Disclaimer: I don't own Naruto.

A sequel to Save Nara. Lima tahun berselang. Setelah 'pensiun', satu hal yang paling tidak diinginkan oleh Shikamaru adalah mencium bau pembunuhan, lagi.

Warning: Chara Death, as always.

-x-

-x-

-x-x-x-

-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-

-x-x-x-

-x-

-x-

Angin berhembus. Senja memerah. Daun berguguran. Shikamaru masih menekuk lutut, seolah tak menggubris kakinya yang mulai kram, kesemutan hingga mati rasa. Dihadapannya tampak sepasang nisan yang tak bergeming. Satu nisan berukir nama Naruto Uzumaki, sedangkan satu nisan lagi menorehkan nama Sasuke Uchiha. Hening datang menemani. Hanya suara nafasnya sendirilah yang terdengar sesekali.

Hari ini, sepuluh Oktober. Tepat lima belas tahun Naruto meninggal dunia. Hari ini, sepuluh Oktober. Tepat lima tahun hukuman mati Sasuke Uchiha.

Mungkin tidak banyak orang di dunia ini yang bisa menerima kematiannya dengan tenang seperti Sasuke. Pemuda itu memanfaatkan waktu yang sedikit dengan sangat baik. Merasa sebagai keturunan terakhir, sehari sebelum dikarantina si bungsu Uchiha itu memanggil Hyuuga Neji ke penjara. Memintanya untuk mengesahkan sebuah surat wasiat atas semua harta yang ditinggalkannya. Baik yang ia peroleh dari mendiang Uchiha terdahulu maupun aset-aset yang dihasilkan Itachi semasa hidup di dunia. Jumlahnya jelas banyak. Dan jumlah yang banyak itu, dengan kesadaran penuh, dilimpahkan seluruhnya ke tangan Shikamaru. Tanpa syarat.

Putra tunggal Nara Shikaku cukup bijak. Sangat bijak. Semua yang diwariskan Sasuke dijualnya dan hasilnya dibagi dua. Sebagian disumbangkan ke sejumlah yayasan sosial, sementara sebagian lagi dibagi menjadi tiga. Satu bagian untuk Tenten, satu bagian untuk Hidan, dan satu bagian untuk Deidara.

Ino sebagai ahli waris Deidara menerima satu bagian itu dan menggunakannya dengan bijak pula. Gadis pirang tersebut menjalin kerja sama dengan mantan atasan Deidara dan membangun sebuah salon baru di tengah kota. Hidan yang hidup sendiri tidak punya ahli waris. Namun sebuah yayasan seni yang dulu diprakarsainya menerima bagian itu dan mengubah rumah Hidan menjadi sebuah perguruan kecil tempat anak-anak usia sekolah bisa belajar membuat tembikar secara gratis. Tenten juga sebatang kara. Shikamaru bermaksud memberikan bagian Tenten kepada Neji, tetapi Neji menolak. Hampir saja Shikamaru menyerahkan bagian itu kepada panti jompo tempat Nenek Chiyo tinggal. Namun niatnya urung ketika tahu bahwa Neji memiliki seorang saudara sepupu yang divonis radang paru-paru. Hinata, namanya. Gadis cantik itu disarankan oleh dokter untuk pindah ke daerah yang tingkat polusinya lebih bersahabat. Maka Shikamaru membelikan sebuah rumah untuknya. Letaknya persis didepan rumah yang ditempati Shikamaru sekarang. Berlokasi di daerah pegunungan yang masih hijau dan asri, jauh dari keramaian. Kali ini Neji tidak menolak niat baik Shikamaru.

Masih ada lagi yang diwariskan Sasuke untuk Shikamaru, yaitu apartemen, deposito dan rumah beserta lahan yang dulu didapatkan Sasuke sebagai ahli waris Naruto. Sasuke mewariskan semua itu sebagai warisan yang tidak dapat dipindahtangankan. Yang berarti bahwa Shikamaru harus bersedia memilikinya seumur hidup. Adalah harapan Sasuke agar kenangan atas Naruto bisa terus hidup dan mengalir dalam silsilah keluarga Nara.

Maka inilah Shikamaru yang sekarang. Mundur dari kepolisian seperti halnya Temari. Keduanya menikah dan kini menempati rumah peninggalan Naruto beserta sepasang anak kembar mereka. Lahan yang didapatnya pun dimanfaatkan Shikamaru dengan baik. Ia mulai bertanam strawberry dan hasilnya lebih dari cukup. Inilah hidup yang dia mau. Tenang dan damai bersama anak istrinya.

