GOKON

Neji-Sakura's fic by Lady Arlene

Naruto © Kishimoto Masashi

.

.

Tempat itu sudah ramai ketika dia akhirnya tiba di tempat itu, sebuah kedai kecil yang terletak di sudut Konohagakure no Sato. Sedikit terpencil dari keramaian pusat desa. Namun jika kau adalah seorang lajang yang tengah mencari pasangan untuk dirimu sendiri, kau pasti akan sering mendengar tentang tempat itu, tempat di mana gokon –ajang mencari pasangan—yang terkenal itu kerap kali diadakan.

Dan di sanalah sekarang Haruno Sakura tengah berada.

Wanita berusia pertengahan dua puluh tahun itu masih belum bisa mempercayai dirinya sendiri mengapa dia bisa sampai di sana. Di tengah-tengah sekelompok wanita yang ribut cekikikan sambil melakukan gerakan-gerakan seduktif ke arah sekelompok pria di seberang ruangan. Sementara aroma alkohol yang bercampur dengan aroma ikan bakar menguar di udara yang pengap, membuatnya pusing.

Bukan kemauannya untuk datang ke tempat itu sebenarnya. Sakura lebih suka menyibukkan dirinya dengan pekerjaan di rumah sakit yang tak ada habis-habisnya, dari pada berada di sini, di tengah orang-orang yang putus asa mencari teman hidup. Ya, pikir Sakura miris. Hanya orang-orang yang putus asa saja yang bisa mengikuti acara semacam ini. Dan itu termasuk dirinya.

Dia, yang putus asa untuk melepaskan diri dari masa lalu.

Dia, yang putus asa untuk melupakan Uchiha Sasuke.

Dan orang yang putus asa ini, telah mendapat desakan dari teman-teman yang khawatir akan dirinya.

"Menemukan seseorang pasti akan membantumu keluar dari bayang-bayang masa lalumu, Sakura. Percaya padaku. Hidupmu harus terus berjalan."

—tanpa Sasuke? Apa dia bisa?

Tapi Sasuke sudah mati, membawa hatinya turut serta terkubur di dalam tanah.

Ya, benar. Peperangan besar yang terjadi beberapa tahun silam tidak hanya telah merenggut nyawa teman-temannya. Tetapi juga Uchiha Sasuke, pria yang hampir sepanjang hidupnya telah mengusai hati dan pikirannya. Ketika Sasuke akhirnya kembali setelah pertarungannya dengan Naruto, dalam keadaan yang luka parah dan nyaris buta. Dan ketika terjadi penyerangan besar-besaran yang dilakukan oleh Uchiha Madara ke Konoha, dalam kondisi tubuh yang masih lemah, Sasuke tetap maju untuk membantu Naruto mempertahankan desa.

Terkadang Sakura masih dihantui mimpi buruk tentang hari penuh tragedi itu. Melihat tubuh teman-teman seperjuangannya, dikenal maupun yang tak dikenal, bergelimpangan di tanah yang memerah oleh darah yang tertumpah dari pertarungan yang seakan tak ada habis-habisnya. Dan dia melihat Sasuke, pria yang dicintainya, roboh di sisi Naruto yang juga terluka parah setelah mengalahkan musuh mereka yang terakhir. Luka-luka menganga di tubuhnya, darah mengalir dari kedua matanya yang sudah tak bercahaya lagi dan napas yang tinggal satu satu sebelum akhirnya terhenti sama sekali.

Sejak saat itu, Sakura merasa hatinya ikut mati bersama Sasuke. Sasuke adalah seluruh hidupnya. Sakura tidak bisa membayangkan dirinya bersama pria lain kecuali Sasuke. Tidak bisa. Tidak bisa.

Tidak bisa.

Tetapi Yamanaka Ino berpendapat lain. Dan Sakura terpaksa datang ke tempat itu hanya untuk membuat sahabatnya itu berhenti mengoceh.

Sakura sama sekali tidak menyadari bahwa ketika dia melangkahkan kaki memasuki tempat itu, takdir sudah menunggunya di sana. Takdir yang menginginkan hatinya kembali hidup, kembali hangat oleh rasa abstrak bernama cinta.

.

.

