukaan dan kesalahan di chapter ini yang luput dari pengamatan Light. Hontou ni gomenasai! *bungkuk 90 derajat*

Light nggak tahu rasanya seneng banget bisa dapet review di fandom One Piece! Ada hits dan visitors aja udah lega banget, seenggaknya fict Light masih ada yang mau baca. T.T

Dozo, Minna-sama!

Disclaimer:

Eiichiro Oda-sama~

Warning:

Alternate Reality, out of character, a little typo, full of gajeness and garingness, POV changing. To Readers who hate pairing in this fict, please leave this page by pressing the back button!

.

Note++:

"…" Dialog langsung.

'…' Bicara dalam hati.

Italic: mimpi+istilah asing.

Backsound: When I'm With You by Westlife.

.

Have a nice read! ^_~

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Apakah kau tahu, bagaimana kau di mataku?

Apakah kau menyadari, kalau aku selalu memperhatikanmu?

Apakah kau merasakan, seberapa berharganya kau untukku?

Apakah kau bisa mengetahui kalau aku tidak akan tinggal diam melihatmu dalam bahaya, sedih atau terluka?

Apakah kau bisa mengukur seberapa senangnya perasaanku saat bersamamu?

Apakah kau bisa membaca pikiranku yang sering dibuat terkejut dengan tindakanmu yang selalu mendukungku?

Ya, semua yang kulakukan memang terlihat sama pada semuanya.

Hanya saja, ada yang terasa aneh.

Perlahan sosokmu berubah di mataku.

Aku merasakannya saat aku bersama denganmu. Aku bingung mengungkapkannya dengan kata-kata, yang jelas, aku senang… Sangat senang bisa bersama denganmu. Tapi bukan berarti aku tidak bahagia bersama yang lain. Ada sesuatu yang lain, saat aku bersama denganmu. Aku senang saat bersama denganmu, tidak peduli kau selalu memakiku, memarahiku, memukuliku, galak padaku, dan sebagainya.

Karena itulah kau.

Ah, satu lagi. Satu hal aneh karena kau mengubah hidupku. Ehhmm—pandanganku tentangmu. Ketika aku menyadarinya, hal itu sukses membuatku ingin membenturkan kepala ke tembok terdekat. Yeah, ini membuatku frustasi—percaya atau tidak. Hingga satu pertanyaan timbul di benakku.

Kenapa aku jadi berpikir kalau Kau itu cantik dan manis, ya, Nami?

.

#~**~#

The Last Chapter

.

"When I'm with You"

.

By: Light-Sapphire-Chan

#~**~#

.

Robin menaiki ranjang tempatnya tidur setelah berganti baju dengan piyama—mengikuti jejak Nami yang kini tengah bergelung dengan selimut, diputuskannya hari ini ia tidur dan tidak membaca buku hingga pagi datang mengganti malam. Dimiringkannya tubuhnya ke samping kiri, menghadap ke arah rekan wanitanya, menemukan temannya terdiam dengan tatapan menerawang melamunkan entah apa.

"Sedang memikirkan Senchou, ne, Navigator-san?" tanya Robin dengan senyum terkembang.

Nami menghembuskan napas panjang. Merasa pertanyaannya tidak akan dijawab, Robin kembali berkata, "Kau seharusnya berterimakasih pada Penolongmu, bukan justru memukulnya…"

"Kau tahu, kan, Robin? Aku tidak suka caranya itu yang menolongku dengan…" Kata-kata Nami menggantung begitu saja, dan Robin mengerti.

Robin mengangguk. "Tapi mendengar nada suaramu, sepertinya bukan cara menolongnya yang membuat sikapmu jadi aneh. Kau ingin cerita padaku? Aku bisa menyimpan rahasia…"

Nami menarik napas dalam-dalam. "Saa naa, aku sendiri bingung. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana di hadapannya…"

Tangan kanan Robin terangkat, menggenggam tangan kanan Nami yang terjuntai di pinggir tempat tidur. "Nanti juga Kau akan mengerti, sekarang Kau tidur saja. Oh, omong-omong, tadi Luffy menanyakanmu."