"Sudah waktunya kita pulang."

Hampir saja Shikamaru tidak mendengar sederet kata yang terlantun dari mulut istrinya itu. Tahu-tahu sepasang tangan mungil sudah mendarat di bahunya. Shikamaru lantas menoleh ke belakang.

"Ryu?" sapa sang ayah.

Si kecil berambut coklat dan warna mata senada membalas sapaan ayahnya dengan senyum merajuk.

"Yue sudah merengek sejak tadi," Temari menambahkan. Si cantik nan mungil bernama Yue tampak merengut sambil mengalungkan tangannya di kaki Temari.

Shikamaru hanya tersenyum melihat anak perempuannya, Yue. Nama pasaran itu terpaksa diberikan Shikamaru karena kedua anaknya lahir pada malam bulan purnama. "Ya sudah, kita pulang" katanya kemudian.

-x-

-x-

-x-

-x-

"Apa katamu? Kebun strawberryku? Syuting film?" Shikamaru tak percaya, "Kau mau membuat film disini?"

Tiga anggukan beruntun didapati Shikamaru sebagai jawabannya. Si rambut nanas masih memandangi tamunya tanpa berkedip. Apa yang membuat seorang produser film seperti Kakashi Hatake datang ke rumahnya tampak tak bisa diterima oleh sang tuan rumah.

"Tidak akan lama, Shikamaru" Kakashi membujuk, "Paling-paling hanya dua atau tiga minggu. Maksimal empat minggu. Bagaimana? Boleh 'kan? Aku janji, tidak akan ada yang merusak ataupun menganggu aktifitas kebunmu."

"Bohong," Shikamaru mendahului, "Mana mungkin tidak merusak dan tidak mengganggu."

"Ayolah, jangan pelit begitu. Kubayar berapapun yang kau mau."

"Tetap tidak boleh. Cari saja tempat lain."

"Dimana? Tidak ada yang lebih cocok selain kebun strawberry itu. Ada sebuah jeram di dekat sana. Pasti sangat menarik. Pemilik villa di ujung desa juga sudah bersedia menyewakan tempatnya. Inuzuka Kiba, kau ingat kan? Tinggal kebunmu saja. Bayangkan, seorang gadis desa yang bekerja di perkebunan terlibat asmara dengan seorang pengusaha ternama. Kemudian mereka-"

Shikamaru memotong, "Aku tidak tertarik mendengar kutipan skenariomu itu."

"Hey, apa kau tidak ingin melihat artis-artis berkeliaran di sekitar sini?" kemudian Kakashi setengah berbisik, "Tidak bosan melihat Temari terus sepanjang hari?"

"Tidak."

Wow, jawaban yang sangat meyakinkan dan menyakitkan.

"Aku mohon, sekali ini saja. Film ini pasti meledak, Shikamaru. Aku sendiri yang akan menyutradarainya."

"Kurasa film itu pasti akan terpuruk di pasaran."

"Jangan bercanda," sela Kakashi "Kau tahu siapa yang menulis skenarionya?"

"Tidak," jawab Shikamaru tak peduli. Ia masih tetap duduk dengan posisi yang sama, kursi yang sama, di tengah ruang tamu yang kini hanya diisi dua orang saja. Benar-benar tak peduli.

"Penulis skenarionya adalah Jiraiya," Kakashi memberitahu.

Nama itu terdengar agak familiar, tapi-

"Tidak kenal," Shikamaru masih acuh.

"Masa tidak kenal? Keterlaluan sekali kau ini. Hampir semua film yang skenarionya ditulis Jiraiya laris manis di bioskop," lalu Kakashi mulai menyebutkan beberapa judul, "Love U Lovely, 100% Seduction, Satu Ranjang Tujuh Asmara, Cry My Name Aloud,..."

Shikamaru melotot seketika. Judul-judul itu kan...

Tapi Shikamaru belum sempat memotong. Kakashi sudah mendahuluinya, "Kau tahu siapa yang akan membintangi film ini? Karin dan Pein. Kau dengar itu? Karin dan Pein. Atau perlu kuulang lagi? Karin dan Pein."

Tak pelak lagi Shikamaru pun mengumpat seketika, "Dasar berengs*k! Kau mau membuat film porno di perkebunanku? Kurang aj*r!"

