Punggung Sasuke terbentur karpet yang beralaskan lantai, disusul dengan tertimpanya tubuh Sakura di atas tubuh Sasuke.

Sepasang mata onyx dan sepasang mata emerald itu membulat sempurna. Merasakan dan melihatnya sendiri, bahwa permukaan bibir mereka bertemu dan saling menekan.

"Kyaaa!" suara gadis yang bukan berasal dari mulut Sakura (karena masih menempel dengan bibir Sasuke), menyadarkan keduanya. Sakura segera bangkit, duduk di atas tubuh Sasuke. Ia menoleh ke arah tangga, untuk mendapati gadis pirang berdiri di sana dengan mulut terbuka, dan di belakangnya ada pemuda berambut hitam tersenyum tanpa dosa ke arahnya.

"Ino?"

"Sai?"

Sakura dan Sasuke kembali saling memandang setelah menyebutkan nama orang yang mereka kenal tersebut. Dan kejadian barusan, kembali teringat di otak mereka. Rona merah menjalar di wajah Sakura karena malu, diikuti rona tipis di pipi Sasuke.

Satu tamparan telak, meski tidak terlalu keras, dilancarkan Sakura tepat di pipi Sasuke.

"Hei!" Sasuke mendelik protes.

Sakura tidak menanggapinya, dia berdiri, membuang muka, dan tanpa bicara lagi, dia lari ke kamarnya.

"Tunggu. Sakura!" Ino berteriak (lagi). Dia mengejar Sakura, sebelum langkahnya terhenti dan menoleh ke arah Sai. "Kau!" Ino menunjuk ke Sai. "Letakkan saja barangku di depan kamarku!" pintanya, dan kembali mengejar Sakura.

"Sejak kapan kau jadi pelayan rumah?" tanya Sasuke, yang sudah berdiri di depan Sai. Tangannya mengelap sekilas permukaan bibirnya.

Sai melirik Sasuke, kembali tersenyum. "Biar ku tebak, Itu ciuman pertamamu 'kan?" Sai malah balik bertanya.

"Diam KAU!" dan sikap Sasuke yang salah tingkah, sudah cukup menjawab pertanyaan Sai.

~XXX~

"Hey? Kau tak apa-apa?" tanya Naruto lagi.

". . ." gadis berambut indigo itu masih terdiam.

"Halo~ Kau masih hidup?" lelucon garing Naruto plus cengirannya yang khas, menyadarkan gadis itu.

"Ah! I-iya," ia segera bangkit dari sandarannya pada dada Naruto. Lalu berbalik menghadap ke pemuda yang baru saja membantunya. Pipinya sedikit merona.

"Ini, buku tadi yang ingin kau ambil." Naruto menyerahkan sebuah buku pada gadis tersebut.

"I-iya. Terima kasih banyak." Ia menuduk sejenak, setelah menerima buku dari Naruto.

"Apa ada yang lain? Buku yang ingin kau ambil?" tanya Naruto layaknya ia pelayan toko tersebut. Yah, setidaknya itu yang dipikirkan gadis itu.

"T-tidak ada lagi kok. Selamat Siang!" ia kembali menunduk, lalu cepat-cepat pergi dari tempat itu, sebelum 'pelayan' tersebut mendesaknya membeli buku lebih banyak lagi.

"Hey! Tunggu!" cegat Naruto.

'Tuh kan?' pikir si gadis. Ia segera mencari alasan bagus untuk menolak halus tawaran pria itu jika menawarkan buku yang lainnya.

"Apa kau bisa membantuku? Ah, mungkin ini memang terdengar tidak sopan sih, tapi aku benar-benar bingung, buku mana yang kubutuhkan saat ini. Kau tahu sendiri 'kan, penjaga toko ini hanya nenek tua itu, dan dia sedikit tuli. Aku takut dia salah pengertian jika aku bertanya padanya. Jadi, aku minta tolong padamu, kalau kau mau sih, kalau tidak mau juga tak apa-apa kok," sanggah Naruto cepat.

Wow! Gadis itu cukup kagum melihat pemuda ini bicara nyaris dalam satu tarikan nafas saja. Tapi, itu bagus menurut gadis berambut indigo tersebut, karena dia tidak perlu cape' untuk bertanya lagi bukan? Dan lagi, dia sempat salah paham, mengira pemuda di hadapannya adalah penjaga toko ini. Ternyata bukan.

"Jadi, bagaimana, nona?" tanya Naruto lagi.

Gadis itu tersenyum geli. "T-tentu. Tapi tolong jangan panggil aku nona."

