THE LOVE I'VE NEVER IMAGINED

© Masashi Kishimoto

By sava kaladze

.

.

Diupdate dalam rangka Itasaku Memoire Jour 2012.

Ayo Minna-san, para pecinta Itasaku...ikuti event yang berlangsung sampai akhir bulan Juli 2012 ini. Untuk keterangan lebih lanjut, nanti check out di Author's Note di bagian bawah fic ini hehehe...

.

.

.

Chapter 17

.

.

.

Sakura tersenyum dengan tulus. Mungkin senyum tertulusnya yang pernah ia tunjukkan pada kakak kandung Sasuke itu. Kedua bola mata hijaunya tak mampu menutupi rasa ketakutan akan apa yang akan terjadi berikutnya, akan tetapi senyuman yang terulas di bibirnya dapat menyamarkan rasa ketakutan di matanya.

Itachi masih terperangah. Ia terkejut, bukan kepalang terkejutnya. Ia tidak mengenal Sakura sebelum nasib mempertemukannya di atas ranjang Rumah Sakit. Seharusnya di mata gadis itu, ia hanyalah penjahat yang sudah membantai habis klan dan kedua orang tuanya sendiri. Ia hanya sampah Konoha, sebagaimana ia sudah mentahbiskan itu di dalam hatinya sendiri selama bertahun-tahun terakhir ini.

Akan tetapi, kenapa Sakura mengatakan hal seperti itu?

"Aku tidak mau kehilanganmu, Itachi. Tidak kali, tidak esok dan tidak nanti. Aku tidak mau menyesal untuk yang kedua kalinya."

"Kalau begitu kita mati bersama, Itachi."

"Mari kita mati bersama, Itachi."

Bagaimana mungkin pernyataan seperti itu dapat keluar dengan lancar dari mulut gadis itu? Permainan apa yang sedang dimainkan gadis itu? Ia bukan siapa-siapa dan sampai kapan pun, hanya itulah yang pantas untuk dirinya—bukan siapa-siapa!

Sakura sedang menceracau, itu pasti yang terjadi. Ia tak tahu apa yang sesungguhnya ia inginkan. Ia lupa bahwa ia menginginkan kehidupannya kembali normal, di tempat yang paling ia cintai—di Konoha bersama semua yang mencintainya.

Mata abu-abu Itachi membara karena emosinya yang mulai bangkit. Ia tak akan membiarkan gadis ini menjadi bodoh karena sesuatu yang mengaburkan penilaiannya. Gadis ini terlalu lama menghabiskan waktu bersama dengannya, dan itu membuatnya menjadi terbawa suasana. Merintangi Akatsuki sama saja membuatnya terperosok ke dalam masalah yang lebih pelik lagi. Itachi tidak akan membiarkan hal seperti itu terjadi.

Ia yang membuat Sakura berada di tengah-tengah situasi genting ini, maka ia jugalah yang akan mengembalikan gadis tak berdosa ini kembali ke kehidupannya yang sempurna.

"Mundur Sakura," ujarnya tegas.

"Tidak Itachi, aku sudah bilang...kita hadapi mereka bersama."

"Kau tidak ada urusan apa-apa dengan mereka."

"Aku tidak peduli. Aku tidak akan biarkan mereka membawamu. Tidak akan."

"Mundur Gadis Bodoh!" bentak Itachi.

Sakura terkesiap. Ia jelas terkejut dengan nada bicara Itachi yang mendadak kasar. Pria itu memang berlidah tajam, namun ia tidak pernah membentak dan mengatakan gadis bodoh pada Sakura. Ia menurunkan kunai yang terhunus di depan dadanya, lalu berbalik menghadap ke arah pria itu. Wajah Itachi menegang.

"Aku tidak peduli kau bilang aku gadis bodoh. Aku tetap tidak akan mundur. Tidak. Aku tahu kau mau menyerahkan dirimu karena ingin melindungiku," wajah Sakura menunjukkan tekadnya yang membaja.

Jantung Itachi berdegup dengan kencang. Sakura yang berdiri di hadapannya bukanlah gadis muda yang menangis terisak karena diculik dari Konoha tempo hari. Ia bukanlah gadis kesepian yang mencurahkan perasaannya pada seorang pria yang koma di tempat tidur. Gadis ini adalah seorang kunoichi yang tidak takut pada ancaman apapun yang menghadang di depannya—ia adalah wanita muda yang tahu konsekuensi apa yang akan terjadi atas keputusan yang ia pilih.

Justru Itachi yang tak sanggup menghadapi konsekuensi atas pilihan Sakura.

Ia tak sanggup menghadapi rasa takutnya akan kehilangan gadis itu. Oleh sebab itu, ia harus melakukan sesuatu yang mungkin akan membuatnya mengutuk dirinya sendiri selama sisa hidupnya.

"Kau bukan hanya bodoh, tapi juga naif. Sungguh khas Konoha," desis Itachi sambil menatap Sakura dengan dingin.

Sakura mengerutkan alisnya. Ia terkejut. " Apa maksudmu, Itachi?"

"Kau pikir, aku menyuruhmu pergi karena aku ingin melindungimu? Pemikiran yang naif."

"Itachi...kau..."

"Aku sudah tidak membutuhkanmu lagi. Kau boleh pergi. Aku sudah tidak membutuhkan wanita untuk menghangatkan tubuhku lagi," tukas Itachi.

Sakura terperangah dan tanpa sadar menutup mulutnya dengan kedua tangannya, membuatnya menjatuhkan kunainya ke lantai. Matanya terbelalak dan seakan tak percaya dengan apa yang sudah ia dengar.

"Itachi..."

"Aku harusnya berterima kasih atas semua pelayananmu. Kau memang cantik dan... memiliki semua yang kubutuhkan dari seorang wanita, akan tetapi seperti wanita lainnya yang mampir ke atas ranjangku, sudah saatnya kau pergi dan jangan mengganggu urusanku sebagai laki-laki dengan mereka berdua..."

