Yuhuuuu~ setelah menghilang bagaikan ditelan mak gombreng(?) selama kurang lebih 2 tahun lamanya, akhirnya Yuki kembali lagi mengapdet ff He Is...? ini~ hehew ^w^ minna apa kabarnya nih? Masih sehatkah? Rindukah pada yuki? *PD abis* *dikeroyokin* wkwkwk makasih banget buat semuanya yg udah setia nungguin nih ff... *nangis terharu* I LUPH YU PULL! *nyium readers satu2* *readers pd muntah semua* oh iya! Untuk rate, setelah yuki mengerti cara pemakaian(?) rate itu bagaimana, jadi rate utk ff ini yuki naikkan dari K+ ke T ^^ karena mengandung beberapa adegan yg gak baik dibaca beberapa kalangan wkwkwk~ dan juga, sudah yuki putuskan. Review akan yuki balas dengan PM, tapi bagi yang gak pakai akun ff dan yg punya akun tapi gak bisa dikirim PM nya, review nya akan yuki balas di ff ya!^^ oke, balasan review~!
Mirae: hihihi iya he is? chap 6 apdet!^^
Bl3ach: wkwk oke naoto-san! akan dipertimbangkan yaa IshiHime nya wkwk~ iyakah? Kalau pas inoue manggil ichigo "kurosaki-kun~" suka gak naoto-san? *digampar bertubi2* xD makasih udah review ya naoto-san!:) he is chap 6 update!
Dianozy: makasih yan:p wkwk he is chap 6 update nih!
Ais chan: makasih ya ais-chan:') iya, akan yuki lanjutin secepatnya! :D makasih semangatnya! :') dan makasih juga story dan yuki jadi fav nya ais! Terharu banget... *lap ingus* x'D he is chap 6 (finally) updates!
Kokota: wkwk harus sabar dong. Ini he is chap 6 udah apdet!
Cloverchara: hihi udah apdet~ oke saki-san^^ akan yuki usahain yah supaya dipanjangin. Kalau yg he is chapter 6 ini udah lumayan panjang belum? Wkwk
Guest: makasih yaaa hehe~ okey nanti kita liat ya hasil polling nya. He is chap 6 apdet!
okedeh capcus aja, langsung dimulai!
DISCLAIMER : TITE KUBO
Warning: Typo(s), OOC, di chapter ini full of Character's POVs ya!
Pairing: IchiRuki \m/
DON'T LIKE? DON'T READ!
~(^O^)~
Review from Chap. 5:
"Maafkan aku jika permintaanku lantang, tapi..." Rangiku terdiam sejenak, sambil tetap menelusuri semakin dalam mata coklat itu. "...kumohon, tolong bawa dia kerumahmu."
Ichigo melebarkan matanya saat mendengar kata-kata permohonan Rangiku barusan. Dia semakin mempererat pelukan lengannya dengan gadis berambut hitam legam yang sedang dalam pelukan hangatnya.
"Eh...?"
~(^O^)~
"Kau... keberatan?" Rangiku memelas. Ichigo terdiam sejenak. Dia membiarkan Rangiku berputar dengan pikirannya tentang nasib Rukia yang tak sadarkan diri malam ini.
Ichigo menatap Rukia sejenak. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, dia tak tega membiarkan gadis mungil yang malang itu tak mendapatkan tempat untuk bermalam dan mengistirahatkan badannya yang telah terkontaminasi dengan luka dan memar. Akhirnya Ichigo menjawab pertanyaan Rangiku. "Boleh saja, tetapi apakah kau langsung percaya begitu saja kepadaku untuk menjaga gadis ini? Ingat, aku orang baru disini dan kau belum mengenalku dengan baik. Kau yakin aku tak akan macam-macam dengan gadis ini disaat dia berada dirumahku?" mata musim gugur Ichigo menelusuri mata biru langit Rangiku. Tapi tiba-tiba Rangiku tersenyum lembut setelah terdiam beberapa mendengar ucapan pemuda berambut mencolok itu.