Sungguh, Temari yang saat itu sedang berjuang menidurkan kedua anak mereka bisa mendengar ucapan Shikamaru tadi seperti mendengar teriakan orang yang hampir mati. Tapi Temari tak berpikir banyak. Barangkali mereka sedang main catur, Kakashi curang, lalu Shikamaru tidak terima. Hal itu dianggapnya wajar saja. Semenjak kejadian lima tahun lalu itu mereka memang mulai akrab. Bukan cuma Kakashi saja. Kiba, Neji, dan bahkan Ino pun makin akrab dengan keluarga mereka. Apalagi Ino. Gadis itu sudah cocok dengan Temari dari awal. Ia jadi sering berkunjung. Bahkan kadang sampai menginap berhari-hari. Kalau bosan di tempat Temari, Ino akan tidur di rumah Hinata.

Dan di ruang tamu sana, Kakashi merasa perlu memeriksakan telinganya setelah ini.

"Kau ini kenapa, Shikamaru?" Kakashi tak habis pikir, "Karin itu 'kan sedang naik daun. Jangan-jangan kau belum pernah menonton filmnya ya? Kasihan sekali."

"Ada dimana otakmu, Kakashi?" Shikamaru malah mengamuk, "Kau tidak lihat, aku punya dua orang anak yang masih berumur tiga tahun! Tega-teganya kau berniat membuat film panas di tempat ini! Dan soal kebun strawberry itu...jangan-jangan kau berniat menyisipkan adegan xxx berlatar outdoor. Iya, kan?"

"Tenang dulu, ini tidak seperti yang kau pikirkan" Kakashi mencoba berkilah,"Ini bukan film porno. Hanya film roman biasa yang dibumbui sedikit komedi."

"Pembohong! Kalau ada Karin di dalamnya, berarti film ini sudah pasti tidak benar!"

Seandainya saja Shikamaru bisa melihat seringai tipis dibalik masker yang dipakai Kakashi.

"Apa kau tidak ingin melihat Karin dari dekat? Hm?" tanya Kakashi menantang sambil memainkan alisnya begitu nakal.

Tidak bisa dibiarkan. Benar-benar tidak bisa dibiarkan. Ini bukan soal ingin melihat Karin si ratu birahi atau tidak, tapi soal moral. Bayangkan apa tanggapan Temari nanti kalau ia sampai tahu niatan Kakashi ini. Bisa-bisa si sulung Sabaku itu menduplikat tindakan Sasuke terhadap Deidara, Tenten, Itachi dan Hidan lima tahun lalu dan mempraktekkannya pada suami sendiri.

"Aku jamin, Shikamaru. Ini bukan film seperti itu" Kakashi masih membujuk, "Karin memang punya reputasi buruk. Tapi semua orang boleh berubah, kan? Film ini tidak akan sevulgar yang kau bayangkan. Kalau soal Ryu dan Yue, kalian bisa saja menitipkan mereka pada orang tuamu atau orang tua Temari di Suna. Kita bilang saja kalau film ini mengorek kebijakan dan skandal-skandal pemerintahan terdahulu, jadi harus dibuat diam-diam. Temari pasti akan percaya. Dia juga pasti lebih memilih untuk menitipkan anak-anaknya daripada harus melihat mereka berkeliaran di tengah proses syuting film yang mungkin bakal menuai kontroversi. Bagaimana? Mau kan?"

Tiba-tiba saja otak Shikamaru seakan membeku, mencair, lalu berpusar ulang seperti siklus air. Pikirannya tertuju pada isi kalimat keenam yang baru saja diucapkan Kakashi. Bukan soal filmnya, bukan soal Karinnya, dan juga bukan soal skandal pemerintahannya. Tapi soal Ryu dan Yue. Jika menuruti perkataan Kakashi, maka Shikamaru akan punya alasan untuk 'menyingkirkan' kedua anaknya dari rumah sementara waktu. Dan itu berarti...

Bulan madu kedua!

Kakashi memang sungguh luar biasa. Bahkan seorang jenius seperti Shikamaru pun bisa dihasutnya menjadi pembual.

