Title : Dreams That Connect Us

Pairing : utama Giotto X Tsuna. Yang lain belum tahu. =D

Disclaimer : Reborn bukan punya saya...

... Ciao? -sembunyi balik dinding- Maaf karena sudah gak update cerita ini sekitar 2 bulan. Saya itu author yang hetare memang TT^TT

Selama ini berusaha nulis... tapi selalu hilang inspirasinya.. jadi ya.. baru kemarin ini saya dapet inspirasi yang membuat saya bisa nulis chapter 3.

Ocehan saya bakal dilanjutin dibawah. Selama menikmati chapter ketiga ini!

P.S : ADA GIOTTO! *plak*


#3

"Tsunayoshi..?"

Suara itu terdengar begitu lembut. Dari nada suaranya, walaupun terdengar tenang, masih tersirat nada khawatir. Kenapa dia khawatir? Tsuna mengernyitkan dahinya. Suara siapa?

"Tsunayoshi…?"

Suara yang familiar sekali. Tsuna ingin membuka matanya, tetapi rasanya berat sekali. Sangat-sangat berat. Tetapi siapa?

"Tsunayoshi, kau bisa mendengarku?"

Tsuna perlahan membuka matanya dan yang ia lihat pertama adalah warna biru. Warna biru yang sangat cerah, menyerupai warna langit siang hari saat musim panas. Tsuna mengerjapkan matanya dan akhirnya menyadari apakah warna biru itu. Warna biru itu adalah milik mata seseorang. Seseorang yang bernama Giotto, si Vongola primo yang sekarang mukanya berada dalam jarak dekat dengat muka calon boss Vongola ke-10 itu. Tsuna membelalakkan matanya dan merasakan darah mengalir kedua belah pipinya. Betul, Tsuna sesaat lupa kalau dia masih bisa bertemu dengan Primo… tapi sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Giotto berada sangat dekat dengannya?

Giotto tersenyum kecil dan menghela nafas. Matanya menyiratkan kelegaan walaupun masih tersirat sedikit kekhawatiran. Tsuna merasakan nafasnya tercekat dan merasakan seluruh tubuhnya membatu. B-bisakah Giotto menjauh sedikit darinya? Tsuna berusaha bangkit duduk, sekalian untuk menyiratkan pada Giotto untuk menjauh sedikit.

Giotto, membaca maksud gerak tubuh Tsuna kemudian menjauhkan dirinya dari Tsuna dan, sekarang dalam posisi duduk, perlahan mengacak rambut coklat Tsuna yang selalu berantakkan. Tsuna menutup sebelah matanya dan tanpa sadar mendekatkan diri ke tangan besar yang sedang mengacak rambutnya itu.

"Apakah kau merasa baik-baik saja?"

Tsuna mengerjapkan matanya lagi dan mengangguk. Memangnya ada alasan kenapa dia merasa tidak baik-baik saja? Tsuna mengernyitkan dahinya. Tunggu… rasanya ada sesuatu yang sangat penting. Tapi apa? Aneh. Tsuna merasa kalau dirinya seharusnya tidak berada disini bersantai-santai…

"Tsunayoshi?"

Tsuna tersadar dari lamunan dan pikirannya lalu segera menoleh kearah Giotto yang ekspresinya tidak bisa ditebak. Tsuna memiringkan kepalanya, sebagai indikasi kalau ia bertanya 'ada apa?' Giotto tersenyum lagi dan menggelengkan kepalanya.

"Baguslah kalau kau baik-baik saja."

"Memangnya ada suatu alasan kenapa aku bisa tidak baik-baik saja?"

Tsuna melihat tubuh Giotto sesaat menegang. Tetapi mungkin itu cuma halusinasinya saja kah? Karena ekspresi muka Giotto tidak mengalami perubahan barang sedikit pun. Hmm?

"Tidak. Tentu saja tidak ada…" jawab Giotto yang kemudian menoleh kearah lain dan memandang kearah pepohonan yang berada di seberang tempat mereka berdua berada.

Tsuna merasa ada yang ganjal, tetapi ya… itu mungkin hanya perasaannya saja. Tsuna lalu mengalihkan perhatiannya dengan memperhatikan Giotto kali ini. Walaupun bisa dibilang ini pertemuan keempat dengan bos pertama Vongola ini, tetapi Tsuna sudah merasa sangat dekat. Mungkinkah karena hubungan mereka sebagai kakek moyang dan cucu nya?

