Ruvina kembali! Gomen yang sebesar-besarnya untuk orang-orang yang sudah lama menunggu fic. ini! Sekarang Ruvi coba panjangin sesuai req. orang-orang!

Oya, Ruvi mau belajar bikin fic pake bahasa yang nggak serius, tapi tetep aku/kamu bukan gw/lo. Ada yang berminat ngajarin? Lagi pingin bikin fic humor, nih!

Thanks buat untuk para reviewers Ruvi! Ini balesan Review nya:

Safira Love SasuNaru: Itu loh, ninja Iwa yang udah ngelukain, salah, MEMBUNUH OBITO! Kalian para Iwa itu nyebelin banget!

Anata to Watashi: Yups, ini coba dipanjangin...

Michiru no Akasuna: Melihat review kamu, gaya ngomongnya persis kaya' Sasori! Aku suka sama kamu! *peluk-peluk Michiru, ditabok Michiru*

Yups, langsung aja...

Disclaimer : Masak sih pake molto! *Sejak kapan molto bisa dipake buat masak?


Sebelumnya, di chapter 3...

Gaara terpeleset dan terjatuh.

"Gaara!" Naruto berteriak khawatir.

"GAARA!"

Sekarang, di chapter 4...

Tiba-tiba pilar-pilar lain muncul di depan Naruto, mengurungnya di dalam penjara batu. Kini Naruto tidak bisa melihat Gaara, dan dia khawatir akan keselamatan temannya itu.

Naruto merasa marah, dan badannya bergetar. Cairan aneh berwarna jingga mulai menyelimuti tubuhnya. Matanya berubah merah, dan semacam ekor terbentuk di belakang Naruto.

"Apa yang kalian lakukan pada GAARA?" Naruto berteriak marah.

Naruto mengibaskan ekornya, dan penjara batu itu hancur berkeping-keping.

Di depan Naruto, kedua shinobi Iwa itu masih berdiri, terkejut akan kekuatan Naruto yang sebenarnya.

Naruto segera berbalik. Gaara masih ada di dalam penjara batu, pingsan. Bahunya berdarah, sepertinya tergores duri tadi.

Naruto berbalik menghadapi para shinobi Iwa. Naruto menggeram, lalu mulai berlari dan mencoba menyerang shinobi Iwa itu.

Serangan pertama, shinbbi Iwa itu menggunakan jurus untuk melontarkan Naruto cukup jauh. Naruto mencoba bangkit, lalu menyerang lagi. Shinobi Iwa itu sepertinya kehilangan kesabaran, dan dia menggunakan jurus untuk memerangkap Naruto, dan membantingnya cukup keras.

Perlahan, cairan jingga yang menyelimuti Naruto mulai pudar. Tinggalah terbaring seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun yang tidak berdaya. Naruto sepertinya pingsan.

Gaara's POV

Argh, apa ini? Aku terluka? Kulihat bahuku. Ya, darah memang mengalir dari situ.

Di mana ini? Ah, aku terperangkap di dalam penjara batu yang dibuat para shinobi Iwa itu.

Naruto? Di mana dia? Aku tak tahu.

Apa ini? Perasaan ini lagi. Ini... Shukaku!

Hehe... Gaara... Biarkan aku mengambil alih tubuhmu...

Tidak! Aku tidak mau! Naruto... Naruto bahkan berusaha mati-matian agar aku tak menggunakannya.

Anak itu? Ah... biarkan saja dia... Mungkin dia sudah mati di luar sana.

"Hei, mau kita apakan dia?" Kudengar suara dari luar penjara batu.

Aku berangsur mendekat, walau luka di bahuku masih terasa perih. Akhirnya aku bisa melihat. Naruto terbaring di luar, tak sadar. Kedua shinobi Iwa itu memandanginya. Lalu salah seorang berjongkok, lalu mengangkatnya. Kepala Naruto di belakang, kakinya di depan.

Perasaanku mulai marah. Temanku... Temanku yang berharga, terluka demi aku.

Shukaku mulai mengambil alih tubuhku, tapi... kubiarkan saja. Toh, mungkin dengan kekuatan Shukaku aku bisa melindungi temanku yang berharga.

Normal POV

Naruto membuka matanya perlahan. Dia melihat Gaara di dalam penjara batu, hampir berubah. Pasir mulai mengelilingi tubunya, mengubahnya menjadi Shukaku. Lama-kelamaan Naruto bisa melihatnya. Sosok monster yang ada dalam Gaara.