Sakura menghela napas. Tangannya sekali lagi memiringkan guci berisi sake dan menuang isinya ke dalam cawan untuk dirinya sendiri. Kerumunan wanita di tempatnya duduk sudah mulai menipis ketika satu demi satu dari mereka akhirnya mendapatkan pasangan dan pergi. Yang tinggal hanyalah wanita-wanita tidak beruntung seperti dirinya.

Ah, sebenarnya Sakura sudah menerima beberapa tawaran semenjak dia duduk di sana. Tetapi wanita itu selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Tidak tertarik, tidak memenuhi syarat, atau kelewat kurang ajar. Sakura menyeringai sendiri ketika membayangkan bagaimana reaksi Naruto, atau Kakashi-sensei, jika mereka melihat itu. Tetapi mereka tentu saja tidak ada di sana. Naruto yang kini sudah menikahi Hinata, tidak akan pernah menginjakkan kakinya di tempat seperti ini. Dan Kakashi-sensei –denyut menyakitkan di dadanya kembali terasa memikirkan mentornya itu—sudah pergi ke tempat yang sama dengan Sasuke.

Sakura mengangkat cawannya ke bibir. Sejenak gerakannya terhenti ketika dia melihat seseorang yang dikenalnya baru saja muncul di pintu yang terbuat dari bambu. Awalnya Sakura tidak mempercayai matanya. Tapi rambut cokelat gelap yang panjang itu, mata keperakan itu, dan pakaian tradisional salah satu klan terbesar di Konoha itu, tidak salah lagi. Sebuah tanya melintas di kepalanya. Apa yang dilakukan Hyuuga Neji di tempat ini?

Menenggak sake-nya, mata emerald Sakura mengawasi pria itu. Selama beberapa saat, Neji hanya berdiri di pintu. Mata peraknya menjelajah ke sekeliling ruangan yang berpenerangan temaram. Wajahnya yang tampan tidak menampakkan emosi apa pun, termasuk ketika seorang wanita yang usianya jelas-jelas lebih tua darinya berjalan mendekat, lalu mengamit lengannya.

Sakura mengangkat sebelah alisnya ketika melihat Neji berbicara entah apa pada wanita itu, dan sang wanita membalasnya sambil terkikik-kikik genit yang Sakura yakin akan membuat pria stoic seperti Neji merasa jengah, tapi nyatanya tidak. Tampaknya ini bukan kali pertama pria itu datang kemari. Entahlah, Sakura tidak tahu dan tidak tertarik mencari tahu. Maka dia memilih kembali menikmati sake-nya seorang diri, seraya menenggelamkan diri dalam kenangan singkatnya bersama Sasuke. Kenangan yang ingin dilupakannya, namun tak bisa.

Sasuke… Sasuke… Sasuke… nama pria itu berputar dalam kepalanya seiring dengan semakin banyaknya cairan fermentasi yang masuk melalui kerongkongannya.

"Sake tidak baik untuk tubuhmu, seharusnya kau tahu itu, Sakura."

Suara baritone itu membangunkannya. Sakura menoleh hanya untuk mendapati pria Hyuuga itu berdiri di samping tempatnya duduk. "Hmm… Neji-san. Konbanwa…"

Neji menatapnya sejenak dengan ekspresi tak terbaca di wajahnya, kemudian duduk di tempat kosong di depan Sakura. Dia mengangkat tangannya, memesan sake dan camilan untuk dirinya sendiri pada pelayan yang melintas.

"Aku tidak tahu kau suka datang kemari," Sakura menyeringai para pria di depannya, "Kukira kau bukan tipe pria seperti itu, Neji-san."

"Manusia bisa berubah, Sakura," sahut Neji dalam nada datar yang dalam, "Termasuk dirimu. Harus kukatakan kalau aku juga terkejut."

Sakura melempar senyum hambar, sambil meraih sumpit dari atas piring asinan rebungnya, lalu menggigitnya sedikit. "Sayang sekali kalu datang terlambat. Semua wanita yang cantik sudah diambil orang," ujarnya dengan nada sedikit meledek.

"Aku tidak sedang mencari wanita," Neji menuang sake-nya yang baru saja datang.