-x-

-x-x-x-

-x-

Syuting dimulai minggu depan. Pagi tadi Shikaku dan Yoshino datang menjemput Ryu dan Yue untuk ikut mereka selama sebulan penuh. Tidak disangka, akal busuk Kakashi dan Shikamaru berhasil dengan mudah. Temari dan Hinata sama sekali tak tahu-menahu soal film macam apa sebenarnya yang akan dibuat Kakashi di sana. Orang-orang yang bekerja pada Shikamaru di kebun sudah diakali dengan mudahnya. Para tetangga yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari juga tak menaruh curiga. Sebagian besar rumah yang berdiri disana memang kosong dan hanya didatangi pemiliknya setahun sekali, atau hanya dirawat pembantu yang datang dua atau tiga kali dalam seminggu. Padahal perkebunan strawberry jaraknya tak sampai satu mil dari rumah mereka. Tapi jarak itu tampaknya masih akan aman. Ini kan film yang mengorek skandal pemerintahan. Betul, tidak?

Kiba sibuk sendiri. Dia memang salah satu penggemar berat Karin. Direncanakannya sebuah makan malam bersama di villanya yang berada di ujung desa. Tidak banyak yang diundang, tapi pasti akan menyenangkan karena akan ada Karin disana. Membayangkan senyum perempuan berambut merah itu saja air liur Kiba bisa menetes tanpa sadar.

Namun naas menimpa Shikamaru. Pagi itu, seseorang menekan bel di pintu depan rumahnya. Coba tebak siapa?

Ino. Yamanaka Ino. Dan dia tidak datang sendirian. Seorang pria berkulit pucat bernama Sai dikenalkannya sebagai tunangan.

"Mobilku mogok," Ino beralasan "Kebetulan saja tadi aku lewat daerah sini."

Tentu saja itu dusta. Dan kalimat selanjutnya yang didengar Shikamaru jelas tidak mengenakkan, untuk saat ini.

"Kami akan menginap."

Persis dugaan Shikamaru.

Begini rinciannya. Ino, yang sekarang langganannya adalah para artis terkenal, mendengar kabar soal rencana syuting Karin disana. Dan Kiba, yang belakangan juga menjadi langganannya, menceritakan soal rencana makan malam itu. Tapi Ino jelas tidak bisa terang-terangan minta diundang. Akan beda urusannya kalau dia mengatakan mobilnya mogok, lalu terpaksa menginap di tempat Shikamaru karena bengkel terdekat bukan main jauhnya.

Penderitaan Shikamaru masih belum berhenti sampai disana. Tanpa ia tahu, rupanya Temari mengabarkan soal rencana syuting film yang dibintangi Karin itu kepada adiknya di Suna. Sebagai penggemar, Kankuro ngotot untuk datang bersama si bungsu, Gaara.

Makin ramai, bukan?

"Kenapa tiba-tiba, Kankuro?" Shikamaru memprotes kedatangan adik iparnya di depan pintu, "Tidak ada kamar lagi. Ino dan tunangannya menginap disini."

"Ayolah, kakak ipar" Kankuro melas, "Aku akan tidur di ruang tamu. Kau juga tidak keberatan kan, Gaara?"

"Dan kenapa kau mesti ikut, Gaara? Aneh. Belakangan ini kau jadi makin rajin berkunjung," Shikamaru bertanya pada adik iparnya yang satu lagi, "Kau juga penggemar Karin?"

Gaara tak menyahut, seperti biasa.

Lalu Kankuro mencondongkan tubuhnya sambil berbisik pada Shikamaru diselingi lirikan ke arah rumah di depan sana. Dimana tampak seorang gadis cantik berambut indigo panjang tengah duduk di teras bersama sang kakak sepupu.

"Dia tidak suka Karin," bisik Kankuro "Gaara sedang mengincar gadis itu, Hinata" lanjutnya, "Jangan bilang-bilang Gaara, ya. Aku yang mengadu pada Neji kemarin. Habisnya aku takut Gaara berbuat sesuatu pada gadis itu. Dan Neji yang overprotektf itu tentunya lebih khawatir daripada aku. Aku rasa karena itulah dia datang kemari."

"Jadi kau bilang pada Neji kalau Gaara akan kemari?"

Kankuro mengangguk.

Wah, betul-betul ramai. Percuma saja Ryu dan Yue dibuat menyingkir.

'Oh Tuhan, bagaimana dengan bulan madu keduaku?' batin Shikamaru mengeluh.

Tentu saja harus ditunda dulu, wahai Siluman Nanas.

-x-

Inilah bagian yang paling menyenangkan. Bagian ketika halaman depan rumah Shikamaru ramai dipenuhi 'tetangga' dan 'kerabat'nya.

