You

Disclaimer :

Masashi Kishimoto with Naruto

You by Rinyaow

Pairs :

SasuxNaru

Slight KakaIru

Rated : T

Genre : Romance

Warning :

Gaje, Alur Kecepatan, Banyak typo, Shounen-ai, BL, OOC, ga nyambung dan banyak lagi .

Setting : AU / Alternative Universal

mohon maaf author-author yang sudah lebih berpengalaman. Saya penuy ! menikmati fic pertama saya :) di dlis *belum bisa dibilang author*aerah Tokyohor yg sudah lama. saya baru yang belum terlalu mengerti.

Key Word for Everyone :

-Do not like? I beg you to do not read this-


Deru pelan kendaraan bermotor terkadang menemani ramainya sebuah kedai yang terletak di dekat taman kota. Aroma khas dari kuah ramen itu sungguh menjadi candu bagi setiap penghirupnya.

Begitu hangat, harum dan memenuhi indera penciuman dengan lembut dan nyaman.

Itu adalah hal yang dirasakan oleh penghirupnya. Bagaimana dengan yang dirasakan oleh penggilanya? Tidak usah mencari contohnya terlalu jauh. Lihatlah pemuda itu.

Dia sedang melahap mi yang terperangkap dalam sumpitnya. Memakan segala lauk-pauk di atas mi kenyal itu dan menghirup sampai habis kuah yang menjadi bagian penutup yang sungguh cocok.

Dengan wajah puas, dia meletakkan mangkok yang sejak tadi menjadi 'teman' bagi telapak tangannya.

"Ah, aku kenyang sekali," katanya pada seseorang. Di hadapannya ada sesosok lelaki dewasa yang sedang menyesap segelas kopi panas.

"Paman tidak lapar?" mata berwarnakan kilau batu mulia itu menatap lelaki di depannya.

"Cukup ini," katanya sambil mengarahkan sedikit tepi gelasnya ke bibirnya.

"Umh!" sesosok pemuda berseragam itu mengambil secarik tisu kemudian mengelap sisa-sisa makanan favoritnya di wajahnya.

Dia tidak sadar, ada kilat keraguan dalam hitamnya mata lelaki yang–baru saja –meletakkan gelas kopinya di atas meja.

"Jadi, paman mau bicara soal apa?"

Sedikit gerakan kecil dia buat. Sepertinya ada perasaan galau di hatinya, namun itu semua tak nampak di wajah putih pucatnya.

Naruto yang melihat kebisuan orang ini hanya memandang tak mengerti. Tapi, dia suka memandangi sosok di depannya ini. Hampir semuanya menyiratkan aura Sasuke, sosok Sasuke semua fisikal tentang kekasihnya.

"Kau…"

"Eh, paman belum memperkenalkan diri. Kata Iruka-san, kalau orang yang belum dikenal tidak memperkenalkan diri, maka ada kemungkinan dia adalah orang yang tidak jelas. Dan kalau begitu aku harus segera meninggalkan paman!" kata Naruto sambil membuat ekspresi 'aku tidak bohong' di wajah kecoklatannya.

"Hmph," sekilas senyuman kecil tersungging di bibirnya.

"E-eh? Paman? Ada yang salah?" tanya Naruto bingung.

"Tidak. Ah, perkenalkan namaku Itachi. Dan jangan panggil aku 'paman'. Usiaku terbilang muda, mengerti?"

"Baik! Itachi-san. Namaku Uzumaki Naruto! Salam kenal!"

Senyum kecil terukir–lagi– saat Itachi melihat pemuda yang lebih muda enam tahun darinya ini mengangkat tangannya dan meletakkan di dahinya –seperti posisi hormat.

"Aku sudah tahu, Naruto-kun,"

"O-oh, iya ya," kata Naruto sambil menggaruk kepalanya pelan. Sebuah cengiran lebar tergambar di bibirnya. Tak terpikirkan olehnya bagaimana Itachi tahu namanya.

Dan mereka berbicara tentang apa saja yang bisa dijadikan bahan. Naruto sampai memesan satu mangkok ramen jumbo–lagi. Mereka berhenti saat jam tangan Naruto berbunyi 'pip' tiga kali.

"Gyaa! Sudah jam lima? Aku harus pulang Itachi-san! Terima kasih traktirannya ya! Hati-hati, Itachi-san!" kata pemuda pirang itu sambil berlari pelan dan melambaikan tangannya.

"Ya, hati-hati," katanya pada sosok yang sudah menghilang dari hadapannya.

Itachi tersenyum lagi. Waktu dua jam berjalan cepat sekali saat berbincang dengan pemuda beriris safir itu.

Itachi's POV

Naruto itu hangat sekali.

Aku kini mengerti kenapa otouto yang satu itu bisa uring-uringan karenanya. Bisa sedemikian dalam menyayanginya.

Aku yang baru saja bertemu dengannya sudah merasa sayang padanya.