Giotto disini memakai pakaian yang sama seperti yang Tsuna lihat sebelum mereka berpisah kemarin. Kemeja putih yang kedua lengannya digulung serta dengen beberapa kancingnya terbuka. Walaupun muka Giotto terlihat tenang, Tsuna bisa merasakan dari mata biru itu bahwa otak cowok Italia itu sepertinya sedang berpikir ser-?

….

Tunggu.

Waktu mereka berpisah kemarin?

Tsuna memegang dagunya dan mengernyitkan dahinya, berusaha mengingat apa yang terjadi. Ini aneh sekali. Seharusnya ia mengingat apa yang terjadi antara pertemuannya pertama kali dengan Giotto di alam mimpi dengan pertemuan saat ini. Apa yang telah terjadi? Tsuna ingat kalau keesokan hari setelah pertemuan pertama Giotto dengan Tsuna, ia harus kembali ke masa depan bersama yang lain. Tapi, setelah itu apa? Apa?

"Apa..?" ungkap Tsuna dalam bisikkan yang ia tanyakan pada dirinya sendiri. Tapi, Giotto tetap mendengar bisikan pelan Tsuna itu.

"Apanya apa, Tsunayoshi?" tanya Giotto yang menangkap perhatian Tsuna lagi.

"Aku tidak bisa mengingat apa yang terjadi antara saat pertemuan pertama di mimpiku dengan Giotto-san dan pertemuan di mimpi kali ini. Apakah ini normal?"

Tsuna kali ini yakin 100% kalau tubuh Giotto memang terlihat kaku setelah apa yang ia ungkapkan. Apakah Giotto menyembunyikan sesuatu? Hyper intuition nya memang berteriak didalam kepalanya bahwa memang seperti itu kenyataannya… tapi… ada apa? Kenapa pula Giotto mau menyembunyikan sesuatu darinya?

"Giotto-san?"

Pria pirang di hadapannya tidak menjawab dan matanya dialihkan ke tempat lain. Sepertinya ia sedang memikirkan apa yang seharusnya ia katakan. Tsuna pun tidak berkata apa-apa. Setelah beberapa saat ia pun menangkap mata coklat Tsuna lagi.

"Aku memang tidak punya hak dan tidak bisa menyembunyikannya darimu…" ungkap Giotto dan setelah itu, segera tempat Giotto dan Tsuna berada segera diliputi kegelapan. Tidak ada langit biru dengan awan-awan putih yang menghiasinya. Tidak ada karpet berupa rerumputan hijau. Tidak ada suara burung yang berkicauan. Tidak ada lagi pepohonan. Mereka seperti berada dalam suatu tempat yang kosong.

"D-dimana ini?" tanya Tsuna membalikkan badannya dan melihat ke sekelilingnya dengan agak panik. Apa yang sudah terjadi?

Tiba-tiba Tsuna merasakan dirinya terdorong ke belakang dan tubuhnya didekap sebuah lengan dan sebuah tangan menutup kedua matanya. Tsuna merasakan detak jantung tubuhnya berdetak kencang. Tidak tahu apakah panik atau apa. Tsuna merasakan nafas hangat mendekati telinga sebelah kirinya dan hal ini membuat jantungnya melonjak dan perutnya bereaksi seakan-akan ada banyak sekali kupu-kupu didalamnya. Apa yang terjadi?

"G-Giotto—"

"Aku menginginkan dirimu untuk bisa beristirahat sejenak setelah hal itu. Aku tidak ingin kau terluka lebih jauh lagi…"

Apa yang Giotto katakan? Apa maksudnya?

"Setelah kau bangun nanti, pertarungan terakhir tidak bisa dihindari. Aku tidak ingin kau memaksakan dirimu sampai sebelum saat itu, Tsunayoshi…"

Tsuna merasakan nafasnya tercekat. Kenapa nada yang Giotto gunakan terdengan sangat pedih? Kenapa? Kenapa?

"Bukalah ingatan itu, Tsunayoshi…"

Segera setelah perkataan itu, Tsuna merasa seperti ada kunci yang terbuka di alam memorinya. Kembali ke masa depan. Kemunculan Kikyo yang ingin menangkap Uni. Pertarungan di udara sambil berusaha meloloskan diri dan juga saat Tsuna kehilangan kesadarannya…

Ia kehilangan kesadarannya…. Kehilangan kesadarannya saat sedang berusaha membawa Uni ke tempat yang aman… Apa yang terjadi dengan Uni sekarang? Apakah ia ditangkap? Bagaimana dengan yang lain?

