Chapter 1
SORRY
How can I stop my heart to bleed?
Author : Rainy Verre
Rated : T
Pairing : SasuSaku, NaruHina
Genre : Tragedy/ Romance
Warning : NO HAPPY ENDING(So don't tell me I haven't warned you), OOC
Disclaimer : (Masashi-san owns Naruto story ever after) (The Last Song I'm Wasting On You lyric belongs to Evanescence)
Italic = flashback
Normal = present
Sparkling grey
They're my own veins
Mengikuti alunan waktu, kisah-kisah terbentuk. Manusia-manusia yang akan memerankannya dengan hati-hati maupun ceroboh. Dengan optimis maupun pesimis. Bahagia atau tidak itu masalah nanti karena halaman-halaman akan terus berjalan, namun kadang-kadang kita begitu ingin membalik suatu kisah ke halaman sebelumnya ketika kita menyesal, ingin meloncati sebuah halaman karena kisah di dalamnya sangat buruk. Walaupun begitu, tidak semua kisah menunggu untuk sampai pada bagian sekuel bahkan trilogi. Putus asa meneruskan sebuah cerita, mencoba mencari 'akhir bahagia', karena begitulah biasanya akhir kisah-kisah dibuat.
Tapi sayang tak semua pemerannya berbakat.
Gadis itu berjalan pelan...atau mungkin cepat. Baginya tidak ada pelan dan cepat, waktu sudah berhenti dengan sendirinya. Wajahnya tegak, menatap lurus, mencoba mencari akhir dari selimut dinding-dinding yang tidak ada akhirnya ini. Oleh kebanggaan mungkin dagunya terangkat tinggi, atau gadis itu takut jika ia menunduk air matanya yang telah kering dapat jatuh.
Sepatu boot wanitanya berdetak, memberikan irama dan menghibur kesunyian yang masih termenung. Kaki itu turun melewati tangga yang lembab dan berlumut. Rambut pink gadis itu bergoyang seiring kepalanya yang mencari-cari sebuah sosok di deretan sel-sel dingin itu. Tetesan-tetesan air dari pipa yang bocor terdengar jelas, dinding-dinding yang retak serta berlumut ia telusuri satu persatu. Sampai mata emeraldnya tertumbuk pada sosok yang bersandar di dinding. Rantai kuat melingkari kedua tangan sosok itu. Kepala itu menunduk, dan bukan karena rasa malu.
Gadis itu melangkah mendekat. Pelan. Tapi bukan karena ingin sosok di depannya memberikan respon akan kedatangannya. Mungkin memperpendek jarak di antara mereka berdua adalah suatu hal yang menyakitkan.
Satu menit berlalu. Gadis itu masih berdiri dalam diam. Nafas mereka bisa terdengar, membagi kesunyian bersama. Sampai akhirnya kepala berambut raven itu mendongak.
"Sakura."
Kemudian mata mereka bertemu. Membangun bayangan masing-masing dalam pandangan mata mereka. Membangun pecahan-pecahan siluet yang mulai mengabur dalam ingatan mereka.
"Sasuke."
Sasuke menelan bayangan gadis di depannya dengan rakus. Rambut pink pucat yang entah kenapa masih belum bisa menyaingi pucat wajahnya. Bahkan suaranya pun sangat pucat. Rambut itu tergerai bebas di pundaknya. Garis-garis keletihan mempunyai cara sendiri untuk membuat wajah itu semakin kosong. Lingkaran hitam di bawah kelopak matanya membingkai bola emerald yang suram. Kulit yang redup, untuk sesaat Sasuke berpikir bagaimana rasanya jika ia menyentuh kulit itu, apakah ia akan ikut membeku. Seberapa pun Sakura berusaha untuk berdiri tegak, tapi Sasuke bisa melihat tubuhnya seperti tumbuhan layu yang semakin kurus.
Dan setelah selesai membentuk bayangan gadis itu, mata Sasuke kembali pada emerald itu yang masih terus bergeming. Mata mereka seperti bola-bola kristal es yang beradu.
"Untuk apa kau datang?" Suara itu sudah kehilangan rasa dinginnya, tapi kekosongan yang menggantikannya lebih menakutkan.
Tidak.
Sasuke tidak peduli pada semua itu, hanya saja berhari-hari terkurung tanpa melihat manusia membuatnya menjadi sangat observatif.