Aku sudah mengerti tentang sifatnya itu. Sudah jarang ada orang seperti dia. Polos. Jujur. Setiap tindakannya melukiskan apa yang terlintas dalam benak dan otaknya.

Masalahnya… ayah dan ibu bagaimana?

Oh, brother. Perjuanganmu masih panjang. Tapi aku juga akan membantumu, karena dia memang pantas bagi pemuda 'dingin' sepertimu.

End of Itachi's POV

.

.

"Aku pulang Kaa-san, Tou-san!"

"Selamat datang. Tou-san sedang keluar. Kenapa pulang sore sekali, Naru-chan?"

"Umm, tadi aku ditraktir makan ramen oleh paman baik hati, Kaa-san,"

"Kau ini… kenapa pergi dengan orang yang tidak dikenal?" sungut lelaki yang dipanggil 'Kaa-san' sambil mencubit kedua pipi 'anak'nya itu.

"Aku kenal dia kok! Dia memberitahukan namanya! Ukh, sakit, Kaa-san," kata Naruto sambil mengelus pipinya.

"Ya sudah. Lain kali hati-hati. Tuh, Sasuke-kun menunggu di ruang keluarga,"

"Hah? Teme kesini? Untuk apa?"

"Entahlah, temui saja dia. Dia sudah menunggumu sejak jam tiga tadi,"

"Eh? Berarti sejak aku pulang sekolah?"

"Sepertinya. Pelan-pelan saja. Dia sedang tertidur,"

Naruto pun berjalan menuju ruang keluarga. Dilihatnya sesosok pemuda sedang duduk di sofa coklat krem. Dengan langkah pelan, ditujunya sosok yang dipanggilnya 'Teme" itu.

Mata kelam pemuda itu menutup. Kepalanya tertunduk. Tangannya dilingkarkan di sekeliling pinggangnya. Dan kaki kanannya disilangkan ke lutut kirinya.

Desah napas teratur terdengar pelan di telinga Naruto. Naruto tersenyum. Dia merasa hangat bisa melihat sisi lain dari kekasihnya ini.

Dengan perlahan, dia duduk di samping pemuda bernama Uchiha Sasuke. Ditatapnya wajah polos yang langka dari pemuda yang selalu jarang menampakkan ekspresinya.

Jemari kecoklatannya berjalan pelan menuju sisi wajah berkulit pucat itu. Membelainya pelan, ingin merasakan bahwa sosok di hadapannya ini… nyata.

"Nggh,"

Naruto terkesiap. Segera dijauhkannya jemarinya dari wajah Sasuke. Entah kenapa, wajahnya terasa panas.

"D-dobe?" Sasuke terkejut melihat Naruto ada di sampingnya.

'Di-dia… melihatku ter-tertidur?'

"Ahaha, kenapa kau bisa ketiduran disini, Teme?" katanya sambil memaksakan sebuah cengiran. Dia merasa malu sekali saat Sasuke terbangun.

"Hn,"

' Si Dobe ini… benar-benar melihat wajahku saat aku tidur? Akh,'

' Teme pasti menganggapku aneh. Me-mesum? Aku mesum? … Oh tidaak!'

"Kalian berdua kenapa? Merah sekali wajah kalian," kata Iruka–yang sedang menghidangkan dua gelas susu coklat di atas meja.

"Ah, pasti mereka sedang bermesraan, Iruka-koi~" kata seseorang yang baru saja mengucapkan 'Aku pulang'.

"Aku tidak seperti kau, Tou-san!" katanya pada sosok berambut perak yang baru saja melepaskan jas hitamnya.

"Selamat datang," kata Iruka sambil menyunggingkan senyuman yang membuat Kakashi merasa tenang.

"Aku pulang, Iruka-san," balasnya sambil mengacak rambut kecoklatan Iruka. Sedikit aksi yang selalu berhasil membuat degup jantungnya lebih kencang.

"Hai, Sasuke-kun," sapa Kakashi pada pemuda berambut biru kehitaman itu.

"Hn," jawab sang Uchiha seperti biasa.

DHUAK

"Teme! Sopanlah pada mereka! Begitu-begitu dia juga Tou-sanku!" kata Naruto sambil menjitak kepala Sasuke.

Sambil mengaduh–merutuk – pelan, Sasuke mengelus kepalanya.

"Dobe."

"Kau ini! Teme!"

"Apa maksudmu dengan 'begitu-begitu', Naru-chan?"

Naruto menoleh kepada lelaki yang menggunakan penutup muka itu. Dia… tersenyum. Perlahan dihampirinya Naruto sambil tetap mempertahankan ekspresi tersenyumnya.

"A-ano, Tou-san. A-aku cuma bercanda," kata Naruto ngeri. Kalau Kakashi sampai seperti ini, dia pasti tidak akan 'selamat'.

