Disclaimer:
Jun Mochizuki-sensei
Warning:
OOC (maybe),
Typos (maybe)
Don't like? Don't read, please :)
.
.
Do you know?
We are similar
Me, you, and them
That's why we're connected, somehow
.
.
Queliet Kuro Shiroyama present
An Alice and Alyss story
.
Kagami
.
Six: Noise's Noise
-C-
"Hey, Tuan Oz~" gadis berambut putih itu mendekati pemuda Vessalius yang masih terpaku di depannya. Senyum lebar menghiasi wajah cantiknya. Poninya berantakan, membuat mata kirinya terhalang oleh helaian-helaian rambut indahnya. Namun mata kanan sang gadis dapat terlihat dengan jelas. Dan matanya itu menyiratkan kegilaan.
Oz mencoba mundur, menjaga jarak dari 'Nona Echo' yang sangat ia sukai itu. Melihat Oz yang mulai menyiratkan kepanikan, Noise mempercepat langkahnya dan menjulurkan kedua tangannya, meraih bahu Oz dan mendorong pemuda beriris zamrud itu hingga punggungnya beradu dengan lantai.
"Ittai!" itulah kata-kata yang keluar dari mulut sang Vessalius ketika punggungnya berciuman dengan lantai marmer yang dingin. Penderitannya pun belum usai, karena kini sang gadis duduk diatas perutnya. Beratnya memang tidak seberapa, tapi tetap saja sakit.
"Hey, Tuan Oz, sepertinya tuan Oz tadi sedang melakukan hal yang menarik~ Apa yang sedang kau lakukan?" gadis itu mendekatkan wajahnya ke telinga Oz, "Apakah kau sedang mengikuti si kelinci hitam?"
Oz mendorong tubuh sang gadis, menjauhkan wajah cantik itu dari wajahya. Rasa takut menyelimuti diri penerus keluarga Vessalius tersebut. "A… Nona Echo, bisa menyingkir dari tubuhku? Kalau ada orang yang lihat, pasti jadi salah paham," pinta Oz. Yah, walaupun sebenarnya pemilik iris zamrud itu hanya ingin jauh-jauh dari sang gadis setengah gila itu.
"Khu... khu… khu… Mencoba mengelak, eh?" Noise pun bangun dan berjalan meninggalkan Oz yang jantungnya masih berdetak melebihi kecepatan normal. Keringat dingin mulai tampak di pelipis sang bocah Vessalius. Ia kemudian menolehkan kepalanya ke arah punggung gadis cantik tadi, yang kini tengah berjalan terhuyung-huyung menuju toilet wanita. Oz hendak mengejarnya, kalau saja Gilbert tidak menemukannya dalam keadaan terbaring di lantai bak hewan terlantar.
-H-
Alice bersandar di pintu toilet yang terkunci sambil melipat tangannya di depan dada. Di hadapannya telah berdiri seorang gadis Rainsworth dan seorang gadis Baskerville. "Berjanjilah," gadis brunette itu memecah keheningan. Sepasang iris violetnya menyiratkan kekhawatiran, namun gadis itu berusaha untuk memberanikan dirinya, "Berjanjiah kalian tidak akan berteriak saat melihat ini."
Kedua gadis itu mengangguk. Alice kemudian menghela nafas, lalu mulai melangkahkan kakinya. Sharon dan Lotti menunggu dengan rasa penasaran yang meluap. Jantung kedua gadis itu berdegup cepat. Ketika Alice sampai di depan wastafel, kedua gadis itu membelalakkan mata mereka.
"Sharon, Lotti, kenalkan…"
Di cermin kotak yang menempel di dinding wastafel, terpantul sosok seorag gadis cantik yang tersenyum ke arah mereka. Senyuman manis namun misterius.
"…kembaranku…"
Gadis itu sangat mirip dengan sang B-Rabbit, hanya saja rambutnya putih seputih salju.
"'Alice'."
