Naruto punya Masashi Kishimoto

Warning tentunya AU, OOC, all.

GYH Chai Mol

A/N : Gomen baru updet. . .Buat yang udah review, saya ucapkan terimakasih banyak :

JadenXJesse lover (Yang lupa apanya? bahasanya?hehe... {^_^}) Shirayuki No Aoi, MiyukiHana, , Uchiha Kagoure chan, Sweety (Udah aku updet... Gomen kalo lama) SoraHinase, i love sasuhina, Ara-chan, harunaru chan muach (Iya, ingatan Hinata udah kembali. Horeee...) KatouChii (Gimana sikap Sasuke dan Gaara? baca chap ini ya...) hina hinu (Silahkan anda membenci pair Sasuhina, itu hak anda. Saya menyukai pair SasuHina, itu hak saya. Silahkan juga anda menganggap fic saya tidak masuk akal...Saya berterima kasih, anda menyampaikan pikiran anda tentang fic saya), Ree Kie (Gomen Ree-chan, kalo adegan SasuHina dikit. Mungkin dichap ini juga msh dikit...) Upe Jun (Iya, cuma meriang. hehe... bercanda Upe-san) ran-neechan granger (Gomen kalo ngegantung dan membuat ran-san bertanya-tanya) Uzumaki Panda (aku maafin..tapi review lagi ya? ^_^)

.

.

Happy Reading ((^_^))

.

.

Dokter berbicara dengan Gaara di ruangannya. Membicarakan tentang keadaan Hinata selanjutnya. Sedangkan Hinata berada di kamar rawat ditemani Temari. Dokter itu membuka catatan tentang Hinata. Melihatnya sebentar lalu menatap Gaara yang duduk di depannya.

"Sabaku-san, saya akan menyampaikan sesuatu tentang Hinata-san. Ini penting dan anda harus mengingatnya..." Dokter menghembuskan nafas pelan, "...dia tidak boleh dalam keadaan tertekan atau berpikir berat. Jika itu terjadi, kondisinya bisa membahayakan dirinya," Gaara menundukkan kepalanya. Rasa bersalah kian bertambah.

"Sabaku-san, apa anda mendengarnya?" tanya dokter.

Gaara kembali menatap dokter di depannya, "Saya mendengarnya."

"Hanya itu yang saya sampaikan pada anda."

"Kalo begitu saya permisi. Terima kasih, Dok," dokter tersenyum dan mengangguk.

Gaara keluar dari ruang dokter dengan lesu. Dia menyebabkan Hinata seperti ini. Dalam pikirannya, dia ingin melihat Hinata selalu senyum padanya. Tapi... sekarang. Hinata akan membencinya.

Berjalan di lorong rumah sakit dengan pikiran kalut. Dia akan melihat Hinata dan meminta maaf. Gaara berusaha tenang setelah berdiri didepan pintu kamar rawatnya. Tangannya membuka knop pintu dengan pelan. Matanya melihat keadaan dalam kamar. Temari tengah duduk di samping Hinata dengan membaca majalah. Lalu beralih pada Hinata. Kelopak matanya tertutup. Wajah pucatnya masih terlihat. Gaara berjalan masuk mendekati sepupunya.

"Bagaimana keadaannya?" tanyanya pada Temari.

Si sepupu menutup majalahnya, "Baik."

Gaara duduk di sebelah Hinata berlawanan dengan sepupunya, "Maafkan aku," Gaara mencium tangannya, "Aku sangat menyesal melakukan ini padamu. Kau boleh membenciku... sungguh aku menyesal. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum."

Temari mengerutkan dahinya, "Kau menyesal Gaara? Kenapa dari awal kau tidak menceritakan sebenarnya pada dia."

"Aku mencintainya sejak pertama melihatnya dan bermaksud untuk menjadikannya milikku," Gaara tidak melihat sepupunya. Matanya menatap wajah Hinata.

"Itu egois namanya."

Gaara mendesah, "Memang aku egois. Karena keegoisanku... dia seperti ini."

Temari beranjak dari kursinya. Berjalan mendekati pintu. Membukanya pelan dan meninggalkan Gaara sendirian dengan Hinata.

.

.

.

Sasuke meraih jaket hitamnya dari kursi. Berjalan keluar rumah dengan Shikamaru. Mereka berdua membuka pintu mobil lalu menutupnya. Sasuke menyalakan mesinnya dan menjalankan mobil keluar dari pekarangan kediaman Uchiha.

