Chapter 12 : Last Agni Kai
Petang itu langit di ibukota Fire Nation semerah api. Terdengar suara-suara ledakan dan gesekan udara yang berhembus kencang, keluar dari tubuh dua orang fire bender itu dalam bentuk energi.
Azula menyerang, Zuko menghalau api biru dengan apinya. Api adalah simbol dari keinginan dan semangat. Jiwa dari pewaris tiran melawan jiwa pewaris para Naga. Zuko jelas mengalami kemajuan pesat dibanding dahulu. Tidak ada satupun serangan Azula yang bisa melukainya. Namun serangan musuh yang datang bertubi-tubi membuatnya kesulitan mencari celah untuk menyerang.
Ketika celah itu datang, Zuko tidak menyia-nyiakannya dan segera membelah udara dan menghembuskan ledakan api yang dahsyat ke arah Azula. Namun ia merasakan ada sebuah benda kecil yang bergerak cepat ke arahnya. Instingnya mendesaknya untuk menghindar. Zuko melompat ke belakang bagaikan ninja, membuat dua bilah pisau terbang menancap di atas tanah, kehilangan targetnya.
Saat pemuda itu menoleh ke arah pisau itu datang, ia tidak percaya melihat Mai sedang mengeluarkan dua bilah pisau lain lagi dan menatap tajam padanya. Ia tahu bahwa lawannya telah menyalahi aturan Agni Kai, namun Azula terlihat seperti tidak melihat apapun. Ia kembali menerjang Zuko sambil menyemburkan api dari kedua tangannya.
Sambil mengeluarkan dinding api kecil yang melindungi kedua tangannya, Zuko menangkis bola-bola api biru itu agar dirinya tidak terhempas serangan musuh. Namun serangan pisau terbang masih datang menyerangnya.
Sekali lagi Zuko melompat untuk menghindari dua bilah pisau itu. Pada saat ia mendarat, ada cahaya biru datang dari arah kirinya.
"Sial!" Zuko membuat dinding api untuk melindungi dirinya dari siraman api biru yang sangat besar itu. Namun sepertinya terlambat. Api biru itu meledak tepat sasaran.
Tubuh Zuko tertutup oleh kepulan asap dan api biru yang masih tersisa, membakar tanah tempat ia meledak. Mai melemparkan lagi pisau-pisau terbangnya ke dalam ledakan itu, tempat terakhir ia melihat Zuko. Kemudian Mai melompat ke dalam area dan mengambil dua bilah pisau terbangnya yang telah menancap di tanah.
"Apakah dia sudah tamat?" tanya Mai.
"Paling tidak ia terluka parah." Gumam Azula.
Dengan penuh dendam, Mai melemparkan pisau-pisau lempar yang ada di tangannya untuk menyerang lokasi terakhir kali Zuko terlihat. Kelihatannya ia benar-benar kesal dan marah pada Zuko.
Ketika kepulan asap menipis, terlihatlah di sana, Zuko sedang berdiri tegar dengan pakaian yang sudah robek karena terbakar api. Tangan kanannya melindungi wajahnya, menangkap empat bilah pisau terbang milik Mai. Ada aliran air berwarna merah mengucur dari telapak tangannya.
Zuko melangkah maju dan melemparkan pisau-pisau itu ke atas tanah. Kemudian ia mencabut sebilah pisau yang menancap pada tangannya dan menggenggamnya. "Azula. Kau payah. Apimu tidak sakit lagi."
"Barangkali kau suka kejutan, kakak?" Azula kemudian menggerakkan tubuhnya, membentuk kuda-kuda yang mengeluarkan percikan-percikan listrik pada tangannya, kemudian ia menyambar Zuko dengan petir. Pada saat yang sama, Mai mengeluarkan pisau terakhirnya ke kaki Zuko. Zuko yang sedang berkonsentrasi untuk mengendalikan sambaran petir itu, tidak sempat memperhatikan pisau tersebut yang akhirnya menancap pada kakinya.
"Rghh..!" keluhnya saat pisau itu menghujam pahanya. Pada saat yang sama, petir telah dilesatkan Azula. Zuko menyambut sambaran itu dengan kedua jarinya, kemudian ia mengendalikannya melalui perut, setelah itu ia mengembalikannya pada Azula. Azula dan Mai melompat pergi sejauhnya sehingga mereka selamat dari petir yang kembali itu.