Nami yang baru saja memejamkan mata lekas membuka matanya kembali. "Apa yang ia tanyakan?"

Senyum Robin sedikit berubah, terlihat mengerikan di mata Nami. "Ia bertanya, apa Kau sedang ada masalah? Dia khawatir padamu, lho… Lagi pula, kata-katanya tadi sangat jelas, kok! Dia sangat perhatian padamu, juga protektif kepadamu."

Semburat merah sewarna senja menghiasi wajahnya, tapi melihat senyum Robin yang semakin melebar, Nami bergidik ngeri. "K-Kau sedang tidak bercanda denganku, kan, Robin?"

Robin menggeleng, kini ia mengikih menggoda. "Untuk hal sepenting ini, apa untungnya aku bercanda? Oh, Nami… Apa susahnya mengakui kalau Kau senang mendapat perhatian darinya?"

Nami mendengus. "Aku. Ingin. Tidur," kalimatnya dipertegas dengan Nami yang menyentak genggaman Robin, dan berbalik membelakanginya.

Robin kembali terkikik geli. Senang rasanya ia bisa menjahili gadis di hadapannya, yang sudah terasa seperti adik sendiri. "Kurasa dia menyukaimu."

Nami mendadak terbatuk-batuk hebat. Padahal ia sedang tidak meminum atau memakan apapun. Napasnya mendadak terengah-engah. Matanya membelalak lebar, dan ternganga. "Na-nani?"

"Aku tahu Kau mendengarku, Nami," jawab Robin geli.

"D-dia… Siapa?" tanya Nami gugup.

Robin memutar kedua bola matanya. "Kau tahu orang yang sedang kita bicarakan? Nah, itu dia orangnya… Senchou, Luffy."

"Ja-jangan meng-a-ada-ada!" pekik Nami tergagap, Robin kembali terkikik geli karena tanpa perlu ia melihat, ia rasa wajah Nami memerah sempurna.

"Sayangnya aku tidak mengada-ada. Aku sudah mendengar cerita tentang kalian dari Zoro-kun. Sampai sekarang, melihat semua yang sudah terjadi, aku rasa… Luffy menyukaimu," kata Robin dengan nada yakin.

Nami menoleh hati-hati pada Robin yang melemparkan senyum tenang seperti biasanya. "Sejak kapan Kau jadi dekat dengan Zoro? Atas dasar analisis apa Kau sampai yakin orang itu menyukaiku?"

Robin mengangkat bahu. "Justru kurasa dia—Zoro—menjaga jarak denganku. Kembali ke topik utama, karena Luffy tidak pernah dekat dengan perempuan lain, sedekat denganmu. Dan karena dia selalu bisa menunjukkan ragam ekspresinya, saat bersamamu," ucap Robin sambil menghela napas.

Nami menghembuskan napas pendek. "Kapan dia pernah malu-malu dekat dengan orang lain? Sikapnya sama saja pada siapapun. Lagipula kita tidak tahu dia pernah atau memang dekat dengan perempuan lain," balas Nami dengan wajah tanpa harapan.

Robin menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tadi kan sudah kubilang, dia sangat perhatian padamu, protektif juga. Dan Kau pikir, apa ada gadis yang berani memukuli Luffy seperti Kau? Lalu mengomelinya juga bertengkar dengannya?"

Tiba-tiba saja Nami terkekeh-kekeh. "Kurasa ada kalau dia memang sebodoh itu."

"Lalu, apa ada seseorang gadis yang membuat Luffy bisa bersikap lembut dan kelihatan gentle?" tanya Robin lagi tidak mau kalah.

Nami mengernyitkan alisnya. "Hhmm… Tidak tahu," Nami mengangkat bahu. "Memang kapan dia bisa melakukan hal seajaib itu? Mimpi apa aku nanti malam, ya…" Nami tertawa geli dengan pemikirannya.