Pertama, Gaara yang sekujur tubuhnya dipelototi oleh Neji tiap kali pemuda itu bergerak satu inchi lebih dekat kearah Hinata. Entah kenapa Gaara masih tetap tak merasa terintimidasi. Justru Hinatalah yang salah tingkah hingga rona diwajahnya berubah berganti-ganti. Putih-pink-merah-pink-putih lagi. Putih-pink-merah-pink-putih lagi-merah lagi. Temari sudah menahan nafas sejak pagi. Sekuat tenaga diterangkannya bahwa adiknya tidak akan berniat buruk. Tapi sepertinya Neji tidak tertarik untuk percaya. Terlebih lagi, Kankuro terus mengompori dengan bangga.

Kedua, Ino juga ketiban sial. Setelah terang-terangan berkata bahwa mobilnya mogok, Kakashi langsung menyela dan mengatakan bahwa ia bisa membenahi mobil. Jiwa kepahlawanan produser film yang sama sekali tidak pernah punya latar belakang otomotif itu tergerak untuk membantu Ino. Si gadis pirang meringis sendiri. Ingin sekali ia berteriak dan mengatakan bahwa mobilnya tidak apa-apa. Tapi itu jelas akan membuat kebohongannya terbongkar(meski sebenarnya semua orang pun tahu kalau ia berbohong). Jadilah Ino sebagai bahan tertawaan dan kikak-kikik tak berkesudahan.

Dan ketiga, Shikamaru. Uh! Masih meratapi nasib malang bulan madu keduanya.

-x-

-x-x-x-

-x-

Sore tiba. Kiba, si tuan rumah yang merangkap sebagai juru masak bersenandung ria di tengah dapurnya sambil menyiapkan makan malamnya. Shikamaru dan Temari juga berkutat di dapur yang luar biasa luas itu untuk membantu si pencinta anjing. Akamaru berlarian kesana-kemari. Berkejar-kejaran dengan Kankuro yang terlihat tak punya kerjaan, hanya menunggu kedatangan Karin. Gaara sendiri sibuk membantu kakaknya mengelap piring dan puluhan alat makan lain. Kakashi juga ikut membantu di dapur meski hanya sesekali. Ia tampak membaca sebuah buku yang entah apa isinya. Kiba berbisik sekenanya sambil mengutarakan keyakinannya bahwa buku yang dibaca Kakashi itu pasti sebuah novel grafis porno atau buku-buku semacam itu.

Pein datang sedikit lebih awal dari yang lain. Ia muncul dari arah pintu depan, sempat berputar-putar sebentar sebelum sampai ke dapur yang penuh orang.

"Selamat sore, semuanya" sapa Pein.

"Kau kepagian, Pein" tegur Kakashi tanpa menoleh.

"Aku memang sengaja," sambungnya "Kudengar lokasi syuting kita itu bagus sekali. Aku sengaja datang sedikit sore untuk melihatnya. Apa tempatnya jauh dari sini?"

"Tidak," jawab Kakashi "Paling hanya satu setengah kilo."

"Bisa tunjukkan tempatnya?"

Kali ini Shikamaru yang menyahut, "Dari sini lurus saja ke utara. Setelah melihat dua rumah yang berhadapan sebelum tikungan, belok ke timur. Rumah itu salah satunya rumahku. Lima atau sepuluh menit kemudian kau pasti sampai."

"Kau pemilik kebun itu ya?"

Shikamaru mengangguk.

"Apa ada rumah lain dari sini ke sana? Mungkin nanti aku perlu bertanya jalan."

"Kalau dari sini ke rumahku, tidak ada," jawab Shikamaru "Kalau dari rumahku ke kebun strawberry, ada beberapa. Tapi saat ini kosong semua."

"Sudahlah, lurus saja lalu belok kanan. Kau tidak mungkin tersesat. Keterlaluan sekali kalau tersesat."

"Ya, ya."

"Pein, kau menginap tidak?" tanya Kiba sambil menoleh.

"Cuma malam ini," jawab Pein "Aku pulang besok. Paling-paling yang lain juga begitu."

Setelah mengucap permisi, Pein langsung berlalu. Ketika itulah Temari memandangi sosoknya yang menghilang dibalik pintu dapur. Ibu muda itu bergidik ngeri. Mengingat track record Pein di dunia hiburan, kira-kira sebesar apa ukuran benda yang menggantung di antara kedua paha pria berpiercing itu?

'Hiii pasti mengerikan,' batin Temari.