"Maafkan Tou-san karena 'begitu-begitu' ya, Naru-chan," Kakashi mengarahkan kedua tangannya menuju Naruto.

"Jangan pipiku, Tou-san!"

"Hehehe,"

"Gyaaa!"

Naruto segera berlari menjauhi Kakashi. Dan Kakashi mengejarnya. Jadilah mereka berdua berkejaran seperti bermain kejar-kejaran.

Sasuke tersenyum melihat betapa memelasnya wajah kecoklatan itu saat jemari Kakashi berhasil menarik kedua pipinya.

'Setelah ini dia pasti akan menggembungkan pipinya,' batin Sasuke. Tak lama kemudian, saat Kakashi melepaskannya, Naruto membulatkan pipinya yang membengkak karena tarikan Kakashi.

'Tuh kan. Dasar Dobe.' Lagi-lagi tanpa sadar, bibir tipis itu membentuk seulas senyum kecil. Senyuman yang melambangkan kebahagiaan dari sang pemiliknya.

Tapi, senyuman itu berganti dengan sebuah desisan saat sebuah memori melintas di kepalanya.

'Ayah tak akan membiarkannya, Sasuke.'

Ayahnya, Uchiha Fugaku adalah figur ayah yang tegas. Semua kata-katanya adalah hal yang benar menurutnya. Dengan kata lain, kata-kata yang keluar dari bibir Fugaku adalah… mutlak.yang dirasakan oleh penggilanya?pnya. bagaimana iap penghirupnya.

ng terletak di dekat taman kota. aroma

Pemuda berkulit agak pucat ini menggenggam kedua tangannya erat. Dia benar-benar tidak rela dipisahkan dari pemuda yang membuatnya dari kata 'kesepian' itu.

Dia sungguh tidak ingin terpisah lagi dengan sosok yang sudah memberinya kehangatan murni dalam dirinya.

"…ke? Sasuke melamun?"

Saat mendongak, Sasuke melihat Naruto yang menatapnya. Rasanya sungguh nyaman dan tenang. Entah kenapa mata biru itu seakan memiliki kekuatan. Kekuatan yang bisa membuat semuanya terjadi. Membuat sesuatu yang dikatakan orang lain 'tak mungkin' menjadi mungkin.

"Tidak."

"Lalu kau sedang apa?"

"Sedang berpikir."

"Oh iya. Kenapa kau kesini, Teme? Bukankah tadi di sekolah kita sudah bertemu?"

Sasuke mengacak pelan rambut Naruto.

"Boleh kami bicara berdua saja?" tanya Sasuke pada Iruka dan Kakashi yang sedang duduk di meja makan –di dekat sofa, tempat mereka duduk.

"Silakan saja. Kalau mau, di kamar Naruto saja, Sasuke-kun," kata Kakashi sambil menyeringai.

"A-apa?" Iruka terkejut. Ingin sekali dia memprotes lelaki perak itu. Tapi tangan Kakashi sudah menutup mulutnya –mencegah protes keluar dari bibirnya.

"Mmppph!" Iruka meronta.

"Tou-san. Jangan usili Kaa-san seperti itu. Nanti kalau Kaa-san kenapa-kenapa, Tou-san juga yang panik" kata Naruto sambil membenarkan rambut keemasannya yang berantakan akibat Sasuke tadi.

"Teme, ayo ke kamarku. Tapi berantakan, ehehe," kata Naruto sambil menggaruk pipinya pelan.

"Hn. Lebih cepat, lebih baik."

Sasuke beranjak dari sofa. Dia segera mengikuti langkah pemuda pirang itu menuju ke kamarnya.

.

.

"Naah, berantakan kan?"

"Hn, Dobe."

Sasuke masuk ke dalam sebuah ruangan yang berukuran sedang dan dilapisi oleh cat dominan berwarna orange. Sebuah daun jendela yang tertutup oleh lambaian sehelai gorden menarik perhatian sang Uchiha muda.

Dia duduk di tepi jendela. Dimana taman yang dihiasi kolam air mancur terpampang jelas di bawah sana. Mata hitam kelamnya menyusuri percikan bulir air yang berbunyi khas.

Disandarkannya punggungnya di sisi jendela sehingga dia bisa menatap sosok di hadapannya yang sedang berusaha keras membereskan 'kegaduhan' kamarnya.

Tangan berkulit kecoklatannya meraih buku-buku yang berhamburan di meja belajarnya. Menyusunnya dengan rapi–walau masih agak berantakan.

Rambut berwarna kepirangan itu menyembul dari balik lemari karena pemiliknya sedang membereskan baju-bajunya yang berserakan keluar dari lemarinya.

Beberapa menit berlalu dengan cepat, karena Sasuke menikmati memandangi pemuda pirang yang sedang asyik sendiri itu.

"Huff, sudah beres Teme!"

"Hn."

"Lalu… apa yang mau kau bicarakan tadi?" kata Naruto sambil mengambil tempat di sebelah Sasuke.