Setengah badan Gaara sudah berubah menjadi Shukaku. Bentuknya seperti tanuki, dengan garis-garis berwarna ungu.

Gaara mengibaskan cakarnya, dan penjara batu itu pun hancur dalam sekejap.

Gaara melihat Naruto, dan Naruto sadar akan apa yang terjadi.

"Gaara..." Naruto merintih pelan.

"...jangan...lakukan...ini..." Naruto mencoba meyakinkan Gaara.

Gaara terdiam, memandangi Naruto cukup lama. Sebenarnya, dia sedang bertarung dengan Shukaku.

Gaara's POV

Pergi kau!

Hehe... bukannya kau sendiri yang membiarkanku keluar? Sekarang biarkan aku yang menyelesaikan segalanya.

Tidak! Naruto... tidak menginginkan ini! Kembali! Jangan keluar lagi!

Cih... bocah itu mengganggu sekali.

Ingatanku tadi malam, terngiang di kepalaku. Aku... harus bisa mengalahkan Shukaku!

KEMBALI! Aku berteriak sekuat tenaga.

Shukaku terdiam, lalu aku merasa dia perlahan pergi, meninggalkan aku dengan kesadaranku.

Kulihat Naruto masih di sana, tergantung di bahu shinobi Iwa itu.

Aku berlari, mengerahkan pasirku untuk menyerang kedua shinobi itu.

Itu cukup berhasil menarik perhatian mereka.

Kuarahkan pasirku mengelilingi shinobi yang membawa Naruto. Kuusahakan agar pasirku tidak melukai Naruto.

Sabaku kyu!

Kuhancurkan Shinobi itu. Naruto terjatuh. Aku segera berlari, menangkap Naruto.

Setelah itu Naruto kuseret ke tempat yang aman.

"Naruto! Naruto! Kau tidak apa-apa?" Aku berteriak pada Naruto.

Naruto membuka matanya perlahan, lalu batuk-batuk mengeluarkan darah.

Naruto's POV

"Gaara...?" Tanyaku dengan suara lemah.

Gaara terlihat sangat khawatir padaku. Aku tak tahu apa yang terjadi... Yang terakhir kuingat... Shinobi Iwa itu menggunakan suatu jurus untuk memerangkap aku, lalu membantingku dengan keras.

Tiba-tiba aku melihat shuriken beterbangan menghampiri Gaara. Kucek kantong shuriken-ku. Oh, tidak! Tinggal satu kunai yang tersisa...

Sebenarnya aku tak ingin menggunakan kunai ini... Tapi!

Kulempar kunai itu. Kunai yang berat, dengan pegangan berwarna putih dan ada tulisan di pegangannya. Kunai itu berbentuk seperti trisula, dan aku mengambilnya saat aku mengacak-acak kamar Tou-san.

Kupegang tangan Gaara, menyingkirkannya dari jalur shuriken. Kami menggelinding, dan terus bergelinding ke bawah bukit.

Badanku terasa sakit semua. Kulihat Gaara, terbaring di sampingku, sepertinya pingsan.

Aku sendiri... tidak bisa menjaga tubuhku tetap terbangun... Ada bayang-bayang berwarna kuning di depanku. Dia terus meneriakkan namaku. Mengingatkan aku pada Tou-san.

Setelah itu... aku pingsan.


Masih Naruto's POV

Kubuka mataku perlahan. Putih. Dimana ini? Rumah sakit.

Badanku masih terasa sakit semua, tapi bisa kurasakan luka-lukaku sudah diperban.

Kupaksakan diriku bangun, dan aku merasa sebuah tangan menopang punggungku, membantuku bangun. Kulihat ke sebelah kiriku. Tou-san.

"Kau masih belum boleh banyak bergerak." Dia menasehatiku.

"Tou-san!" Aku mau memeluknya, tapi badanku terasa sakit saat digerakkan.

"Apa yang terjadi? Mengapa Tou-san ada di sini?" Au bertanya, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum aku pingsan.

"Ceritanya panjang..." Minato mencoba untuk tidak menjawab pertanyaan itu.

"Aku siap mendengarkan!" Seruku.

"Ha~h baiklah..."


Flashback On, Normal POV

Setelah Naruto melempar kunai, mereka menggelinding ke bawah bukit yang ada di samping tempat latihan Gaara. Naruto pingsan, begitu pula dengan Gaara.