-E-
"Kau harus percaya, Gil! Itu bukan Nona Echo!" seru Oz pada pelayannya. Gilbert hanya mengangguk seolah percaya sambil menyesap kopi panasnya. Merasa tidak ditanggapi dengan serius, pemuda berambut pirang itu menginjak kaki sang Nightray. Sontak pemuda berambut raven itu menjatuhkan minumannya sambil merintih.
"Dengar, Gil, aku menyukai Nona Echo dari lubuk hatiku yang paling dalam. Karena itu aku pasti menyadari perubahan terkecilnya! Lagipula̶"
"Cukup, Oz! Iya, aku percaya padamu! Sungguh!" potong Gil sambil mengusap-usap kakinya yang masih terasa sakit akibat ulah sang bocah Vessallius. Sementara sang pelaku tersenyum penuh kemenangan.
"Tapi Gil," Oz berjongkok di dekat pemuda berambut seperti rumput laut itu, "Yang aneh bukan hanya Nona Echo. Tapi juga Alice." Mendengar nama itu, Gil menoleh, menatap lurus ke kedua iris hijau milik sang Vessallius, "Si kelinci bodoh?"
Oz mengangguk, "Semenjak Nona Echo datang, Alice jadi aneh. Dia jadi lebih cepat marah, dia juga sering terlihat tegang atau panik. Lalu, dia jadi lebih sering menyendiri. Dan juga…" pemuda berambut pirang itu menghentikan kata-katanya sesaat, "Alice… dia seperti tenggelam dalam dunianya sendiri."
Pemilik iris hijau itu menghela nafas, ia khawatir. Dan pelayannya menyadari hal itu. Gilbert pun berdiri lalu mengulurkan tangannya, membuat sang Vessallius terheran, "Eh?"
"Kau mengkhawatirkan si kelinci bodoh itu, 'kan?" tanya sang anak angkat Nightray. Gil memang terkenal sering bertengkar dengan Alice. Namun, semua tahu kalau Gil menyayangi Alice dan menganggap sang B-Rabbit seperti adiknya sendiri, "Kalau kau ingin mencarinya, aku mau membantumu."
Oz terdiam sesaat, lalu tersenyum, "Terima kasih Gil, kau memang pelayan terbaikku ̶bukan, sahabat terbaikku," sang bocah Vessalius menyambut uluran tangan pemuda di depannya, "Ayo, Gil. Kita jemput sang putri!"
_S_
Sharon Rainsworth dan Charlotte Baskerville terpaku di depan kaca wastafel. Indra penglihatan mereka masih terbelalak tak percaya melihat sebuah keajaiban̶atau penampakan. Seisi toilet menjadi hening. Hanya suara hembusan nafas dan tetesan air yang terdengar.
Sang gadis brunette masih terdiam memandangi kedua temannya. Wajahnya menyiratkan kepanikan, penyesalan, dan ketakutan. Namun entah mengapa, ekspresinya malah menjadi datar.
"Ini pertama kalinya kita bertemu, huh?" suara gadis berambut putih di dalam kaca memecah keheningan. Sharon dan Lotti yang sedari tadi diam pun tersadar dari lamunan mereka. Sebisa mungkin, mereka harus bersikap wajar̶setidaknya itu yang Sharon pikirkan.
Penerus keluarga Rainsworth itu berusaha tersenyum ramah dan hendak bersuara untuk menyapa 'Alice'. Hanya saja, ia kalah cepat.
"Kau… Kau ini apa?"
"L̶Lotti!" gadis berambut peach itu menegur temannya yang mengeluarkan pertanyaan yang paling ingin ia hindari. Memang, Sharon pun ingin bertanya seperti itu. Hanya saja keluarga Rainsworth bisa mengontrol emosi serta membaca suasana. Sayangnya, Charlotte Baskerville tidak demikian.
"Hihi…" tanpa diduga-duga, gadis di dalam cermin itu tertawa, "Mereka lebih menarik dari yang kau ceritakan," gadis tersebut menoleh ke arah sang B-Rabbit. Senyuman tentu tak hilang dari wajahnya. Senyuman yang manis namun misterius.