"Lalu, Siapa?"

"Hinata."

"Oo. . . kalau aku, panggil saja Naruto."

Dan Pemuda pirang tersebut lagi-lagi nyengir.

~XXX~

"Yang ini?" tanya Gaara, bersamaan dengan berhentinya langkah kakinya di depan rumah asing bagi Gaara sendiri.

"Iya! Ini rumahku. Kalau begitu, Turunkan aku sekarang!" pinta gadis berambut kuning, yang sejak lima belas menit tadi, berada digendongan Gaara.

Tanpa memprotes (tentu saja), Gaara menurutinya. Gadis bermata violet tersebut, lalu memencet bel yang berada di samping pagar rumahnya. Beberapa detik kemudian, seorang wanita membukakan pagar rumah untuknya.

"Nona Shion! Anda sudah pulang. Dari mana saja? Nyonya besar sejak kemarin menghawatirkan nona Shion lho. . ." kata wanita paruh baya itu.

"Nanti aku jelaskan deh sama mama. Yang penting sekarang, bibi bantu aku berjalan ke kamarku, kakiku sedikit terkilir nih," tutur Shion, nama gadis berambut kuning itu, sambil menunjukkan luka bengkak kakinya.

"Ah. Baik nona!"

"Oh ya, sekalian nanti buatkan minuman untuk dia." Shion menunjuk asal ke belakangnya.

"Siapa?"

"Itu, pemuda yang–" perkataan Shion terhenti, begitu ia menoleh kebelakang, hanya untuk mendapati sudah tak ada lagi sosok Gaara berdiri di sana.

"Cepat sekali perginya, aku bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih."


Empat Serigala Tampan © Dini

Naruto © Masashi Kishimoto

YamaNade © Hayakawa Tomoko

Pairing: SasuSaku, NaruHina, SaiIno, & GaaraShion.

Warning: AU, OOC angkut!

Chapter: 'Serigala'


Naruto mengedarkan pandangannya ke sekililing kantin kampus. Matanya berhenti mencari, setelah mendapati teman-temannya duduk mengitari meja bundar kantin di bawah payung cengkung yang berdiri tegak di pusat meja, menutupi mereka dari sinar matahari. Pemuda pirang itu pun menghampiri tiga anak muda tersebut.

"Hai guys!" sapanya sambil nyengir, duduk di satu-satunya kursi yang masih tersisa.

"Hai,"

"Hn"

". . ."

Naruto hanya bisa sweatdrop, melihat reaksi teman-teman barunya, yang juga tidak berubah sejak dua minggu lalu mereka bertemu. Lihat saja, Sai –yang pertama kali menjawab sapaannya tadi– tangannya terus memegang ponsel kesayangannya, entah apa yang dia lakukan, kalau bukan main FB, twiter, online, chat, sms, dan tak jarang ponselnya berbunyi menandakan ada yang menghubunginya, pasti cewek yang selalu berbeda setiap menitnya. Ampun deh, playboy kampus satu ini. Bahkan dia tak peduli lagi dengan sandwich (yang hanya ada satu bekas gigitan) dikerumuni lalat di hadapannya.

Lalu Sasuke –menjawab sapaan Naruto dengan gumanan tak jelas–, membolak-balik buku gallery rancangan rumah di hadapannya dengan seksama, meski Naruto tahu, pikirannya tidak terpusat pada gambar tersebut, terlihat jelas dari tatapan matanya yang kosong. Entah apa yang dipikirkannya dari kemarin, sifatnya yang agak tertutup, sama sekali tak membantu Naruto untuk lebih akrab dengan teman sekamarnya ini. Sesekali pemuda emo itu mengaduk jus tomat di hadapannya.

Yang terakhir, Gaara, tak pernah menjawab sapaannya. Ia duduk bersandar di kursi sambil menutup mata, lagi-lagi mendengar musik favorite-nya dari earphone kesayangannya. Dari dulu, pemuda satu ini memang jarang bicara dan nyaris tak pernah menunjukkan ekspresi apa pun. Bahkan Naruto yakin, kosa katanya selama seminggu yang digunakan Gaara tak lebih dari lima puluh kata. Naruto sendiri heran, nih orang apa robot yah?

Lagi-lagi, Naruto mencoba memecahkan keheningan di antara mereka. Karena memang hanya dia yang mampu mencairkan keheningan diantara teman-temannya.

"Kalian gak ada jam kuliah sekarang?"

