Once Upon A Time In Inaba

Author's note: Mungkin ini adalah fic terabal saia... m( _ _ )m

Rated : T

Summary: AU. Bagaimana hidupku di masa depan kelak? Souji x Hanako, Yukiko x Kanji, Souji x Yukiko.

Category: Humor/Romance

Disclaimer: PERSONA 4 sepenuhnya adalah milik ATLUS


.

PROLOG

.

"Souji..."

Sebuah suara memanggil seorang pemuda dalam kegelapan malam yang dingin, sebuah suara yang begitu dikenalnya, tetapi siapa? Siapa pemilik suara itu? Tidak ada yang tahu.

"Souji..."

Suara itu memanggilnya lagi, kali ini dengan nada yang lebih keras. Tetapi tetap saja pemuda itu tidak berkeinginan untuk menjawab, lagipula siapa yang ada urusan dengannya malam-malam begini?

"Bangun, Souji..."

Suara itu terdengar semakin mendekat. Merasa terganggu, Souji membalas dengan menyembunyikan dirinya di balik selimut futonnya yang tebal tetapi sang pengganggu rupanya masih lebih cerdik. Dengan kedua tangannya yang lentik, sang pengganggu menyibak kasurnya dengan kasar. Alhasil...kasur tersibak, Souji kedinginan.

Tetapi ia masih belum juga bangun...

Astaga... sedang ada di langit lapis keberapa ia sekarang? Tanya sang pengganggu dalam hati. Sebagian dari hatinya terkejut, ia sama sekali tidak menyangka jika anak muda yang senantiasa datang ke tempat kerjanya dengan gaya yang 'cool' tersebut rupanya memiliki cara tidur yang begitu menggelikan.

Haruskah ia berteriak?

Jangan...pesan dari boss, jangan menarik perhatian.

Apakah aku harus menggodanya?

Tidak...tidak Margareth, kau masih punya masa depan...

Ia menghela nafas panjang...

Ini berat... tidurnya laksana kerbau kena busung lapar...

Dipandanginya sosok Souji Seta yang tengah tertidur. Tidak ada tanda-tanda ia akan pulang. Ingin ia membangunkannya dengan satu buah kecupan hanya saja wajah sang target mengurungkan niatnya 1000 persen. Entah apa yang diimpikan oleh pemuda berambut perak itu, ia juga tidak paham lagi tidak tahu. Hanya saja ada beberapa indikasi yang agaknya menunjukkan bahwa pria di depannya itu mungkin sedang memimpikan sesuatu yang mesum : mulut yang mengeluarkan air liur dalam jumlah banyak dan senyum-senyum mesum sambil tertawa kecil lengkap dengan suara-suara seperti "Jangan...Hanako sayang"

Haruskah aku meninggalkannya dan melanjutkan tugas ini besok pagi?

Padahal boss bilang ini penting...

Margareth terdiam...ia bingung, membangunkan orang tidak pernah sesulit ini. Tetapi perintah dari majikannya juga jelas...ia tidak boleh pulang sebelum berhasil...Igor membutuhkan Souji malam ini...dalam keadaan sadar..


Satu jam kemudian

.

Malam semakin larut seiring dengan perubahan suasana dari yang semula ramai jadi sepi, dari sepi jadi berhantu...dari berhantu lalu muncul penampakan, setelah penampakan... salah satu dari mereka akan kesurupan. Kalau sudah kesurupan mungkin jadi gila dan mati gentayangan...What a Wonderful World.

Margareth terduduk sopan..

Souji tertidur dengan penuh kemaksiatan...

Apalagi yang harus kulakukan? Tanya Margareth membatin. Berbagai cara sudah ia lakukan mulai dari menamparnya bolak balik, meniup telinganya hingga membungkus kepalanya dengan celana dalam. Akan tetapi ibarat kata pepatah yang berbunyi Maksud hati memeluk gunung apadaya tanganku buntung, alih-alih terbangun...justru tidurnya Souji malah semakin pulas, dan bahkan sampai pada tahap kepulasan tingkat akut dimana dalam mimpinya ia bergumam bahwa Megan Fox adalah mantan pacarnya.

Padahal sekarang sudah jam 2 pagi...

Kedua mata wanita tersebut mulai memerhatikan sekitarnya dengan lebih teliti lagi untuk mencari suatu hal yang mungkin bisa dipakai untuk membangunkannya.

Bola dunia...sudah

Kabel televisi...sudah putus...

Ia harus memakai alat lain yang tersisa...tapi apa? Ia terus bertanya-tanya dalam hati . Dicarinya terus barang-barang yang mungkin digunakan dalam kegelapan dan benar saja...Tuhan tidak sedang liburan ke Las Vegas malam itu.


Aneh...memang aneh. Sedari tadi pandangan mata Margareth mengarah, tidak pernah terbersit sedikitpun pikiran dalam kepalanya jika sebenarnya masih ada satu benda yang bisa digunakan untuk membangunkan sang pemuda di depannya itu. Padahal, benda itu telah menyertainya selama ini dan apabila ia ditanya dengan pertanyaan 'Benda apa yang paling kau cintai di dunia ini?' Sudah ia akan menyebut namanya tanpa ragu, bahkan jika ditanya dengan pertanyaan 'Siapa yang paling ingin kau jadikan suami di masa depan?' Ia juga pasti akan menyebutkan nama benda itu tanpa pikir panjang lagi. (oke, ini mungkin sudah berlebihan)

Ya...benda itu adalah sebuah Persona Compendium.