Sakura mengangkat sebelah alisnya. "Kalau begitu untuk apa pergi ke tempat gokon kalau kau tidak ingin mencari wanita, hm, Neji-san?"

Neji tidak menjawabnya. Dia memilih untuk menenggak sake-nya, lalu memainkan cawan yang sudah kosong itu di antara jari-jarinya yang panjang. Matanya mengawasi Sakura yang tampaknya sudah agak mabuk. Sejenak, dia tampak berpikir. "Bagaimana denganmu? Kulihat kau juga tidak mendapatkan seorang pria."

Dengusan tawa meluncur dari bibir Sakura yang kemerahan. "Sebenarnya aku tidak tahu apa yang kulakukan di sini."

"Mencari pengganti Uchiha Sasuke, mungkin?"

Perataan Neji membuat Sakura terdiam. Tangannya yang kembali menuang sake bergetar, sehingga cairan itu tumpah ke sekeliling cawan. "Apa yang membuatmu berasumsi seperti itu?"

"Semua orang tahu tentangmu," sahut Neji dengan seringai tipis –entah apa maksudnya seringai itu—"Kisah penantianmu terkenal di kalangan para pecinta roman, Sakura. Berani bertaruhan sebentar lagi mereka akan menjadikannya sebuah buku."

Mendengar itu, Sakura tertawa sinis. "Kau sedang memuji atau menyindir, Tuan Hyuuga?"

Lagi-lagi Neji tidak menjawab, dan Sakura memang tidak membutuhkan jawabannya. Mendengar nama sang terkasih disebut saja sudah cukup untuk membuat dadanya seperti diremas-remas. Sakura memalingkan wajahnya dari pandangan Neji ketika cairan hangat itu meluncur dari sudut matanya. Segera dihapusnya air mata itu, dan kembali meminum sake-nya.

"Maafkan aku," Sakura mendengar Neji bergumam samar. Meskipun tak ada ekspresi penyesalan di wajahnya.

Sakura menghela napas panjang, berusaha menghentikan dirinya berpikir lagi tentang Sasuke. Untuk itu, dia harus mengalihkan perhatiannya. Sakura kembali memandang pada Neji, mengawasinya saat pria itu menenggak sakenya, jakunnya yang bergerak naik turun seiring cairan yang memasuki kerongkongannya. Memperhatikan wajahnya yang berkulit bersih, hidungnya yang mancung, matanya yang besar dan tajam, bibirnya yang tipis. Tampan. Dibingkai dengan rambut cokelat kopi yang panjang dan lurus, yang terjatuh dengan luwes di bahunya yang bidang. Tanpa sadar seulas senyum tersungging di wajah Sakura yang sudah merona akibat pengaruh alkohol.

"Kau sangat menarik. Kau tahu itu, Neji-san?"

Neji menatapnya lurus. Tidak bereaksi apa-apa. Bahkan ketika Sakura beranjak dari tempatnya duduk, berjalan sedikit terhuyung menyeberangi meja, lalu duduk di sampingnya. Sakura mengeluarkan tawa kecil tidak jelas. Tangannya yang berjemari lentik meraih botol sake Neji yang isinya lebih banyak, menuangkan isinya ke cawan di tangan Neji dan cawannya sendiri. Sakura menenggak sake dalam cawannya, kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah Neji.

"Gokon belum berakhir, ne?" bisiknya ke telinga Neji. Jemarinya sedikit mempermainkan rambut cokelat yang lembut di bahu pria itu.

"Hn." Neji menyentuhkan bibir cawan ke mulutnya dan menghabiskan isinya dalam sekali teguk. Dia meletakkan cawannya di atas meja, kemudian menolehkan wajahnya sehingga posisinya kini berhadapan dengan wajah Sakura. Dia bisa mencium aroma sake yang menyengat menguar dari bibir wanita itu. Tapi dia tidak berusaha menarik diri, tak peduli bahwa jarak di antara mereka sangat dekat.

Sakura terpaku menatap bola mata keperakan di depannya, seakan ada sesuatu di sana yang menariknya untuk terus menatap. Sesaat kemudian Sakura menemukan dirinya tenggelam dalam kolam sewarna mutiara yang adalah mata Neji. Dia kemudian melihat suatu emosi melintas di mata itu. Sakura mengerjap, menarik dirinya menjauh.