Airmata mulai keluar dari kedua sudut mata Sakura. Bagaimana mungkin Itachi mengatakan hal yang menjijikkan tentang dirinya seperti itu? Bagaimana mungkin? Ia bukan wanita seperti itu dan tak akan pernah menjadi wanita sebagaimana yang Itachi sebutkan barusan!

Suara tawa terdengar dari belakang mereka berdua. Suara Zetsu putih yang khas mengingatkan mereka berdua bahwa tamu tak diundang mereka masih ada di tempat itu, menyaksikan adegan yang mereka lakonkan dengan tatapan puas.

"Ternyata itu alasan kau membawa gadis itu denganmu, Uchiha...kau membutuhkan pelacur untuk menemanimu? Hahaha..."

Terasa sembilu menusuk hati Sakura mendengar sebutan hina itu mengalir dari ninja yang tak jelas apakah ia masih manusia atau tidak itu. Akan tetapi Sakura tidak tahu bahwa di saat yang sama, penghinaan itu justru membuat Itachi lebih terluka lagi.

Pria Uchiha itu tahu, Sakura jauh lebih berharga dari sepuluh Uchiha seperti dirinya. Ia tak pantas dihina seperti itu. Ia bersumpah di dalam hatinya, kelak ia akan merobek mulut kotor Zetsu yang telah menyebut Sakura sehina itu.

"Gadis itu hanya pelacurmu, heh Uchiha?"

Itachi hampir saja melompat ke depan dan menerkam Zetsu, jika saja otaknya tidak menghalanginya dari mengikuti hati nuraninya yang sudah terbakar oleh kebencian. Ingat Itachi, kau yang merencanakan ini untuk membuat Sakura menyerah. Kau tidak boleh mengacaukan hal ini, atau Sakura tidak akan pernah melihat esok hari lagi. Kau akan menyesal seumur hidupmu jika itu terjadi!

Itachi menutup matanya rapat-rapat saat mulutnya—mulut yang mengkhianati hati nuraninya—menjawab pertanyaan Zetsu dengan singkat, " Ya."

PLAK!

Itachi tersentak, membuka mata dengan cepat saat ia merasakan rasa panas menjalar di pipi kirinya. Di depannya, ia melihat wajah gadis berambut merah muda itu dengan buram. Ya, wajah Sakura memang buram di matanya, akan tetapi luka dan airmata yang membanjiri wajahnya itu terlihat sangat jelas.

Tubuh kurus gadis itu bergetar dengan hebat. Getaran yang berasal dari dalam jiwanya tersebut bahkan kentara di wajahnya yang memerah karena tangisan. Mata hijaunya membara dengan luka dan kepedihan. Semuanya itu hanya tertuju pada satu nama: Uchiha Itachi.

"Tega sekali kau berkata seperti itu, Itachi," ujar Sakura seraya menyeka air yang mengalir dari dalam hidungnya,"... setelah semua yang kulakukan untukmu. Setelah apa yang telah kukatakan padamu..."

Itachi membuang pandangan ke belakang gadis itu. Tak sanggup rasanya ia menyaksikan semua kepedihan yang berasal dari diri Sakura. Tak hanya menyaksikan, ia bahkan dapat merasakan chakra gadis itu yang serasa mencekik dirinya.

"Sakura, pergi dari sini."

"Kau sama saja dengan adikmu..." bisik gadis itu tajam.

Itachi mendecih. Ia benci disamakan dengan Sasuke. " Jangan pernah menyamakanku dengan dia."

Sakura menyeringai dengan penuh kebencian. " Kau benar, kalian memang tidak sama. Kau...bahkan lebih buruk darinya. Ia memang tidak bisa mencintaiku, tapi paling tidak ia tidak menyebutku pelacur." Ada nyeri di lubuk hati gadis itu saat mendapati mata abu-abu Itachi menatapnya dengan pandangan yang tak dapat diartikan maknanya.

Itachi memang terluka secara fisik. Luka yang ia dapatkan dari pertempuran melawan Akatsuki dan juga luka yang telah ia idap menahun akibat mewarisi sharingan. Akan tetapi, saat ini ada luka baru yang tergores di dalam dirinya. Luka yang ternyata jauh lebih menyakitkan daripada luka fisik yang manapun juga.

Hatinya yang terluka, dan bodohnya ia sendiri yang mengakibatkan luka itu. Seandainya dari awal ia terima saja uluran tangan gadis itu untuk bertarung bersama, hatinya mungkin tidak akan sesakit ini. Ia tak harus mengucapkan kata-kata menjijikkan yang telah membuat Sakura terluka begitu rupa.

Apakah ini memang dirimu yang sesungguhnya? Apakah ini memang dirimu, yang dikenal sebagai ninja yang ditakuti? Di mana pengendalian dirimu, Itachi? Di mana dirimu yang selalu dapat berlindung di balik sikapmu yang tenang? Apa ini benar dirimu? Bagaimana mungkin gadis di hadapanmu ini, dapat membuat hatimu terasa teriris pisau yang tajam dan merasa takut kehilangan?

Itachi menghela napas dalam-dalam. Ia sudah mengambil keputusan dan ia harus terima apapun resikonya.

"Kau sudah mengatakan apa yang harus kau katakan, Sakura. Sekarang pergilah dari sini," desis Itachi.

Namun Sakura tidak bergeming dari hadapannya. Sebaliknya ia malah mengulurkan tangannya ke bahu Itachi yang lebih tinggi darinya. Wajahnya tertunduk dan Itachi hanya dapat melihat rambut merah mudanya saja. Terdengar suara lirih dari balik rambut merah muda yang selalu ia anggap unik dari gadis yang sudah merawatnya itu.

"Kau yang naif, Uchiha Itachi. Sungguh kau sangat naif. Kau lupa siapa aku..."

Itachi terdiam. Ia tak paham apa yang dimaksud gadis Konoha ini.