"Dia selalu melakukannya, sadar tidak sadar, hanya denganmu… Kau tahu tidak? Senchou tidak pernah menitipkan topinya pada gadis manapun—selalu hanya di antara kru kita, tapi jika keadaan gawat, ia selalu menitipkan topi itu padamu. Padahal kita semua tahu, topi itu sangat berharga baginya…" Senyum Robin melembut.

Wajah Nami disaput rona kemerahan lagi, dan gadis berambut oranye itu menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. "A-aku tidak tahu! Pusing aku memikirkannya! Aku ingin tidur." Nami segera membalikkan badannya kembali.

Terdengar tawa Robin di belakangnya. "Oyasuminasai, Navigator-san. Kuharap Kau bisa tidur nyenyak malam ini. Semoga Kau tidak mimpi buruk karena menyesal tidak berterimakasih pada pertolongan Senchou."

Nami menghela napas panjang. Sudahlah, mungkin tidur akan membuatnya menjadi lebih baik.

.

#~**~#

.

"Luffy, tasukete…" Bisik Nami dengan suara tercekat, air mata yang menggenang di pelupuk matanya, membuat warna ruby red di matanya berkilau.

Dilihatnya pemuda bertopi jerami itu berlari cepat, wajahnya diliputi kemarahan sekaligus kekhawatiran, teriakannya terdengar kencang membahana…

"NAMIII!"

…Saking kencangnya teriakan manusia karet tersebut, hingga mimpinyapun berakhir. Mengembalikan kesadarannya secara utuh kembali pada raganya.

Nami segera mendudukkan dirinya, napasnya memburu beradu dengan degup jantung yang berpacu, peluh membasahi tubuhnya, matanya yang semula terbelalak, perlahan kembali terpejam, seiring dengan Nami yang berusaha mengatur napasnya. Masih segar dalam ingatannya, mimpi yang melintas di tidur singkatnya.

Tidak bisa dibilang mimpi, saat ia tidur tadi, seluruh kenangannya dengan Straw Hat Crew terulang, terutama sosok seorang pemuda yang akhir-akhir ini menghantui tidurnya. Biang kerok—menurut Nami sepihak—yang membuatnya tidak bisa tidur merajai mimpinya.

Nami memasang telinganya baik-baik, dan tak ada lagi guncangan. Suara deburan ombak terdengar mendamaikan di telinganya yang tajam. Berarti badai sudah reda, bahkan mungin sudah hilang sama sekali. Sang gadis yang berperan sebagai navigator di Straw Hat Crew, sama sekali tidak tahu waktu saat ini. Yang ia ketahui, kantuknya terusir oleh rasa haus yang mendadak menyerang kerongkongannya.

Nami menoleh ke samping kanannya, Robin masih terlelap, hal itulah yang membuat Nami berjingkat-jingkat keluar dari kamar mereka. Berusaha tidak menimbulkan suara sedikitpun. Gadis berambut oranye ini keluar dari kamar, dan merasakan angin dingin malam hari menyapanya. Membuatnya menggigil, membuatnya menyesal karena tidak memakai mantel sebelum keluar dari kamar.

Gadis yang mengenakan piyama tidur panjang berwarna putih ini menguap lebar, lalu melakukan sedikit perenggangan karena tubuhnya yang kaku. Tepat di saat itulah, matanya menangkap sosok seseorang, mata merah gelapnya memandang jauh pada kepala kapal Merry—yang berbentuk domba, figure sang kaptennya terduduk di atas sana.

"Apa dia tidak tidur?" gumamnya pada diri sendiri.

Tidak perlu menebak. Tidak perlu menghampirinya, Nami mengetahui seseorang yang terduduk di atas sana. Karena yang duduk di atas sana hanya satu orang, hanya Luffy saja. Dan itu memang sudah layaknya singgasana tersendiri untuk Luffy.

Batal sudah niatnya untuk pergi mengambil minum.

Nami menopang dagunya dengan tangan kanannya yang bertumpu pada lengan kirinya yang terlipat di depan dada, diperhatikannya orang itu dari belakang. Sepertinya pemuda yang barusan menolongnya, tidak menyadari keberadaannya. Senyumpun mulai mengembang di bibirnya, sorot matanya melembut memandang sang kapten. Nami tidak menyadari seberapa lama ia memperhatikan orang itu, sampai objek pandangnya berdiri dan berbalik. Hingga pandangan mata mereka bertemu.

