Disclaimer: I don't own Naruto.
Warning: AU. Chara Death, as always. No chara bashing purpose. No Orochimaru bashing purpose.
Summary: Jika anda ingin tahu bagaimana rasanya beristri tujuh, tanyakan saja pada Orochimaru. Kalau sempat, tanyakan juga siapa dari ketujuh istrinya yang telah menghabisi nyawa lelaki itu.
-x-
-x-
-x-x-x-
-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-
Maut Di Tujuh Peraduan
-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-
-x-x-x-
-x-
-x-
Minggu, 23 Agustus.
Temari melangkah cepat melewati gerbang besi yang berderit. Suara derap jejakan kakinya disambut hembusan angin malam, beriringan dengan gemericik aliran air mancur yang membelah halaman depan. Tak lama kemudian langkahnya terhenti di depan pintu, menunggu sejenak sebelum kepala pelayannya membukakan sepasang lempengan kayu ek dan memberinya seutas salam.
"Selamat malam, Nyonya Temari," sapa Kakashi ketika mempersilakan majikannya masuk.
"Selamat malam, Kakashi," Temari membalas sambil mengarahkan pandangannya pada jam bandul yang tergantung lurus dari pintu. Dua jarum jam berwarna hitam itu menunjuk pukul sepuluh lewat lima menit. Sang Nyonya bertanya, "Apa Ayah sudah tidur?"
"Belum, Nyonya. Tuan Orochimaru masih di ruang kerja."
"Kalau Hinata?"
"Sepertinya juga belum," sambung Kakashi, "Nyonya Tsunade dan yang lainnya masih menunggui. Saya rasa hanya Nyonya Kurenai yang sudah beristirahat di kamarnya sejak tadi."
Temari diam.
"Anda perlu sesuatu, Nyonya?" tanya Kakashi menawari.
"Tidak, Kakashi. Kau boleh lanjutkan pekerjaanmu."
Beberapa detik setelah Kakashi meminta diri dan berlalu, Temari masih saja berdiri mematung. Memikirkan waktu yang telah menunjuk pukul sepuluh lebih. Rasa was-was menjalarinya mengingat Orochimaru tak pernah membiarkan satupun dari ketujuh istrinya pulang ke rumah terlalu malam. Belum lagi sekarang ini Hinata sedang sakit. Pembawaan suaminya itu pasti jadi memburuk.
Temari menoleh ke arah kiri, menatap pintu ruang kerja Orochimaru yang tertutup rapat. Tanpa pikir panjang lagi dilangkahkannya kaki ke sana. Setidak-tidaknya perempuan cantik berambut pirang itu harus meminta maaf, lalu memberi salam dan ucapan selamat malam pada sang suami.
'tok-tok-tok'
Suara Temari terdengar setelah tiga ketukan dibuatnya pada daun pintu, "Ayah, apa aku boleh masuk?"
Hening. Tak ada jawaban yang terdengar.
Temari mengulang, "Ayah, aku sudah pulang. Boleh masuk tidak?"
Lagi-lagi tak ada jawaban. Marahkah suaminya?
Temari menarik nafas dalam dan menghembuskannya dalam satu sentakan sebelum tangan perempuan itu tergerak untuk memutar kenop pintu di hadapannya. Orochimaru memang selalu mengunci pintu ruang kerjanya ketika ia ada di dalam, tapi tak ada salahnya mencoba, bukan?
'klik'
Oh, ternyata pintu itu tidak terkunci. 'Tumben sekali,' pikir Temari.
"Ayah?" si pirang melongokkan kepalanya masuk. Orang yang ia panggil tampak sedang duduk di kursi kerjanya dengan posisi membelakangi Temari. Helaian rambut hitam panjang terjuntai melewati pegangan kayu, membuat wajah Orochimaru terlewat dari jangkauan pandang Temari. Sang istri ketiga menutup kembali pintu ruangan itu setelah ia memutuskan untuk melangkah ke dalam. Dikatakannya, "Aku minta maaf karena pulang selarut ini, Ayah. Resitalnya baru selesai pukul delapan malam. Ayah tidak marah, kan?"