Beberapa saat setelah Pein pergi, Hana muncul. Ia adalah kakak perempuan Kiba yang belum lama menjanda. Hana tidak berbicara banyak. Setelah mengucapkan salam ia langsung naik ke kamarnya dan beristirahat. Letih, tampaknya.

Belum sampai sepuluh menit, muncullah seorang janda lagi. Kali ini seorang desainer ternama, Tsunade.

"Shizune tidak ikut?" tanya Kiba begitu melihat kedatangan si pirang bahenol.

"Tidak," jawab Tsunade "Shizune sedang pulang kampung ke Iwa."

"Kau juga kepagian, Tsunade" tegur Kakashi, "Mau melihat lokasi syutingnya juga?"

"Memangnya sudah ada yang mendahuluiku?"

"Pein," jawab Kiba.

Kemudian terlintaslah sebuah ide di otak Tsunade. Katanya, "Kalau begitu kususul saja dia. Oh ya, Kiba. Aku pulang besok. Masih ada kamar, kan?"

"Tenang saja, ada puluhan kamar di villa ini. Semua orang bisa menginap," kata Kiba.

Tsunade berlalu. Tak sampai setengah jam, dua orang kembali muncul. Jiraiya dan Sakura. Entah bagaimana keduanya berpapasan di jalan dan tanpa sengaja berbarengan kesana.

"Kalian juga mau melihat kebun strawberry?" Kakashi menebak.

"Wah, rupanya sekarang kau bisa membaca pikiran orang, Kakashi" seru Sakura ramah.

"Apanya yang membaca pikiran," lanjut Jiraiya "Tadi aku mengirim sms pada Tsunade. Dia dan Pein sudah sampai disini. Wajar kalau dia jadi tahu."

"Kau mau menyusul mereka?" tanya Kiba.

Jiraiya mengiyakan.

"Oh ya, kenalkan dulu. Shikamaru dan istrinya, Temari. Lalu adiknya, Gaara" kata Kiba memperkenalkan.

Yang diperkenalkan hanya saling senyum dan sapa sekedarnya. Jiraiya menghilang tak lama kemudian.

"Kau tidak ingin kesana juga?" tanya Temari.

Sakura menggeleng, "Aku bantu kalian disini saja. Setelah itu aku mau berkeliling di villa ini. Uangmu pasti banyak, Kiba. Villa ini besar sekali."

"Ya, ya" sahut Kiba, "Berkeliling saja sana, tapi jangan pecahkan barang-barangku."

Lampu hijau dari pemilik villa. Akhirnya Sakura lebih memilih untuk berkeliling daripada membantu di dapur.

Waktu berputar. Dua puluh tujuh menit kemudian Shikamaru menoleh. Temari menoleh. Kiba menoleh. Kakashi menoleh. Gaara menoleh. Kankuro mimisan. Tunggu dulu, apa yang terjadi?

Sebenarnya tidak ada yang terjadi. Hanya ada sebuah mobil sedan berwarna silver yang melenggok masuk ke halaman villa. Pokok atensinya adalah siapa yang berada di balik kemudi sedan silver itu. Dialah pemeran utama, Karin. Itulah Karin. Karin yang mampu menyedot semua perhatian dari semua orang untuk dirinya sendiri.

"Selamat sore, semuanya!" sapa Karin begitu ia turun dari mobil. Tanpa ragu dilambaikannya senyum kearah semua orang yang menyambutnya di depan pintu. Dalam detik berikutnya, Kankuro sudah sibuk berkenalan dengan perempuan itu.

Sementara Shikamaru sibuk mengamati sedan silver yang dikendarai Karin tadi. Keempat pintu di dua sisinya, polos. "Bagaimana cara membuka pintu kalau tidak ada pegangannya?" tanya lelaki itu.

"Sidik jari," Sakura yang menjawab "Karin adalah brand ambassador Voy, merek mobil buatan Taki. Mereka memberikan mobil itu secara cuma-cuma. Memang tidak ada pegangan pada pintunya, tapi disudut bawah kaca pintu, ada semacam finger scan. Kalau sidik jari Karin menempel disana, pintunya otomatis terbuka."

"Kalau begitu, cuma dia saja yang bisa membuka pintu mobil itu?" tanya Temari.

Sakura membenarkan, "Cuma dia yang bisa masuk. Orang lain tidak pernah ada yang dibiarkannya naik mobil itu."