"Kau lupa aku menguasai pengendalian chakra. Aku seharusnya tidak mendengar apa yang keluar dari mulutmu, tapi merasakan bagaimana perubahan chakramu..."

Sakura mengangkat wajahnya dan membuat Itachi terbelalak karena apa yang ia lihat. Ada senyuman menyeramkan di kedua sudut bibir gadis itu. Ya, senyum, tidak salah lagi. Tangan Sakura yang sebelumnya berada di bahunya, bergerak dengan cepat ke belakang tengkuknya seiring dengan jarak mereka yang kian mendekat. Sakura memang menguasai jutsu pengendalian chakra yang mumpuni. Ia dapat membunuh orang hanya dengan menekan salah satu titik syaraf vital di belakang leher.

"Kau bisa membohongi orang lain, Itachi...tapi sayangnya kau tak bisa membohongiku," desis Sakura.

Itachi menutup matanya rapat-rapat dan yakin bahwa gadis ini akan membunuhnya karena semua kebencian yang ia tanam sendiri. Ia telah merendahkan kemampuan gadis ini, ya...itu salahnya.

Sakura berjinjit, lalu menekan tengkuk Itachi agar lebih mendekat ke arahnya dan apa yang ia lakukan berikutnya membuat kedua anggota Akatsuki yang masih berdiri di tempat mereka masing-masing terperangah. Hal itu bahkan membuat Itachi membuka matanya, terbelalak selebar-lebarnya.

Bibir gadis itu menempel erat di bibirnya dan dengan perlahan mengulum bibirnya dengan bibirnya yang basah. Sakura menciumnya!

Sakura, merasa dirinya sudah terperangkap dalam drama kebohongan yang diciptakan Itachi. Akan tetapi, keahlian khususnya sebagai seorang ninja medis menyadarkannya akan satu hal penting yang seharusnya ia sudah sadari sejak awal. Sedalam apapun kebencian yang dilontarkan Itachi dari bibirnya, chakranya sama sekali tidak menunjukkan kebencian. Chakranya hanya menunjukkan ketakutan dan rasa khawatir yang besar, tapi tidak kebencian. Justru dirinya yang barusan merasakan kebencian terhadap diri kakak Sasuke itu dan itu dapat dirasakan dari chakranya yang terasa menusuk. Chakra seperti itu yang tidak terasa dari dalam diri Itachi.

Jelas sekali, Itachi tidak sungguh-sungguh mengatakan apa yang sudah ia kemukakan sebelumnya. Ia hanya bersandiwara. Untuk apa? Jelas, untuk menyelamatkan diri Sakura dari situasi pelik yang membahayakan ini.

Pria Uchiha ini tidak ingin membahayakan nyawanya—nyawa seorang Haruno Sakura.

Sakura menjauhkan bibirnya dari bibir Itachi, tertunduk sekian detik sebelum menengadah ke arah pria yang wajahnya lebih pucat dari biasanya. Jarak mereka sangat dekat dan Sakura yakin sekali detak jantungnya dapat terdengar dengan jelas di telinga kakak kandung Sasuke tersebut.

Itachi tidak bisa menyangkal, ia sangat shock atas apa yang telah dilakukan oleh kunoichi yang sekarang sedang menatapnya dengan tatapan intens. Tak pernah sedetik pun ia bayangkan bahwa gadis muda ini akan menciumnya? Apa yang dipikirkan gadis ini? Bukankah ia mencintai Sasuke—adik kandungnya sendiri? Bukankah adiknya adalah pemuda yang selalu ia nantikan kepulangannya ke Konoha, dan hal itu adalah hal yang sudah diketahui seantero Konoha?

Apa maksud Sakura dengan menciumnya?

"Sakura—apa yang..." Itachi tak sempat menyelesaikan perkataannya karena dua buah jari menghalanginya, menyentuh bibirnya dengan perlahan. Itachi tertunduk, menatap gadis berambut merah muda yang kedua bola mata hijaunya nan indah terlihat lebih jelas di kedua matanya.

Ya, kedua bola mata Sakura sangatlah indah. Sakura sangatlah cantik. Satu-satunya gadis tercantik di matanya, yang pernah menyentuh bibir dan hatinya dengan sedemikian rupa.

"Itu penegasan dariku, Uchiha Itachi. Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian," ujar Sakura dengan tekad yang bulat.

"Tapi...kau—tadi ..." Itachi menelan ludahnya dan merasa dirinya seperti orang bodoh. Ia adalah seorang ninja jenius dan terkenal karena pembantaian yang telah ia lakukan atas klannya sendiri di usianya yang belia. Akan tetapi, saat ini, di usianya yang sudah tidak muda lagi, ia berdiri gamang karena ciuman seorang gadis muda dan seakan tak mampu berkata-kata? Ahh—apa benar ia adalah seorang Uchiha Itachi!

"Menciummu?" Sakura tersenyum malu, tertunduk karena gejolak aneh yang menggelitik perutnya dan membuat hatinya berdebar tak karuan.

Ya Tuhan, Sakura...haruskah kau bersikap seperti anak burung yang sedang jatuh cinta saat situasi sedang genting seperti ini? Jangan lupa, dua begundal Akatsuki itu sedang memelototi kalian! ujarnya membatin.

"Haruno Sakura, menjauhlah dari tempat ini. Kau tidak tahu siapa yang sedang kau hadapi saat ini," ujar Itachi perlahan. Hatinya masih merasa kacau akan ciuman yang dicuri Sakura dari dirinya, akan tetapi logikanya dapat berpikir dengan jelas. Situasi mereka masih sama peliknya dengan sebelumnya.

"Kau ini bodoh atau tuli, Itachi? Aku sudah bilang, aku tidak akan meninggalkanmu," sahut Sakura dengan cepat seraya mengangkat wajahnya dan kembali menatap wajah pucat Itachi.