"Jadi kau sudah bisa mengembalikan petir rupanya." Puji Azula.
Mai sudah mengambil kembali pisaunya yang tergeletak di atas lantai dan hendak melemparkannya ke leher Zuko. Mendadak sebuah aliran air dari saluran bawah tanah naik ke atas dan menciptakan tsunami kecil yang menyiram tubuh Mai dan mendorongnya ke dinding sehingga membuat pelipisnya terbentur.
"Siapa itu?" geram Mai.
"Setahuku Agni Kai adalah pertarungan satu lawan satu antar sesama fire bender!" tegur Katara pada Mai yang tidak bermain sportif.
Zuko mencabut pisau yang menancap di pahanya. "Bagaimana kau bisa sampai di sini? Mana yang lainnya?"
"Aku ceritakan nanti, lawanlah Azula, serahkan Mai padaku!" seru Katara.
"Kebetulan sekali…" gumam Mai yang segera melepaskan kedua tusuk rambutnya dan hendak menggunakannya sebagai senjata.
Zuko melemparkan pisau terbang Mai yang masih digenggam kedua tangannya pada Azula. Azula dapat menghindari serangan itu dengan mudah. Kini gantian Zuko yang membombardirnya dengan ledakan-ledakan bola api.
Mai telah mendapatkan kembali dua bilah pisau lemparnya dan ia masuk ke dalam areal Katara, menyerangnya dengan penuh dendam dan rasa benci. Katara mengambil sedikit air dan melemparkannya ke tempat Mai, air itu segera beku dan mengunci kaki Mai dengan tanah. Mai menghajar es itu sehingga kakinya terbebas, kemudian ia melesat cepat melewati Katara, membuat lengan gadis suku air selatan itu terluka.
"Kau harus mati!" gumam Mai penuh dendam.
Mai kembali maju dan menyerang Katara. Katara tahu bahwa ia membutuhkan air yang lebih banyak lagi. Maka sambil melarikan diri dari Mai, Katara mencari saluran air dengan Mai yang masih mengikutinya penuh dendam. Mai melesatkan sebilah pisau dan tepat mengenai tangan kanan Katara.
Kini Zuko dan Azula berada sangat dekat. Mereka beradu tinju dan tendangan, saling menghindari dan berusaha mengendalikan gerakan tangan lawan masing-masing. Ketika Azula melihat kalung Katara pada pergelangan tangan kakaknya, ia menggodanya. "Aku tidak mau memiliki kakak ipar seorang water bender."
"Maaf. Masih terlalu awal untuk membicarakan pernikahan!" Zuko berhasil menangkap tangan Azula dan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, berusaha membekuknya. Azula merasa terdesak karena gerakannya telah terkunci. Zuko terus membekuknya dan meletakkan telapak tangannya pada punggung Azula. "Menyerahlah. Kau sudah kalah."
"Kau tidak melakukan apapun." Ejek Azula.
"Jangan sampai aku mempraktikan padamu bagaimana caraku membunuh Kakek Buyut secara tidak sengaja!" tegur Zuko. Namun di seberang area bertarung, ia melihat Mai berhasil melakukan hal yang sama pada Katara. Kemudian Mai menodong pisaunya ke leher Katara dan mendekati Zuko. Zuko melihat tangan Katara yang terluka karena pisau itu sudah dirantai oleh Mai sehingga tidak memungkinkan baginya untuk melakukan water bending.
"Menyerahlah, sayangku."
Melihat itu, Azula tertawa karena tahu bahwa Zuko pasti sedang kebingungan. Mai mendekati Zuko dengan Katara sebagai sanderanya. "Kecuali kalau kau ingin melihat sebatang leher terpenggal…"
Zuko mengancam balik. "Lepaskan dia, atau kubakar jantung Azula!"
"Aku tidak perduli padanya. Bakar saja kalau kau mau." Kata Mai dengan serius. Melihat sorot mata sahabatnya, Azula berhenti tertawa.
Seketika, terdengar suara seruan Sokka pada Mai. "Hai! Lepaskan adikku!"
Mai mulai melangkah mundur, mencari jalan untuk melarikan diri. Ty Lee muncul dan menotok Azula sehingga aliran chi nya terganggu dan tidak bisa bergerak. Haru mengangkat tanah dan mengubur Azula sehingga hanya terlihat kepalanya saja.
"Ugh… Ty Lee! Pengkhianat!" gerutu Azula.