Sebuah senyuman lebar menyambutnya. Senyum yang tadi ada, sempat surut berubah menjadi salah tingkah karena merasa kepergok mengamati diam-diam. Tak perlu waktu lama untuk si manusia karet beraksi, berpindah menjadi berdiri di sampingnya. "Shishishi… Aku lega melihatmu bisa tersenyum lagi! Sudah kembali waras, Nami? Kurasa, malam berbadai seperti ini seharusnya tidurmu nyenyak."

Kata-kata inosennya membuat Nami menghembuskan napas panjang. "Aku memang masih waras, Ahou-Senchou. Ehhmm—mungkin karena badainya sudah berhenti, aku jadi terbangun," Nami membiarkan kedua tangannya terlipat di depan dada.

Pemuda bertopi jerami di sampingnya, turut bersandar pada pembatas berwarna putih itu. Dia juga melipat kedua tangannya di depan dada. Hanya posisi mereka yang berbeda, Nami menghadap ke arah laut, dan pemuda yang kelihatannya tidak pernah ganti baju itu menghadap ke arah sebaliknya, ke arah pintu kamar tidurnya.

"Apa Kau memerlukan badai untuk tidur?" tanya orang di sampingnya. Nami merasakan tatapan orang itu terarah padanya.

Namun sang gadis tidak menghiraukannya. "Aku lebih suka tidur saat semua berada dalam keadaan tenang."

Jeda sejenak, angin malam bertiup lembut menerbangkan helaian rambut masing-masing, juga membuat baju mereka melambai-lambai. Sedikit getar rasa dingin merambati tubuh Nami yang mengenakan piyama.

"Apa Kau sedang ada masalah, Nami?"

"Tahu darimana Kau kalau aku sedang bermasalah, Luffy?"

"Aaa… Aku hanya bertanya, karena aku rasa Kau sedang banyak pikiran," Nami akhirnya melirik pada Luffy yang tak lagi memandangnya. "Apa aku berbuat salah padamu?" tanyanya serius.

Nami mengangkat sebelah alisnya. "Salah? Maksudnya?"

"Karena kata Robin, aku yang membuatmu jadi tidak waras, dan masalahmu itu adalah aku, jadi… Apa salahku?" Luffy kembali menoleh ke kiri, menemukan Nami yang menerawang pada laut lepas sejauh mata memandang.

Terlihat kerutan dalam muncul di dahi Nami, gadis itu membiarkan kedua tangannya mencengkeram pembatas kayu yang dicat putih, tempatnya bersandar. Gadis yang senang dengan harta karun itu sedang berpikir masak-masak untuk menjawab pertanyaan pemuda di sampingnya.

Ingin rasanya menyangkal kata-kata Robin pada sang kapten, tapi di satu sisi, perkataan Robin ada benarnya. Yang jadi masalah, sebenarnya dari sisi mananyakah Luffy menjadi masalahnya?

Pemuda tersebut tidak menjahilinya, kalau soal perbuatannya yang memang memalukan, aneh, mengkhawatirkan, lucu, tingkahnya dan lain-lain, Nami benar-benar sudah terbiasa.

Dan sebuah senyuman terkembang di bibir Nami. "Ya, akhir-akhir ini aku tidak bisa tidur gara-gara Kau, tahu!"

Hening sejenak. "Naniii?" respon biasa yang pasti diterimanya itu membuat senyuman Nami bertambah lebar. Luffy seutuhnya menghadap padanya dengan mata terbelalak. "Aku bahkan tidak pernah mengganggumu tidur! Lagipula kamar tidur kita terpisah!"

"Memang, tapi aku tidak bisa tidur gara-gara Kau rajin muncul dalam mimpiku," ucap Nami misterius sambil melirik Luffy—ingin mengetahui reaksinya.