"Itu pertanyaan bodoh Naruto. Jelas-jelas kami sudah duduk di sini tanpa alat tulis apapun di depan kita, juga tak ada dosen gendut yang selalu menguap di balik laptopnya. Sepertinya otakmu memang perlu dikoreksi lagi," saran Sai, dengan nada mengejeknya.

"Yee… siapa tahu aja diantara kalian ada yang bolos kuliah!" balas Naruto tak terima. Ia mendengus kesal, sebelum akhirnya mengalihkan pembicaraan.

"Well, Kalian sudah ada ide belum? Untuk mendekati si nona Haruno itu. Huh! Aku tidak pernah menyangka akan sesulit ini tugasnya. Gadis itu benar-benar tipikal anti pria. Baru melihat kita dari jarak lima meter, dia dengan cepat langsung lari menghindar. Bagaimana caranya kita mengubah penampilannya? kalau mendekatinya saja susah," keluh Naruto.

Sasuke menaikkan alisnya, ia melirik Naruto dengan pandangan heran. "Tumben kau putus asa begitu. Bukannya sejak awal kau yang paling semangat diantara kita," sindirnya.

"Aaagrh! Kau tidak mengerti Sasuke." Naruto mengacak rambut kuningnya frustasi. "Bayangkan saja, kita hampir dua minggu berada di kediaman Senju itu. Tapi nyaris tak ada perkembangan sama sekali dengan 'misi' kita. Apa jadinya kalau aku benar-benar di tendang keluar dari kediaman Senju? Tak ada lagi tempat tinggal gratis senyaman masion Senju. Aku tak rela, jika hal itu benar-benar terjadi!"

"Tenang lah Naruto," Sai berujar, meski pandangannya masih focus dengan ponsel kesayangganya. "Aku sekarang masih dalam proses mencari informasi dari Ino tentang gadis gothic itu, tunggu saja hasilnya nanti."

Naruto mencibir. "Kau mau mencari informasi, atau malah mau mengajak sepupu Sakura itu untuk kencan, hah?"

Sai menjetikkan jarinya, lalu menatap Naruto. "Nah, itu dia tuh. Gadis smu ini agak sulit untuk diajak kencan. Dia keras kepala. Mungkin kau bisa membatuku Naruto, menjadi mas comblang?" Sai tersenyum.

"Tentu saja Aku TIDAK mau!" Naruto mendelik. Ia lalu beralih ke Sasuke, "Sasuke, kalau kau gimana?"

"Jangan tanyakan dia," sela Sai. "Sejak kejadian dua minggu lalu itu, Sasuke sepertinya teroma jika bertemu dengan Sakura."

Kali ini Sasuke yang mendelik ke arah Sai.

"Eh? Memangnya kenapa?" tanya Naruto heran, sekaligus penasaran.

"Sasuke belum cerita padamu tentang kejadian itu?"

Naruto menggeleng. "Kejadian apa sih? Ceritakan padaku."

"Begini yah Naruto, saat aku hendak naik tangga, aku malah disajikan adegan mesrah Sasuke men– Aaw!" Sai tersentak, kakinya nyeri seketika mendapati tendangan telak dari Sasuke di bawah meja.

"Tak perlu mengingat kejadian itu. Baka!" hardik Sasuke. Sai hendak memprotes, namun Sasuke cepat memotongnya. "Kalau kau tetap mau menceritakannya, aku tidak akan segan membeberkan rahasia nakalmu pada Ino!"ancam Sasuke.

"Wow! Tenang Sasuke, tenanglah. Kita damai, oke?" Sai mengacungkan dua jarinya berbentuk v.

Naruto melongo sejenak, sebelum akhirnya ia nyengir. Ternyata Sasuke dan Sai sudah mulai akrab tuh. Sampai main rahasia-rahasiaan segala, meski Naruto sendiri penasaran. Tinggal giliran robot itu, eh, maksudnya Gaara.

"Oi Gaara!" panggil Naruto.

Gaara yang duduk di hadapannya, membuka mata, langsung menggeleng sebelum Naruto mengajukan pertanyaan yang sama, dan kembali menutup matanya. Naruto mendengus, Gaara lebih sulit rupanya.

"Oia! Aku tadi baru saja dengar gossip kampus," ujar Naruto, mencari objek pembicaraan yang lain.

"Oo. . . aku baru tahu kau suka menggosip Naruto," celetuk Sasuke.

"Bukan. Maksudku, aku tidak sengaja mendengarnya tadi dari mahasiswi-mahasiswi di koridor."

"Gossip apa?" kali ini Sai yang menimpali dengan penasaran, 'sapatahu saja tentang mahasiswi cantik yang masih single,' pikirnya.