"Hebat. Kau pasti senang bisa jadi manajernya," Kiba berkomentar, "Bayaranmu pasti tinggi."

"Lumayan," Sakura menyahut singkat.

"Hey, Pein dan yang lain sudah pergi melihat kebun strawberry ya?" sela Karin, "Aku mau menyusul."

"Susul saja," kemudian Kakashi menerangkan jalan kesana.

Benar saja. Ketika Karin berbalik untuk berangkat ke kebun strawberry, perempuan itu cuma menyentuhkan tangannya dan pintu mobil otomatis terbuka.

"Oh ya, Sakura" ujar Karin sebelum pergi, "Tadi aku minta Matsuri untuk membelikanku air mineral. Kalau dia sudah sampai sini, katakan supaya air mineralnya ditaruh di kulkas."

Sakura hanya mengangguk tanpa banyak bicara.

"Siapa Matsuri?" tanya Temari.

"Make up artist sekaligus teman baiknya," jawab Sakura "Mereka sudah saling kenal sejak umur empat tahun."

-x-x-x-x-

-x-

-x-x-x-x-

Hari mulai gelap. Dan diluar dugaan semua orang, udara berubah dingin bukan main. Saking dinginnya hingga dalam tiga detik saja Shikamaru sudah bisa membuat keputusan untuk menginap daripada harus pulang usai makan malam ditengah udara yang membekukan ini. Dipinjamnya seorang penjaga villa dari Kiba untuk berjaga di rumahnya. Kiba memang telah memanggil beberapa orang untuk datang. Agak keterlaluan jika sebagai tuan rumah ia membiarkan mobil-mobil dari segala merek berderet di dalam villa tanpa siapapun bertanggung jawab mengawasi.

Kiba terdengar meneriaki Neji lewat telepon. Dekorator itu tak mau tahu, pokoknya Neji tidak boleh kembali kalau tidak membawa selasih yang dia minta. Malangnya, Neji sudah mendatangi dua tempat yang semuanya kehabisan selasih. Bayangkan, betapa pusingnya mencari toko atau minimarket lain di tempat 'terdampar' seperti itu.

Keadaan jadi sedikit berantakan karena belum seorangpun dari para tamu telah kembali. Dan Ino, yang mobilnya kali ini benar-benar mogok, minta supaya Neji menjemputnya. Gadis pirang itu memang masih berada dirumah bersama Hinata dan Sai yang tersesat setelah berjalan-jalan. Padahal Neji masih berada cukup jauh dari villa. Tak ayal, Neji pun menelepon Temari. Minta tolong supaya ada seseorang yang menjemput ketiga manusia itu. Dengan satu amanat, lebih baik Hinata tidak ikut makan malam sama sekali daripada harus dijemput oleh Gaara. Dasar terlalu overprotektif.

Kankuro mulai mengejek. Gaara mulai tidak terima. Keduanya bersitegang sementara Shikamaru yang malas-malasan karena udara dingin berkelit dengan mengatakan bahwa punggungnya sakit. Sedangkan Kiba masih garuk-garuk kepala tidak jelas dan mondar-mandir sambil menyebut 'selasih-selasih-selasih'. Jelaslah jika kemudian kesialan menjemput tiga makhluk tak berdosa itu menjadi bagian Kakashi. Sudah begitu, seenaknya saja Shikamaru memanfaatkan kesempatan dengan menyuruh Kakashi sekalian mengantarkan penjaga yang dia pinjam dari Kiba tadi ke rumahnya.

Akhirnya Kakashi pun berangkat berdua dengan Sarutobi, seorang kakek tua yang diminta menjaga rumah Shikamaru itu. Betul-betul jadi supir dadakan. Diturunkannya Sarutobi di depan rumah Shikamaru sebelum mobil Kakashi memutar arah ke rumah Hinata didepannya.

Satu masalah lagi muncul karena Sai baru kembali sekitar 25 menit kemudian. Waktu makin terulur karena Ino marah-marah setelahnya.

"Sudah ratusan kali kubilang," Ino mengamuk, "Kalau tidak bawa ponsel, setidaknya bawalah kompas! Dasar idiot! Harusnya kau masuk ke jurang sekalian!"

"Kompas?" bisik Kakashi tak mengerti.

Hinata menjawabnya dengan bisikan pula, "Sai itu buta arah. Makanya dia tersesat."