"Yah... sejujurnya sih aku tak begitu yakin kepadamu jeruk, apalagi kau adalah seorang anak baru dan setelah hari pertama untukmu kesekolah ini, kau sudah berani membuat gaduh dipagi hari dengan membentak Rukia yang notabene adalah korban saat kalian bertabrakan," Rangiku memasang wajah menyeramkannya begitu melihat Ichigo akan menyelak pembicaraannya seperti tadi, saat Rangiku berkata 'Rukia ditabrak olehmu' dan dengan cepat Ichigo membantahnya dengan berkata 'Dia yang menabrakku', membuat Ichigo kali ini pasrah akan kata-kata yang Rangiku lontarkan, "tapi kau tadi mau membantuku mencari dan membawa Rukia dari sekolah. Jadi aku harap kau adalah pemuda yang baik-baik, jadi aku percayakan Rukia padamu." Rangiku membungkukkan badannya dengan membentuk sudut sembilan puluh derajat ke arah Ichigo. "...Kumohon."
Pemuda berambut mencolok itu membisu melihat yang dilakukan oleh Rangiku, dia melakukannya demi gadis mungil didekapannya itu. Ichigo akhirnya menutup mata beberapa saat, sebelum dia mengatakan, "Baiklah."
Dan tanpa mereka sadari, seseorang sedang mengamati gerak-gerik dan percakapan mereka sejak mereka menemukan Rukia di gudang belakang sekolah. Dia tersenyum beberapa saat melihat catatan kecil yang digenggam di tangan kiri ditemani penanya yang sedang ia putar di bawah dagunya. "Sepertinya laporan untuk hari ini telah selesai. Aku ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya padamu, Kuchiki Rukia..."
~(^O^)~
RUKIA'S POV
Dalam kegelapan ini, aku merasakan tangan kakakku yang mengelus pipiku. Tangannya... penuh dengan darah. Darah yang telah membusuk. Dalam suasana mencekam seperti ini, dia memaksaku agar tanganku ikut menyentuh darah itu.
"Rukia... inilah darah ibu bersama monster-monster itu... sentuhlah dan rasakan darah ini di pipimu..." Kak Momo berkata dengan nada yang dalam, menatapku seperti mencoba menelan bola mataku.
Aku meringis, mencoba melepaskan pipiku yang mulai ternodai darah membusuk yang diusapkannya di pipiku. "Ja... jangan lakukan itu... Aku takut... Kakak..."
"Rukia... rasakan darah ini... darah ibu kita..." Kak Momo semakin menekan darah itu dipipiku, membuat aku meremas baju kakak yang telah memaksaku untuh menyentuh darah busuk itu yang sekarang ada didepanku.
Tiba-tiba, sebuah lubang hitam besar yang bisa menenggelamkan siapapun yang ada diatasnya muncul dengan sendirinya tepat dibawah tempat berpijak kakakku satu-satunya itu, membuatnya terperosot kedalam lubang hitam tersebut. Seperti tidak mau jatuh sendirian kedalam lubang hitam kelam itu, Kak Momo menarik baju yang kukenakan sambil mengeluarkan tatapan yang... mengerikan.
"RUKIAAAA! IKUT AKU KEDALAM! MASUKLAH! JANGAN BIARKAN AKU SENDIRI YANG JATUH KEDALAM!" Perintahnya dengan teriakan yang memilukan dan menarik-narik baju lavenderku yang telah terkontaminasi oleh darah yang telah membusuk dan menghitam, memaksaku untuk menemaninya tenggelam dalam lubang mengerikan tersebut.
"Hiks... aku... takut..." Aku tak mau jatuh. Tak mau bersama kakakku yang tangannya berlumuran darah. Tak mau jatuh kedalam lubang ini. Tak akan mau. Aku bertahan dengan menarik sekuat-kuatnya ujung lubang itu. Aku harus bertahan.
"RUKIAAAAAAAAAA—" teriakan memilukan tersebut seakan mulai menghilang dan terputus ketika aku mulai merasakan cahaya terang yang sedikit demi sedikit merambat memaksa masuk kedalam saraf penglihatanku. Aku merasa seperti terlelap lama. Aku mencoba membuka mataku. "Enggh..." erangku pelan.
Apakah aku... hanya bermimpi?