Gaara juga mulai membuka salah satu earphone-nya. Sedikit tertarik dengan pembicaraan Naruto.

Sasuke juga ikut melirik Naruto. Siapa sangka, para pria juga kadang punya rasa ingin tahu terhadap gossip yang berkembang.

"Ini Gossip tentang kita berempat. Padahal kita baru dua minggu, di semester awal di kampus ini. Tapi kita sudah lumayan terkenal lho, sampai seluruh mahasiswi nyaris mengagumi kita semua." Naruto nyengir bangga.

"Oh. . ." Sai menimpali dengan santai. "Kalau aku sih tidak heran. Aku 'kan memang tampan, dan pesonaku memang sulit untuk diabaikan para kaum hawa."

Naruto segera mencari ember untuk korban muntahnya.

"Tak masalah sih, yang penting kali ini aku punya teman. Maksudku, tak perlu sendiri lagi saat dikerumuni mahkluk-mahkluk berisik semacam mereka. Menyebalkan!" komentar Sasuke.

"Kau tidak menyukai wanita yah?" tanya Naruto menyimpulkan perkataan Sasuke.

"Hn," Sasuke mengguman tak jelas dengan nada bosan.

Gaara yang sejak tadi memperhatikan mereka, langsung mengatakan satu kata yang dituju untuk Sasuke, "Homo," dan kata itu benar-benar menohok bagi Sasuke.

"Apa Kau Bilang!" Sasuke nyaris meledak, jika bukan karena Naruto yang menghalanginya, mungkin Sasuke sudah berhasil meninju wajah datar Gaara. Terpaksa, Naruto segera memindahkan kursinya di antara Sasuke dan Gaara. Mencegah berbagai macam hal buruk terjadi, Sasuke 'kan agak cepat tersulut emosinya. Sementara Gaara, Sabaku bungsu itu ternyata tak berpikir dulu sebelum berbicara.

"Satu hal lagi yang kudengar dari mahasiswi tadi," cerita Naruto lagi, kembali mencoba mencairkan suasana, "mereka bahkan memberikan kita julukan."

"Julukan apa?" tanya Sai.

"Empat Serigala Tampan', aku sendiri juga tak tahu kenapa kita diberikan julukan seperti itu?" Naruto mengedikkan bahunya.

"Serigala?" Sasuke menaikkan sebelah alisnya.

"Tampan?" Sai tersenyum.

"Empat katamu?" tanya Gaara. Tunggu! Apa yang barusan memang suara dari Gaara? Pemuda yang benar-benar irit kata itu?

Semua kepala langsung menoleh padanya. Mengabaikan wajah-wajah 'heran' tersebut, Gaara kembali berkata sambil menunjuk dirinya sendiri, "jadi aku termasuk dalam julukan itu?"

Naruto langsung menjawab, "well, itu benar. Yah, meski kau bukan mahasiswa asli Universitas Konoha, tapi kau lebih banyak menghabiskan waktumu di sini bersama kami ketimbang di kampus Suna. So, kau memang sudah menjadi bagian dari kami, sejak awal pertemuan kita di masion senju."

Untuk pertama kalinya, Gaara menghela nafas kesal. Sepertinya ia sedikit tidak rela.

Sai menautkan alisnya heran. "Kenapa Gaara? Apa ada yang salah dengan itu?"

Gaara menghela nafas pelan (nyaris tak terdengar), ia menutup mata, seraya berucap, "…..aku kurang suka dengan julukan norak yang mereka berikan itu pada kita."

Naruto nyengir. "Oh, ayolah Gaara." Dia tidak segan lagi untuk merangkul bahu Gaara, sok akrab, tipikal Naruto. "Apanya yang salah dengan nama 'Empat Serigala Tampan'? kurasa nama itu keren juga kok."

"Hn," Sasuke ngangguk menimpali. "Kata 'Serigala' itu agak kasar, tapi aku suka. Lebih baik 'kan dari pada symbol 'kelinci'?" ujar Sasuke sambil melirik Sai, bermaksud menyindir playboy tersebut.

Sai hanya tersenyum tanpa dosa. "Kata 'tampan' juga tidak kalah bagus. Cukup menarik perhatian para cewek," tampang Sai kembali berubah mesum.

"Terserah kalian saja," ujar Gaara pasrah, memasang kembali sebelah earphone di telinganya, menutup mata, ia kembali ke sifat awalnya.

Dan obrolan ringan diantara mereka berlanjut, meski yang paling aktif adalah Naruto dan Sai, yang kadang-kadang Sasuke menimpali dengan nada kasar atau marah karena Naruto seenaknya menyerumput minumannya.