Terlihat kecemasan di mata onycnya. Beberapa hari, dia mempunyai firasat tidak enak tentang Hinata. Setelah mendapat pesan singkat dari Temari, bahwa Hinata berada di rumah sakit. Dia bergegas pergi ke rumah sakit dimana Hinata dirawat.

.

.

.

Hinata membuka matanya. Dia melihat Gaara menggenggam tangannya. Matanya penuh kebencian. Berpikir kalo Gaara telah memisahkan dari keluarganya dan sahabat-sahabatnya. Terutama orang yang sangat di cintainya, Sasuke. Menyembunyikan identitas dirinya selama dia hilang ingatan. Hinata menarik tangannya dari genggaman Gaara.

Gaara tersenyum lembut padanya, "Bagaimana keadaanmu?" nada khawatir terdengar dari suaranya.

"Aku... aku membencimu," Hinata memalingkan wajahnya.

Gaara merasa senang Hinata membencinya. Tapi, ada rasa sakit saat mendengarnya, "Bencilah sepuasnya. Semua salahku... demi keegoisanku, aku rela berbohong padamu menyembunyikan kebenaran darimu."

"Aku menyesal Hinata," Gaara megatakan dengan suara serak. Tangannya membelai rambut indigonya.

Air mata menetes dari pipi Hinata. Dia cepat-cepat menghapusnya sebelum Gaara melihatnya. Hinata tidak mau terlihat lemah di depannya. Meskipun benci padanya, dia masih menyayanginya. Gaara seperti kakak baginya. Selama dia tinggal dengannya, Gaara membuatnya nyaman. Walaupun membatasi kebebasannya.

Hinata tidak menanggapi perkataan Gaara. Diam dan memalingkan wajahnya.

Di luar kamar rawat.

Temari duduk di kursi depan kamar rawat Hinata. Memainkan ponselnya. Matanya melihat lorong rumah sakit. Menunggu datangnya seseorang. Terlihat dua sosok yang di kenalinya. Dia melambaikan tangannya. Dua pemuda itu melihatnya dan menghampirinya.

"Shikamaru, Sasuke!" sapa Temari setelah mereka dekat. Pemilik rambut raven hanya mengangguk. Shikamaru menatap Temari, "Kenapa kau ada di luar? Bukannya menemani Hinata."

"Bagaimana keadaannya?" tanya Sasuke.

Temari berdiri, "Sebaiknya kalian masuk. Ayo!" tangannya membuka pintu. Terlihat Gaara membelai rambut Hinata. Sasuke cemburu melihatnya. Temari menutup pintu setelah mereka masuk.

Gaara melihat sepupunya, "Siapa mereka?"

Temari mendekati Shikamaru, "Teman dekatku, Nara Shikamaru. Dan dia ..." Temari melihat Hinata yang diam memalingkan wajahnya dari Gaara, "... Uchiha Sasuke."

'Uchiha Sasuke. Aku pernah mendengar nama itu,' batin Gaara. Mata hijaunya menatap tajam mata onyc.

"Gaara no Sabaku," Gaara berdiri dari kursinya, "Aku harus kembali ke kantor," dia menjauh dari ranjang Hinata menuju pintu. Membuka dan menutup pintu setelah di luar kamar.

Hinata melihat Temari dan Shikamaru setelah Gaara keluar dari kamar. Lalu beralih pada Sasuke.

"Hinata?" tanya Sasuke mendekatinya.

"Aku tidak apa-apa," Hinata tersenyum lembut, "Kau tahu? Aku sudah... mengingat semuanya. Hinata Hyuuga adalah aku."

"Aku tahu," Dia senang, ingatan Hinata sudah kembali.

Shikamaru dan Temari melihat dua sahabatnya kini bersatu kembali. Dengan langkah pelan mereka berdua meninggalkan kamar rawat Hinata. Memberi privasi pada Hinata dan Sasuke.

Sasuke duduk di pinggiran ranjang Hinata. Menatap intens mata lavender.

"Apa kau tidak ingin memelukku?" Seringai muncul di bibirnya.

Hinata merentangkan tangannya. Dia ingin memeluknya juga. Kehangatan Sasuke yang selalu membuatnya nyaman. Sasuke mencondongkan tubuhnya. Memeluk erat Hinata.

.

.

.

Empat remaja duduk di ruang tengah. Minuman soda kaleng dan pizza bertengger di meja. Menatap layar televisi yang menyuguhkan film komedi dari DVD yang baru mereka beli.

"Ini film terlucu yang pernah aku lihat, hahaha..." seru Naruto yang duduk dekat Sakura.