Orochimaru tak menyahut. Tadinya Temari berniat untuk menghampiri, namun niatnya terhenti karena semua ucapannya tak mendapat respon sama sekali. Pada langkah keempatnya dari pintu, Temari memutuskan untuk berbalik keluar dan meninggalkan suaminya bersama suara debam pelan yang menutup kembali ruangan itu.
Ujarnya sebelum pergi, "Maaf kalau aku mengganggu. Selamat malam, Ayah."
Kemudian Temari bergegas menaiki tangga ke lantai dua. Memilih untuk menghindari Orochimaru yang mungkin sedang tak enak hati. Temari bukanlah Tsunade yang berani menghadapi amarah suami mereka karena dia merupakan istri tertua. Bukan pula Kurenai yang saat ini mendapatkan perhatian lebih karena sedang hamil muda. Mungkin ada baiknya jika Temari mengacuhkan suasana seperti yang selalu dilakukan Tenten, Ino dan Sakura. Atau mungkin juga, dia harus diam dan menunduk seperti kebiasaan Hinata selama ini.
-x-x-x-x-x-
Senin, 14 September.
Shikamaru menguap lebar sambil menggaruk malas belakang kepalanya. Butuh waktu cukup lama bagi pria itu untuk menguatkan niatnya bangkit dari tempat tidur. Dengan malas diseretnya sepasang kaki bersandal tidur ke arah dapur dan mulai membuat secangkir kopi.
Suara sendok yang beradu dengan cangkir menemani langkah Shikamaru menuju jendela dapur. Gerakan mengaduk yang dibuatnya terhenti ketika tangan penulis novel itu menyibakkan selembar kain pelapis kaca. Sekedar ingin menilik betapa ramai dan sibuknya jalanan Konoha di pagi hari. Lengkingan bunyi klakson dan deru mesin kendaraan berbagai jenis terdengar mendengung dari kejauhan.
Tak lama berselang jendela itu kembali menutup. Shikamaru telah beranjak meninggalkan dapur dan meneruskan kegiatannya dengan berjalan ke luar rumah. Bukan untuk berjalan-jalan, melainkan hanya berniat mengambil surat kabar pagi yang ditinggalkan loper koran di kotak surat. Perjalanan paginya pun berakhir di teras depan. Cangkir kopi yang isinya tinggal setengah ia letakkan di atas meja. Sambil duduk santai Shikamaru mulai membolak-balik halaman demi halaman harian Konoha Daily yang ia pegang di tangannya. Kemudian sederet judul berita disapunya sepintas lalu.
Harga minyak mentah kembali meroket hingga 98 dollar per barel.
Tidak menarik.
Demonstrasi besar-besaran di depan gedung parlemen Iwa menewaskan tiga orang mahasiswa.
Tidak menarik.
Seorang industrialis ditemukan tewas mengenaskan.
Tidak menarik.
Konstitusi Oto sepakat menghapuskan double jeopardy mulai tahun depan.
Tidak menarik.
Mantan kepala kepolisian Konoha dihukum tiga tahun penjara karena tindakan asusila.
Tidak menarik.
Wacana Impeachment mulai disuarakan kaum cendekiawan Suna.
Tidak menarik.
Mei Terumi, model pakaian dalam asal Kiri menyita perhatian lewat sensasi naik motor tanpa busana keliling Konoha.
Nah, yang ini baru menarik. Apalagi jika disertai gambar full color satu halaman penuh.
Namun sayang, kegiatan Shikamaru memaku matanya pada berita menarik itu mendadak terinterupsi oleh suara dering yang didengarnya samar-samar. Awalnya ia acuh, tapi akhirnya Shikamaru takluk juga ketika ia sadar suara dering itu adalah suara panggilan telepon lewat ponselnya.