*#~4SerigalaTampan~#*

Di lain tempat, yang biasa dikunjungi para mahasiswa saat-saat mengisi waktu lenggang jam kuliah mereka, adalah perpustakaan besar Konoha. Terletak di bagian barat kampus, gedung besar berlantai dua yang didominasi dengan warna cream. Jarang tak ada pengunjungnya, karena hanya tempat inilah pusat dari berbagai ilmu yang dicari oleh penghuni Universitas Konoha, baik mahasiswa ataupun dosennya.

Perpustakaan Konoha sendiri, memiliki fasilitas yang cukup lengkap di dalam. Ada lab, ruang nge-net, ruang khusus nge-print dan fotokopi, juga toilet agar kau tak perlu mondar-mandir keluar gedung untuk mendapatkannya. Berbagai macam buku tertata rapi, sesuai dengan nomor kode buku pada masing-masing rak setinggi dua meter. Rak-rak tersebut berjejer secara vertical mengisi aula besar di lantai dua perpustakaan. Dan setiap sisi dindingnya, terdapat bangku panjang lengkap dengan meja persegi panjang yang memisahkan bangku dengan dinding tersebut. Disediakan bagi yang ingin membaca buku dengan waktu lama di perpustakaan.

Salah satunya, mahasiswi semester baru, yang mengambil jurusan kedokteran, duduk sendiri menghadap dinding. Gadis berambut indigo itu membalik bukunya, membacanya dengan minat. Sampai tak sadar, ada seseorang yang menghampirinya dari belakang.

"Kenapa kau mendadak membaca buku tentang hewan, Hinata? Kau ingin pindah jurusan ke dokter hewan? Begitukah?"

Hinata hampir terlonjak kaget, sebelum akhirnya ia sadar dengan suara berat yang muncul di belakangnya itu, adalah suara yang Hinata kenal betul. "Neji-niisan. Kau tak perlu mengagetkanku begitu 'kan?" Hinata berujar seraya menoleh ke belakang. Mendapati pemuda yang memiliki pupil sama dengan dirinya, berambut coklat kehitamaan panjang, tersenyum tipis padanya.

Neji mengambil kursi di samping Hinata, ia meletakkan buku ringan yang dia bawah, siap untuk membacanya.

"Sudah tak ada jam kuliah lagi?" tanya Hinata, menatap Neji yang membuka buku 'biografi politikus Jepang'.

"Ada, nanti jam tiga sore." Neji mengalihkan tatapannya pada Hinata. "Maaf, sepertinya kau harus pulang sendiri nanti sore, jika kau tidak ingin menungguku lebih lama lagi Hinata."

Hinata tersenyum. "Tak apa niisan, lagian nanti sore aku ke rumah salah satu temanku, mengerjakan tugas berpasangan yang baru saja diberikan dosen pada kami."

"Perlu ku antarkan?"

"Bukannya niisan nanti ada jam kuliah? Baru saja kau mengatakannya."

"Aku hanya takut paman Hiashi marah padaku, karena tidak bisa menjaga dengan baik adik sepupunya."

Hinata memasang wajah mengerut. "Aku bukan anak kecil lagi niisan. Aku bisa melakukan semuanya sendiri."

"Tapi bagiku, kau masih saja anak kecil." Neji tersenyum mengejek.

"HYUUGAAA!" suara nyaring terdengar, tentu saja bukan berasal dari dua klan hyuuga tersebut. Hinata yang pertama menoleh, sementara Neji sudah mendengus kesal mendengar suara yang dia hafal betul siapa pemiliknya.

"Tenten?" Hinata menaikkan sebelah alisnya heran, melihat gadis bercepol dua itu.

Tenten berjalan mendekat, sambil sesekali sedikit menunduk minta maaf pada penghuni perpustakaan lain, karena dia sudah mengganggu ketenangan mereka dengan suara nyaringnya yang memanggil 'Hyuuga'.

Setelah Tenten berdiri di samping Hinata, ia nyengir. Neji mendengus, "berapa kali harus kubilang padamu Tenten, jangan menggangguku di perpustakaan. Aku tidak bisa tenang membaca jika kau ada di sampingku," keluh Neji.

Tenten menyerngit. "Siapa bilang aku ingin bertemu denganmu? Aku ingin bertemu dengan Hinata kok. Memangnya yang bernama Hyuuga di sini hanya kamu seorang?"

Neji tak menjawab, ia kembali pura-pura focus pada bacaannya.