"Ah, salam kenal… Nona Alice̶"
"̶Alyss. Panggil aku Alyss," potong gadis berambut putih tersebut.
"O… Oh… Salam kenal, Nona Alyss. Aku Sharon Rainsworth," Sharon membungkukan tubuhnya, memberi salam pada Alyss. Hal tersebut kemudian diikuti oleh Lotti yang sedari tadi memperhatikan sang gadis cantik di dalam cermin tanpa berkedip, "Charlotte Baskerville."
Alyss kembali tertawa kecil. Kemudian ia menoleh ke arah Alice dan memintanya untuk mendekat, "Alice, ayo bertukar!" pinta sang gadis seputih salju itu pada kembarannya. Sang B-Rabbit mengangguk setuju.
Alice kemudian mulai menempelkan ujung jari-jari tangan kanannya perlahan, satu per satu. Permukaan cermin pun mulai berubah̶beriak bagaikan air. Gadis brunette itu menghela nafas sembari menutup kedua matanya, sebelum kemudian ia terhisap ke dalam kaca̶digantikan oleh sang gadis berambut putih.
Lagi, Sharon dan Lotti dibuat takjub oleh apa yang mereka lihat. Kini, yang berada di hadapan mereka bukanlah Alice sang B-Rabbit. Melainkan kembarannya, Alyss, "Senang bertemu dengan kalian, Nona Sharon, Nona Lotti. Aku banyak mendengar tentang kalian dari Alice," Alyss menggenggam tangan Lotti dan Sharon dengan wajah yang sangat gembira.
"Aku yakin kalian memiliki banyak pertanyaan untukku̶" ujar sang pemilik iris violet pada kedua gadis di hadapannya. Gadis berambut putih itu kemudian berbalik dan duduk diatas wastafel, "̶dan aku akan dengan senang menjawab semuanya."
"Apa kau serius?" tanya sang B-Rabbit yang kini terperangkap di dalam cermin.
"Tentu saja! Tapi itu pun kalau kau siap membeberkan semua rahasiamu̶rahasia kita," sahut Alyss. Alice menundukkan kepalanya sesaat, lalu membalikkan tubuhnya, membelakangi ketiga gadis di luar sana, "Baiklah. Katakan saja semuanya."
"Ehe~ Baiklah kalau begitu~" Setelah kedua 'Alice' sepakat, Alyss pun menyilangkan kakinya̶meletakkan yang kanan diatas yang kiri, lalu meletakkan kedua tangan diatas paha kanannya, "Jadi, apa yang ingin kalian tanyakan, nona-nona?"
_H_
"Ah, dimana si kelinci ya?" seorang pemuda berambut hitam kemerahan terlihat tengah menyusuri koridor sambil menoleh ke kanan dan kiri. Mencari sesuatu̶atau seseorang, "Cheshire tidak tahu dia pergi kemana."
Pemuda itu terus berjalan menyusuri koridor, lalu mata merahnya menangkap sesosok gadis yang tengah berdiri dengan kepala yang tertunduk di dekat sebuah pintu. Gadis berambut putih pendek yang tidak asing bagi Cheshire. Gadis yang tadi ia temui di kelas. Si murid baru.
"Itu… Echo, ya?" tanya pemuda bermata satu itu pada dirinya sendiri. Ia pun melangkah mendekati sang gadis. Cheshire menepuk pundak sang gadis pelan, "Oi, Echo, kau lihat kemana si kelinci pergi?"
Sang gadis tak merespon. Tentu hal itu membuat Cheshire bingung. Ia menarik kembali tangannya lalu berpikir, "Mungkin suara Cheshire kurang kencang." Pemuda berambut hitam kemerahan itu pun kemudian kembali mengulurkan tangannya untuk menepuk pundak sang gadis. Namun, sebelum ia menyentuh kain yang membungkus tubuh gadis tersebut, tangannya dihentikan oleh sebuah tangan kecil berkulit pucat.