Sakura meliriknya, "Berisik, baka!"

Sai menenggak soda kalengnya. Dia tidak perduli film yang diputar. Baginya film yang dipilih Naruto, film anak-anak. Dia beranjak dari kursinya. Meninggalkan tiga temannya yang asyik cekikikan. Memasuki kamarnya dan merebahkan tubuh pucatnya.

"Aku tidak melihat Sasuke dan Shikamaru," Ino menyadari keberadaan dua temannya yang tidak ada di rumah.

"Paling-paling mereka pergi keluar," jawab Naruto seenaknya. Didukung Sakura yang mengangguk tanpa berpaling dari televisi.

.

.

.

Kepulangan Hinata dari rumah sakit.

Perjalanan pulang dari rumah sakit terlihat canggung. Setiap kali Gaara memulai percakapan, Hinata hanya diam. Dia menatap kosong jendela mobil. Membuat Gaara makin bersalah.

Gaara memapah Hinata berjalan, setelah keluar dari mobil. Membawanya masuk kedalam rumah. Hinata hanya melihatnya sekilas. Keheningan menyelimuti suasana diantara mereka.

.

.

.

Sudah tiga hari sepulang dari rumah sakit, Hinata tidak mau makan. Bahkan dia mengunci pintu kamarnya. Dia juga tidak tidur. Yang dilakukan hanya duduk di tepi tempat tidur. Mata lavendernya terlihat membengkak. Ada lingkaran hitam di bawah matanya.

Temari sangat khawatir padanya. Dia mengetok pintunya untuk sekian kalinya. Namun tak ada respon dari Hinata.

Gaara yang berdiri di belakang sepupunya terlihat frustasi. Tangannya mengacak-acak rambut merahnya. Apa yang harus dilakukannya? Melihat Hinata yang mengunci diri di dalam kamar tanpa makan dan minum. Yang di takutkannya lagi, jika Hinata tertekan. Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk Hinata. Gaara teringat dengan nama Uchiha Sasuke.

"Temari, aku ada pertanyaan," Gaara berjalan menuju sofa. Temari mengikutinya di belakang. Mereka duduk berhadapan.

"Tentang apa?" temari melihat sepupunya.

Gaara menyilangkan tangannya di dada, "Uchiha Sasuke. Ada hubungan apa dia dengan Hinata?"

"Oh... mereka saling mencintai. Tentunya hubungan mereka adalah sepasang kekasih."

Gaara memejamkan matanya. Mengingat Hanabi, adiknya Hinata menyebutkan nama Sasuke. Dia takut kehilangan Hinata. Juga merasa sakit melihat Hinata tidak bahagia. Dada bidangnya terangkat, menarik nafas sedalam-dalamya lalu menghembuskan.

"Kau bisa menyuruhnya kesini?" Gaara membuka matanya. Melihat sepupunya mengangguk.

Gaara sudah putus asa, dia tidak mau terjadi sesuatu pada Hinata. Jalan satu-satunya, membawa Sasuke kerumahnya. Meski hatinya tersayat menerima kenyataan bahwa cinta Hinata hanya untuk Sasuke. Mulai dari awal, dia sudah menyadarinya. Keegoisannya telah membuatnya buta akan cinta.

.

.

.

Gaara keluar dari kamarnya dengan tergesa-gesa. Hari ini, dia ada rapat. Semalaman dia berpikir tentang Hinata dan Sasuke. Menjelang pagi matanya baru terpejam. Akhirnya, dia bangun kesiangan.

Guren membungkuk melihat tuannya. Menawarkan untuk sarapan. Gaara menolaknya. Lalu memberinya pesan untuk disampaikan pada sepupunya. Setelah itu dia berangkat ke kantornya.

Temari merenggangkan ototnya didepan pintu kamarnya. Melihat makanan di meja makan masih utuh. Dia berjalan kedapur. Membuka lemari es dan mengambil botol air mineral. Air membasahi tenggorakannya.

"Selamat pagi, Temari-san," sapa Guren di depan pintu dapur.

"Pagi, Guren. Kau dari mana?"

"Dari kamar Hinata-sama."

Temari menaruh botol minumannya, "Dia membuka pintunya?"

Guren mengambil tissu di laci lemari dapur, "Iya. Dia meminta saya untuk mengambilkan tissu," dia menghampiri Temari, "Gaara-sama berpesan pada anda. Jangan lupa untuk –"

"Hmm. Aku tahu," potong Temari. Dia tahu maksud pesan yang disampaikan Guren. Lalu menyambar tissu dari tangan Guren, "Biar aku yang memberikannya."