"Ada angin apa Kau jadi rajin memimpikanku? Lagian itu salahmu, kenapa juga Kau mau memimpikanku kalau jadi tidak bisa tidur? Memang apa yang salah kalau aku muncul dalam mimpimu?" tanya Luffy heran.

"Mana kutahu?" Nami mengangkat bahu. "Lagi pula, bukan mauku memimpikanmu. Dan tentu saja salah kalau Kau muncul dalam mimpiku."

"Apa salahnya?" tanya Luffy lagi.

"Aku jadi tidak bisa tidur," jawab Nami ringan.

Luffy ingin mengatakan sesuatu, namun mulutnya kembali terkatup. Bingung rasanya ingin memecahkan masalah Nami. Kedua tangannya kembali terlipat di depan dada, matanya menyipit memandang entah kemana, kerutan samar muncul di dahinya. Dia terlihat serius memikirkan masalah ini.

Nami menghembuskan napas. Ini dia yang membuat jantungnya berdebar-debar. Semua ini harus diselesaikan sebelum jantungnya copot. Siapa sih yang ingin mati konyol hanya karena debaran jantung karena terpesona pada seseorang? Kenapa seorang pemuda itu paling terlihat tampan saat ia sedang berekspresi serius? Dan kenapa mesti pemuda ini yang membuatnya terpesona?

Berhenti berpikir tentang pemuda ini sebelum ia benar-benar menjadi gila.

"Jangan memasang ekspresi seperti itu, Luffy."

"Ha?" Luffy mendongak menatapnya. "Nande?"

Senyum gadis berambut oranye itu sedikit memudar. "Itulah yang sering muncul dalam mimpiku."

"Jadi… Apa yang harus aku lakukan? Berwajah mengerikan seperti ini?" Luffy memasang wajah mengerikan yang terlihat jelek, membuat senyum Nami sedikit melebar. "Berwajah seperti ini?" Luffy menarik kedua pipinya ke arah yang berlawanan, membuat wajahnya terlihat lebar gepeng karena melebar. "Atau aku perlu babak belur dulu?"

Tawanya pecah, Nami tertawa geli melihat berbagai macam ekspresi aneh yang ditunjukkan Luffy. Luffy berbalik sebentar, lalu berbalik kembali, terlihat dua batang kayu menyangga mulutnya agar terbuka, dan masuk kedua lubang hidungnya. Nami tertawa makin keras.

Melihat Nami yang tertawa-tawa, Luffy akhirnya menghentikan kegiatan konyolnya, kedua ujung bibirnya terangkat memerhatikan gadis di hadapannya yang kini tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perut.

"S-sudaah, ah… A-aku—hahahaha—jadi sakit perut—hahahaha!" kata Nami susah payah di sela tawanya.

Senyum leganyapun menghilang, Luffy akhirnya turut tertawa bersama Nami—entah apa alasannya—dan keduanya tertawa kencang, tidak peduli akan ada yang terbangun karena mereka yang terlalu berisik tertawa.

Tawa mereka reda, dan kesunyian yang nyaman menyelimuti mereka yang masih mengatur napas karena tertawa tadi.

Nami mengusap kedua matanya yang berair, kebanyakkan tertawa… Di samping membuat perutnya sakit dan ia menjadi menangis, tapi ia juga senang, bahagia… Rasa lega mencuat ke permukaan hatinya.

"Ne, Luffy, Kau tidak tidur? Yah, walaupun tidak seperti Zoro, tapi Kau kan bisa dengan mudahnya tidur," Nami memecah keheningan dengan pertanyannya.

"Malam ini aku tidak bisa tidur," jawab Luffy tenang.

"Nande?"

"Gara-gara Kau, tahu," balas Luffy sewot.

Nami sempat mematung mendengar jawaban Luffy. "A-aku?"

"Ya," Luffy mengangguk, mengalihkan pandangannya pada pantai yang terlihat jauh dari tempat di mana kapal mereka berlabuh. "Aku khawatir terjadi sesuatu padamu, dan yang membuatku takut, penyebab ini semua adalah aku…"

"Jadi…" Nami mengubah posisinya menjadi menyamping, menatap Luffy seutuhnya. "…Kau tidak tidur gara-gara memikirkan aku dan uhhmm—keanehanku?"