Sasuke membenarkan posisinya. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam kedua saku celana untuk menghilangkan perasaan galaunya.

"Ini…"

"Hm?"

"… ayahku."

"Kenapa dengan Tou-sanmu, Sasuke?" tanya Naruto sambil melebarkan mata birunya itu.

"Naruto… kau tahu bagaimana dia kan?" desis Sasuke pelan.

Naruto mengangguk pelan. Dia mengerti bahwa orang yang dimaksud Sasuke adalah seseorang yang… sungguh berkarakter. Sungguh tegas.

"Lalu?" tanya Naruto saat Sasuke tak kunjung meneruskan kalimatnya.

"Tsk."

Jemari pucat Sasuke melingkupi jemari kecoklatan Naruto. Menggenggamnya erat seakan mereka akan terpisah.

"Teme?"

"Aku tak ingin dia menyakitimu."

Hening. Kedua pemuda itu hanya bergenggaman tangan erat. Mencoba meyakinkan satu sama lain.

"Kalau begitu… kita berpisah saja?" ucap pemuda pirang itu sambil menatap Sasuke.

DEG

"Apa maksudmu Dobe?"

Pemuda berambut biru kehitaman itu tersentak. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat mendengar kata itu terucap dari kekasihnya.

"Habis… aku tidak mau Tou-sanmu menyakitimu karena aku," jawabnya polos.

"Jangan. Pernah. Ulangi. Ucapanmu. Lagi." Sasuke menekankan setiap kata untuk membuat Naruto mengerti.

Mengerti kalau Uchiha Sasuke benar-benar membutuhkan pemuda pirang ini.

"Aku hanya tidak ingin Tou-sanmu membuatmu sakit, Sasuke."

"Dan aku tidak ingin dia menyakitimu, baka."

"T-teme! Aku bisa toleransi kalau kau mengataiku Dobe. Tapi… 'baka'? Kau menyebalkan!"

Suasana tegang di antara mereka mencair sudah. Memang, ketegangan sekeras karang pun akan luluh dengan 'ikatan' perasaan di antara mereka.

Pertengkaran yang biasanya identik dengan kata-kata kasar menyakitkan hati sekarang berubah menjadi suatu interaksi yang bisa menenangkan mereka.

"Ayo hadapi ini bersama, Teme!"

Entah kenapa hanya dengan kata-kata itu, Sasuke merasakan keyakinan membuncah dalam hatinya.

"Hn. Dobe."

Hanya mereka yang memiliki ikatan yang dalam yang bisa sedemikian eratnya saling mempercayai.

Apa yang akan terjadi kemudian, itulah rahasia milik-Nya.

.

.

.

"Ayah, Ibu," kata suara berat seseorang.

"Hn." Jawab lelaki yang sedang duduk di kursi bacanya sambil membaca sebuah kopian naskah.

"Ya. Ada apa Itachi?" kali ini seorang wanita dewasa cantik yang bersuara. Dia sedang menyiapkan teh dan kue-kue kecil untuk dinikmati bersama suaminya.

Sosok yang dipanggil Itachi itu berdiri diam sebelum berkata-kata.

"Kalian akan menyesal kalau menjauhkan Sasuke dari Naruto."

Mata milik Ayahnya menatap lurus pada matanya. Kopian naskah sudah tak jadi perhatiannya lagi.

"Tahu apa kau?" tanya Fugaku.

"Karena aku memperhatikan mereka, Ayah. Dan mereka saling membutuhkan," jawab Itachi langsung.

Mereka berdua hanya berpandangan dalam diam. Kepala keluarga Uchiha dan Uchiha sulung.

"Sudah selesai, hm?" Fugaku memecah keheningan itu dengan satu pertanyaan.

Itachi diam. Dia mengerti. Sungguh. Ayahnya ini adalah seseorang yang paling tidak inin dihadapinya. Tapi kebahagiaan adiknya lebih penting.

"Fugaku, dengarkan Itachi dulu," Mikoto membuka suara. Dia tidak ingin pria-pria yang disayanginya ini bertengkar seperti ini.

"Itachi. Ini urusan kami. Urusan ayah dan ibu. Jangan ikut campur," putus Fugaku tegas. Dia bangkit dari kursi bacanya dan pergi keluar ruangan. Meninggalkan putra tertuanya yang masih berdiri diam.

"Ayah…"

.

.

Hari ini sekolah libur. Guru-guru sedang mengadakan persiapan pertukaran pelajar yang akan dilakukan seminggu lagi.

Dan kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh sang pemuda berambut pirang keemasan untuk mengajak kekasihnya jalan-jalan.

"Teme! Kau sudah janji padaku!"

"Dobe, mana ada?"

"Kau sudah janji jika aku dapat nilai 90 di pelajaran Kimia, kau akan mentraktirku makan!"

"Hn. Aku lupa."

"Temee! Biar kujitak kepalamu, supaya kau ingat!"