Temari meninggalkan dapur. Dia ingin melihat keadaan sahabatnya. Membuka pelan pintu kamar Hinata. Kamar itu terlihat gelap. Tirai jendela dibiarkan tertutup. Lampu kamar sengaja tidak dinyalakan.

"Hinata," Temari memanggilnya dari ambang pintu.

"Aku ingin sendirian, Temari," Hinata tak beranjak dari tempat tidurnya.

"Baiklah," Temari berjalan memasuki kamarnya. Dibukanya tirai jendela dan meletakkan tissu ditempat tidur di samping Hinata. Lalu keluar dari kamarnya.

Dia menyadari kebiasaan sahabatnya. Kalo ada masalah Hinata ingin sendirian. Tidak membiarkan orang lain mengganggunya.

Temari mengambil ponselnya dari kamar dan membawanya ke meja makan. Menghubungi seseorang. Dia berbicara sambil mencicipi makanan yang ada di meja.

.

.

.

Orang yang ditunggu Temari, akhirnya datang. Sasuke memasuki kediaman Sabaku, setelah Hidan mempersilahkan masuk. Dia melihat Temari menghampirinya.

"Cepat sekali kau datang, Sasuke," canda Temari.

"Tch, kau selalu bercanda. Dimana Hinata?" tanyanya datar.

Temari mengajaknya kekamar Hinata. Dia menceritakan keadaannya. Dia berharap kedatangan Sasuke bisa membuat Hinata keluar dari kamar dan makan.

Dari dapur, Guren membawakan nampan berisi makanan dan minuman kesukaan Hinata. Menyerahkan pada Temari dan kembali ke dapur.

Temari memberi isyarat pada Sasuke untuk membuka pintu kamar Hinata. Sebelum Sasuke masuk, Temari menyerahkan nampan padanya.

.

.

.

Hinata mengambil tissu dari sisinya. Dia sudah menghabiskan beberapa kotak tissu untuk menyeka air di tengah tempat tidur. Memejamkan mata lavendernya. Pintu kamarnya terbuka dan tertutup lagi.

"Hinata," Sasuke bisa melihatnya meringkuk di tempat tidur.

Tak ada jawaban.

Sasuke mendekatinya, "Hinata," Dia menaruh makanan yang dibawanya di atas meja rias, "Aku membawa sesuatu untuk dimakan."

Mata Hinata terbuka. Pandangan-nya kabur saat menatap sosok laki-laki dikamarnya.

"Keluar! Tinggalkan aku sendiri!" bentak Hinata dan menutup wajahnya dengan bantal, "Aku membencimu!" suaranya teredam di bantal. Tapi Sasuke bisa mendengarnya.

"Tenang, Hinata," Sasuke berusaha untuk lebih dekat dengannya. Tangannya menyentuh bahu Hinata yang gemetar, "Hinata, ini aku!" dia mencoba menenangkannya.

"Keluar! Aku membencimu Gaara!" Hinata tidak tahu itu Sasuke.

"Ini aku, Sasuke," Hinata menarik bantal dari wajahnya.

"Lihatlah, Hinata," Sasuke memastikan padanya untuk melihat dirinya. Hinata menatapnya. Memastikan itu Sasuke.

"Sasuke," panggilnya pelan. Dan dia mulai menangis, "Go-gomen, aku... tidak bermaksud mengusirmu."

Sasuke menaiki tempat tidur Hinata. Berbaring di sisinya dan memeluknya, "Shhh... tenanglah. Aku disini."

Hinata membenamkan wajahnya di dada bidangnya. Sasuke mencium rambut indigonya. Memberikan rasa nyaman pada gadis yang dicintainya. Tangisan Hinata mulai reda.

Tangan Sasuke mendongakkan wajah Hinata keatas. Mereka saling menatap. Mata onyc mengunci mata lavender. Terlihat mata Hinata yang bengkak dan lingkaran hitam di bawah matanya. Sasuke mencium lembut kedua matanya. Meninggalkan rasa asin di bibirnya. Sasuke menatap Hinata lagi. Lalu mencium bibir lembutnya. Merasakan bibir Sasuke menekan bibirnya, Hinata membalas ciumannya dengan wajah memerah. Mereka tenggelam dengan ciuman lembut.

.

TBC

.

Bagaimana menurut kalian, apa chap ini alurnya kelambatan?

Arigatou Gozaimasu, sudah mampir di fic saya dan membacanya... REVIEW PLEASE...