"Mungkin cuma ini satu-satunya jalan..."Ujarnya seraya mengelus sampul buku itu dengan penuh perasaan. Ia lalu memandang wajah Souji yang masih memasang tampang mesum tanpa dosa.

Nothing to lose...

Maafkan aku bukuku sayang..

Margareth lalu mendekati wajah pemuda itu. Nafasnya terdengar berat...dan...

BUAK!

Ia memukulkan buku itu ke arah sang target dengan keras...sangat keras malah...sekeras hantaman bangku pegulat Hollywood Hulk Hogan dalam acara WWE Smackdown.

BUAK!

BUAKKK!

Ajaibnya...cara itu mulai manjur...pemuda itu mulai menunjukkan respon yang berarti.

"Bangun, Souji!"

"Ukh..." Pemuda itu mulai merasa tidak nyaman

BUAK!

"BANGUN!" Jika cara ini tidak bisa juga, tidak tertutup kemungkinan Margareth akan menangis tersedu-sedu dan pulang ke tempat majikannya dengan kondisi gangguan jiwa akibat tekanan mental yang terlalu berlebih.

BUAK!BUAK!BUAK!

Dan saat itulah saudara-saudara...langit terbuka, bumi berguncang, manusia kiamat. Sebuah keajaiban telah terjadi. Setelah berjuang selama satu jam lebih, akhirnya pria bernama Souji Seta bisa dibangunkan dengan sukses tanpa cela hanya sedikit merah pada bekas pukulan. Hebatnya lagi, Souji hanya menjawab dengan nada yang 'cool' sambil mengusap-ngusap matanya yang masih mengantuk.

"Siapa?"

"Ini aku..." jawab Margareth dengan nada puas yang menandakan kepuasan hatinya di tengah-tengah sweatdrop yang melanda, tetapi rupanya Souji masih belum pulih benar.

"Nanako ya? Kenapa?...Mau pipis?"

BUAK! Sebuah tamparan persona compendium kembali mendarat di kepala pemuda pimpinan Investigation Team tersebut.

"BANGUN BRENGSEK!"

Habis sudah kesabarannya. Merasa sewot, Margareth akhirnya berkata dengan nada kasar - suatu hal yang sangat jarang dilakukannya.

Sadar jika itu bukan Nanako, Souji akhirnya bangun dari tidurnya. Matanya masih memerah, tetapi minimal ia sudah bisa berinteraksi sekarang...dan...sudah bisa bergaya lebih 'cool' dari yang tadi. Singkat kata...dia sudah pulang.

"Margareth-san ya..." kata pemuda berambut perak itu, "Ada apa?"

Terima kasih Tuhan, dia sudah bangun. Margareth membatin. Setidaknya ia sudah bisa menyimpan kembali Persona Compendiumnya dan bersikap sebagai wakil Igor yang baik di muka bumi. Ia mulai mengatur nafasnya yang tersengal-sengal, menyeka keringat dan membetulkan rambut dan make-upnya yang luntur. Ia kembali normal.

"Ada yang ingin majikanku sampaikan sekarang..."

"Sekarang? Tapi kan masih malam..." jawab Souji, "Kenapa tidak kalian panggil saja aku lewat mimpi seperti biasa?"

"Ini tidak ada hubungannya dengan velvet room..." ujar Margareth dengan nada serius, "Ini berhubungan dengan masa depanmu..."

Berhubungan dengan masa depan? Mendengar hal itu, Souji mendadak kaget.

"Apa maksudnya dengan..." ia terhenti sejenak, "Masa depan?"

"Aku tahu ini agaknya akan sulit untuk kau pahami..." jawab Margareth, "Lebih baik kau ikut aku sekarang...cepat! Ini menyangkut dirimu, keluargamu...dan juga teman-temanmu."

"T-tapi..."

Ingin rasanya Souji untuk bertanya lebih lanjut akan tetapi keadaan sungguh tidak berpihak padanya, saat ia menyalakan lampu ia mendapati dirinya sedang memegang sebuah pisau...dan lawan bicaranya itu telah memasang wajah ketakutan seolah-olah ia hendak memperkosanya. Hal ini lebih diperparah dengan kata-kata bernada ancaman.

"Jika kau tidak menuruti kemauanku...aku akan berteriak, Souji..." ujar Margareth, "Kau pastinya tahu apa kata orang jika mereka melihat kita berdua seperti ini..."

Mendengar ucapan ini, Souji terdiam. Hawa kejahatan segera menyeruak santer. Wanita di depannya itu serius dan Souji sudah mendapatkan gambaran yang paling mungkin akan terjadi jika Margareth benar-benar melakukan hal yang demikian.

"Jadi Bagaimana, adik kecil?" tanya Margareth kali ini sambil tersenyum dengan suara yang menggoda, semenggoda percakapan yang tak sengaja pernah ia dengar melalui percakapan telepon antara pamannya dengan seorang tante girang dari klub Janda.

Alhasil...malang tak dapat ditolak, Untung saudaranya Donal Bebek. Dengan berat hati, jawaban yang bisa Souji berikan hanyalah satu hal bernama anggukan kepala.

-TBC-


The Author's sez:

Yah...ketemu lagi dengan saya, author gila yang makin lama makin abal saja dalam membuat fanfic. Entah kenapa belakangan ini cara nulis saia itu lagi nggak karuan, semuanya serba kacau, logika nggak ada yang masuk. CIH! saia kesal! (kok malah jadi curhat ya?) Tapi ya sudahlah, sekian aja dulu kali ini. 'TILL DA NEXT CHAPTA!

Tetapi, sebelum saya menutup chapter ini...sudikah anda memberikan secuil review?...flame juga boleh ToT -hopeless mode: ON-