Saat Sokka melangkah mendekat untuk menyelamatkan adiknya, mendadak Katara menjerit dan pada lehernya kini mengalirlah darah merah segar. Namun saat Toph melangkahkan kakinya, Mai terperosok masuk ke dalam tanah seperti Azula. Selamatlah Katara.
Azula dan Mai segera diamankan. Saat chi Azula pulih, Ty Lee segera kembali menotoknya agar gadis psikopat itu tidak berkutik. Setelah Mai di bawa pergi, Zuko melepaskan rantai yang mengikat Katara dan melihat luka yang di terimanya.
"Itu kekasihmu?"
"Uhh…" Zuko terlihat bingung, kemudian ia memutuskan untuk tidak menjawab.
"Kelihatannya dia sangat mencintaimu."
"Err…" Zuko menggaruk kepalanya.
Saat Katara berdiri untuk membereskan baskom air yang ia gunakan untuk mengobati luka-lukanya, Zuko berdiri dari kursi dan mendekati Katara. "Hei."
Katara menangkap sesuatu yang dilempar Zuko padanya. Itu adalah kalung neneknya. "Terima kasih. Jimatmu benar-benar manjur."
Sementara itu di Ba Sing Se…
Untuk menghindari kehancuran yang bisa membuat rakyat Ba Sing Se menderita, para perkumpulan Lotus Putih bermaksud bergerak cepat untuk menguasai Ba Sing Se atas nama Earth King sebelum komet Sozin tiba.
Mereka menggempur tempat itu tanpa kesulitan berarti. Tentu saja, dengan banyak guru mendukung serangannya. Melihat gerakan pasukan Lotus Putih berhasil mendesak pasukan Fire Nation, para pemberontak dan elementer tanah yang selama ini hanya berdiam diri pun satu persatu mulai bangkit dan turut membantu pasukan Lotus Putih.
Sekelompok pasukan mulai diluncurkan dari istana, meninggalkan sebagian kecil pasukan untuk menjaga istana Ba Sing Se tempat sang Phoenix King bernaung.
"Ya…biarkan para pemberontak bersenang-senang. Tunggulah beberapa saat lagi, komet Sozin akan tiba, dan akan kuberi tahukan mereka seperti apa pemandangan neraka itu! ha ha ha!" Phoenix King Ozai tertawa tanpa rasa takut sedikitpun sambil melihat pemandangan peperangan yang terjadi di Ba Sing Se.
Seekor messenger Hawk terbang menghampiri istana Ba Sing Se membawa pesan dari ibukota Fire Nation. Membaca isinya, prajurit itu dengan panik menghampiri Ozai.
"Yang mulia! Ada berita buruk dari ibukota!" katanya sambil membawa surat itu pada Ozai.
Senyum Ozai kini menghilang. Terlebih ketika ia membaca isi surat tersebut yang menyatakan bahwa Azula telah dikalahkan dan Fire Nation telah jatuh ke tangan Zuko atas nama Iroh. Saking marahnya, Ozai sampai membakar surat tersebut. "Bocah durhaka dan tidak berguna! Awas dia, biar kupanggang dengan komet Sozin..! Pasukanku! Persiapkan balon udara! Setelah membereskan para pengganggu ini, aku akan berlayar kembali untuk memberi pelajaran lain pada Zuko!"
Kini Ozai tidak mau menunggu komet tiba untuk bergerak melawan Iroh. Ia bahkan menghindari Iroh dengan cara menaiki kapal udaranya dan bergegas untuk menyerang Zuko di Fire Nation. Melihat musuh utama pergi meninggalkan Ba Sing Se, Suki dan pasukan penyusup lainnya mulai bergerak menyerbut istana Earth Kingdom.
Melihat balon udara melayang pergi ke arah Fire Nation, Jeong Jeong memberitahu Iroh, "celaka! Kurasa keponakanmu berada dalam bahaya!"
Iroh menoleh ke arah barat dimana ia melihat balon udara Fire Nation yang ditumpangi Ozai sudah bergerak ke arah barat. "Sial! Ia akan memanfaatkan Komet Sozin untuk membunuh Zuko!"
"Pergilah, Iroh, Ba Sing Se dapat kita kuasai dari sini." Ujar Bumi.
"Tidak." Kata Iroh dengan tegas. "Kita tidak boleh remehkan satu hal pun. Ba Sing Se harus dapat kita kuasai, setelah itu, kita urus Ozai."