Setelah pertengkaran yang semakin lama semakin tidak jelas itu, akhirnya Sasuke dan Naruto pergi ke sebuah toko kue. Awalnya sang Uchiha sungguh terkejut. Dobe-nya ini tidak mengajaknya pergi ke kedai ramen.

"Aku ingin kau menikmati juga, Teme! Kau kan tidak suka ramen, jadi aku mengajakmu ke toko kue saja, ttebayo! Hehe,"

Ooh, sang pemuda pirang ini juga lupa kalau sang Uchiha bungsu tidak suka makanan manis yang notabene hampir selalu tersedia di toko-toko kue.

.

.

"Aku kenyaaang! Aah, Éclair-nya enak sekali, Teme! Aku suka donat yang isinya krim melon itu. Dingiiin dan enaak! Nyaam!"

"Hn."

Uchiha Sasuke sungguh heran dengan sosok yang berjalan di sampingnya ini. Dia bisa menghabiskan belasan potong roti yang berbeda-beda. Sedangkan Sasuke, mencium aroma manisnya saja dia sudah pusing dan mual.

Tapi, tentu saja, ekspresi mual itu tak nampak dalam ke-stoic-an sang Uchiha ini.

"Dan Cake Kacang itu Temee! Uwah, kapan-kapan kita kesana lagi ya?" kata Naruto sambil memberikan cengiran khas.

"Hn." Melihat cengiran penuh harapan itu, mana tega seorang Uchiha Sasuke menolak.

Sasuke mengenakan kaos hitam berlengan panjang tanpa kerah. Sebuah jeans hitam kebiruan menghiasi kaki jenjangnya. Tangan pucatnya menggenggam tangan Naruto.

Tak dipedulikannya tatapan penuh tanda tanya dari sekelilingnya. Dia hanya ingin menikmati waktunya dengan Naruto.

Kaos orange dan jaket hitam yang dipakainya sungguh sesuai dengan kulit kecoklatannya. Membuatnya terlihat lebih bersinar di tengah banyaknya orang yang berlalu lalang di pusat perbelanjaan.

"Ayo pulang, Dobe."

"Aku juga sudah lelah."

Mereka berjalan dengan suasana hati yang nyaman. Bisa bersama seseorang yang disayangi itu memang membahagiakan kan?

Mereka tidak menyadari bahwa sedari tadi ada mobil yang mengawasi mereka. Saat mereka berdua sudah memasuki daerah perumahan Naruto yang lumayan sepi, mobil berwarna merah itu menghadang.

Begitu cepat sehingga kedua pemuda itu tak bisa melawan. Dan membiarkan orang-orang bertubuh besar itu menggendong mereka yang sudah lemas karena pengaruh alcohol yang dibekapkan ke mulut mereka.

.

.

Kepalaku berat. Rasanya pusing.

"…be, Dobe,"

Ah, si Teme itu berisik sekali.

"Bangun, Baka."

"Ungh, kau berisik Teme!"

"Baka."

"Tanganku tidak bisa digerakkan,"

"Karena diikat, dasar Dobe."

Naruto mendongakkan kepala dan mendapati dirinya ada di sebuah ruangan yang gelap –karena dia tidak bisa melihat apapun.

"Gelap, Teme!"

"Kau masih menutup matamu, bakaa!"

"Ah? Oh, iya. Kepalaku pusing, membuka mata saja rasanya sakit."

"Hn."

"Jadi, kau Uzumaki Naruto?" sambung sebuah suara baritone.

Sasuke sungguh mengenal suara ini.

"Ayah," desis Sasuke.

"Iya, aku Uzumaki Naruto! Salam kenal! Anda siapa?" jawab Naruto bersemangat. Aah, sungguh ciri khasnya dimanapun dia berada.

"Anak yang menarik," sungut Fugaku pelan. Dia mendekati Naruto dan mengamatinya.

"Ayah. Jangan coba-coba menyentuhnya,"

"Ayah hanya ingin melihat bagaimana orang yang mampu membuatmu jatuh cinta, Sasuke," jawab Fugaku pelan.

"Bawa dia keluar dari sini." Kata Fugaku sambil menyuruh pengawalnya membawa putra bungsunya.

"Lepaskan aku, brengsek! Ayah! " Sasuke melawan empat orang yang membopongnya pergi. Namun efek aroma alkohol yang dihirupnya tadi membuat tubuhnya lemas. Dengan susah payah, keempat orang itu akhirnya berhasil membawa Sasuke keluar dari ruangan itu.

Akhirnya, di dalam ruangan itu hanya ada Naruto dan Fugaku. Hanya mereka berdua dan

"Kenapa membawa Sasuke keluar paman? Jangan menyakitinya!"

Fugaku memandang pemuda di depannya. Menatapnya tajam. Sedangkan yang ditatapnya hanya menatapnya kembali dengan tatapan polos dan sebal.