"Untuk berbicara...padamu," gumam Sakura semakin mendekat beberapa langkah. Kemudian berhenti lagi, membuat Sasuke semakin jelas melihat iris emerald itu berkilat oleh cahaya yang dingin. Bentuk mulut yang terasa aneh dalam pandangannya, bibir yang dahulu selalu digambari oleh senyuman yang lebar membuat keadaannya sekarang terasa asing. Bibir itu kaku, membentuk garis lurus.
Hal-hal yang tidak akan disadarinya dulu sebelum semua itu menghilang.
"..."
"Eksekusimu dilakukan besok...dan aku ingin berbicara padamu untuk terakhir kali," sahut Sakura masih menatap lurus ke arah onyx itu, mengenang sudut-sudut gelap di mata itu, memijaki bagian-bagian mana yang dulu telah menenggelamkannya.
Dan seringai itu kembali, penuh ejekan. Tapi kali ini tidak ada deja vu yang menerjang Sakura, tidak ada perbedaan kecepatan pada detak jantungnya, tidak ada kenangan masa kecil yang mengubah ekspresinya.
Karena bahkan dalam ekspresi Sasuke sekarang tidak sama lagi dengan yang dulu. Alasan memakai sebuah topeng pertunjukan sedangkan pertunjukkan itu telah musnah. Dan balas dendam bagi Sasuke tentu bukan hanya sekedar sebuah pertunjukan. Dia telah kehilangan tujuan hidupnya. Dan begitu pula gadis itu.
Sakura hanya sedikit menelengkan wajahnya.
"Aku tidak melihat ada yang lucu," kata gadis beriiris emerald itu.
"Aku hanya bingung...setelah apa yang kulakukan, kau masih sanggup bertatap muka denganku?" Kali ini tidak ada nada mengejek, hanya sebuah nada datar yang mencoba menempatkan diri pada kalimat itu.
Kali ini rahang gadis itu mengeras. Tubuhnya kaku seperti batu.
"Sakura..." kata Sasuke mengubah nadanya menjadi dalam dan pekat. "Perlukah aku mengingatkanmu...aku yang memimpin penghancuran desa, membunuh setengah populasi desa ini, membunuh Kakashi, dan menyakiti Naruto." Setiap kata diucapkan Sasuke secara pelan, seperti sebuah racun yang bergulung melewati lidahnya. Seperti seorang psikiater menunggu respon pasiennya, Sasuke hanya memandang lurus dengan dingin dan kosong.
"Bagaimana rasanya?" Suara Sakura yang dingin memecah kesunyian. "Bagaimana rasanya setelah kau melakukan semua itu?"
"Tidak ada," sahut Sasuke tanpa ekspresi.
"Begitu...dan kau tidak hanya menyakiti Naruto, kau membunuhnya...oh tidak—lebih buruk daripada membunuh...kurasa."
Kelopak mata Sakura menutup untuk sesaat. Ingatan-ingatan itu masih segar dalam kepalanya.
Flashback
Hujan deras mengguyur. Langit hitam pekat. Tempat itu telah hancur, bangunan-bangunan di tempat itu tinggal puing-puing yang berserakan. Desing kunai bertubrukkan memenuhi udara, teriakan-teriakan menggema di kolong langit.
"Hah...hah...hah...Naruto kumohon buka matamu! Kumohon!" Gadis itu— Sakura berkata di antara nafasnya yang terengah-engah. Air mata tidak berhenti mengalir di wajahnya yang telah tertutup darah.
Darah dimana-mana.
Biarkan udara mencicipi pekatnya.
"Naruto..." Air mata yang bercampur dengan hujan. Sakura harus iri terhadap langit, andaikan gadis itu mempunyai air mata sebanyak langit ketika menangis. Cakra terus ia masukkan ke dalam tubuh yang semakin lama semakin dingin itu.
"Naruto kumohon...bangun..." Bahu Sakura terguncang hebat oleh isakkan. Tangan yang ia gunakan untuk mengasilkan cakra mulai pekat oleh darah.
"Na...Naruto, kumohon...lihat Sasuke sudah berada di desa ini...bangun...kita akan membawanya pulang...kau jan...janji padaku, Naruto!" Darah kental mulai mengalir lagi.
"Sasuke akan kita bawa pulang...bangunlah..bangun..." Tangis gadis itu tidak bisa berhenti. "Lihat Naruto...setelah semua ini selesai kita akan makan ramen lagi, seperti dulu, dengan Sasuke dan Kakashi-sensei...ja...jangan lupa kau kemarin baru saja mengajak Hinata berkencan, Na..NARUTO KUMOHON! " Air mata bagai aliran takdir yang tidak bisa berhenti.