"G-Giotto-san! Lepaskan aku! A-aku harus segera bersama yang lain! Aku harus melindungi Uni! Aku sudah berjanji! L-lepaskan!" Tsuna berteriak berusaha melepaskan diri. Tetapi lengan yang mendekap Tsuna tidak bergeming sedikitpun. Tsuna merasa dirinya dilanda keputusasaan dan ketidak berdayaan dan otaknya tidak membantu dirinya dengan memikirkan semua skenario buruk di kepalanya.

"Semuanya baik-baik saja, Tsunayoshi. Tenanglah—" kata Giotto berusaha menenangkan Tsuna diantara kepanikkan yang melanda diri Tsuna. "Aku mengunci memori itu untuk sesaat karena aku tidak ingin kau memaksakan dirimu…"

"G-Giotto-san…"

Tsuna merasakan Giotto membenamkan mukanya keantara leher dan pundaknya serta lengan ditubuhnya yang semakin erat mendekapnya. Kenapa?

"Aku benci melihatmu terluka…. Aku benci melihatmu menderita, Tsunayoshi…" kata Giotto berbisik di dekat telinga Tsuna yang merasa sangat tidak nyaman dan aneh. Kenapa Giotto berbicara seperti itu? Kenapa tubuhnya bereaksi aneh? Kenapa? Banyak sekali kenapa berputar di otaknya. Tsuna merasa berada dalam keadaan terdesak

"G-Giotto-san… Aku harus pergi…"

Diam sesaat dan kemudian Tsuna merasakan tangan yang menutup kedua bola matanya melepaskan diri, begitu juga dengan lengan yang tadinya mendekap Tsuna. Tsuna merasakan jantungnya masih berdebar kencang dan melihat Giotto, Giotto dengan ekspresi yang sangat menyakitkan. Bukankah Giotto seharusnya tahu kalau Tsuna tidak hanya bisa bersantai di alam mimpi seperti ini, sementara teman-temannya dan Uni berada di keadaan gawat di dunia nyata?

Keadaan sekeliling Tsuna sudah kembali ke dalam bentuk pemandangan sebelumnya walaupun kali ini semuanya mulai terlihat memudar, seperti saat Tsuna terbangun dari mimpi ini di saat pertama. Tsuna dan Giotto saling menatap satu sama lain dan sebelum kegelapan bisa betul-betul menyelimuti Tsuna, Tsuna melihat Giotto menundukkan kepalanya dan di dalam bisikkan, terdengar kata maaf.


Tsuna membuka kedua matanya dan mengerjapkan kedua matanya, berusaha membiasakan matanya dengan keadaan di sekelilingnya yang tidak begitu terang. Tsuna merasakan tubuhnya masih sangat lelah dan melihat ke sekelilingnya ada banyak sekali pepohonan. Dimana ini? Ia sudah keluar dari dunia mimpi bukan? Tsuna perlahan berusaha membangunkan dirinya dari keadaannya yang sebelumnya berbarik

"J-Jyuudaime!"

Tsuna menoleh kearah suara yang sangat familiar dan melihat Gokudera sedang berlari dan dalam sepersekian detik, sudah berada disamping Tsuna, mengecek dahi Tsuna dengan tangannya dan kemudain memegang denyut nadi di pergelangan tangan Tsuna.

"A-anda baik-baik saja kan, Jyuudaime? Apakah masih ada yang sakit? Apakah merasa pusing? Mual? Anda mengenaliku kan, Jyuudaime?" tanya Gokudera beruntun. Cowok berambut abu-abu itu terlihat super panik dan khawatir. Tsuna sangat bingung mau menjawab apa, tapi runtutan pertanyaan Gokudera itu berhenti setelah Reborn, tutornya, dengan kasar menendang kepala Gokudera yang akhirnya pun diam.

"Tenangkan dirimu dulu, Gokudera. Dame-Tsuna tidak akan bisa menjawab pertanyaanmu seperti itu—" ujar Reborn dingin dan kemudian mata hitam milik Reborn itu menangkan mata coklat Tsuna. "Kau sudah membuat semua khawatir. Aku tidak pernah mengajarkanmu untuk tidak waspada, Dame-Tsuna."