Luffy mengangguk untuk menjawab pertanyaan Nami. "Kau sendiri kenapa bangun tengah malam begini?" tanyanya mengalihkan.

"Karena mimpi membuatku terbangun," Nami menemukan Luffy yang meliriknya curiga.

"Mimpi… Tentangku?" tanya Luffy memastikan.

"Tidak juga, mimpi tentang kita semua… Sayangnya Kau mengambil bagian terbanyak dalam mimpiku," jawab Nami dengan senyum yang melebar lagi.

"Aku seperti artis saja dalam mimpimu, hahaha! Hahaha!" Luffy tertawa lebar.

Nami terkekeh sekilas sebelum mengangguk tanda setuju. "Saa naa, Senchou-sama. Hei, Luffy."

"Nani?" Luffy menoleh pada Nami, sekalian mengubah posisinya menjadi berhadapan dengan Nami.

"Hontou ni gomenasai… Maaf tadi sudah memukulmu, ya. Walaupun seharusnya sih Kau sudah terbiasa dengan itu," kata Nami geli.

Luffy membenarkan letak topinya yang mirip tertiup angin dengan canggung. "Daijobou~ maaf juga karena sudah membuatmu tidak bisa tidur. Walaupun aku tidak bisa disalahkan sepenuhnya."

"Gomenasai, Luffy, tapi aku memang gemas padamu," Nami pun mencubit sekaligus menarik pipi Luffy yang memang terasa seperti karet. "Hiiih… Kalau ingat kelakuanmu, aku jadi tidak bisa tinggal diam!"

"O-oiii! Aku tidak melakukan apa-apa, kok!" Luffy menepis tangan Nami dari pipinya dengan wajah cemberut, menimbulkan kikik geli sang gadis.

Nami membiarkan kedua tangannya mencubit-cubit pipi Luffy, kekeh geli meluncur dari bibir sang gadis manakala pemuda di hadapannya meringis memelas kesakitan.

"Itte-te-tei! Berhenti mencubitku, Nami! Sakit, tahu!" jengah Luffy dengan ekspresi lucu.

Cubitan itu mendadak berganti menjadi elusan lembut, dan protes yang ingin Luffy lontarkan, ditelannya kembali dengan gugup, Nami menyunggingkan senyum dan belaian lembut dengan kedua ibu jari pada pipi Luffy, gadis penyuka jeruk itu menangkupkan kedua tangannya di wajah Luffy, membuat pemuda itu terdiam kaku.

"Maaf, ya, Luffy. Habis Kau menggemaskan sih!" Nami menarik kedua tangannya dari pipi Luffy agar saling bertautan, matanya mengerling jenaka pada Luffy.

Luffy mendengus, menutupi rasa gugupnya yang mendadak muncul. "Kau pikir aku anak kecil apa sampai aku dibilang menggemaskan? Huh, rupanya Kau senang sekali menjadikanku sebagai Objek Penderita…"

"Wajar saja, karena aku senang saat bersama denganmu," Nami mengangkat bahu dan berkata inosen. "Ne, Luffy, sankyuu… Terima kasih sudah menolongku," katanya halus dengan senyum lembut.

"Shishishi… Douita!" balas Luffy dengan senyum riang.

Namun tak lama, senyum riangnya itu pudar seutuhnya.

Nami mengeliminasi jaraknya dengan Luffy, gadis cantik berambut oranye itu berjinjit, menyejajarkan tingginya dengan pemuda bertopi jerami tersebut. Angin yang bertiup, mengiringi sebuah kecupan manis dari Nami pada pipi kanan Luffy, ciuman tepat di bawah bekas luka aneh yang terdapat di bawah mata Luffy. Kecupan tersebut tidak lama, tapi sanggup membuat Luffy diam tak bergerak dengan mata melebar.

Nami melepaskan bibirnya dari pipi Luffy, menemukan wajah pemuda di hadapannya terperangah menatapnya tidak percaya, dengan segaris rona tipis muncul di wajah Luffy. Dengan senyum lembut terakhir yang dilemparkannya pada Luffy, Nami berkata…

"Oyasuminasai, Ore no Senchou."