Tenten segera duduk di samping lain Hinata yang masih kosong. "Hinata, aku benar-benar butuh bantuanmu. Kumohon, kali ini kau mau yah? Tolonglah calon kakak iparmu ini!" Tenten mengatupkan kedua tangannya di depan Hinata, memasang pupil eyes andalannya.

Neji mendengus, mendengar kalimat 'calon kakak iparmu' dari Tenten.

Hinata bingung, "B-bantu apa? Aku tidak mengerti maksudmu, Tenten."

"Begini, kemarikan telingamu," dan Tenten membisikkan sesuatu di telinga Hinata. Tak ada seorang lain pun yang tahu, apa yang dibisikkan Tenten, kecuali Hinata. Bahkan Neji yang duduk di sisi lainnya Hinata, tak bisa mendengar bisikan Tenten, meski ia diam-diam memasang telinga karena penasaraannya.

Setelah Tenten menjauh dari telinga Hinata. Tampang Hinata menjadi berkerut. "T-tapi, Tenten itu 'kan pek–"

"Ssht! Jangan bilang-bilang siapa! Ini rahasia kita," potong Tenten. "Ayolah Hinata. Tolong bantu aku dalam hal ini, hanya kau harapan ku saat ini." Tenten kembali memasang wajah memohon.

Neji mendengus kesal, lalu dia berdiri. "Tak usah pedulikan ucapannya, Hinata. Apa pun yang diinginkannya, jangan lakukan jika kau tak ingin. Kalau dia tetap memaksamu, aku tidak akan menikah dengannya."

Tenten mencibir. "Akh! Kau pacarku yang jahat Neji!" nadanya terdengar dibuat kesal.

Neji menyeringai sekilas, sambil pergi berlalu meninggalkan mereka.

Hinata menghela nafas. Kembali menatap Tenten. "Baiklah, asalkan hal itu tidak menggangguku jam sibukku," ujar Hinata menyerah.

Dan Tenten nyengir lebar. Mata coklatnya tanpa sengaja melirik buku bacaan Hinata yang terbuka lebar di atas meja. Tertera judul halamannya: 'Binatang Buas', dan kata bercetak tebal di paragraph bawahnya bernomor urut empat: 'Serigala Gunung'

Tenten tersenyum jail. "Kau salah buku Hinata, di sini pastinya tak ada tertera tentang biodata 'Empat Serigala Tampan'." Tenten terkikik geli.

Hinata kembali bingung. "Apa maksudmu? Serigala tampan? Memangnya ada wajah binatang yang tampan?" tanyanya innocent.

Tenten tersedak oleh tawanya sendiri. Ia lalu menatap Hinata dengan ekspresi kaget dalam sepersekian detik, sebelum Tenten mendengus kecewa. "Ah, seharusnya aku ingat, kau 'kan tipikal gadis kutu buku, pantas saja tak tahu gossip terbaru."

Hinata menatap Tenten penasaran, membuat Tenten nyengir lagi. "Baiklah Hinata, kuceritakan padamu untuk jaga-jaga, oke?"

Tanpa sadar Hinata mengangguk.

"Begini. Ada empat mahasiswa baru tahun ini, mereka langsung menarik banyak perhatian orang-orang. Kempatnya ini memiliki wajah yang bisa dibilang di atas 'rata-rata'. Tapi, mereka juga bisa dikatakan pemuda-pemuda yang berbahaya. Makanya diberi julukan 'Empat Serigala Tampan.' Karena mereka bisa merugikanmu kapan saja, layaknya binatang serigala buas yang siap menerjangmu jika kau mendekatinya," ujar Tenten dengan nada mengerikan, juga menambahkan efek raungan serigala untuk menakuti Hinata.

Dan itu berhasil, Hinata bergidik mendengarnya. "M-masa' sih, ada orang buas seperti itu?"

Tenten terkikik geli, "tidak, tidak Hinata. Aku hanya sedikit bercanda." Ada jeda sedikit untuk Tenten mengakhiri tawanya, tampangnya kembali serius. "Tapi yang kuucapkan tadi, ada seriusnya juga lho. Mereka memang berbahaya, sebagian besar bagi para gadis, termasuk dirimu. Akan kuberberkan padamu siapa saja anggotanya, buat jaga-jaga agar gadis polos sepertimu tidak terjerat. Oke?"

Hinata, lagi-lagi mengangguk.