Itu hal yang membuat Fugaku–sedikit–terkejut. Tak ada yang berani menatapnya secara langsung semenjak dia menjadi actor papan atas. Sedangkan pemuda di hadapannya –yang baru saja ditemuinya– dengan santainya menatap mata hitam kelamnya dengan lurus tanpa keraguan.

"Huuh, kenapa memandangiku begitu? Lepaskan aku!"

Fugaku hanya diam.

"Kau tahu siapa aku?" tanyanya setelah beberapa saat suasana ruangan itu begitu sepi.

Dengan cepat Naruto menggelengkan kepalanya. Dia mengkhawatirkan pemuda yang baru saja dibawa keluar secara paksa oleh keempat orang berbadan bongsor itu.

"Aku tidak tahu. Dan lepaskan aku sekarang, Paman! Dan lagi, siapa kau?"

"… Fugaku. Tidak kenal kah dengan nama itu?"

"Sama sekali tidak!"

"Uchiha Fugaku."

"Tidak kenal! Eh? Kau… siapanya Sasuke?"

"Sebut aku… ayahnya."

Naruto terperangah sebentar. Pantas, rasanya familiar saat bertatapan dengan mata hitam kelam pria dewasa di depannya ini.

Mirip… dengan Sasuke. Dan mirip dengan Itachi-san –orang baik yang mentraktirnya ramen.

"Anda… ayah Sasuke?"

"Hn."

Naruto diam. Setelah itu dia tertawa.

"Hmph, tidak diragukan lagi!" kata Naruto sambil menahan tawanya. Kedua tangannya yang terikat membuatnya agak kesulitan menahan cekikikan yang keluar dari mulutnya.

"Apa?"

"Kalian berdua memiliki satu ciri khas yang sama!"

"Maksudmu?"

"Kalian sama di bagian menjawab pertanyaan. Jawaban kalian itu pasti berupa 'Hn, Hn, Hn' dan 'Hn'."

"Hn."

"Tuh kaan!"

Fugaku tidak habis pikir. Pemuda pirang ini sama sekali tidak merasa gentar saat berhadapan dengannya. Malahan, sikapnya menjadi rileks saat tahu dia adalah ayah dari Sasuke.

Dan, hal yang membuat Fugaku terkejut adalah mata biru pemuda di hadapannya ini sungguh menyiratkan kasih sayang yang besar saat membicarakan tentang anaknya, Sasuke.

"Apa yang kau tahu tentang dia?"

"Dia siapa, Paman?"

"Anakku."

Wajah kecoklatan itu mengerut sedikit. Dia sedang menampilkan ekspresi berpikir.

"Umm, si Teme itu menyebalkan, dingin, minim ekspresi, suka menjahiliku, usil, pendiam. Banyak lagi deh!"

Apa yang dipikirkan Fugaku sungguh berbeda dengan apa yang dikatakan Naruto. Fugaku pikir, Naruto menyukai putranya hanya karena kekayaan dan ketampanan khas darah Uchiha. Namun, segala yang dikatakan pemuda ini adalah hal-hal yang buruk tentang anaknya.

"Tapi, entah kenapa aku merasakan kesepian dalam dirinya. Dia sendirian, sama sepertiku dulu."

"Aku menemukan kalau dia membentengi dirinya sendiri. Entah kenapa, aku tidak ingin meninggalkannya. Aku ingin menjaganya. Aku ingin bersamanya."

Naruto tersenyum lebar. Seluruh ekspresi Naruto menunjukkan bahwa dia benar-benar menyayangi pemuda stoic itu.

Hati Fugaku tergerak saat mendengar penuturan Naruto. Dia sadar, sejak Sasuke menjadi siswa SMP, dia dan Mikoto hampir tidak pernah memperhatikan putra bungsu mereka. Karir dalam dunia hiburan membuat –hampir–seluruh waktu mereka tersita. Mereka tidak sempat lagi memberikan apa yang seharusnya orang tua berikan pada anaknya.

Kasih sayang. Perhatian.

'Aah, aku orangtua yang gagal, rupanya.'

Suara ketukan –pukulan– terdengar dari pintu yang menjadi batas ruangan itu dengan ruangan lain. Fugaku menoleh dan mendapati suara putra sulungnya.

"Ayah, jangan menyakiti Naruto. Kau belum mengenalnya, Ayah," suara berat itu terdengar di telinga Naruto dan Fugaku. Naruto merasa familiar dengan suara itu. Dia pernah mendengarnya. Entah dimana, dia lupa.

"…"

"Ayah, tolong jangan membuat Sasuke semakin menjauh dari kita. Kau tahu? Dia sudah semakin terbuka padaku setelah mengenal Naruto. Jangan pisahkan mereka."

"…"

"Jangan jauhkan mereka, Ayah. Aku mohon… Mereka berdua saling membutuhkan, Ayah."

"Aku tidak akan melakukan itu, Itachi."