"Selamat pagi," diam-diam Shikamaru menguap ketika mengangkat telepon yang ia temukan terdampar diatas sofa ruang tengah.
"Selamat pagi," sahutan berwibawa terdengar dari seberang sana, "Apakah anda Tuan Nara Shikamaru?"
"Benar. Ada yang bisa saya bantu?" Shikamaru terdengar mulai penasaran pada orang yang mengganggunya sepagi itu.
"Perkenalkan, nama saya Uchiha Sasuke," lanjut si penelepon, "Saya pengacara Tuan Uzumaki Naruto. Anda kenal klien saya, bukan?"
Sesaat saja Shikamaru diam dan berpikir. Dahinya sedikit mengerut ketika ia bertanya balik, "Maksud anda Uzumaki Naruto sekretaris pribadi Tuan Orochimaru? Pengusaha minyak itu?"
"Benar, Tuan Nara," coba tebak apa yang selanjutnya dikatakan oleh Sasuke, "Saya berharap anda bersedia memberikan kesaksian untuk klien saya."
"Kesaksian?" dahi Shikamaru makin berkerut.
"Anda belum dengar beritanya, Tuan?"
'Berita apa?' batin Shikamaru dibalik diam.
Dan diamnya Shikamaru membuat Sasuke menjelaskan, "Klien saya dituduh melakukan pembunuhan atas majikannya. Tuan Orochimaru, maksud saya."
Dalam hatinya Shikamaru menggumam tak percaya, "Si parlente hiperaktif yang banyak bicara itu dituduh membunuh? Bagaimana bisa?"
"Halo? Tuan Nara?" Sasuke menyela karena tak mendengar adanya sahutan.
"Bisakah anda jelaskan, Tuan Uchiha," sambung Shikamaru, "Dimana keterlibatan saya sebagai saksi?"
Lalu Sasuke menerangkan, "Tuan Orochimaru terbunuh pada malam tanggal 23 Agustus lalu. Setelah serangkaian penyelidikan, Tuan Uzumaki diasumsikan sebagai orang terakhir yang bersama korban saat itu. Klien saya ditahan karena tidak dapat membuktikan alibinya."
"Tidak dapat membuktikan alibinya?" Shikamaru kembali bertanya, "Apakah sebenarnya klien anda punya alibi?"
"Tentu,"jawaban mantap terdengar cepat, "Ini hanya masalah kebetulan dan ketidakberuntungan. Pada saat kejadian, Tuan Uzumaki sedang berjalan kaki sendirian di tengah jalan. Kemudian beliau menerima tumpangan dari seseorang yang mengantarkannya sampai ke bengkel tempat mobil Tuan Uzumaki diperbaiki karena mogok. Pemilik bengkel tersebut sudah cukup tua dan tidak bisa mengingat waktu dengan baik. Sementara pengemudi mobil yang ditumpanginya mendadak menghilang dan tidak dapat dihubungi."
Sebuah jeda yang cukup panjang menyela disini. Sasuke sengaja menunggu respon dari Shikamaru, sedangkan Shikamaru sibuk memutar ulang semua ingatannya sepanjang tiga minggu kebelakang.
"Saya harap saya tidak salah telah menghubungi anda, Tuan Nara," ujar Sasuke, "Ini sudah percobaan saya yang ke-27, kalau tidak salah."
"Tidak, Tuan Uchiha. Anda tidak salah," kata Shikamaru pada akhirnya, "Orang yang memberi tumpangan pada Tuan Uzumaki malam itu adalah saya."
-x-
-x-
-x-x-x-x-
TBC
-x-x-x-x-
-x-
-x-
a/n: padahal tadinya niat saya untuk rehat dari fanfiction sudah hampir bulat. Tapi ternyata memang susah. Susah sekali berhenti menulis fic.
Review?