"Jangan jadi anak bodoh dan manja. Ini bukan tempat untuk bermain-main. Kau tidak ada hubungannya dengan mereka, jadi pergilah dari sini. Kembalilah ke Konoha, kembalilah ke kehidupan yang sebelumnya. Aku akan hadapi mereka. Aku yang mereka inginkan, bukan kau."

Sakura menggeleng dengan cepat, lalu jemarinya terulur ke wajah pria yang lebih tinggi dari dirinya itu. Kedua alisnya bertaut dan mata hijaunya menatap dengan tajam.

"Mereka memang tidak ada sangkut-pautnya denganku, tapi aku ada sangkut-paut denganmu. Oleh sebab itu, aku tidak akan meninggalkanmu sendiri dengan mereka. Kita hadapi mereka bersama-sama."

Jemari kunoichi andalan Konoha itu menyusuri pipi kurus Itachi, lalu naik dengan perlahan ke guratan panjang halus di bawah mata kiri nukenin itu. Bibir Itachi merekah sesaat, seakan hendak mengatakan sesuatu, akan tetapi getaran halus dari dalam dirinya, akibat sentuhan halus jemari Sakura membuatnya hanya dapat terpana.

Keduanya diam untuk beberapa saat.

Kedua anggota Akatsuki yang terkenal akan kekejamannya itu pun juga memilih untuk berdiam diri dan menyaksikan apa yang terjadi selanjutnya.

Akhirnya Itachi menyerah. Ia tahu Sakura bukanlah gadis yang mudah dibujuk saat ia sudah memutuskan sikapnya akan suatu hal. Hanya akan membuang tenaga dan waktu saja untuk membujuknya untuk meninggalkan tempat ini. Hanya ada satu jalan keluar untuk situasi ini: mereka harus mengalahkan Kisame dan Zetsu.

"Kenapa kau lakukan ini?" tanya Itachi dengan nada ingin tahu yang tak kentara, " Aku adalah orang yang membawamu dengan paksa meninggalkan Konoha. Aku bukan orang baik. Kenapa kau mau melakukannya?"

Jemari Sakura masih terus menyusuri wajah Itachi dan kali ini berhenti di ujung mata abu-abu pria berambut panjang itu. Sakura menghela napas dalam-dalam, mengerjapkan matanya berkali-kali, sebelum akhirnya mengatakannya dengan perlahan.

"Karena aku jatuh cinta padamu."

DEG!

Itachi tak percaya akan apa yang ia dengar. Ia memang hampir buta, tapi apakah ia juga hampir tuli? Apakah Sakura baru saja mengatakan bahwa...

"Tak mungkin. Kau gila."

"Gila? Ya mungkin. Ino mungkin akan mengatakan kalau aku gila karena telah jatuh cinta padamu, dan mungkin saja ia benar. Aku sendiri mencoba menampik rasa ini, Itachi. Tapi aku gagal. Aku benar-benar gagal," Sakura berkata dengan lemah.

"Tapi kau mencintai Sasuke. Sejak kecil kau mencintai adikku. Semua orang membicarakan hal itu. Kau selalu menantinya kembali ke Konoha. Kau menginginkannya kembali," tukas itachi, masih tak percaya dengan apa yang sudah diutarakan Sakura.

Sakura mengerutkan dahinya yang lebar, lalu mundur satu langkah menjauhi Itachi. Ia menggigit bibirnya. Mendengar Itachi menyebutkan cintanya pada Sasuke membuatnya merasa lebih emosional, membuatnya merasa entah kenapa pria di hadapannya ini mencoba mengumpankannya pada Sasuke, di saat ia sedang mencoba menjelaskan perbuatannya yang terlihat irasional di hadapannya.

"Apa saat aku pernah menyukai seorang pria, itu artinya aku tidak bisa jatuh cinta lagi pada pria lainnya? Dengar, aku tidak pernah merencanakan ini sebelumnya, Uchiha Itachi! Aku tak pernah membayangkan akan jatuh cinta padamu! Kalau aku bisa merencanakan untuk jatuh cinta pada siapa, kenapa aku tidak jatuh cinta saja pada Naruto yang memang sudah lama menyayangiku? Kenapa tidak jatuh cinta saja pada Neji, yang sudah jelas nama baik dan reputasinya? Kenapa tidak dengan Shikamaru yang pasti bisa memberiku anak-anak yang jenius? Atau kenapa tidak dengan Gaara saja, yang bisa membuatku menjadi pemimpin? Kenapa, kenapa tidak?" Sakura memuntahkan unek-uneknya dengan kesal. Pertanyaan Itachi membuatnya meradang dan ia tak akan dapat melepaskan diri dari perasaan kesalnya, jika tidak memuntahkannya semua, saat ini juga!

Itachi tak bergeming di tempatnya berdiri, namun ada sedikit perubahan emosi di wajahnya. Ya, Sakura benar. Kenapa tidak dengan salah satu nama yang ia sebutkan tadi? Kenapa harus dengan dirinya?

"Sakura..."

Tubuh kunoichi itu bergetar menahan amarah dan emosi yang akhir-akhir ini ia tahan di dalam dirinya. Ia tetap memandang kesal ke arah pria Uchiha yang sudah meluluhlantakkan dunianya yang sebelumnya sempurna.

"... karena cinta itu datang begitu saja, Uchiha Itachi. Cinta itu masuk begitu saja di antara kita. Cinta yang tadinya kusimpan rapat-rapat untuk Sasuke, sekarang sudah berubah. Sudah hilang. Aku begitu takut kehilangan harapan untuk mencintai dan itu sebabnya aku terus berusaha menyimpan nama Sasuke di hatiku, akan tetapi sekarang... semuanya sirna. Hanya ada dirimu sekarang di dalam sini," ujar Sakura dengan lirih seraya menunjuk ke arah dadanya, "... sekuat apapun aku menolaknya, maka sekuat itu pula bayanganmu hadir. Jika saat ini kau minta aku meninggalkanmu sendirian, itu artinya aku meninggalkanmu untuk mati. Dan bukan itu yang diajarkan Kakashi-sensei padaku. Aku tidak akan mengabaikan temanku, apalagi orang yang penting bagiku..."