Nami berbalik dan melangkah perlahan meninggalkan Luffy.

"Oi, Nami," panggil Luffy.

Panggilan dengan nada asing di suara Luffy membuat Nami menoleh tanpa antusiasme berlebih. "Doushite, Luffy?"

Nami menemukan Luffy menggaruk canggung tengkuknya yang tidak gatal. "Semoga mimpimu indah," katanya salah tingkah.

Nami terkikik geli. "Kalau kata-katamu semanis itu sih, kurasa aku bisa melanjutkan tidur dengan lebih nyenyak! Kau juga istirahat, ya, Luffy!" Nami menyempatkan diri mengingatkan Luffy dengan ceria.

Luffy terhenyak melihat senyum Nami yang asing di ruang pandangnya. Senyum yang menimbulkan masalah baru pada detak jantungnya yang berpacu tidak normal. Dan—tunggu! Kata-katanya! Ucapan Nami tadi…! Aliran hangat menyenangkan yang aneh menyelimuti hatinya.

Nami pun berjalan menjauh dari Luffy, hal yang membuat Luffy terhempas pada kesadarannya kembali adalah debam pintu kamar yang ditutup oleh Nami. Perlahan, jemarinya terangkat, menyentuh pipinya yang masih merasakan sensasi seperti terbakar, namun amat menyenangkan, dirabanya pipinya yang barusan dicium seorang gadis.

Seuntai senyum tipis terkembang di wajah tampan yang tertutup oleh topi jerami, yang diturunkan oleh pemiliknya dengan tangan kirinya. Menyembunyikan wajahnya di balik topi jerami, wajah yang tersenyum bahagia

Kapten bajak laut bertopi jerami itu mendongak menatap langit malam, tak ada lagi awan mendung tebal hitam yang menggelayuti langit malam. Sejauh mata memandang, tertabur kerlip kecil bintang yang bersinar indah di hamparan langit malam yang gelap pekat.

"Aku juga senang saat bersama denganmu," bisiknya pelan pada gemuruh deburan .

ombak yang memecah di pantai. "…Oyasuminasai, Nami."

.

#~**~#

Owari

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Balas review khusus untuk yang tidak login:

.

Mugiwara Pirates: well, panggil Light aja kalau Mugiwara-san nggak keberatan. Jadi, chapter ini bisa dikomentarin/di-concrit donk? *digeplak* Makasih udah RnR! *peyuk-peyuk* Mind to RnR again? ^_^

Rei-no-Otome: Hadir~ hontou ni gomenasai, Rei. Di fict ini nggak masuk ZoRo! Tapi kalau fict yang itu jadi ku-publish, Light janji ZoRo-nya bakal diadain! kalau ZoRo di fict lain yang terpisah, coba Light cari idenya dulu, ya! ;) Makasih udah RnR! *peyuk-peyuk* Mind to RnR again? ^_^

Blue Chelsea: Maaf ya nggak bisa update kilat. *bungkuk 90 derajat* Makasih udah RnR! *peyuk-peyuk* Mind to RnR again? ^_^

.

Jujur, Light nggak begitu ngerti bagian-bagian tentang kapal. Maka itu soal deskripnya gaje banget tentang kapal, Light mohon maaf. *bungkuk 90 derajat*

Tolong kasih tahu perasaan Reviewer(s) sekalian (yang berminat kasih review), tentang fict ini. Sisi senangnya, rasa tidak sukanya, kekurangannya, juga concrit atau flame, yah! Nggak apa-apa di-flame, asal bukan pairing, melainkan fict Light yang memang mempunyai kekurangan (jangan lupa detail flame-nya plus cara memperbaikinya) *digaplok gara-gara banyak maunya*. Maaf udah ngerepotin… Sankyuu!

But, would you mind to leave me some feedback?

Terima kasih sudah menyempatkan membaca! Kritik dan sarannya selalu ditunggu!

.

Sweet smile,

.

Light-Sapphire-Chan