"Eh?" tanda tanya besar muncul di benak sang pemilik iris ruby. Gadis yang menggenggam pergelangan tangannya membalikan tubuhnya dan mengangkat wajahnya. Kedua iris kelabunya menatap lurus ke arah indra penglihatan sang kucing. Tatapannya dingin.
Dan Cheshire tahu, ini bukan Echo.
"Siapa kau?"
"Khu… khu… khu… ini pertama kalinya kita bertemu, eh, kucing manis? Kau hebat juga bisa tahu kalau aku bukan si lemah itu."
"Baumu memang mirip dengan Echo. Hanya saja baumu sedikit lebih busuk."
"Hee… Begitukah?" Noise melepaskan tangan sang pemuda dan memasang sebuah seringai. Sepertinya ia tertarik dengan sang kucing, "Ingat-ingat bauku serta namaku. Jangan pernah panggil aku dengan nama si lemah itu."
Cheshire dengan wajah datarnya membalas tatapan Noise. Ia mendengarkan setiap perkataan lawan bicaranya dalam diam̶tanpa perlawanan. Bukannya Cheshire tidak bisa melawan, ia tidak mau. Instingnya mengatakan untuk tidak membuat masalah dengan gadis di hadapannya.
Gadis berambut putih itu membusungkan dadanya dan menyeringai lebar, "Namaku Noise!" serunya penuh dengan percaya diri. Matanya menyiratkan keangkuhan. Tatapannya meremehkan.
Gadis ini tidak waras.
"Dan aku juga mencari si kelinci hitam."
_I_
"Jadi, apa yang ingin kalian tanyakan, nona-nona?" Alyss tersenyum. Senyumannya tampak ramah, namun misterius secara bersamaan.
"Kau itu apa?" Lotti dengan cepat mengulang pertanyaan yang sempat ia lontarkan tadi. Dan kali ini Sharon tidak menegurnya. Karena sejujurnya, Nona Rainsworth itu pun penasaran dengan gadis cantik, elegan, namun misterius itu.
Alyss tersenyum lalu menjawab, "Aku ini manusia."
Sang gadis berambut pink mengangkat sebelah alisnya, meragukan jawaban yang diberikan oleh kembaran sang B-Rabbit. Melihat hal itu, pemilik iris violet tersebut pun tertawa kecil, "Aku serius! Aku̶kami adalah manusia. Hanya saja sedikit spesial."
"Spesial?" tanya sang gadis Baskerville yang tidak bisa menahan rasa penasarannya, "Apa maksudmu?"
"Ah, bagaimana menjelaskannya, ya?" Alyss memiringkan kepalanya ke arah kiri sembari meletakkan telunjuk kanannya ke pipi. Kemudian, ia melompat turun dari wastafel, "Jadi begini, aku dan Alice adalah anak kembar yang terlahir dari rahim manusia, tetapi lahir di 'Abyss'."
"Abyss?" Lotti mengulang kata terakhir yang diucapkan oleh Alyss. Pemilik iris amethyst itu mulai tidak mengerti dengan munculnya kata asing tersebut, "Apa itu Abyss?"
"Hee… Abyss itu…" gadis berambut putih itu membalikkan tubuhnya dan menempelkan telapak tangan kirinya ke permukaan cermin. Kemudian ia menggunakan tangan kanannya untuk mengetuk permukaan bidang datar tersebut, "Ini."
"Cermin?" gadis berambut peach yang sedari tadi diam pun mulai bersuara. Pertanyaannya itu kemudian dijawab oleh Alice, "Inilah Abyss," sang B-Rabbit kini tengah membentangkan kedua tangannya.
"Abyss itu… bisa dibilang… dunia yang dipenuhi keajaiban," jelas Alyss sambil tersenyum. Penjelasan gadis berambut putih itu membuahkan protes dari kembarannya, "Apanya yang penuh dengan keajaiban? Kau buta ya?"
Alyss menoleh, "Aku tidak buta. Kau saja yang tidak bisa melihatnya keajaiban itu̶ah, padahal kau melihat keajaiban itu setiap hari." Mendengar itu, Alice mengangkat sebelah alisnya, membuat Alyss tersenyum penuh kemenangan.