Seketika itu pula Naruto terkejut. Dia –

"Itachi? Itachi-san?"

"Kau… kenal Itachi?"

Naruto mengangguk. Dia menceritakan bahwa Itachi adalah orang baik yang telah mentraktirnya ramen. Lalu –sambil memasang cengiran– dia mengatakan bahwa akhirnya dia tahu mengapa ada yang terlihat sama di antara ketiga orang itu.

Tentu saja, mereka bertiga memiliki ikatan darah yang tak terbantahkan. Jelas, kalau di antara mereka ada kesamaan. Entah itu di sisi fisik, atau di sisi emosi.

Tiba-tiba, ada suara lain lagi yang terdengar. Kali ini penuh dengan… kemarahan.

"Ayah! Jangan sentuh dia sedikit pun!"

"T-Teme?"

"Kau baik-baik saja, Dobe?" suara itu terdengar marah. Tapi, kecemasan yang tersirat sungguh terdengar jelas.

"Iy–"

Naruto yang hendak menjawab dihentikan oleh aksi Fugaku. Pria dewasa itu membuka ikatan tali yang mengunci tubuh Naruto.

"Paman?"

"Keluarlah."

Pemuda pirang itu terkejut. Rasa sakit yang ada di tangannya seketika tak terasa lagi.

"Eh?"

"… temui Sasuke, Naruto."

Keterkejutan itu bertambah saat Fugaku menyebut nama kecilnya.

"Pam–"

"Cepat atau aku berubah pikiran."

Naruto melangkah menuju pintu, meninggalkan Fugaku yang membelakanginya. Dia tidak sadar bahwa kepala keluarga Uchiha itu tersenyum kecil.

Ada rasa lega dalam dadanya saat dia menyebutkan nama pemuda bermata indah itu. Entah bagaimana, dia percaya. Dia mempercayai Naruto.

Dia percaya Naruto bisa memberikan apa yang tidak dia dan Mikoto berikan pada Sasuke. Dia percaya Sasuke dan Naruto saling membutuhkan sama seperti yang dikatakan Itachi.

"Fugaku…" suara lembut seseorang mengalun merdu di telinganya. Istrinya.

"Ya."

"Kau yakin dengan ini?

"Hanya dia yang bisa membuat Sasuke bercahaya, Mikoto."

"Mereka... sama-sama lelaki kan?"

"Aku tahu."

"Mereka tidak akan bisa memberi kita keturunan langsung,"

"Aku mengerti."

"Tak apa jika kita tak memiliki penerus keluarga Uchiha?"

"Aku tidak ingin lagi membuat siapapun merasa tertekan di bawah nama Uchiha. Tidak buruk juga kan?"

"Ya… sekali-kali, kita hidup di bawah nama kita sendiri. Bukan di bawah nama Uchiha."

Mikoto memeluk Fugaku erat. Menikmati kehangatan yang sudah lama tidak mereka rasakan senyaman ini. Fugaku menyamankan posisinya. Merasakan harumnya tubuh istrinya ini.

"We wish your happiness, Sons." bisik mereka bersamaan.

.

.

.

Di sebuah taman yang dihiasi gemericik suara air mancur, dan diterangi lampu-lampu terlihatlah dua orang yang sedang duduk bersandar di sebuah pohon.

Pemuda yang memiliki rambut berwarna keemasan itu menyandarkan kepalanya di bahu pemuda berkulit pucat satunya.

"Kau baik-baik saja?"

"Iya… ayahmu baik kok, Teme."

"Dia baik?"

"Kau tidak mengerti ya? Dia selalu sayang padamu. Walau, mungkin dia sulit mengungkapkannya. Dan sulit untuk melakukannya, mengingat pekerjaannya."

"Mana mungkin."

"Untuk siapa sih mereka mencari uang? Untukmu juga kan? Untuk masa depanmu kan?"

"Aku tidak peduli."

"Eh?"

"… aku hanya ingin mereka bersantai. Tidak sesibuk ini."

"Aku ingin kami ada di rumah ini bersama."

"Aku mengerti. Katakan saja apa maumu pada mereka, Teme. Hehe,"

"Hn, Dobe."

"Untuk kali ini, aku tidak akan marah kau panggil seperti itu,"

"Hn."

Mereka berdua menikmati indahnya kerlap-kerlip sang berlian malam. Denyut jantung menjadi musik merdu yang menentramkan hati.

"Dobe,"

"Apa, Teme?"

"Je ... connaître l'avenir sera difficile. Mais, reste avec moi."

"Apa artinya?"

"Kau terlalu bodoh untuk mengerti itu."

"Kau menyebalkaan!"

"Hn."

.

Itachi tersenyum melihat kedua sosok itu bertengkar. Dan cara itulah yang membuat mereka memiliki ikatan kasat mata. Dia sedang melihat Sasuke dan Naruto dari kamarnya yang ada di lantai atas. Sebuah kalimat meluncur dari bibir sang Uchiha sulung itu.