~(^O^)~
ICHIGO'S POV
Setelah Rangiku menyerahkan tas gadis tak sadarkan diri dipelukanku ini kepadaku, aku segera berjalan cepat kearah rumahku. Bisa buruk nantinya jika orang melihat aku sedang menggotong(?) seorang gadis berlumuran darah didekapanku. Lagipula bisa gawat kalau penderahannya masih berlanjut. Setelah berjalan cepat seperti jalan marathon dimalam hari, aku sampai dirumahku. Rumah besar, tetapi dihuni oleh hanya satu orang, yaitu aku. Yah, ini memang yang aku inginkan. Tinggal di rumah yang bisa aku atur-atur sendiri. Aku sengaja meminta kepada ayah agar aku pindah ke Tokyo dari SMP kelas tiga saja bukan kelas satu SMA, karena... entahlah, aku berpikir lebih cepat lebih baik. Sebenarnya ayah sengaja membeli rumah besar di kota ini karena keluargaku yang ada di Osaka juga sesekali ke Tokyo. Lagipula ayahku adalah seorang pebisnis yang sering bulak-balik Osaka-Tokyo-Luar Negeri. Dia bilang rumah ini bisa menjadi tempat dia tinggal jika dia sedang mempunyai bisnis di Tokyo. Well, apa peduliku. Rumah baruku ini tidak lagi menjadi rumah kosong, yah paling tidak perabotan-perabotan yang baunya bisa dibilang bau barang baru dan masih ditutupi kain pelapis sudah bertebaran disudut-sudut rumah. Ruangan yang sudah bisa digunakan dirumahku saat ini hanyalah kamarku saja. Makanya, jika tidak ada halangan, besok tukang bersih-bersih rumah akan datang dan membersihkan segala yang ada di rumah.
Ketika kakiku sudah berhasil membawa beban badanku dan gadis mungil ini beserta tas-tas kami kedalam kamarku, aku segera merebahkan gadis berambut hitam legam ini keatas tempat tidurku. Tidak mungkin kan aku rebahkan gadis ini di sofa itu sedangkan aku enak-enakan di tempat tidurku? Yang benar saja, sikap itu tidak gentle bagiku. Yah, mungkin karena mungkin juga sudah terbiasa untuk bersikap jantan karena aku mempunyai dua adik kembar perempuan yang masih SD. Karena itulah ayahku mengajarkan bagaimana bersikap kepada perempuan, padahal ayahku sendiri pun adalah orang yang... brengsek.
Setelah merebahkan gadis mungil yang malang ini, aku segera mencari sesuatu untuk menghentikan pendarahan yang lumayan di sekujur tubuhnya. Sesaat aku menatapnya, wajahnya memancarkan kesakitan. Dalam hati aku berpikir, siapa yang tega melakukan ini kepadanya. Gila saja, sampai bermain paku. Sangat berbahaya. Sampai sejauh ini. Sebenarnya aku mencurigai gadis centil yang bernama... aduh, lupa... ah, ya! Inoue Orihime. Dia dan dua gadis yang dekat dengannya –yang tomboy dan yang berkacamata-, apalagi aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, mereka keluar disaat yang bersamaan –kecuali gadis centil itu, dia keluar beberapa saat setelah dua temannya dan gadis mungil ini keluar-. Yah tapi... tetap saja aku masih tidak mempunyai bukti kuat bahwa mereka yang melakukannya. Sudahlah, sebaiknya aku segera menolong gadis ini. Aku segera meraih perban yang selalu aku persiapkan ditempatku tinggal dan alat-alat yang bisa membantuku untuk menutupi luka gadis ini. Segera aku pasang secara berurutan, dimulai dari bagian yang paling banyak mengeluarkan darah, hingga yang tidak terlalu memerlukan perban. Diam-diam aku salut terhadap gadis mungil ini. Padahal jika dipikir-pikir, jika orang telah mendapatkan pendarahan separah ini, persentase hidupnya mungkin akan sangat sedikit. Tapi, dari denyut nadi gadis ini walaupun sudah melemah –terasa saat aku merebahkannya di kasurku- dia masih kuat hidup. Mungkin saja... semangat hidupnya sangat besar. Tanpa aku sadari, aku tersenyum lembut sambil tetap menutupi lukanya yang sudah menghitam. Saat aku ingat ada luka dibagian bawah kepalanya, aku segera meraih dengan pelan kepala gadis ini. Luka di kepala adalah hal yang fatal. Kepala adalah bagian anggota tubuh yang melindungi otak, tempat dimana semua syaraf diatur. Jika sampai ada kenapa-kenapa dengan otaknya, well... aku tak tahu lagi akan menjelaskan seperti apa kepada Matsumoto Rangiku. Oh ya... aku masih bingung kepada gadis yang bernama Rangiku itu, bisa-bisanya dia mau menyerahkan gadis ini kepadaku. Dia saja belum tahu betul sifatku bagaimana. Ah, sudahlah.