"Karena, di dalam kegelapan seperti itu ada kehidupan̶ada aku," lanjutnya.
_R_
"Kebetulan sekali bukan? Kau juga mencari si kelinci hitam, eh?" tanya Noise dengan nada meremehkan. Pemuda di hadapannya masih berdiri tenang dengan tubuhnya yang agak membungkuk̶tidak beranjak satu mili pun dari tempatnya. Mata kirinya yang berwarna merah menatap lurus ke arah lawan bicaranya.
Noise mulai melangkahkan kakinya perlahan. Gadis itu berjalan mengitari Cheshire yang masih menatap lurus ke depan. Gadis berambut putih itu memainkan jemarinya di pundak kanan sang kucing, "Ada urusan apa kau dengan B-Rabbit?"
"Cheshire hanya ingin mengembalikan benda miliknya yang terjatuh."
"Hanya itu?" Noise kembali berjalan, jemarinya pun ikut bergerak. Kini sang gadis berada di belakang pemuda berambut hitam kemerahan itu. Kedua telapak tangannya ia tempelkan ke punggung sang kucing, kemudian ia menggerakkan tangan kanannya keatas―melewati bahu Cheshire, menuju dadanya. Sementara tangan kirinya ia gerakkan menuju perut sang kucing melewati pinggangnya―kini ia memeluk tubuh pemilik iris ruby itu dari belakang.
Cheshire mengangguk pelan―masih menatap lurus ke depan. Ia dapat merasakan nafas panas sang gadis berhembus di punggungnya. Tanpa diduga-duga, Noise tiba-tiba menarik tubuh Cheshire dengan kuat, membuat pemuda berambut hitam kemerahan itu jatuh terduduk. Tentu saja Cheshire merintih kesakitan.
Sang kucing dapat mendengar gadis dibelakangya terkekeh pelan. Ia merasa gadis berambut putih itu masih menempel di punggungnya̶masih memeluk tubuh sang kucing. Namun kini ia dapat merasakan hembusan nafas sang gadis di telinganya. Dan benar saja, Noise membisikkan sesuatu.
"Bagaimana kalau aku saja yang mengembalikan 'benda' itu?" tangan kiri Noise bergerak menyusup ke dalam saku celana sang kucing. Sontak Cheshire meronta̶melepaskan pelukan sang gadis. Noise pun melompat mundur.
"Khu… khu… khu… Terima kasih, kucing manis," gadis beriris kelabu itu menjilat pocket mirror yang baru ia dapat dan melenggang pergi. Meninggalkan Cheshire yang masih terduduk dengan keringat dingin yang mulai bermunculan serta jantung yang berdegup lebih cepat dari biasanya.
Perasaan aneh menyelimuti sang kucing. Ia merasakan sesuatu akan terjadi jika gadis itu bertemu dengan si kelinci. Sesuatu yang buruk.
"Cheshire… harus menghentikan Noise," gumamnya sambil berusaha berdiri. Pemuda berambut hitam kemerahan itu berpegangan pada dinding di dekatnya. Kakinya tak bisa berhenti bergetar. Ini pertama kalinya Cheshire merasa seperti ini.
Ini pertama kalinya Cheshire merasa takut.
_E_
"Adanya aku di Abyss merupakan sebuah keajaiban, bukan?" tanya Alyss sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Lotti mengangguk setuju, sementara Sharon masih menyimak dalam diam. Gadis berambut pink yang memang sangat penasaran itu pun kemudian bertanya, "Jadi… Abyss itu semacam dimensi lain?"
Gadis brunette di dalam cermin menyilangkan tangannya di depan dada, "Begitulah penjelasan singkatnya." Kembarannya mengangguk mengiyakan, "Hanya saja, tidak sembarang orang bisa masuk ke dalamnya. Dia juga tidak menghisap orang secara acak seperti 'Backhole'̶"
"'Blackhole'," Alyss membenarkan.