Sementara itu, Kunai yang dilempar Naruto mengenai tubuh shinobi Iwa yang melempar shuriken itu, dan tiba-tiba...

Minato muncul. Ternyata kunai itu adalah kunai spesial milik Minato yang sudah diberi segel dengan jurus Hiraishinnya, jadi Minato akan muncul jika kunai itu dilempar.

Minato terkejut. Ia sedang berjalan-jalan di Suna, ketika tiba-tiba dia merasakan kunai spesialnya dilempar dan segelnya bekerja. Minato segera menggunakan jurus Hiraishinnya, dan tiba-tiba ia muncul di suatu tempat entah dimana, dengan seorang shinobi Iwa di depannya.

Terkejut melihat Minato, shinobi Iwa itu kabur. Minato semakin kebingungan dengan apa yang terjadi. Darah dan pasir berceceran dimana-mana, tapi ada jejak darah yang masih baru yang menuju ke bawah bukit.

Minato's POV

Apa ini? Aku sedang jalan-jalan di Suna... tapi tiba-tiba segel Hiraishin ku bereaksi.

Dan tadi ada shinobi Iwa, dia sudah kabur... Banyak darah dan pasir bertebaran di sana-sini...

Kuperhatikan tetesan-tetesan darah di sana-sini. Ada satu jejak darah yang kucurigai. Jejak darah itu ada di pinggir lapangan, dan masih terus ada sampai ke bawah bukit.

Mungkinkah...? Aku segera melihat ke bawah bukit. Ada sebuah sosok berbaring tak bergerak di bawah bukit. Tak mungkin...!

Aku segera berlari menuruni bukit, semakin lama sosok itu semakin jelas. Yang bisa kulihat hanya sesuatu berwarna merah. Kupercepat langkahku.

Di sanalah, di bawah bukit, terbaring Naruto dan Gaara. Aku panik, dan segera kuhampiri anakku yang baru berusia tujuh tahun itu.

"Naruto! Naruto!" Kupanggil Naruto.

Tiba-tiba aku merasakan pergerakan di samping Naruto. Gaara terbangun.

"Apa yang terjadi?" Aku langsung berteriak pada Gaara, membuatnya terkejut.

Gaara memandang bingung sekelilingnya, lalu menatap cukup lama pada Naruto.

"Selamatkan Naruto dulu. Akan kuceritakan setelah itu." Aku terkejut akan jawabannya, anak sekecil ini sudah bisa memikirkan keselamatan temannya.

Aku mengganguk, lalu segera mengangkat Naruto, bridal style, dan menggunakan Hiraishinku untuk membawanya ke rumah sakit.

Aku baru mau kembali ke tempat tadi untuk membawa Gaara, saat tiba-tiba Gaara muncul di sampingku.

"Jadi, APA YANG TERJADI PADA NARUTO?" Aku berteriak cukup kencang, hingga membuat semua orang terkajut, terutama Gaara.

Gaara langsung menunduk, merasa bersalah.

"Tadi pagi Naruto mengajakku berkeliing Suna, lalu kami ke tempat latihanku. Tiba-tiba, setelah berlatih, ada dua shinobi Iwa datang. Mereka menyerang kami, dan salah seorang dari mereka sudah kubunuh. Setelah itu, kami bergelinding ke bawah bukit dan tiba-tiba kau muncul." Gaara menyelesaikan cerita-sangat-singkatnya.

"Jadi, mengapa kau tidak melindunginya? Kalau tahu begini aku tak akan mengajak Naruto ke Suna!" Aku baru mau melangkah pergi saat tiba-tiba sebuah tangan kecil menahanku.

"Aku... Aku sudah berusaha... tapi shinobi Iwa itu sangat kuat..." Gaara tidak berani menatapku.

Aku baru memperhatikan... Gaara juga terluka cukup parah. Bahunya yang paling mencolok, ada bekas luka yang cukup besar di situ. Sisanya hanya luka kecil yang tidak terlalu mencolok.

Pandanganku melembut, mau tak mau aku tak bisa memarahi anak ini. Kuusap rambut merahnya perlahan. Aku berjongkok, lalu menatap matanya.

"Terima kasih... karena telah berusaha melindungi anak kesayanganku." Aku tersenyum, mengusap rambutnya, lalu berdiri.

"Mau menjenguk Naruto?" Kutanya Gaara.

Gaara menggeleng perlahan.

"Kurasa... Aku tak tahu. Aku merasa ini bukan saat yang tepat untuk menjenguknya..." Gaara terlihat gugup.