Setelah selesai memberi pertolongan pertama terhadap gadis yang sekarang sedang terbaring lemah di atas tempat tidurku ini, aku segera menyambar handukku dan segera menuju kamar mandi di kamarku. Setelah mandi dan lain sebagainya, aku mengeringkan rambutku yang masih basah. Aku melirik ke arah jam dinding. Gawat, sudah jam 9 malam. Aku ingin menghilangkan penatku satu harian ini. Kalau kupikir-pikir, hari pertamaku di sekolah baru begitu... wow. Sudah langsung ada bentak-bentak dengan Matsumoto Rangiku, mendapatkan teman sebangku yang rambutnya aneh seperti nanas merah –author: seperti kau tidak saja, Ichigo-, bertemu cewek centil seperti... aduh aku lupa lagi namanya. Ah! Si Inoue Orihime. Lalu pulang telat dan membawa seorang gadis mungil kerumahku. Gadis yang bernama... Kuchiki Rukia. Kuchiki... aku seperti pernah mendengar nama itu sebelumnya. Kuchiki, nama siapa itu? Saat mendengar nama 'Kuchiki' tadi, aku seperti menjadi mendidih. Aku juga seperti pernah melihat wajah gadis itu. Itulah mengapa aku meraih pipinya untuk melihat wajahnya lebih jelas saat di gudang tadi. Kenapa denganku? Semua hal yang terjadi hari ini membuatku capai. Aku butuh istirahat. Aku rasa aku harus tidur sekarang. Dengan gontai –karena capai yang sangat- aku menuju sofa. Segera kurebahkan badanku di sofa ini. Ah... rasanya nyaman...
Dan aku pun terlelap dengan tenangnya.
~(^O^)~
RANGIKU'S POV
"Rukia... bagaimana dia sekarang ya?" aku bergumam dalam diam. Aku merenung sejak aku sampai di dalam kamar apartemenku yang... oke aku emang harus akui, berantakan. Jujur saja, aku sangat pusing melihat kamarku sendiri. Banyak barang yang tidak pada tempat yang seharusnya. Sampah yang sudah overload, dan lain sebagainya. Disaat aku suntuk dengan kamar yang jarang aku rapihkan ini –aku merapihkan kamarku jika aku sedang mood-mood-an saja-, biasanya aku langsung ke kamar Rukia. Apalagi disaat sedang mengerjakan PR yang membuat otakku stuck, aku akan langsung singgah di tempat Rukia sesukaku, tetapi dia tidak pernah marah padaku. Aku juga sering memintanya mengajarkan pelajaran yang tidak aku mengerti. Apalagi Bahasa Inggris –agar paling tidak Ichimaru-sensei kagum padaku walaupun aku tahu ujung-ujungnya yang paling pintar itu adalah Rukia-, sering, tetapi dia tidak pernah mengeluh ketika aku memintanya. Aku sangat bersyukur memiliki teman sepertinya. Dia baik, manis, pintar, dan sabar. Dialah yang membuatku merubah sifat burukku. Dia menerimaku apa adanya. Aku menjadi tak tega setiap melihat dia dibentak oleh orang lain, itulah mengapa aku akan membentak balik orang yang telah membentaknya. Tapi terkadang dia kelewat baik, itulah yang membuatku rasanya ingin membuatnya melihat lebih lebar terhadap kehidupan ini agar tidak ada yang bisa bermacam-macam dengannya. Itu yang mungkin bisa kulakukan untuk membalas kebaikannya kepadaku. Terngiang kembali suaranya di hari itu, disaat dia menyodorkan sapu tangan bergambar kelinci yang setelah mulai dekat dengannya aku baru tahu namanya Chappy. 'I-ini, kau b-baik-baik saja, kan?'