Hati Itachi mencelos dan entah kenapa, ia merasa lega mendengar semua perkataan yang terlontar dari gadis Haruno itu. Ia tahu, ini gila. Ia tahu, ini tak pantas ia dapatkan. Tapi ia juga tahu, ia lega mendengarnya.

"Sakura, kau..." Itachi berujar lemah.

"...mencintaimu? Ya, aku memang..." potong Sakura cepat.

"...bawel," lanjut Itachi.

Sakura terperangah mendengarnya dan hampir saja ingin melayangkan tinju ke wajah pucat pria yang tanpa sadar sudah ia cintai itu, akan tetapi kemudian seulas senyuman tipis terulas di kedua sudut bibir pria itu. Saat itulah Sakura menyadari, tatapan kedua mata abu-abu Itachi tidak lagi sedingin biasanya. Ada yang lain di balik kedua matanya. Sesuatu yang baru. Sesuatu yang menjanjikan untuknya—untuk mereka.

"Itachi..."

"Kita akan bahas itu nanti, setelah kita bisa keluar dari sini—hidup-hidup," Itachi berjalan mendekati Sakura, berhenti di sampingnya dan menoleh ke arah kunoichi Konoha. Keduanya berpandangan.

"Ini tidak akan mudah, Sakura. Mereka bukan lawan sembarangan," desis Itachi.

Sakura tersenyum. Manis sekali—membuat hati Itachi serasa digelitik tanpa henti dan membuatnya ingin sekali merengkuh tubuh kurus gadis itu ke dalam pelukannya. Akan tetapi ini bukan saat yang tepat, ia tahu itu. Pria itu menghela napas dalam-dalam.

"Aku juga bukan lawan sembarangan, Itachi," kilah Sakura seraya menganggukkan kepalanya dengan penuh keyakinan. Uchiha Itachi, betapa pun panjang daftar kejahatannya, tetaplah seorang ninja yang hebat. Hanya wanita hebatlah yang pantas mendampinginya di dalam pertempuran.

Saat ini Sakura percaya, ia adalah wanita itu.

Zetsu mendecih. Rasa jijik terlihat jelas di wajahnya yang memiliki dua warna yang berbeda. Sorot matanya menunjukkan kekejaman dan rasa haus akan kekuasaan.

"Ini artinya aku tidak mungkin memakanmu dengan mudah, heh Kunoichi? Uchiha akan melindungi pelacurnya..." ucapan Zetsu putih itu terputus oleh serbuan shuriken yang dengan cepat terbang ke arah kedua anggota Akatsuki itu.

BRAK!

Sakura menendang pintu dapur yang tertutup dengan cepat dan menarik tangan Itachi untuk lari melalui pintu belakang. Zetsu dan Kisame yang konsentrasinya sempat teralihkan oleh serangan shuriken, menghambur keluar lewat pintu depan dan langsung berlari mengitari gubuk mungil itu. Mereka mendapati Sakura dan Itachi berlari ke arah padang ilalang tak jauh dari paluh di belakang gubuk. Sakura terlihat berlari seraya memegangi tangan kanan Itachi.

"Gadis terkutuk! Kejar mereka!" pekik Zetsu dengan kesal. Kisame tidak berkata apa-apa, namun dengan cepat mengikuti rekannya tersebut. Zetsu tiba-tiba menghentikan larinya dan membuat segel tertentu dengan tangannya. Hal aneh terjadi dengan cepat. Dirinya seakan membelah. Tubuhnya yang berwarna hitam mendadak terpisah dengan dirinya yang berwarna putih. Zetsu membelah diri menjadi dua sosok yang berbeda: hitam dan putih. Zetsu hitam yang kemudian berbicara dengan suaranya yang lebih dalam.

"Kau hadang mereka berdua. Jangan remehkan kemampuan gadis Konoha itu."

Dengan cepat Zetsu putih seakan lumer ke tanah dan menghilang begitu saja. Zetsu putih memang lebih cepat daripada dirinya yang hitam dan hal itu yang dimanfaatkan oleh dirinya yang satu lagi.

Sakura memegangi lengan Itachi yang kiri, sementara di tangan kanannya tergenggam sebuah kunai yang tajam. Ia sengaja menarik tangan Itachi dan berlari secepat kilat segera setelah ia melemparkan belasan shuriken ke arah Zetsu dan Kisame. Mereka harus melarikan diri dari tempat itu, karena mereka harus memanfaatkan kesempatan sekecil apapun untuk mendapatkan peluang yang lebih baik untuk mereka berdua. Jika saja kondisi Itachi tidak seperti saat ini, ia cukup yakin mereka berdua punya kesempatan yang lebih besar. Akan tetapi, ia adalah ninja yang merawat Itachi—ia tahu kondisi kakak sulung Sasuke itu. Dan jika apa yang ia lihat dengan mata dan chakranya benar, maka saat ini ia hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri.

"Aku bisa lari sendiri, Sakura," ujar Itachi dengan suaranya yang dalam di sela-sela desau angin yang berdesing di telinga mereka berdua.

"Tidak bisa dengan matamu sekarang," Sakura menjawab sekenanya.

"Aku tidak buta. Aku bisa melihat."

"Kau hampir buta."

"Baru hampir. Belum."

Mendengar perkataan Itachi barusan, ingin sekali Sakura menempeleng kepala pria keras kepala yang satu ini. Apakah menuntunnya keluar dari situasi pelik tadi, merendahkan harga dirinya? Membuatnya merasa lemah dan tak berdaya? Dasar Uchiha.

"Biarkan aku membantumu, Itachi..."

"Sakura..."

"Sudah. Ikuti saja kemana aku berlari..."

"Sakura..."

"Lebih baik aku yang menuntunmu saat ini, Uchiha Itachi. Mataku lebih terang di malam hari seperti ini..."

"Sakura..."

"Kenapa sih kau bawel sekali...?"