"Aku berjanji akan membawa Teme pulang, ini janji seumur hidupku Sakura-chan!"
"Ini adalah cara ninjaku!"
Cengiran lebar.
Senyum yang hangat.
"Sakura—" Mata biru langit itu membuka.
"Jangan bicara...semua akan baik-baik saja, sebentar lagi Hinata sampai...jangan tinggalkan kami Naruto..." Kata-kata gadis itu berhenti ketika tangan Naruto yang telah berlumuran darah memegang lengannya.
"Maaf...kan ak...kuu Sakuraa, dan kumohon jaga...jaga... Hinata."
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya di tengah isaknya.
"Tidak...tidak, kubilang kau akan baik-baik saja.."
"Maafkan aku karena aku tidak bisa menepati janjiku...janjiku untuk membawa Teme pulang...maafkan..ak..u..."
"Tidak, jangan bicara...jangan..."
"Maafkan...aku."
Kemudian pegangan tangan itu terlepas, dan sosok itu diam tidak bergerak.
Tubuh Sakura membeku.
"Ti...tidak...Naruto...Naruto...kau tidak bisa melakukan ini padaku!"
Diguncang-guncangkannya tubuh itu.
"Tidak...tidak...aku...tidak…NARUTO—"
Dan mulai saat itu gadis itu percaya bahwa air mata benar-benar bisa kering.
Any more than a whisper
Any sudden movement of my heart
And I know, I know I"ll have to watch them pass away
End Flashback
Mata emerald itu membuka kembali, semakin membuang semua cahaya yang tersisa, seperti membangun ideologi baru tentang kebencian. Dan emerald itu segera bertemu onyx itu kembali.
"Walaupun Naruto berhasil mengalahkan Madara tapi semua sistem sarafnya terputus, aliran cakranya terhambat, dia dalam kondisi mati juga tidak, hidup juga tidak..yah seperti koma," tutur Sakura dengan tenang. "Dan kau tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan Hinata sekarang."
"Apa sekarang kau ingin balas dendam?"
Senyum kecil terlihat di bibir Sakura. Senyum kepahitan.
"Balas dendam, aku tidak ingin repot Sasuke, bagaimana mungkin aku ingin balas dendam, jika obyek balas dendamku itu akan musnah dari dunia ini ketika matahari terbit besuk, eh?"
"Kau berubah Sakura," kata Sasuke, nada tidak bisa dibaca.
"Benarkah? Aku tidak tahu itu ejekan atau sanjungan...yah tapi sebenarnya aku tidak mau berubah...keadaan mungkin, aku masih ingin menjadi Sakura yang dulu."
Gadis itu kini menerawang jauh, melepaskan onyx itu untuk beberapa saat. Dan untuk sesaat pula bisa dirasakannya hatinya terluka lagi.
"Aku yang seperti apa, Sasuke?" Emerald itu kembali memandang onyx itu. Kali ini tajam. "Aku seperti apa yang telah menghilang?"
Hening.
"Apa aku yang masih mencintaimu, aku yang masih mempunyai dua orang sahabat, seorang guru, desa untuk ditinggali? Aku yang seperti apa, hah?"
"Sakura..."
"Jangan potong aku, aku ke sini hanya ingin berbicara sedikit padamu sebelum kau pergi, tidak, jangan salah sangka, aku tidak sedang membuatmu untuk membuka mata...aku tidak mengharapkan penyesalan darimu, mungkin...aku hanya ingin sedikit mengeluarkan isi hatiku...kau tahu, tidak baik menyimpan perasaan seperti ini dalam hati..." Sakura menarik napas panjang.
"..."
"Sebelum kau pergi aku hanya ingin kau tahu, apa yang kau lakukan benar-benar menyakiti kami," kata Sakura tanpa ekspresi.
"..."
"Aku selalu berharap kita menjadi teman sampai mati, aku selalu berharap aku, kau dan Naruto akan menjadi tiga ninja yang hebat di desa ini, bahkan aku selalu membayangkan jika kau dulu tidak pergi...tidak-tidak...lebih dari itu, jika dulu keluargamu tidak dibunuh mungkin saat ini kita dalam kondisi yang berbeda. Mungkin saat ini aku masih sibuk mencari perhatian darimu, Naruto masih akan bertingkah konyol, dan kau tidak sedingin ini, bahkan mungkin kau mulai menyukaiku, Naruto berkencan dengan Hinata, dan tidak pernah menyukaiku sejak awal, kau akan membawaku untuk diperkenalkan pada keluargamu, Kakashi-sensei masih akan terus terlambat...dan yang terpenting mereka masih ada di sini...indah bukan?"