Rukia... apa kau baik-baik saja dengan lelaki itu? Kenapa tadi kau mengigau tentang kakakmu, Rukia? Apa yang sedang terjadi denganmu sebenarnya, Rukia? Oh ya, si jeruk itu, dia tidak bermacam-macam denganmu kan? Aku merasa diriku bodoh. Aku merasa tak berguna saat menemukan Rukia dalam keadaan seperti itu. Seharusnya aku sadar Rukia akan di apa-apakan oleh si brengsek Inoue dan anak buahnya itu. Jelas sekali mereka yang melakukannya.
Semoga si jeruk itu tidak bermacam-macam dengan Rukia dan segera mengobati Rukia. Aku tak tahu mengapa, tapi benakku tadi mengatakan bahwa dia bisa dipercaya dan mengerti tentang obat ataupun yang berbau dengan kedokteran. Entah mengapa. Apa karena dia tahu segalanya saat kami menemukan Rukia di gudang? Mencurigakan, ya, sedikit. Ah, entahlah. Intinya aku mengharapkan dia menjaga Rukia. Aku harap...
Aku menghembuskan nafasku dengan kuat. Aku agak lega mengingat besok adalah hari Sabtu, jadi mungkin aku bisa menemui Rukia untuk memastikan segalanya baik-baik saja. Tapi bagaimana caranya? Ah sudahlah, caranya nanti saja aku pikirkan. Sepertinya aku harus segera mandi air panas untuk menghilangkan lelahku seharian ini. Aku harap kau baik-baik saja, Rukia. Aku yakin kau kuat!
Dan aku pun melesat ke dalam kamar mandi apartemenku ini.
~(^O^)~
RUKIA'S POV
Aku terbangun dari mimpi burukku. Semakin aku membuka mataku yang tertutup, aku semakin menyadari sesuatu. Aku tidak tahu dimana aku sekarang. Saat aku berusaha membangkitkan tubuhku dari kasur tempat aku tidur ini, aku merasakan beberapa bagian tubuhku terasa... sakit. Dimana ini? Yang aku ingat hanyalah sebelum aku tiba-tiba di ruangan yang tidak aku ketahui ini, aku bersama Arisawa-san dan Honshou-san yang seharusnya pergi ke ruangannya Ichimaru-sensei, tetapi mereka malah membawaku berjalan mendekati gudang belakang sekolah. Lalu Arisawa-san membentakku saat aku memanggilnya untuk menanyakan kami akan pergi kemana... dan tiba-tiba pergelangan tanganku ditahan kebelakang tubuhku oleh seseorang, lalu semuanya seakan memudar... dan sekarang aku ada di tempat yang aku pun tak tahu dimana. Saat aku menggerakkan kepalaku untuk melihat sekitar, mataku menangkap sosok seorang laki-laki berambut jingga yang sedang terlelap. Tunggu, jingga? Sepertinya aku tahu siapa laki-laki ini. Aku yakin aku tahu. Setelah aku menyipitkan lavenderku untuk melihat dengan lebih jelas melihat pemilik rambut jingga mencolok itu, aku menjadi yakin dan ingat, dia Kurosaki Ichigo! Cowok yang membentakku tadi pagi. Masih ada rasa sakit jika aku mengingat perkataan yang dia lontarkan kepadaku disaat pertama dia masuk ke Karakura JHS. 'Aku bukannya bicara padamu, tapi dengan temanmu yang sok pemalu dan lembek ini!', Huft... sudahlah, sepertinya aku tidak perlu mengingat itu lagi. Aku mencoba bangkit dari kasur ini, tetapi... aw! Badanku terasa sakit... aku mencoba menguatkan diriku untuk berjalan mendekatinya. Aku ingin memastikan dimana sebenarnya aku sekarang dan bagaimana bisa dia ada disini. Aku yakin dia tahu sesuatu. Saat aku sedang berjalan mendekatinya, aku menyempati melihat jam dinding yang ada dikamar ini. Jam 4 