"Kau mencengkram tanganku terlalu keras."

"Apa?"

Sakura berhenti dan menoleh ke arah Itachi. Ia terkesiap melihat ke arah tangannya dan Itachi. Kuku-kukunya yang panjang karena sudah lama tidak dipotong, menghunjam ke dalam pergelangan tangan pria itu dan menimbulkan gurat-gurat panjang kemerahan, tanda kulit tercakar dan hampir berdarah. Gadis muda itu spontan melepaskan cengkramannya dan memandangi pria itu dengan tatapan bersalah.

"Maaf... aku tidak tahu..." ujar Sakura lirih.

Itachi melirik ke pergelangan tangannya yang memang sudah mulai berdarah. Siapa sangka gadis sekurus Sakura mempunyai tenaga yang begitu besar? Cakaran kukunya saja dapat menimbulkan luka sedalam itu? Bagaimana dengan tinjunya? Ini pasti hasil dari didikan Godaime.

"Hanya luka kecil. Lupakan," sahut Itachi dingin.

Sakura menggelengkan kepalanya dan langsung meraih pergelangan Itachi. Didekatkannya pergelangan tangan tersebut ke dekat wajahnya dan ia perhatikan baik-baik. Bukan luka kecil, karena saat berlari tadi ia pasti tak sengaja menghunjamkan kuku-kukunya ke daging tangan Itachi dan mencakarnya sepanjang pelarian. Luka-lukanya cukup tajam dan agak dalam—dan semuanya dilakukan oleh kuku tangannya.

"Sakit?" tanya Sakura perlahan. Ia seakan lupa bahwa Itachi adalah ninja yang hebat. Ia tidak akan mudah merasa nyeri hanya karena luka cakaran kuku wanita.

Itachi menggeleng.

Sakura meneliti luka-luka tersebut dengan seksama, lalu tiba-tiba menusuk kulit yang terluka tersebut dengan kukunya lagi. Itachi, entah karena sakit atau terkejut, menggeram menahan nyeri.

"Sakit, kan?" tanya Sakura lagi seraya memandangi wajah pria yang lebih tinggi darinya itu.

Itachi mendengus.

Sakura tersenyum tipis. Ia mendekatkan pergelangan Itachi ke arah wajahnya, lalu tanpa disangka-sangka mengecup luka-luka tersebut dengan bibirnya dengan lembut. Itachi terkejut dan hampir saja menarik tangannya, saat ia mendengar suara Sakura terdengar menggodanya.

"Sudah tidak sakit, bukan?" Sakura menyeringai nakal. Ia melepaskan tangan Itachi, " Aku ninja medis yang hebat, bukan?" Ia lalu tertawa kecil, lalu berbalik memunggungi pria Uchiha itu, bersiap untuk kembali berlari.

Akan tetapi langkahnya tertahan saat ia merasakan sentuhan di bahunya. Gadis berambut merah muda itu sudah akan menoleh, ketika ia merasa hembusan napas panas mendera lehernya yang terbuka—membuatnya terkesiap dan mendadak tak berani menoleh.

Suara Itachi terdengar lirih di telinganya. Tidak, bukan hanya suaranya, tapi juga hembusan napas yang keluar setiap kali pria itu mengucapkan kata-kata dari mulutnya. Hampir saja jantung Sakura copot mendengar perkataan pria itu.

"Saat ini semua selesai, kita harus bicara tentang banyak hal, Haruno Sakura."

Suara Itachi terdengar persis di telinganya, bagaikan menempel di indera pendengarannya itu. Tubuh Sakura bergetar saat hembusan napas yang berasal dari bibir pria itu menggelitik bulu-bulu halus di kulit telinganya.

"Tentang apa, Itachi?"

"Tentang semua yang kau katakan tadi. Tentang apa yang terjadi di antara kita. Apa yang terjadi di rumah sakit dan tentang apa yang kau janjikan padaku."

"Itachi..."

"Tapi aku benar-benar harus tahu satu hal sebelumnya, Sakura."

"Apa?"

"Apa kau benar-benar sudah melupakan Sasuke?"

Sakura tidak langsung menjawab. Ia terdiam sesaat. Melupakan Sasuke? Ia tidak mungkin melupakan nama itu. Tidak mungkin. Sasuke adalah obsesi dalam hidupnya. Membawa Sasuke pulang kembali ke Konoha adalah obsesinya.

Dan sekarang, Uchiha Sasuke sudah kembali ke pangkuan desa kelahirannya. Obsesinya sudah terwujud, meski bukan tangannya sendiri yang membawa pemuda itu kembali ke Konoha. Apa yang ia cita-citakan selama bertahun-tahun sudah tercapai. Lalu apa lagi yang ia harapkan?

Jika pertanyaan itu dilontarkan padanya tiga atau empat bulan yang lalu, mungkin ia akan dengan cepat menjawab: cinta Sasuke. Akan tetapi setelah kedatangan Itachi yang terluka parah hampir tiga bulan yang lalu, ia tak lagi dapat menjawab pertanyaan itu dengan jawaban yang sama.

Semuanya sudah berubah. Ia berubah. Itachi berubah. Hatinya berubah.

"Aku tidak akan pernah melupakan Sasuke, Itachi..." jawabnya lirih.

Ia merasa tubuh pria di belakangnya itu menegang—seakan kecewa akan jawabannya. Seakan masih menunggu jawaban lain yang akan menyusul jawabannya yang pertama.

"...akan tetapi, tidak melupakannya bukan berarti masih mengharapkan dirinya. Jika tidak, untuk apa aku tetap berada di sini—bersamamu? Saat aku punya banyak kesempatan untuk meninggalkanmu untuk mati di sini?"

Sakura tertunduk. Hatinya terasa mencelos. Ya, ia tidak main-main saat mengutarakan semua isi hatinya di situasi yang genting seperti ini. Ia benar-benar tidak main-main.

"Kenapa kau katakan sekarang, Sakura?" tanya Itachi dengan nada datar.