Setelah melewati sesi amukan yang cukup panjang, tibalah waktunya bagi keempat orang itu untuk berangkat ke villa. Hari sudah gelap sepenuhnya. Jalanan sepi, angin yang tidak bersahabat dan udara yang menggigilkan badan makin membuat Ino mengomel tak karuan.

Baru beberapa menit mobil itu melaju, Hinata menyela omelan Ino usai dilihatnya sebuah sedan berwarna silver terparkir begitu saja di pinggir jalan. "Tunggu dulu, Kakashi" sela Hinata pada pengemudi mobil itu, "Ada orang disana. Mungkin dia butuh bantuan. Barangkali mobilnya mogok juga."

Awalnya Kakashi tak memperhatikan, tapi ketika diliriknya lewat kaca spion mata produser film itu melihat sebuah mobil yang dikenalinya sebagai mobil Karin. Kakashi pun mengerem mobil yang dikemudikannya. Terlebih karena delapan mata telah dengan jelas menyaksikan sesosok perempuan yang tergeletak di samping mobil itu.

Empat orang manusia menghambur keluar tanpa aba-aba. Ino turun paling awal, berlarian menghampiri raga berambut merah yang terbaring tengkurap di pinggir jalan. Hinata mengikutinya bersama Sai. Sementara Kakashi turun belakangan usai memastikan mobilnya terparkir dengan benar dan mesin mobil mati sepenuhnya.

Ino yang tentu saja mengenal Karin langsung menggoyang bahu perempuan itu. Karin tak bergeming. Ino yang tanpa sadar menjadi panik menggerakkan jarinya, meraba nadi di leher Karin. Namun tanpa aba-aba mendadak saja dia langsung...

"KYAAAAAA!"

...berteriak histeris.

"Kenapa?" tanya Sai yang dengan sigap menangkap bahu tunangannya.

"Denyut nadinya tidak ada, Sai!" seru Ino gemetaran.

Hinata sontak gelagapan sendiri. Kakashi juga ikut-ikutan panik. Bagaimana tidak? Semuanya sudah dia lakukan demi film ini. Kalau Karin tidak jadi membintanginya karena suatu hal, para sponsor sudah pasti menarik dukungan mereka. Dan itu berarti tamat bagi Kakashi.

Si pria bermasker mendekat. Memeriksa nadi Karin yang terkulai. Pergelangan tangan, leher, pergelangan tangan, leher, pergelangan tangan lagi. Kedua mata Kakashi membelalak ketika dengan terpaksa dikatakannya, "Dia sudah meninggal."

Ino makin histeris. Hinata sama histerisnya. Sai berkata, "Kita harus cari bantuan. Panggil polisi, apa saja! Bagaimana ini, Kakashi?"

Kakashi tak bisa berujar. Seluruh jerih payahnya baru saja tamat, tidakkah Sai tahu itu?

"Kakashi!" kali ini Sai berteriak.

"Iya, ya aku dengar" lanjut Kakashi kemudian, "Panggil polisi sekarang."

Ino berontak dalam dekapan tunangannya, "Aku tidak mau disini, Sai. Aku takut. Aku mau kembali saja! Maksudku, ke villa! Ya, ke villa! Disana ada banyak orang, kan? Lebih baik kita ke sana!"

Sai menoleh ke arah Kakashi, sekedar mencari pendapat dan persetujuan. Situasinya memang tidak menyenangkan. Ino ketakutan, dan Hinata yang fisiknya ringkih bisa saja pingsan sewaktu-waktu. Tapi bagaimanapun juga harus ada seseorang yang tetap berada disana sampai polisi datang.

"Pergilah Sai," ujar Kakashi "Bawa Ino dan Hinata kembali ke villa."

Tak ada pilihan lain. Tubuh Ino yang semakin gemetar tak mau lepas dari Sai, sementara Hinata mulai terlihat limbung. Dan jujur saja, dibayar berapapun Sai takkan mau disuruh diam ditengah gelapnya jalanan sepi sambil menunggui sesosok jenazah.

-x-

-x-

-x-x-x-

-x-

-x-

-x-x-x-

-x-

-x-

a/n: rupanya chapter ini menjadi lebih panjang dari yang saya perkirakan. Maaf, belum banyak petunjuk terlihat disini. Word countnya sudah berlebihan bagi saya.

Ada yang bersedia mereview? Atau menebak? Sayangnya chapter ini belum mengandung petunjuk apa-apa. Tapi tak masalah kalau memang ada yang berniat menebak.

Saran? Mari, kemukakan pendapat anda.