pagi!? Yang benar saja! Berarti aku tertidur selama 14 jam? Astaga... apa yang sebenarnya terjadi kepadaku setelah bersama Arisawa-san dan Hinshou-san!? Ah, aku harus segera bertanya kepadanya. Ketika aku telah sampai didekat Kurosaki-san yang sedang terbaring di sofa yang lumayan besar untuk menampung besar badannya untuk membangunkannya, aku menjadi tidak tegaan saat aku melihat wajah damainya yang tengah terdiam membisu seperti ini, walaupun alisnya masih tetap berkerut seperti pertama kali aku bertemu dengannya di sekolah saat dia membentakku, tapi saat tidur alisnya tidak terlalu berkerut. Dia pasti masih mengantuk. Lagipula ini masih terlalu pagi untuk membangunkan orang. Akhirnya aku mengurungkan niatku untuk membangunkan Kurosaki-san. Aku berjalan dengan pelan agar tidak terlalu mengundang sakit di sekujur tubuhku dan aku juga berusaha untuk tidak membuat suara yang bisa membangunkan Kurosaki-san. Yang lebih aku takutkan adalah, ada orang-orang yang tidak kukenal diluar ruangan ini akan datang kesini jika aku tak sengaja membuat suara. Yah... aku pun tak tahu Kurosaki-san ini bagaimana orangnya, karena dia adalah anak yang baru sehari di kelasku. Disaat aku melewati cermin besar untuk melihat-lihat ruangan ini untuk mencari kerjaan, aku menemukan diriku terbalut oleh baju sekolah yang telah kotor, robek, dan... banyak bercak darah. Aku terpaku beberapa saat melihat penampilan diriku yang seperti ini. Hatiku menjadi semakin kalut saja. Aku takut dengan penampilan diriku yang terpantul oleh cermin besar itu.
Apa yang sebenarnya telah terjadi padaku?
~(^O^)~
NORMAL POV
Di ujung sebuah jalan yang gelap dan sunyi, terlihat asap-asap rokok mengepul, asap hasil rokok seorang gadis berkaos oblong dan celana jeans berambut pendek –menyerupai rambut laki-laki- berwarna hitam. Gadis itu terlihat termenung sendiri, ditemani hembusan angin malam yang menggerakkan rambut pendeknya dengan lembut.
Dia menghembuskan asap rokoknya untuk kesekian kalinya, membuatnya mau tak mau batuk karena ulahnya sendiri. Dia menghiraukan asap yang sudah mengerumuni sekitar wajahnya, memikirkan seseorang yang telah ia sakiti hari ini bersama dua orang lainnya. Dia sengaja meninggalkan beberapa petunjuk ditempat kejadian tadi, berharap sahabat sang korban atau siapapun akan menyadari dan menemukannya dan tahu siapa pelakunya.
"Kuchiki, kuharap kau bisa selamat."
-To Be Continued-
~(^O^)~
Jreng~ gimana? Makin makin aja ya nih ff? Yuki harap semuanya suka chap ini. Pusing? Wakaka yuki juga pusing sendiri. Oh ya, soal voting buat pasangan Inoue, masih bisa kok. Jadi tetap ikut ya? Hehe. Hasil sementara voting:
Ishida: 8
Grimmjow: 1
Ulquiorra: 10
Chad: 3 (ternyata diluar dugaan nih XD)
Dan boleh ngasih usul
Ayo dukung terus pairing favorit Inoue anda! XD
Dan ditunggu reviewnya ya~ tapi jangan flame. Hehe. Biar yuki makin semangat lanjutin. Lalu gak terlupakan, makasih yang udah favoritin cerita yuki dan menjadikan yuki author favoritnya! *bow* Oh iya, readers yuki mohon doanya ya, yuki baru selesai mid-test, jadi doain ya nilai yuki yg tertinggi hehehehe *nyengir* ^^
Sampai jumpa di chapter selanjutnya! ^^