"Apa aku akan pernah bisa mengatakannya padamu, jika sebentar lagi aku akan tergeletak menjadi mayat? Kita sama-sama tahu kehebatan Akatsuki dan apa resiko terburuk menghadapi mereka. Aku tidak mau menyesal..."

Tiba-tiba dua lengan kurus Itachi melingkari pinggang Sakura dari belakang dan membuat gadis itu tersentak. Jarak yang terentang di antara mereka berdua hilang. Punggung Sakura menempel erat di dada pria Uchiha tersebut. Itachi membenamkan wajahnya di antara lebatnya rambut merah muda Sakura dan dalam diam meresapi aroma rambut yang sudah sekian lama menggodanya.

Tubuh Sakura bergetar merasakan kehangatan tubuh pria yang menempel erat pada punggungnya itu. Sekian lama memimpikan kehangatan pria itu, sekian lama menampik perasaan yang timbul tanpa ia harapkan, sekian lama mengutuk sikap dingin dan kata-kata sinis yang keluar dari mulut pria Uchiha itu—saat ini ia merasakan perasaannya campur aduk.

Ini pelukan intim pertama yang pernah ia rasakan dari seorang pria. Dan kali ini, pelukan ini berasal dari seorang pria yang memang ia harapkan. Pria yang sudah membuatnya perlahan tapi pasti, menghapus nama Sasuke dari dalam hatinya yang terdalam.

"Apakah kau membenciku karena telah membawamu pergi dari Konoha?" bisik Itachi perlahan.

Tanpa bisa ia tahan, bulir-bulir airmata terbebas dari kedua matanya yang hijau dan saling berkejaran di atas pipinya yang halus. Perasaan lega apa ini yang ia rasakan saat ini? Sakura tidak bisa mendefinisikannya, akan tetapi perasaan ini membuatnya merasa nyaman. Perasaan yang sudah lama tidak ia rasakan.

"Ya, pada awalnya. Tapi...sekarang..." Sakura terisak perlahan, "... kau tahu bagaimana perasaanku, bukan?"

Uchiha Itachi tanpa sadar menutup matanya rapat-rapat. Ia meresapi perasaan asing yang sebelumnya belum pernah ia rasakan dalam hidupnya. Ia memang ninja jenius yang mampu menjadi kapten ANBU di usianya yang ke-13. Ia memang ninja yang telah dengan kejam membantai habis klannya dan bahkan kedua orang tuanya sendiri. Ia memang anggota organisasi kejam Akatsuki, yang dengan kejam dapat melakukan tindakan-tindakan jahat untuk mencapai tujuan akhir organisasi mereka. Akan tetapi, ia juga hanya seorang laki-laki biasa—seorang anak manusia yang masih mempunyai hati nurani, meski sebelumnya ia tak sadar ia masih memilikinya.

Itu sebabnya ia juga bisa jatuh cinta—meski tak pernah mengharapkannya.

"Apa aku pantas mendapatkannya, Sakura?"

"Itachi..."

"Masa laluku... reputasiku... Kau tahu hal-hal yang telah aku lakukan, tapi kau tidak tahu seperti apa..."

Dengan cepat Sakura membalikkan tubuhnya. Sekarang mereka berdua berhadapan, saling berpandangan, dengan kedua lengan Itachi masih melingkari pinggang Sakura. Gadis berambut merah muda itu menyentuh pipi pria yang berada sangat dekat di hadapannya itu. Ia mengusap lembut kulit Itachi dan memandanginya dengan mata basahnya nan sayu.

"Kalau begitu, beritahu aku. Buat aku mengerti. Buat aku paham apa alasanmu melakukan semuanya. Jika masa lalumu yang membuatmu tidak bisa melangkah maju, beritahu aku apa yang bisa membuatmu menghapuskan masa lalumu," ujar Sakura lirih.

Itachi menggeleng. " Tidak ada satu hal pun di dunia yang bisa menghapuskan dosa-dosaku di masa lalu, Sakura... tidak ada."

"Kalau begitu, lupakan masa lalumu yang kelam itu. Aku tidak peduli. Aku tidak peduli segelap apa masa lalumu. Yang kupedulikan adalah masa depanmu, Itachi."

Itachi tak langsung menanggapi. Ia melepaskan pelukannya di pinggang Sakura dan membawa tangan kanannya menyentuh anak rambut yang menutupi dahi gadis itu yang lebar. Sakura merasa risih, mengingat ia tak suka dahinya itu, akan tetapi senyuman yang terulas di wajah pria itu membuatnya tertegun.

"Apa aku punya masa depan, Sakura? Dengan kondisiku sekarang? Dengan situasi yang kita hadapi sekarang?"

Sakura menyeringai. " Kau memang tak punya masa depan, Uchiha Itachi. Tapi kita punya masa depan bersama. Meskipun hanya sekian menit ke depan, tapi kita punya masa depan bersama."

Senyuman di wajah Itachi melebar dan untuk pertama kalinya dalam interaksinya dengan Uchiha Itachi selama beberapa bulan terakhir ini, Sakura melihat pria Uchiha itu tertawa. Tentu saja bukan tawa yang terbahak-bahak, tapi tetap saja itu sebuah tawa yang lepas.

"Kau gila, Haruno Sakura, kau tahu itu? Masa depan bersama seorang pria penyakitan yang sedang menunggu ajal menjemput? Hahaha..."

Sakura merasa Itachi sedang menertawakan dirinya sendiri. Menertawakan kelemahannya sendiri. Menertawakan nasibnya sendiri. Ia tidak menjawab Itachi dengan perkataan, namun dengan lembut meletakkan kepalanya di dada Itachi. Dada yang mungkin sebelumnya bidang, namun saat ini kurus digerogoti penyakit. Ia menempelkan telinganya ke atas jantung Itachi dan mendengarkan detak jantung pria itu seakan berkejaran di telinganya.