"Ah, iya, itu. Backhole." Gadis cantik berambut putih tersebut hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Kembarannya yang satu ini memang agak…
"Tapi, tidakkah ini aneh?" Lotti menghampiri cermin besar yang memantulkan sosok sang kelinci hitam. Ia kemudian menempelkan telapak tangan kanannya ke permukaan cermin, "Kenapa kalian berdua tidak bisa berada dalam dimensi yang sama secara bersamaan?"
Mendengar itu, Alyss pun tertunduk sambil tersenyum miris. Ia terdiam sejenak, kemudian mulai mengayun-ayunkan kakiknya yang menggantung, "Aku sendiri tidak tahu̶kami tidak tahu. Mungkin ini kutukan."
"Sebenarnya kami sedang mencari cara agar bisa terlepas dari 'kutukan' ini. Namun sampai sekarang hasilnya masih nihil," jelas sang B-Rabbit sambil memainkan kepangan rambutnya. Kata-katanya membuat kembarannya menghentikan ayunan kakinya.
Ruangan itu kini hening, tidak ada seorang pun yang berani mengeluarkan suara. Yang terdengar hanyalah suara tetesan air yang keluar dari keran wastafel, dan suara detik jam dari arloji yang dipakai Lotti. Mereka semua terdiam bagai patung. Tak ada satu pun yang beranjak dari tempatnya.
Di saat atmosfir dalam ruangan mulai terasa tidak enak, Alyss membuka mulutnya untuk memecah keheningan. Namun sayang, suaranya kalah cepat dengan bunyi ketukan pintu. Sontak keempat gadis itu menoleh ke arah benda yang terbuat dari kayu itu. Sebuah bayangan dapat terlihat dari celah kecil yang berada di bawah pintu.
"Siapa?" gumam sang gadis brunette pelan. Entah mengapa jantungnya berdegup kencang. Keringat dingin mulai meluncur dari pelipisnya. Ia merasakan firasat buruk.
Sharon menghampiri pintu tersebut dan hendak membukanya, namun Alyss dengan segera melompat dari wastafel dan mengulurkan tangannya dengan cepat. Ia kini menggenggam tangan gadis Rainsworth yang telah sampai di gagang pintu dengan kuat. Otomatis, gadis berambut peach itu menoleh ke arah pemilik iris violet itu.
Ekspresi Alyss menunjukkan ketakutan yang amat sangat.
Sang penghuni Abyss itu menggeleng-gelengkan kepalanya̶menandakan kalau Sharon tidak boleh membuka pintu itu. Tentu saja hal tersebut membuat cucu dari Ceryl Rainswort itu bingung. Sharon hendak melontarkan sebuah pertanyaan, namun ia mengurungkan niatnya saat Alyss meletakkan telunjuk kanannya di bibir, mengisyaratkan untuk diam.
"Kelinci manis~ Aku tahu kau ada di dalam! Ayo buka pintunya~" sebuah suara terdengar dari balik pintu. Suara yang paling tidak ingin di dengar si kembar. Suara yang menyebalkan. Suara yang menyeramkan bagi mereka.
Suara Noise.
.
We were born together
We were raised together
So, we will face it together
And fight together
.
To be Continued
Gomennasai! Saya sudah tidak lama aktif di ffn karena beberapa hal.
Maafkan saya yang sangat lamban dalam hal mengupdate fic ini! QuQ
Fanfiksi saya sudah lama terbengkalai, sekitar setahun ;u;
Oke oke, review corner!
UdongeinTheSmartRabbit:
Ara ara~ Terima kasih sudah rela menanti ^^)/
Kie2Kei:
Ahahaha~ Saya sepertinya ngaretnya keterlaluan :'D #ketawamiris
Hmm, kira-kira si duo kelinci mau diapain hayo sama Noise? XD
Makasih ya sudah mau menanti fic ini :3
Makasih buat semua yang masih mau setia baca karya saya~ Padahal saya sering ngaret ehe~ (~=w=)~
Sincerely, Queliet
06.10.2012