"Apa tujuanmu mengatakan semua itu Sakura?"
Tubuh Sasuke tenang, bagai sebuah boneka rusak yang tidak bisa dimainkan lagi.
"Tidak ada..."
"..."
"Aku tidak peduli jika kau menyakitiku, tapi kenapa kau menyakiti Naruto, aku mungkin ditakdirkan untuk menunggumu terus dan kau juga akan terus mengacuhkanku, mungkin aku ditakdirkan untuk terus mencintaimu setelah apa yang kau lakukan, dan orang-orang mulai kesal dan menganggapku bodoh karena mungkin kau tak pernah mencintaiku, mungkin aku memang harus seperti itu untuk melengkapi kisah kita, tapi semuanya tidak berputar pada tokoh dirimu saja, kau tahu Naruto tidak berhak mendapat semua ini kan?"
Mata emerald itu tertutup lagi. Gadis itu tahu apa yang dikatakannya adalah isi hatinya, dan itu membuatnya terlihat lemah, atau memang ia lemah?
"Hanya itu yang ingin kukatakan..."
Bahu itu gemetar sebentar sebelum berbalik arah, memunggungi Sasuke.
"Selamat tinggal Uchiha Sasuke."
Langkah kakinya bergema menjauh melewati lorong-lorong dingin itu lagi.
Give up your way
You could be anything
Give up my way, and lose my self, not today
That's too much guilt to pay
Eksekusi itu dilaksanakan di pekarangan yang tersembunyi. Proses yang akan dilakukan dengan beberapa jurus api. Ironis, seorang Uchiha yang dapat mengendalikan api, akan terbunuh oleh api.
Jejeran ANBU bertopeng seperti patung-patung yang haus darah.
Sosok rambut raven itu dirantai di tengah sebuah pola yang beraturan. Dengan gulungan-gulungan di sekitarnya. Hari sudah hampir pagi walaupun matahari belum sepenuhnya muncul. Pohon-pohon masih tenang dihembus oleh angin.
Semuanya sudah berkumpul.
Sasuke mengangkat kepalanya, mengamati semua wajah-wajah itu. Dan untuk sekian tahun, kenangan-kenangan yang berhubungan dengan wajah-wajah itu mulai bermunculan dengan sendirinya. Tubuh Sasuke menegang oleh putaran-putaran peristiwa itu.
Kenangan-kenangannya di akademi.
Misi pertamanya.
Perkelahiannya dengan Naruto.
Pertemuannya dengan Itachi.
Perpisahannya dengan Sakura.
Onyx itu menutup lagi, berusaha mencari kegelapan untuk menutupi semua kenangan-kenangan itu. Sasuke dibesarkan oleh kerasnya takdir, sebuah tokoh yang tersesat, dia tidak memikirkan tentang imajinasi indah karena tidak ada ibu untuk mendongenginya. Membuat segala perbuatannya terasa benar karena kerasnya takdir.
He is broken
So he broke them
Semua yang telah terjadi bahkan membuatnya tidak punya kekuatan untuk merasa menyesal. Mungkin ada satu hal yang sudah dipelajari Sasuke, merasa menyesal akan membawanya ke neraka lain. Seperti penyesalannya karena membunuh Itachi. Kali ini membiarkan benang-benang takdir memainkan tubuhnya.
Dan onyx itu membuka lagi. Disambut oleh emerald suram. Sakura berdiri di tengah kerumunan yang berjajar itu, memandang lurus ke arah Sasuke.
"Uchiha Sasuke, Penjahat kelas-S yang telah dinyatakan bersalah atas bukti pengkhianatan terhadap desa 8 tahun lalu dan telah menghancurkan desa, membunuh secara besar-besaran, keputusan telah diambil untuk menjatuhkan hukuman mati, maka..."
Kata-kata ANBU itu seperti terbang bersama angin. Gerakan-gerakan di sekitar Sasuke menjadi tidak berarti. Yang dilakukannya hanya memandang lurus ke arah emerald itu. Dunia menjadi kusam dan tidak berarti kecuali sosok yang tengah memandangnya.
"...oleh karena itu eksekusi dilakukan sekarang." Suara besar seorang ANBU akhirnya berhenti berdengung.
Mereka masih terus saling memandang.