"Sebelumnya aku mencintai pemuda yang tidak pernah memberiku kesempatan dan aku tetap bertahan. Jika saat ini kau memberiku kesempatan, aku percaya masih ada masa depan untuk kita bersama."

Itachi terkesiap. Tak pernah ia mengharapkan akan ada wanita yang mau membicarakan masa depan dengannya, meskipun hanya angan-angan belaka. Ia ditakuti wanita karena reputasi buruknya. Dan pastinya wanita sebaik Sakura tidak akan pernah mempertimbangkan orang seperti dirinya untuk menjadi bagian dari masa depan. Akan tetapi, saat ini seorang kunoichi yang merupakan bunga kebanggaan Konoha, sedang meletakkan kepalanya di dadanya, memeluknya tanpa rasa takut dan kebencian, membicarakan masa depan yang ingin ia bagi bersamanya—apa ini pantas ia khayalkan.

"Sakura..."

Sakura mengerjapkan matanya berkali-kali, mencoba mengusir airmata yang ingin menerobos keluar lagi dari kedua matanya yang indah. Ia tak ingin menangis, sungguh ia tak ingin menangis lagi. Ia ingin bahagia. Meski hanya sesaat, ia ingin sekali merasakan kebahagiaan sebagai wanita sejati.

"Cium aku, Itachi."

Itachi mengerutkan alisnya.

"Cium aku, Itachi."

Dengan perlahan Itachi menyentuh dagu mungil Sakura, membuat gadis itu menengadah menatapnya dengan kedua mata hijau yang selalu membuatnya terpesona karena kecantikannya. Ia harus memastikan, apakah yang Sakura rasakan memang perasaan sesungguhnya? Ataukah hanya ilusi karena kesepian gadis itu belaka?

Wajah cantik gadis itu menatapnya dengan penuh harap. Ada semburat kemerahan yang merona di kedua pipi halusnya. Wajah Sakura memerah karena malu yang mendadak menjalari seluruh kulitnya, dari ujung kaki sampai ujung rambutnya. Mata abu-abu Itachi telah memerangkapnya dengan sedemikian rupa. Ia sudah tidak bisa mundur. Ia memang tidak ingin mundur.

"Sudah lama aku ingin melakukan ini, Sakura..."

Masih dengan matanya yang memandangi kecantikan wajah gadis yang berjarak hanya sekian inci dari wajahnya sendiri, Itachi menempelkan bibirnya dengan perlahan ke bibir Sakura yang basah. Bibirnya menyapu bibir gadis itu dengan perlahan dan seakan ingin merasakan tekstur gadis itu, ia melakukannya berulang kali, membuat Sakura melepaskan erangan tertahan. Itachi merasa puas melihat wajah Sakura yang terlihat penasaran, karena ia tak kunjung menciumnya dengan semestinya. Lalu, dengan ritme yang tetap lamban, pria Uchiha itu menyapukan lidahnya di bibir kunoichi Konoha tersebut. Ia rasakan betapa manis bibir lembut Sakura yang sama sekali tidak dipulas oleh pemerah bibir. Bibir merah muda Sakura terasa alami.

Sakura merasakan panas yang berpindah dari bibir Itachi, mengalir ke bibirnya, lalu menjalari sekujur tubuhnya dengan cepat. Sakura merasa terintimidasi oleh sapuan-sapuan lembut Itachi oleh bibir dan lidahnya. Tanpa mempedulikan rasa malu yang sebelumnya membekapnya, Sakura membalas ciuman-ciuman Itachi dengan berapi-api. Keduanya saling membelit, menyerang, mencari titik lemah satu sama lain dan pada akhirnya, keduanya menyerah dan memutuskan untuk saling berbagi. Mereka terus berciuman dan mulai berkompromi dengan perasaan baru mereka masing-masing.

"Aku mencintaimu, Itachi..." bisik Sakura.

Itachi membalasnya dengan ciuman bertubi-tubi ke setiap inci bibir dan mulai merambah ke pipi, dahi, telinga dan lehernya.

Sakura merasakan gelombang perasaan dan gelora menerpanya tanpa henti dan dengan setengah mendesah, ia mengatakannya. Ia mengatakan hal yang sebenarnya sudah ia rangkai sejak bertahun-tahun lalu, untuk ia sampaikan pada Sasuke, jika kelak pemuda itu kembali ke dalam pelukannya.

Ya, ia akhirnya punya kesempatan untuk menyampaikannya. Hanya saja bukan pada Uchiha yang ia khayalkan sebelumnya.

"Miliki aku seutuhnya, Itachi..."

Itachi mendengarnya dengan sangat jelas. Ia berhenti menciumi Sakura dan memandangi wajah gadis itu—menuntut penjelasan.

"Jadikan aku milikmu. Seutuhnya, hanya milikmu seorang," ujar Sakura dengan perlahan. Matanya berkilat di tengah malam yang sudah turun sepenuhnya. Mata yang menunjukkan tekadnya yang bulat dan tidak akan pernah mundur satu langkah pun.

.

.

To be continued

.

.

Author's note:

Akhirnya saya update cerita ini. Duh, saya benar2 dikejar oleh Minna-san sekalian via review, PM atau bahkan message di FB hehehe. Terima kasih atas semua dukungan Minna-san sekalian, yang tak henti2nya memberi feedback dan dukungan agar saya terus melanjutkan fic ini hehehehe. Juga atas semua story alert, Favorite story dan yang bahkan menjadikan saya Favorite Author sekalian...terima kasih banyak ya! Btw, tahu kenapa saya update fic ini? Tidak lain dan tidak bukan untuk promosi event Itasaku Memoire Jour 2012! Hahaha...

Minna-san mungkin belum tahu event apa itu, tapi pasti ada hubungannya dengan Itasaku dan menulis fanfiction, kan? Oleh sebab itu, gabung grup FB Itasaku Memoire Event dan silakan baca pengumumannya yaa... Waktu sampai akhir Juli loh. Ditunggu yaaa..!