"Pertama, Sasuke Uchiha, dia di jurusan arsitek. Sifatnya sangat arogan, tapi wajahnya sangat, sangat, sangaaat tampan. Sikapnya yang dingin terhadap wanita membuatnya bertambah keren. Nah, bahayanya, Sasuke itu sering sekali bicara kasar, tak tangung-tanggung dia berhasil membuat banyak fans-nya kabur terbiri-birit setelah dia bentak tanpa perasaan. Tapi, tetap saja, keesokan harinya para fans-nya kembali mengejarnya.

Kedua, Sai Ranmaru, dia di jurusan desain grafis. Sai ini yang paling sering menebarkan pesona pada gadis-gadis. Mulutnya sangat pandai merangkai kata-kata untuk merayu gadis-gadis. Ini bahkan lebih buruk dari Sasuke, tanpa merasa bersalah, dan seakan tidak terjadi apa-apa, dia selalu memutuskan cewek-ceweknya (yah, lebih dari satu) seenaknya. Dengan senyum mengembang dia berkata 'maaf, aku sudah punya gadis lain'. Dan anehnya, tak ada satu pun mantan pacarnya yang jera untuk mengejar Sai kembali.

Ketiga, Gaara Sabaku, Aku tidak tahu dia ambil jurusan apa, tapi dengar-dengar dia bukan mahasiswa Konoha. Kalau diperhatikan, Gaara terlihat sangat santai, kemana-mana dia selalu memakai earphone di kedua telinganya. Dia bahkan terkesan paling cuek dengan sekelilingnya. Tak akan mau menanggapi pembicaraan yang bagi dirinya bukan hal penting. Buruknya, kau hanya akan seperti orang bodoh yang bicara sendiri jika mengajaknya ngobrol. Dan jika dia merasa kau sudah mengganggu ketenangannya (mendengar musik), Gaara akan menatap tajam matamu dengan mata hijaunya, seolah berkata 'Pergi kau atau akan kubunuh kau!'. Tak banyak perempuan pingsan ketakutan di hadapan Gaara setelah menerima death glare darinya. Lucunya, justru tatapan tajam Gaara diartikan oleh gadis-gadis sebagai tatapan cinta yang membara, seperti arti tato 'Ai' yang ada di dahinya.

Dan yang terakhir, Naruto Uzumaki (Hinata agak terkejut menedengarnya), dia di jurusan hukum, pemuda yang paling ceria di antara mereka dan sangat supel dengan siapa saja. Kalau dilihat, dia tidak terlalu tampan. Tapi entah kenapa, Naruto memiliki daya tarik sendiri yang besar, mungkin sejak lahir. Dengan sekali cengiran bahagianya yang sangat ajaib itu, mampu membuat orang-orang ikut bahagia melihatnya, itu lah daya tarik terbesarnya, termasuk kepada gadis-gadis. Kau mungkin merasa dia orang yang sangat baik, ditambah lagi dengan beberapa tingkah cerobohnya, kau pasti tak akan pernah curiga dengannya. Tapi siapa yang sangka, dia paling sering 'memanfaatkan' orang."

"Maksudmu?" Hinata tak bisa menyembunyikan rasa penasaran yang lebih.

Tenten semakin bersemangat untuk cerita. "Jangan heran, kalau Naruto mendadak duduk di sampingmu saat kau sedang istirahat makan di kantin atau café kampus. Sifatnya yang supel, dengan mudahnya mampu membawamu tertarik untuk mengobrol asyik dengannya. Sambil makan bersama, tak jarang dia akan membuatmu tertawa sekali-kali. Tiba makan selesai, Naruto nyengir bahagia padamu, lalu pergi setelah mengatakan 'Terima kasih traktirannya yah? Senang bisa berbincang-bincang denganmu'. Dan saat kau sadar, kau akan mendapati tagihan mangkuk ramen lebih dari sepuluh porsi. Hipnotis ala Naruto, berhasil ia jalankan."

"M-masa' sih?" Hinata masih sulit percaya.

"Iya Hinata. Aku serius. Oia, aku juga dengar satu hal lagi. Katanya mereka berempat juga pandai berkelahi. Keren kedengarannya 'kan? Aku sendiri tidak mengerti, kok bisa yah, empat pemuda yang nyaris terlihat sempurna itu bisa berkumpul? Beruntung sekali cewek yang bisa berteman dengan mereka. . ."

.

.

.

"K-kenapa kalian pandai sekali berkelahi?" tanya pemuda yang susah babak belur, ia tersungkur di atas aspal.

Naruto nyengir, ia melipat kedua lengannya di belakang kepala, sambil berucap, "Ayahku yang menyuruhku untuk belajar, katanya beladiri sangat penting untuk laki-laki sejati. Ternyata berguna juga."