Apa itu tadi?

Berusaha menjernihkan pikirannya yang mulai berkabut, Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat. Tangannya kembali meraih guci sake, menuangkan isinya. Tetapi sebelum cawan dingin itu menyentuh bibirnya, sebuah tangan kuat menahan pergelangan tangannya. Neji mengambil cawan berisi sake dari tangan Sakura dan memenggaknya sampai habis. Semburat merah samar entah sejak kapan menghiasi wajahnya yang pucat. Pria itu menatap mata Sakura dalam-dalam, kembali menjerat wanita itu dalam kilau mutiara yang tak bisa ditampik pesonanya –setidaknya saat itu.

"Gokon belum berakhir, Sakura," suaranya yang dalam menggelitik telinga Sakura.

Entah kegilaan macam apa yang tiba-tiba menguasainya. Ketika Sakura malah semakin merapatkan dirinya pada pria yang selama ini tidak pernah terlintas barang sekejap di kepalanya, menikmati kulit wajahnya yang halus dengan jemarinya. "Ya, Neji-san," bisiknya parau, "Belum berakhir… belum berakhir…" –kemudian dia mencondongkan tubuh, menutup jarak di antara mereka dengan bibirnya.

.

.

Sinar mentari pagi yang masuk melalui sela-sela jendela membangunkannya. Tidurnya tidak nyenyak semalam, terganggu oleh mimpi-mimpi aneh yang terasa sangat nyata. Sakura menarik dirinya bangun dengan mata terpicing, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya. Lalu tiba-tiba saja kepalanya berdenyut menyakitkan.

"Ah…" Sakura mengerang, memijat-mijat pelipisnya.

Terdengar pintu digeser dan seseorang masuk. Sakura tidak menyadari siapa yang datang sampai orang itu duduk di tepi futon tempatnya duduk dan berkata pelan. "Kau mabuk semalam, Sakura. Minumlah ini, akan membuatmu baikan."

Secangkir teh mengepul yang menguarkan aroma madu disodorkan oleh tangan seorang pria ke depannya. Sakura, yang kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya, menerima begitu saja cangkir itu dan menenggak isinya –dan tersedak.

Matanya membulat begitu dia menyadari siapa pemilik tangan itu. Hyuuga Neji. Bagian atas tubuhnya terbuka, menampakkan dadanya yang berbentuk bagus tapi tidak berlebihan. Pria itu hanya mengenakan celana panjang hitam. Rambutnya yang tidak terikat tergerai ke bahu. Hitaiate Konoha yang biasanya menutupi dahinya entah di mana, membuat Sakura bisa melihat jelas simbol bunke Hyuuga tertoreh di sana. Tertegun, Sakura kemudian mengedarkan pandangannya dan menyadari dia tidak berada di kamarnya. Sebuah simbol yang tergambar di pintu cukup memberitahunya di mana dia sekarang.

Sebuah pengertian muncul dalam kepalanya. Dan semakin dikuatkan ketika dia menyadari jemarinya tak lagi polos. Sebentuk cincin emas dengan lambang klan Hyuuga tersemat di jari manisnya. Cincin yang sama juga ada di jari Neji.

Ini bukan mimpi. Semalam, dia telah menikahi Hyuuga Neji.

.

.

TBC atau sudah OWARI, belum ditentukan *Author ditendang*

.

.

Huwee… mau puasa malah bikin fic beginian. =_=a Gak jelas dan no feeling. Gak apa-apa deh. Hitung-hitung melepas hasrat *halah* saya membuat fic NejiSaku. Lanjut atau enggaknya, tergantung mood *digantung reader*

Fic ini aku persembahkan untuk kakkoii-chan, fans berat NejiSaku, dan untuk diriku sendiri. Hoho.. XD Sengaja ditaruh di rate-M biar aman. Maafkan buat yang mengharap lemon, soalnya gak ada (gak tau ke depannya.. #plak!). Hei, adult content gak selamanya lemon/gore, kan? Penggunaan alkohol juga termasuk lho.

Dan akhir kata, selamat menunaikan ibadah puasa untuk semua yang menjalankan. Maafkan iputz lahir batin ya…*sungkem*