Yups. Ketemu dengan Lhyn di Fic InoShika Lhyn yang pertama…

Langsung saja…

Disclaimer : Kalo naruto punyaku, aku tinggal duduk santé sambil narik pajak dari para author FFN *dibantai semua Author FFN* beruntung Naruto punya Om Masashi, jadi kita gag erlu bayar pajak.

Warning : AU, aoutor baru.. jadi sorry bangget kalo gaje.. OCC, typo N' segala macem temen satu paketnya…

Summer ® Lhyn hatake

"Huh.. akhirnya duduk juga." Keluh Ino yang sekarang telah duduk disebuah kursi didekat jendela pesawat. Kakinya benar-benar terasa pegal setelah bolak-balik mencari nomor kursinya.

Sunagakure. Ia harus menempuh jarak ratusan kilometer menuju Sunagakure untuk sebuah alasan yang dia sendiri tidak mampu mengartikannya. Tubuh dan hatinya berjalan tidak sesuai dengan perintah otaknya.

Shikamaru.

Oh, tidak. Bahkan sekarang menyebut namanya saja membuatnya gemetar. Cowok itu, cowok yang awalnya hanya sekedar sahabat baginya. Sahabat sejak kecil yang selalu ada untuknya. Melindunginya, mendengarkan keluh kesahnya, ada untuk membuatnya tersenyum dan tertawa, ada untuk melakukan semua itu dengan caranya sendiri, sekarang malah menjadi cowok yang paling menguasai hatinya.

Tiga bulan yang lalu seorang Nara Shikamaru harus pergi dari Konoha ke Suna untuk mengantikan posisi ayahnya disalah satu cabang Nara corp yang ada di Suna. Sungguh. Awalnya Ino sama sekali tak keberatan Shika pindah kekota itu. Toh, jaman sekarang jarak sejauh apapun bisa ditempuh dalam hitungan Jam. Lagi pula itu demi masa depan Shika sebagai pewaris tunggal Nara corp.

Tapi…. semua itu berubah, rasa tak keberatan itu berevolusi menjadi sangat keberatan. Sangat takut. Hingga muncul berbagai ilusi-ilusi tak jelas dikepala Ino tentang Shika karna satu hal…

Kiss.

Saat itu… saat Ino, Choji, Nara Yoshino dan Nara Shikaku mengantar kepergian seorang Nara lain dibandara. Memang itu merupakan perpisahan yang cukup berat bagi Ino, dia menyadari bahwa sebagai pemimpin perusahaan besar pastilah membuat Shika tak memiliki waktu liburan untuk sering kembali ke Konoha. Tapi sekali lagi dia telah merelakannya.

Dan saat itu, beberapa menit sebelum pesawat berangkat. Sang Nara malas, berbalik dari jalan menuju pintu bandara kearah Ino yang tengah melambai dengan senyum yang sangat dipaksakan. Membuat senyum paksa itu lenyap dan tangannya pun jatuh lemas saat bibir Nara jenius itu menyentuh bibirnya. Menciumnya lembut dan hangat.

Wajah memerah dan wajah malas yang begitu dekat, nafas yang beradu, bibir sang Nara yang beberapa kali mengecup bibir Yamanaka. Ino bisa mendengar pekik dari Choji dan kikik pelan dari kedua orang tua Shikamaru. Membuat wajahnya semakin memanas. Dan tanpa satu suara atau ekspresi apapun lagi –kecuali ekspresi malas– dari sang jenius itu, dia pergi. Meninggalkan Ino yang pertahanannya telah hancur.

"Hufh…" Ino menghela nafas, memposisikan tubuhnya bersandar lebih nyaman di kursi pesawat.

Tiga bulan penuh telah dilewatinya tanpa seorang Nara Shikamaru. Tiga bulan yang terasa sangat panjang. Tiga bulan penuh kegalauan. Tiga bulan penuh perasaan rindu yang terus mengintimidasinya agar pergi ketanah pasir menemui sang Nara. Tiga bulan yang cukup untuk membuat Ino menyadari bahwa perasaan itu bukan sekedar perasaan kehilangan sahabat. Shikamaru telah menjelma lebih dari sahabat kecil menjadi cinta yang tak disadarinya. Dan dia menginginkan cintanya.