Sasuke memegang tengkungnya sendiri, lalu menggedikkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, menimbulkan bunyi 'kretek' di lehernya. Ia menyeringai tipis, "beruntung kakakku sempat melatihku sejak kecil. Aku tak menyesal."

Sai menepuk-nepuk bajunya dari debu, dan tersenyum, "tak akan terlihat keren di depan wanita, jika kau tak bisa berkelahi untuk melindunginya dari bahaya."

Gaara menggertakkan buku-buku jari tangannya, ia mengakhiri perkataan teman-temannya dengan nada datar, "karate adalah olahraga yang menyenangkan."

Gaara berbalik, diikuti teman-temannya, berjalan meninggalkan lima belas orang payah yang terbaring lemah di atas tanah, yang sepuluh menit lalu dengan gaya sok mereka menantang dan menghalangi jalan pulangnya ke– 'Empat Serigala Tampan' kita.

Layaknya super hero, yang menang dari medan tempur. Mereka berempat pergi dengan gaya jalan khas mereka masing-masing.

Tanpa sadar, 'bahaya' masih menanti mereka. Saat keempatnya berbelok di tikungan jalan. . .

Naruto dengan cerobohnya, atau memang karena sial, ia tak sadar menginjak kulit pisang. Tubuhnya terjungkal ke belakang, dalam keadaan kaget, tangan Naruto memegang apa saja yang bisa digapai agar tak jatuh.

Tapi sayangnya, ia salah dalam memilih pegangan. . .

Sasuke tersentak, saat tangan Naruto menarik bajunya dengan kuat dari kebelakang. Belum sempat ia menoleh, langkahnya terpaksa berhenti, digantikan olengnya tubuhnya kebelakang, Sasuke ikut terpleset. . .

Suara gedebuk kecil ditambah erangan kesal, mengalihkan perhatian Sai. Pemuda playboy itu menoleh ke belakang, tanpa menghentikan langkahnya. Ia melihat Naruto meringis sakit, terbaring di atas trotoar, tak jauh darinya, Sasuke juga terbaring sambil mengusap kepalanya yang nyeri.

Sai tertawa, tanpa sadar, ia tersandung batu. Dan tak ragu lagi, Sai jatuh tengkurap ke depan, dagunya menabrak trotoar. . .

Gaara, yang tak tahu apa-apa, karena suara volume musik di earphone-nya cukup keras, masih terus berjalan sambil menutup mata. Tanpa sadar, tiang lampu listrik menantinya. Jidat Gaara pun menubruk tiang besi itu. . .

Ckckck. . . . sungguh tak elit tingkah mereka semua saat ini. Beruntung tak ada yang lihat. Benar-benar tak disangka, insiden memalukan itu terjadi, mungkin ini karma karena mereka sempat bersombong diri setelah mengalahkan (baca:menghajar) orang-orang tadi.

Bersambung….


Fict ini dibuat semata-mata hanya untuk kesenangan…. Jadi, maafkan dini kalau ternyata fict ini jauh dari harapan para reader…

Warning: tak jelas alurnya….. silahkan tinggalkan fict ini jika anda berharap sebuah konflik yang menegangkan terjadi di sini.

Thanks 4 review:

Yoona Furukawa, Darksketch, Yunna-chan, Hikari Shinju, Re, Icha yukina clyne, Naya Cielers, M. Higashikuni, Vampire 9irL, Raiha Laf Qyaza, Grandchild from clan senju, Rizu Hatake-hime, Fun-Ny Chan D'JiNcHuUri-Q, Uchiha Athena, Tenshi Nauzora, Darren Dotta, Crunk Riela-chan, Moe chan, Sakura Cross, 4ntk4-ch4n, Miss Uchiwa 'Tsuki-Chan, UchiHaruno Kirei Na 'Satsuki'-Hime, SaGaara Tomiko, Anonymouse Me, Kuroi5, VhieHime, Aoi Shou'no, ZephyrAmfoter, AmarilisBlossom, Amutia Rin'Phantomhive, NaruHina 4Ever-Lavender Girl, white rose-chan, haruno gemini-chan, Hanayaka Hikari, shiroianakbaik, my sweet home, Key is my name, Sharon Himawari, Berry ga login, Ruruberry, AwanMerah, Namichan, dannad, MyDirthly Diamond, SelviaNaruHina AniSasuSaku, Yamanaka Yuri.

Maaf, karena lagi-lagi Dini tak sempat membalas semua review... *Ojigi*,,,, daaan Dini sangat senang mendapatkan review kalian semua... ^^


Mind Review?

~Dini-chan~