"Oh, baiklah." Aku berjalan pergi menuju kamar Naruto.

Flashback Off, Masih tetep Naruto's POV

"Eh, Tou-san... saat sedang melawan shinobi Iwa itu, tiba-tiba badanku diselimuti sesuatu berwarna orange seperti jeli, dan aku merasakan sesuatu yang aneh sedang terjadi pada diriku. Apa itu sebenarnya, Tou-san?" Tanyaku, mencoba mengingat kejadian saat benda orange itu muncul.

Tou-san menghela napas.

"Akhirnya saatnya tiba juga untuk memberitahumu..." Tou-san menutup matanya.

"Memberitahu apa?" Aku merasakan sesuatu yang tidak beres.

"Naruto... sebenarnya... ada monster Kyuubi yang tersegel dalam dirimu." Aku terkejut.

"A-apa?" Aku mencoba memastikan.

"Monster Kyuubi, monster berekor sembilan yang tujuh tahun lalu menyerang Konoha..." Tou-san memberitahu lagi.

Aku menunduk, mencoba mengerti arti perkataan Tou-san. Tiba-tiba terbayang olehku Gaara. Yang juga memiliki monster yang tersegel dalam dirinya.

Aku segera melempar selimut, turun dari tempat tidur, lalu berlari keluar dari kamar rumah sakit.

Terdengar Tou-san memanggilku, dan badanku terasa sangat sakit... Tapi aku harus menemui Gaara! Segera!

Aku segera berlari, menembus lorong, menuruni tangga, sampai akhirnya aku keluar dari rumah sakit.

Langit sudah gelap. bintang-bintang bertaburan di atas langit malam. Memang indah, tapi aku tak punya waktu untuk memandangi langit malam.

Aku kembali berlari, tapi tiba-tiba ada batu. Aku terjatuh dan menggelinding cukup jauh. Aw, badanku semakin terasa sakit!

Tapi, apapun yang terjadi aku harus segera menemui Gaara. Aku berlari lagi, tapi kali ini cukup berhati-hati agar aku tidak terjatuh.

Kumasuki kantor Kazekage. Aku segera berlari ke lantai dua, mengacuhkan orang-orang yang memeandangiku dengan aneh.

Aku berlari ke ujung lorong, lalu memutar kenop pintu di ujung lorong. Ruangan itu masih gelap, tapi pintu balkon terbuka, memancarkan sinar bulan.

Kuhampiri balkon itu, menaiki pagarnya, lalu dengan sekali lompatan kuraih pinggir atap.

Kulihat di atas atap. Gaara tidak ada. Oh, tidak! Lalu kemana dia pergi! Kunaiki atap itu, lalu duduk kelelahan di atasnya.

"Mencariku?" Sebuah suara membuatku terkejut sekaligus senang.

"Gaara!" Aku menerjang Gaara, membuatnya jatuh terduduk.

"Kurasa itu artinya 'iya'." Gaara tertawa kecil.

"Gaara, ada sesuatu yang ingin kuberitahu padamu." Aku duduk di depannya.

"Apa itu?" Gaara bertanya.

"Aku... aku juga punya monster yang tersegel di dalam tubuhku seperti kamu!" Gaara terlihat shock, tapi aku mengabaikannya.

"Tou-san bilang namanya Kyuubi, ekornya ada sembilan, dan dia dulu menyerang desaku tujuh tahun yang lalu!" Aku berteriak cukup kencang.

"Be- benarkah...?" Gaara menatapku tak percaya.

Aku hanya mengangguk.

Gaara menunduk, terlihat rona merah di pipinya.

"Ah, ya... monster di dalam tubuhku namanya Ichibi Shukaku. Dia adalah monster berekor satu..." Gaara memegangi perutnya.

"Wah, Ichibi dan Kyuubi! Ekor satu dan ekor sembilan!" Aku tertawa menyadari hal itu.

"Oh, ya... Naruto, berdiri, balik badan, dan tutup matamu" Gaara menyuruh Naruto.

"Eh, oke." Aku berdiri, membalik badanku, lalu menutup mataku.

"Maju terus sampai kusuruh berhenti." Gaara menyuruh Naruto lagi.

"Eh, tapi kan di depanku-"

"Sudahlah, percaya saja padaku." Gaara mencoba meyakinkan Naruto.

"Baiklah." Aku berjalan ke depan, sampai aku tiba di pinggir atap.