Ino memejamkan matanya. Mengingat setiap detail kecil yang telah dilaluinya bersama Shikamaru dan Choji. Sahabat sejak kecil yang selalu ada. Shikamaru adalah sosok yang paling bisa bersikap dewasa diantara mereka bertiga. Paling dewasa dalam artian paling bisa bersikap tenang. Ino mengingatnya. Saat mereka memandang matahari sore hari bersama-sama, duduk di balkon rumah disiang hari memandang awan bersama, duduk diatas atap saat malam memandang bintang bersama, duduk dikelas bersama meski kegiatan keduanya berbeda, tentu saja sementara Ino mendengarkan pelajaran Shikamaru akan dengan nyamannya tertidur dikelas. Sesuatu tang sangat membuat Ino iri. Bagaimana tidak? Kalau dia yang tertidur, sensei manapun yang sedang mengajar pasti akan membangukannya dengan kejam dan memalukan, tapi tidak untuk si jenius ini. Semua sensei tahu bahwa meskipun sang Nara tetidur telinga dan otaknya tetap bekerja menangkap setiap detail pelajaran bahkan lebih jelas dari pada seluruh siswa yang tidak tertidur.

"Nona Yamanaka…" Tedengar suara memanggilnya begitu lembut dan pelan. "Nona.. Nona Yamanaka…" Suara itu makin terdengar jelas. "Nona Yamanaka…" sekarang sangat jelas. Ino membuka matanya pelan dan mendapati seorang pramugari tengah menepuk-nepuk pundaknya pelan.

"Emh…" Ino menggeliat. "Eh.. maaf ada apa?" Tanya Ino pada wanita cantik berseragam biru-biru itu.

"Maaf Nona, pesawat telah mendarat lima menit yang lalu." Kata wanita itu halus.

"Eh… Oh… iyah, Arigatou Gozaimazu." Kata Ino sambil bangkit dan menunduk cepat. Wanita itu balas menunduk bahkan lebih dalam.

Matahari telah menghilang saat Ino tiba dikota itu. Ino tak perlu mencari siapapun yang akan menjemputnya karna memang tidak ada yang akan menjemputnya. Dia yakin sejenius apapun Shikamaru tetap tidak bisa menebak kedatangannya ini. Ino memang tidak berencana memberitahu cowok itu, tentu saja itu untuk alasan "KEJUTAN".

Ino masuk kedalam sebuah mobil bertuliskan 'Taksi' diatasnya, lalu menyebutkan nama Apartement tempat Shikamaru tinggal. Dan taksi pun melaju membawanya. Suna benar-benar kota yang tertutup pasir. Lampu-lampu jalan yang berwarna putih malah memendarkan cahaya keemasan karna pengaruh warna pasir disekitarnya.

Shikamaru. Tiga bulan tidak bertemu. Seperti apa dia sekarang? Tambah gemukkan? Atau malah jadi kurus karna tak ada yang merawatnya. Makin malas atau malah jadi rajin? Kalau dari suaranya saat di telfon sih sama saja. Tapi… ah… bagaimana dengan rambut nanasnya? Makin runcing keatas atau sudah dipangkas lebih pendek?

Pelan-pelan taksi berhenti dihalaman sebuah gedung tinggi megah dengan taman yang begitu luas didepannya.

"Arigatou." Ino membungkuk setelah membayar argonya. Dia menyincing tasnya dan turun. Dia memang tidak membawa banyak pakaian dan barang-barang lain meskipun berniat tinggal disini selama liburan musim panas. Alasanya? Karna dia ingin membeli semuanya disini. Jarang-jarangkan bisa berbelanja sepuasnya di Suna? Apa lagi kabarnya barang-barang di Suna lebih murah dari pada di Konoha meskipun kualitasnya sama. Itu karna perekonomian di Suna memang tak sebaik di Konoha.

"Selamat malam Nona, ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang security yang berdiri didepan pintu menghampiri Ino.

"Saya keluarga dari Nara Shikamaru." Kata Ino sambil menunjukkan sebuah kartu yang dititipkan oleh Yoshino Baa-san pada Ino agar dia diperbolehkan masuk ke apartement Shikamaru tanpa mengunakan ijin dari Shikamaru mengingat dia sibuk dan ada kemungkinan saat Ino tiba disana Shika tidak ada di apartementnya.

"Baiklah, silahkan masuk." Kata security itu setelah memeriksa kartu milik kaasan Shikamaru itu dan memberikannya kembali pada ino.

Ino masuk kedalam gedung mewah itu. Sangat mewah klasik dan berkelas. Tapi tak ada waktu untuk mengagumi gaya arsitektur gedung itu sekarang. Dadanya sudah mengebu-gebu ingin segera bertemu dengan sang Nara dan menyatakan Cinta. Meskipun untuk hal menyatakan cinta Ino berniat nanti pada saat yang tepat. Tapi tetap saja dia sudah teramat sangat tidak sabar untuk memeluk tubuh hangat Shikamaru yang dulu selalu mendekapnya saat dia ingin.