"Kau berhak untuk bahagia, Sasuke. Be happy, brother,"

.

"We wish your happiness, Sons"

.

.

.

"Je ... connaître l'avenir sera difficile. Mais, reste avec moi"

"Aku... tahu ke depannya akan sulit. Tapi, tetaplah bersamaku."

.

THE END


R/N

akhirnya fic pertama Rin tamat. Udah updetnya lama, ceritanya gaje, aneh, lebay, endingnya aneh pula! Hue. Maafkan rin minna T.T *Ckck, penulis apa ini?

terima kasih buat semua yang sudah membaca, mereview, mem-fave, mem-alert (?) YOU ini.. huwe, rin senang sekali.. rin tidak menyangka T.T

dari fic ini, berbagai teman rin kenal.. rin bisa mendapatkan masukan dari kalian semua.. rin bisa berteman dengan kalian T.T Hiksu

rin tidak akan bisa disini tanpa bantuan kalian semua, Minna.. terima kasih banyak T.T

p.s : Siapa nunggu sickness? :D *readers : GA ADA!" *pundung*

semoga masih ada yang mau baca fic penulis lambat ini T.T *makin pundung


SPECIAL THANKS AND GRATEFULL!

Chieko Kuroia

Nami

asasunaru's lover (aka. Hima-chan)

kavinott

lovey dovey

Michiru No Akasuna (aka. Michi)

hachii

NhiaChayang (aka. Nhia)

Aoi no Tsuki (Tsuki-san)

Namikaze lin-chan (aka. Lin-chan)

creccentya crency/ Utsuwaki Haruko (aka. Lyzhia-chan)

sennin pein (aka. Pein-san)

Maeve Zahra

Uzukaze Touru (aka. Touru)

Dark Dobe

fujika26

mikan45m

NaruEls (aka. Els-san)

Tori-chan Nadeshiko (aka. Tori-san)

Arisa Koromaru

Ame no Haru Uzumaki (aka. Haru)

It'sMeRyuki

Haruna 'kyuu' Namikaze

Vii no Kitsune (aka. Vii-san)

SHINKI Primo-Vongola/ Fujoshinki akut (aka. Shinki-san)

Cendy Hoseki

Mingkan

Nagisa Archipelago (aka. Egi-chan)

Fi suki suki (aka. Safira-san)

Lavender Hime-chan (aka. Ci-chan)

Micon

Jin suka orange juice/sugarplums1393 ( aka. Jin-san)

Vipris-san

Yuusaki Kuchiki

Uzumaki Winda (aka. Winda-san)

Uzumaki Nawaki

Kaiza Kurogane (aka. Kai)

yamada pink

Arisa Komaru

Fujoshi Nyasar

LovelyLawliet

Nesia Eg Yufa/Yufa's Ichibi (aka. Yufa-san)

Yanz Namiyukimi-chan

daniel maimi potter

yuiko

Licapsagi Fujoshi

FuyuAi/Black Haori (aka. Ai-san)

UchiRasen

Cissi Malfoy

TakonYaki (aka. Tako-san)

Ri-EroFujo (aka. Ri-san)

Kiroikiru no Mikazuki Chizuka

hitomi michizuka tatsuya

suke suke naru

Sasuchi ChukaCukhe

Aglaea Dichan

Ketsueki Kira Fahardika

Miura Uchiha

HaMaki Sana (aka. Sana-chan)

Hyuzura Namikaze Hyuuga

Uchiha Master

zaivenee

Gummy cherries

Jeevas Revolution

Misa kaguya hime (aka. Misa-san)

Chic-kun/

Arisa Akaike

Vytachi W.F

FansSasuSaiKakaShika

Ichiihachiyon Hiori

Slythgirlz Uchiha

threeOnine

Cielheart I'e-chan

Matsuo Emi

Kuro no Shiroi

Kagamiya Neko

Tachikawa Yuzuki

chrysothemis

Beautiful Garnet

Gazesodontread

Kanna Ayasaki

JustLita

Kuchiki Hirata

Misyel

ni23k

yaoi temedobe

Utsuwaki Haruto

Uchiha Natsumi

ulqiura ekor empat

Misa Santo

Black Aquamarine

Chiho Nanoyuki

yuzuru 93

Putri D'Technolife

Sabuko no Youichi

Pucca darkblue

Fitrifiichan Lullaby

Anisa Love Sasunaru

Shinyuu L. White

Shearra 26

Kiran-Angel-Lost (aka. Yaz-chan)

Akayuki Kaguya-chan

mizoecchi

Rei Sakaki

.

And of course, YOU :)

MATUR NUWUN. THANK YOU. TERIMA KASIH. ARIGATOU GOZAIMASU. MERCI BEAUCOUP

.

big Hugs, Rin

.

25 Sept 10, 11.03 p.m