Entah bagaimana Sasuke tidak tahu, tapi beberapa ninja sudah mengaktifkan semua jurus-jurus pada gulungan-gulungan itu. Pandangannya terus melekat pada gadis itu. Perhatian yang dulu tidak akan pernah diberikannya pada Sakura.
"Waktumu sepuluh detik untuk mengucapkan permintaan terakhir, Uchiha Sasuke!"
Tidak ada rasa takut dalam dirinya, tubuhnya hampir tidak memberikan respon pada kenyataan. Hanya saja perasaan itu muncul pada detik-detik terakhir, lubang hitam besar di hatinya. Rasa sakit aneh ketika memandang emerald itu.
Rambut Sakura tertiup angin sepoi, wajah pucat, seperti patung dewi yang kosong. Bibir kaku yang masih tidak berubah. Tangan yang mengepal kuat.
9
8
7
"Sasuke-kun, ayo berkencan denganku."
"Sasuke-kun, mau makan bersamaku?"
"Sasuke-kun, aku membawakanmu bekal."
"Sasuke-kun kau baik-baik saja?"
6
5
"Sasuke-kun, kau memang benar-benar hebat!"
"Sasuke-kun..jangan pergi!"
"Sasuke-kun..."
"Sasuke-kun.."
"Sasuke..."
"...kun..."
"Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku!."
"Sasuke...kun..."
Dan butiran-butiran bening itu mulai berjatuhan. Onyx itu memperhatikan kristal-kristal itu turun dari emerald itu, walaupun wajah itu masih tanpa ekspresi. Dengan mata yang setengah tertutup, butiran-butiran itu tetap berjatuhan.
"Sakura, terimakasih."
Kenangan-kenangan yang sekarang begitu terlihat dengan jelas. Emerald yang tampak begitu terluka, membuang topeng kuat beberapa saat yang lalu.
4
Kemudian emerald itu membesar ketika bibir Sasuke bergerak membentuk sebuah kalimat. Membuat seluruh tubuh gadis itu bergetar hebat. Bibir itu bergerak dengan pelan seakan ingin gadis itu membaca dengan jelas.
'Maafkan aku'
3
Dan onyx itu menutup untuk terakhir kalinya, berharap kali ini tidak akan pernah terbuka lagi.
"SAKURA!" sebuah teriakan terdengar. Semua orang memandang dengan mata terbelalak lebar.
Gadis itu berlari secepat yang ia bisa, tapi entah kenapa semuanya tampak begitu lambat, langkah kakinya terasa berat. Gerakan-gerakan berubah menjadi slow motion. Mungkin waktu telah berubah benci padanya. Angin menyapa pelan wajahnya yang dingin. Detak jantungnya yang bertalu-bertalu seperti hanya kapas ringan yang bertumbukan. Setiap hal seperti diperlambat, seperti kita membaca sebuah kisah di bagian terakhir. Menelan kata perkata dengan pelan.
"JANGAN, SAKURA!"
Dan gadis itu memeluk Sasuke erat.
Onyx dan emerald bertemu kembali.
"Maafkan aku untuk terus mencintaimu," bisik gadis itu.
Seiring buku ditutup.
Mereka berciuman. Merasakan kehangatan untuk terakhir kali.
2
1
Api yang berkilat membutakan mata. Terdengar teriakan histeris Ino dan tangis-tangis yang lain. Memenuhi udara bagai layar panggung yang ditutup. Matahari terbit di ufuk timur, sinarnya yang hangat menerpa seluruh sudut.
I'm sorry
But I still love you
When you die, your heart will stop to bleed.
-OWARI-
T.T Huee~
Saia malah bikin fic baru *headbang*
Tragedy benar-benar menyiksa. Hiks...hiks, entahlah apa yang mampir di kepala saia, sampai membuat SasuSaku seperti itu. Hwaaa~ *plakk* Saia nangis nulis ini, walaupun sebenarnya saia suka Angst. Yah, semoga teman-teman sekalian suka *apa'an!* Hal tersulit adalah menentukan karakter Sasuke, saya harus merenung dulu(halah). Dan kalau jadi saia ingin membuat one-shoot collection, hehe ^^v
Oia saia punya beberapa pertanyaan.
#Apakah tokoh-tokoh di sini OOC?
#Apakah adegan-adegan di sini terlalu gaje dan lebay?
Yapyap. Arigatou minna-san. Thanks for everything.
Ganbatte!
KEEP OR DELETE? =D
PLEASE REVIEW!
Your reviews make me write?
C u at the next chappie. ^_^