Dia memasuki lift yang kosong dan menekan angka 15. Sekali lagi kaasan Shikamaru lah yang memberi tahukan hal ini padanya. Wanita itu telah memberi paduan perjalanan lengkap pada Ino sebelum berangkat dari Konoha. Hah.. kalau saja Ino juga tahu bahwa wanita itu menyelipkan alat pengaman berbagai rasa di tasnya..

'ting'

Bunyi suara lift saat pintu itu terbuka. Dan lorong panjang menyambut Ino. Ino kembali mengingat-ingat kata-kata Yashino baa-san padanya.. 'dari pintu lift belok kiri'.. Ino berbelok kekiri, berjalan dengan langkah seperti melayang. Bahkan berlari kecil saking tidak sabarnya. 'lalu belok kanan, pintu nomor tujuh puluh tiga..' sekarang Ino berlari cepat. Jantungnya pun berdetak cepat. Dia tak sabar.. benar-benar tak sabar. 'Kamar nomor Tujuh puluh tiga'… tujuh puluh… dia berlari makin kencang… tujuh puluh satu…. Jantungnya berdetak tak terkendali.. tujuh puluh dua… dia berhenti, mengatur nafas dan berjalan pelan. Tujuh puluh tiga.. itu dia…

Sebuah pintu ganda besar didepan ino. Dikanan kirinya ada rak-rak kecil berisi pot-pot dengan bunga berbagai jenis. Tujuh puluh tiga. Ino menarik nafas dalam-dalam.. kemudian mengulurkan tangan untuk memencet bel yang ada disalah satu sisi pintu.

'Ah, tidak.. sebaiknya aku langsung masuk saja. Aku ingin melihat ekspresi wajah malasnya begitu melihatku masuk kedalam rumahnya' batin Ino.

Dia mengambil kartu yang sama yang ditunjukannya pada security didepan dan memasukkannya kedalam lubang kunci yang ada ditengah-tengah pintu.

'klik'

Ino bisa mendengar suara kunci pintu itu terbuka. Dia membukanya pelan dan memandang melalui celah pintu. Tidak ada siapa-siapa. Ino semakin membukanya dan memasukkan kepalanya. Dia masih belum menemukan sosok Shikamaru. Akhirnya dia masuk kedalam dan melangkah ragu setelah menutup pintunya.

'kelihatannya memang dia belum pulang' Batin Ino lagi.

Apartement itu begitu luas. Begitu masuk dia bisa melihat ruang tamu dan ruang keluarga yang bersatu dengan dapurnya. Sebuah tivi plasma duduk manis didepan sebuah sofa berlengan panjang. Ino meletakkan tasnya di sofa itu. Kemudian beranjak kedapur dan membuka sebuah kulkas besar. Dia meraih sebotol minuman kaleng dan meminumnya.

Sejauh Ino mengenal Shikamaru, apartement ini memang sangat mencerminkan pribadinya. Meskipun malas tapi dia rapi, semua tata letak yang manis dan harmonis tapi tetap kalem. Ino sedikit terkejut saat menyadari ada begitu banyak foto mereka di tempat itu, foto-foto yang diambil sejak mereka masih di playgroub hingga saat mereka lulus SHS.

Ino meletakkan kaleng minumannya dan berjalan menyusuri setiap sisi dinding atau meja yang memajang fotonya dan dua sahabatnya itu sambil terkikik geli mengenang kembali peristiwa dalam foto itu.

"Maaf aku ti—" Terdengar sebuah suara yang sangat Ino kenal. Suara Shikamaru. Ino berbalik dan mencari sosok itu. Tapi dia tidak menemukannya.

"Shikamaru…" panggil Ino pelan jantungnya berdegup sangat cepat. Dia dan Shikamaru sekarang berada dalam jarak yang sangat dekat. Tapi dimana pria berambut nanas itu?.

Ino berjalan kearah sebuah ruangan lain. Dia yakin suara Shikamaru berasal dari arah itu.

"Shik…" Suara Ino tercekat.

Tepat didepannya. Sosok pria berambut nanas itu berdiri dibalkon kamarnya… dan… hatinya tersayat… perih… sosok itu tidak sendiri… seorang wanita.. berambut pirang yang sama dengnnya.. sedang mencium sang Nara.. Air mata mengalir pelan dari mata biru safirnya. Tubuhnya berguncang lemah. Niat ingin mengejutkan malah dikejutkan sedemikian rupa hingga tubuhnya terasa membeku.

*Tubikontinyu*

Yak. Maaf pendek.

Mau lanjut? Hapus? Delete? * Reader : hapus/delete sama ajah bego* atou gimana? Ancurkah? Baguskah?

Ini Hanya twoshoot… yang mau di hapus mumpung baru satu chaps yang mau lanjut mumpung Cuma du chaps.. *muka mumpung*

Plis Rifyu…