Aku ragu-ragu untuk melangkahkan kakiku lebih jauh lagi. Tapi, Gaara sepertinya begitu yakin.

Kudengar suara angin berhembus, lalu kulangkahkan kakiku ke udara kosong. Tapi, udara itu tidak kosong. Aku menginjak sesuatu.

Kuberanikan diri melangkahkan kakiku satu lagi. Tiba-tiba kurasakan Gaara melangkah ke samping kiriku.

"Jangan buka matamu dulu..." Gaara menyuruhku lagi.

Aku mengangguk pelan. Tiba-tiba kurasakan angin berhembus. Sepertinya bukan angin yang berhembus, melainkan kami yang bergerak.

Apa sebenarnya yang terjadi? Aku merasa sesuatu yang kunaiki bergerak-gerak dari tadi.

"Kau boleh membuka matamu." Gaara memberitahuku.

Kubuka mataku perlahan... Aku... sedang menaiki pasir Gaara! Aku menatap sekelilingku dengan terkejut sekaligus senang.

"Mengapa...? Bukankah.-"

Gaara menutup mulutku sebelum aku bisa melanjutkan kata-kataku.

"Karena... kau... adalah teman pertamaku, dan teman terbaik yang pernah kupunya...!" Gaara tersenyum dengan sepenuh hatinya, senyum paling tulus yang pernah kulihat.

Aku jadi blushing, melihat Gaara yang sepertinya begitu senang menjadi temanku. Aku jadi ikut senang dan tersenyum juga.

"Kita sudah sampai." Gaara tiba-tiba melihat ke kiri.

Aku mengikuti arah pandangannya, dan lagi-lagi...

Gaara mengajakku ke sebuah bukit berpasir, dimana matahari terbit terlihat sangat bagus dan besar.

Dia mendaratkan pasirnya di bukit itu, lalu aku mulai berlari-lari kagum sambil berputar-putar.

Gaara hanya tersenyum melihat tingkah lakuku.

Akhirnya aku berbaring kelelahan di atas pasir.

"Terima kasih..., Gaara..." Aku berterima kasih sambil mencoba untuk bernapas.

"Untuk apa?" Gaara bertanya.

Aku tertawa kecil.

"Untuk keajaiban di hari ini, kemarin, untuk menjadi teman pertamaku di Suna, untuk menjadi teman terbaikku yang pernah kuketahui!" Aku tertawa lepas.

"Sama-sama, Uzumaki Naruto..." Gaara berkata pelan sambil duduk di sampingku.


Aku menatap Gaara lagi. Tou-san sudah memegangi tanganku. Aku menarik tangan Tou-san.

Tou-san berjongkok, lalu aku berbisik padanya. Tou-san mengangguk, lalu melepaskan pegangannya padaku.

Aku berlari menghampiri Gaara, yang berdiri sambil menunggu kami pergi.

Aku memeluk Gaara lagi. Mungkin untuk yang terakhir kalinya. Gaara terkejut, blushing, lalu memelukku balik.

"Terima kasih... untuk petualangan menyenangkan yang kualami di Suna..." Aku berkata pelan.

"Terima kasih... untuk menjadi teman pertamaku..." Gaara berkata pelan.

Aku melepaskan pelukanku, lalu memandang Gaara.

"Sampai jumpa lagi, Sabaku no Gaara!" Aku berteriak sambil menghampiri Tou-san.

Kupegang tangan Tou-san, lalu kami mulai berjalan meninggalkan Suna.

"Sampai jumpa, Uzumaki Naruto!" Gaara melambaikan tanganku.

Aku melihatnya untuk yang terakhir kali, tersenyum padanya, lalu kembali melanjutkan perjalananku kembali ke Konoha.

Kurasa aku punya kisah yang menarik yang akan kuceritakan pada teman-temanku.


Haduh, Akhirnya selesai juga... Ruvi kerja ngebut semaleman buat selesaiin 'ni fic!

Yah, Ruvi mau berterima kasih pada semua orang yang udah nge-review fic Ruvi yang gaje ini, pada semua silent readers yang belum punya account, mau pun yang udah punya... Dan... yang udah nge-fave Tobito Uchiha mau pun yang udah nge-fave fic ini!

Setelah ini Ruvi punya banyak calon fic yang mau Ruvi bikin! Jadi, tetep tungguin fic Ruvi selanjutnya, ya...

Ja ne!

8 Agustus 2010

10:51 PM