Tsuna tersenyum lemah. Walaupun apa yang Reborn katakan semuanya terkesan sangat sinis, Tsuna bisa merasakan kekhawatiran dari nada bicara Reborn juga. Walaupun ia tidak akan pernah berani untuk mengatakan hal itu jika ia masih ingin memiliki kepala yang utuh tanpa tembakkan. Tsuna menyadari kalau di sekeliling tempatnya berada sekarang, sudah dikelilingin semua teman-temannya. Haru, Kyoko, Spanner, Ryouhei, Lambo, I-pin, Chrome termasuk.. Uni?

"U-Uni! K-kau baik-baik saja? Maafkan aku karena aku tidak bisa melindungimu.. a-ak—"

Uni tersenyum lembut dan memegang tangan Tsuna sambil menutup matanya. Tsuna merasakan dirinya yang semula mula panik, kembali tenang.

"Uni…"

"Anda tidak perlu minta maaf, Sawada-san. Justru akulah yang harus minta maaf karena telah membuat anda terluka… Aku sendiri baik-baik saja, karena ada Gamma yang datang…"

Gamma? Tsuna melihat ke belakang Uni dan yang lain dan melihat Gamma, anggota Black Spell dari Millefiore bersama dengan Tozaru dan Nazaru. Mereka bertiga memandang Tsuna dengan tatapan kau-berani-apa-apa-dengan-tuan-putri-kami-awas-saja. Tsuna menelan ludah dan melepaskan tangannya dari tangan Uni.

"J-jadi apa yang terjadi setelah aku kehilangan kesadaran? Berapa lama waktu telah berlalu?" tanya Tsuna ingin mengejar ketertinggalannya selama pingsan tadi.

Jadi semuanya pun bergantian bercerita. Setelah Tsuna kehilangan kesadarannya, tubuhnya yang masih melayang sempat akan terhempas ketanah, tetapi beruntung diselamatkan Gokudera. Uni sendiri sempat jatuh ke tangan musuh untuk beberapa saat, tetapi kemudian Gamma dan Tozaru dan Nazaru datang dan menyelamatkan Uni dari tangan Torikabuto dan Torikabuto sendiri tewas dalam pertempuran itu.

Setelah itu, semuanya segera kabut ke dalam hutan di pinggiran kota Namimori dan bersembunyi di dalam sana sambil mendiskusikan rencana selanjutnya, karena sudah bisa dipastikan kalau besok adalah pertempuran final antara Millefiore dan Vongola. Antara Byakuran dan Tsuna. Secara total, kira-kira Tsuna kehilangan kesadarannya selama 7 jam. Tsuna menghela nafas. Lama sekali.

Cowok berambut coklat ini pun teringat akan perkataan Giotto. Walaupun dia tidak ingin Tsuna memaksakan diri, tidak sadarkah dia kalau 7 jam itu terlalu lama? Tsuna tidak bisa tidak merasa kesal terhadap Giotto yang seenaknya mengunci memori Tsuna walau maksudnya baik. Tetapi di dalam mimpi, terasa sangat sebentar. Apakah ada perbedaan waktu antara dunia nyata dan dunia mimpi dan Giotto tidak mengetahuinya? Berarti… Giotto tidak bisa disalahkan juga ya? Memusingkan!

"Oi, Dame-Tsuna. Kalau kau sudah merasa baikkan, cepat berdiri dan kita mulai rapat untuk pertempuran besok…"

Tsuna menganggukkan kepalanya dan berdiri. Urusan Giotto sebaiknya ia pikirkan nanti. Sekarang ia harus bisa memastikan kalau Vongola akan menang dalam pertempuran melawan Millefiore.


Baiklah... ini untuk chapter 3. Pendek banget ya? TT^TT maafkan aku! Gak gitu panjang emang cuma 1784 kata atau kurang lebih 5 halaman. (murni belum ditambah A/N)

Membingungkan tidak? Apakah bagus? Tolong berikan pendapat anda untuk authoress malang ini *smacked*

A-anyway, saya berharap semuanya menikmati chapter 3 ini.. karena walau sedikit, saya memasukkan sedikit G27 disini =P

Sekali lagi! Mohon reviewnya!

Ciao!